Anda di halaman 1dari 13

Faktor yang Menyebabkan Tinea Cruris dan

Penatalaksanaannya
102011359 – Lutfi Karimah
102013134 – Windy Tovania Adriastuty Chan
102013172 – Andreas Anindito Hermawan
102014039 – Devina Hendriyana Gunawan
102014082 – Irvania Limarus
102014139 – Mariska Nada Debora
102014156 – Dominikus Veri Efendi
102014245 – Nur Azreen Bt Mohamad Hamid
102014270 – Adhe William Fanggidae
B1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat, 11470

Pendahuluan
Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Kulit adalah bagian yang paling
sensitif dari tubuh kita. Berbeda dengan organ lain, kulit yang terletak pada sisi terluar manusia
ini memudahkan pengamatan, baik dalam kondisi normal maupun sakit. Penyakit kulit adalah
penyakit kulit yang sering ditemukan pada beberapa kasus pada orang-orang dari usia muda-tua.
Tidak hanya itu penyakit kulit juga bisa mempengaruhi kondisi fisik dari orang yang terkena
penyakit tersebut.1

Dinegara yang beriklim tropis dengan kelembaban udara relatif tinggi , akan menyebabkan
mudah berkeringat, memicu terjadinya penyakit jamur. Pada infeksi kulit karena jamur selain gatal
gejalanya berupa bercak putih bersisik halus atau bintil merah . Tanda awal kulit terkena infeksi
jamur adalah rasa gatal yang hebat saat kulit berkeringat .Gejala penyakit jamur pada kulit juga
bergantung pada bagian kulit yang terkena serta jenis jamur penyebabnya. Pada dasarnya jamur
paling sering menyerang lokasi yang lembab dan orang yang kurang menjaga
kebersihannya.infeksi pada penyakit kulit dapat ditimbulkan juga dari jamur. Golongan jamur
yang menyerang ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Golongan dermatofita termasuk kelas
fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus yaitu:microsparum,trichopyton dan epidermiphyton
pada dermatofitosis dapat menyerang stratum korneum pada epidermis,rambut dan kuku.
Dermatofitosis sendiri berdasarkan tubuh yang diserang terbagi menjadi tinea kapitis,tinea
barbe,tinea kruris,tinea pedis,tinea unguium dan tinea korporis.2

Skenario
1
Laki-laki berusia 30 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan bercak coklat pada kedua lipatan
paha yang terasa gatal sejak 4 minggu yang lalu.

Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara seorang dokter terhadap pasien. Hal pertama yang perlu
ditanyakan kepada pasien adalah mengenai identitas pasien. Tahap berikutnya adalah anamnesis
keluhan utama. Anamnesis keluhan utama biasanya memberikan informasi terpenting untuk
mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan yang
menurut pasien paling penting.
Riwayat penyakit sekarang juga sangat penting untuk ditanyakan kepada pasien. Riwayat
penyakit sekarang merupakan cerita yang kronologis yang berkaitan dengan keadaan kesehatan
pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat. Selanjutnya mengenai riwayat
penyakit dahulu, obat dan alergi. Setelah itu, seorang dokter juga penting untuk menanyakan
riwayat pribadi pasien yang mencakup data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.
Selain riwayat pribadi, riwayat keluarga dan sosial serta riwayat bepergian juga sangat
penting untuk ditanyakan kepada pasien. Anamnesis ini membuat kita mendapat informasi
mengenai penyakit apa saja yang pernah diderita oleh kerabat pasien, latar belakang pasien serta
pengaruh penyakit yang mereka derita terhadap hidup dan keluarga mereka.3

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kulit dilakukan dengan cahaya yang cukup sementara pasien berbaring
terlentang. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dengan bantuan
kaca pembesar.

1. Inspeksi
Dilihat apa saja kelainan kulit yang ditemukan dan tentukan distribusinya.
Asimetris, simetris, lokal atau meluas. Perhatikan morfologi apakah berupa eritema atau
urtikaria, merah dan bersisik (eksematosa, psoriasiform atau likenoid), vaskulitis,
vesikobulosa atau eritroderma. Periksa tempat lain yang mungkin terkena. Lengkapi
dengan pemeriksaan pada kulit kepala, mata, tangan dan kuku, mulut, daerah anogenital
dan kaki.4
Tentukan perluasan (lokal, regional, generalisata atau universal) dan pola distribusi
(simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit atau folikular).
Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari. Bagaimana warna
dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular, serpiginosa, bertangkai).
Mendokumentasikan kelainan kulit dengan akurat sangat penting dan bisa dibantu oleh
foto.3
2. Palpasi
Lakukan palpasi lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan dan kedalaman.
Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan drainase.3

2
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula
eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau
menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya
dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.5

Manifestasi tinea cruris :5

1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah.
2. Daerah bersisik.
3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif.
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi.
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan
sedikit skuama.
6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena.
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi muncul karena garukan.
8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit
eritematous, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler.
9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dipastikan dengan biakan dan melihat hifa bersepta pada sediaan KOH pada
kerokan sisik bagian tepi yang meluas. Kultur jamur juga dapat membantu mengkonfirmasi
diagnosis. Tinea kruris tidak berfluoresensi di bawah sinar lampu Woods (Wood’s light).6

P semeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas


pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan
jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit daerah yang terserang yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.6

a. Pemeriksaan mikroskopik

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes →
tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45
kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun
spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium. KOH
akan melisiskan sel kulit, kuku dan rambut sehingga elemen jamur akan terlihat jelas. Penambahan

3
zat warna seperti chlorazole black E atau tinta parker biru-hitam pada KOH semakin
mempermudah terlihatnya elemen jamur.6

b. Pemeriksaan kultur dengan medium agar dextrosa Sabouraud

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cycloheximide (mycobyotic-mycosel) untuk menekan
pertumbuhan jamur dan bakteri, dibiakan selama 1-3 minggu pada suhu kamar dan bila perlu
diperiksa lebih lanjut dalam biakan kaca objek. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu.
Penentuan spesies dibuat berdasarkan morfologi koloni, pemeriksaan mikroskopik dan pada
beberapa kasus dengan tes biokimiawi.6

c. Punch biopsi

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan


spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan tampak merah muda
atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam.6

d. Penggunaan lampu Wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan
tampak floresensi merah bata.6

Diagnosis Kerja
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat
gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah
disebutkan.

Dermatofitosis

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur
dermatofita. Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan
jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin.7
Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi 3 genus, yaitu
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Gambaran klinik jamur dermatofita
menyebabkan beberapa bentuk klinik yang khas, satu jenis dermatofita menghasilkan klinis yang
berbeda tergantung lokasi anatominya. Bentuk-bentuk klinis dermatofitosis yaitu tinea kapitis,
tinea corporis, tinea favosa, tinea imbrikata, tinea kruris, tinea barbae, tinea manus et pedis dan
tinea unguium.8

Tinea Kruris

4
Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai lipat paha, daerah inguinal, pubis,
daerah perineum dan sekitar anus (perianal). Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan
dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau
bagian tubuh yang lain. Gambaran klinik lesi simetris di lipat paha kanan dan kiri mula-mula lesi
berupa bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas, kadang-kadang disertai banyak vesikel
kecil-kecil.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang
primer dan sekunder (polimorfi). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam
disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.8
Tinea kruris terdapat baik di daerah tropik maupun daerah dingin dan banyak ditemukan
di Indonesia. Infeksi ini sering kali terjadi bersamaan dengan infeksi tinea pada kaki. Pruritus
sering terjadi dan nyeri dapat timbul jika area yang terkena mengalami maserasi atau infeksi
sekunder. Infeksi diawali dengan pembentukan sisik dan eritema dari lipatan inguinal dan
berkembang mengenai aspek anterior paha. Ruam juga dapat menyebar ke celah anus. Tinea kruris
berbatas tegas dan jarang mengenai skrotum, kedua gambaran ini membedakan tinea kruris dengan
kandidiasis. Diagnosis berdasar gambaran klinis yang khas dan ditemukan elemen jamur pada
pemeriksaan kerokan kulit dengan mikroskopis langsung memakai larutan KOH 10-20%.9

Gambar 1. Gambaran klinis tinea kruris

Etiologi
Tinea kruris disebabkan oleh spesies dari Trichophyton (Trichophyton rubrum),
Epidermophyton floccusum. Tetapi kadang-kadang oleh spesies zoofilik yaitu Trichophyton
mentagrophytes.7 Lelaki lebih sering terkena daripada wanita. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha
menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Beberapa
faktor yang mendukung adalah temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian

5
ketat dan kegemukan, disertai higienitas yang kurang maka memudahkan timbulnya infeksi
jamur.9

Epidemiologi
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka
kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Infeksi
jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan
sekitar yang kotor dan lembab. Infeksi umumnya terjadi pada laki-laki postpubertal namun
demikian perempuan juga dapat terkena. Penularan lebih mudah terjadi dalam lingkungan yang
padat atau pada tempat dengan pemakaian fasilitas bersama seperti asrama dan di rumah tahanan.
Pemakaian baju ketat, obesitas, keringat dan baju mandi yang lembab dalam waktu yang lama
merupakan faktor predisposisi tinea kruris.7

Patogenesis
Dermatofita hanya tumbuh dalam jaringan keratin yang mati. Hasil metabolisme jamur
berdifusi melalui lapisan Malpighi, menyebabkan eritema, pembentukan vesikel dan pruritus.
Waktu hifa menjadi tua dan memisahkan diri menjadi artrospora, sel-sel yang mengandung
artrospora mengelupas sehingga pada beberapa kasus terdapat bagian tengah yang bersih pada lesi
kurap. Hifa tumbuh dengan aktif ke arah pinggir cincin stratum korneum yang belum terserang.
Pertumbuhan terus berlangsung ke dalam stratum korneum yang baru terbentuk pada permukaan
kulit yang lebih tebal menyebabkan infeksi ini menetap pada tempat-tempat tersebut.5

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:5

1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain,
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh
kelenjar sebasea bersifat fungistatik.
2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel
Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam
dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan
baru muncul ketika jamur mencapai lapisan terdalam epidermis.
3. Perkembangan respon host
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatifita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi

6
dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test
hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses
oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di nodus limfe. Limfosit
T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur.
Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permaebel
terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan
menjadi sembuh.5

Gejala Klinis
Kelainan mengenai kulit di daerah inguinal pada bagian dalam dan perineum. Kelainan
yang disebabkan Trichophyton rubrum atau Epidermophyton floccosum bersifat kronik dan relatif
tanpa peradangan. Lesi hanya tampak sebagai eritema ringan dengan daerah tepi yang tampak
tidak begitu aktif. Kelainan oleh Trichophyton mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan,
bagian tepi lesi tampak aktif disertai vesikel dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.7

Pada permulaan, lesi klinik berupa bercak eritematosa kecil, meninggi, berskuama pada
paha bagian dalam dan menyebar ke perifer, sering menjadi vesikel kecil multiple dengan tepi
meluas. 10

Pada akhirnya, lesi membentuk bercak berbatas tegas, tidak teratur dan bilateral dengan
bagian tengah hiperpigmentasi dan berskuama. Pada beberapa kasus, terutama infeksi dengan T.
mentagrophytes, reaksi radang lebih berat dan infeksi dapat meluas ke regio kruris. Penis biasanya
tidak terkena infeksi, hal ini yang membedakan lesi ini dengan kandidosis. Gatal dapat berat pada
awalnya tetapi menghilang setelah reaksi radang menghilang. Tinea kruris lebih sering pada orang
gemuk, orang yang berkeringat banyak dan memakai pakaian ketat.10

Diagnosis Banding
Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik merupakan dermatitis dengan distribusi terutama di daerah yang kaya
kelenjar sebasea. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan
infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.
Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk
metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri melalui
aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. DS berhubungan erat dengan keaktifan glandula
sebasea. DS pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum
akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur
lebih tua. DS lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.8
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
batasnya agak kurang tegas. DS yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama

7
yang halus, mulai sebagai becak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar yang disebut pitiriasis sika (ketombe/dandruff). Bentuk yang
berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal.
Rambut pada daerah tersebut cenderung rontok dan penderita akan mengeluh rasa gatal yang
hebat. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak
disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabella, telinga postaurikular dan leher.
Pada daerah tersebut batasnya sering cembung.8
Pada keadaan yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor
dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris
epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap. Pada daerah supra orbital skuama-skuama
halus dapat terlihat pada alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal disertai bercak-bercak
skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis yaitu pinggir kelopak mata merah disertai
skuama-skuama halus. Selain tempat-tempat tersebut, DS juga dapat mengenai liang telinga luar,
lipatan nasolabial, daerah sternal, areola mamae, lipatan di bawah mamae pada wanita,
interskapular, umbilicus, lipat paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung dan dahi
kelainan dapat berupa papul-papul.8

Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
kasar, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.8

Psoriasis ditandai dengan percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi


proliferasi abnormal epidermis dan dermis. Waktu pertukaran normal sel epidermis adalah sekitar
28-30 hari. Pada psoriasis, epidermis di bagian yang terkena diganti setiap 3-4 hari. Pertukaran sel
yang cepat ini menyebabkan peningkatan derajat metabolisme dan peningkatan aliran darah ke sel
untuk menunjang metabolisme tersebut sehingga menimbulkan eritema. Trauma ringan pada kulit
dapat menimbulkan peradangan berlebihan sehingga epidermis menebal dan terbentuklah plak.
Psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa.Gambaran klinik psoriasis
adalah adanya plak eritematosa berbatas tegas yang ditutupi oleh skuama putih keperakan.
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
lumbosakral.11

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan
seperti lilin yang tergores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Pada fenomena Auspitz
tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Trauma pada kulit
penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis dan disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu. Psoriasis sering
mengenai bantalan dan matriks kuku yang menimbulkan lubang-lubang kecil (nail pitting), kuku
keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya
8
(hyperkeratosis subungual) dan onikolisis. Penyakit ini dapat pula menimbulkan kelainan pada
sendi, terutama pada sendi interfalangs distal, terbanyak pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar,
kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.8

Pada stadium penyembuhan, telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi hanya di pinggir
hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah keluhan pada dermatofitosis gatal sekali
dan pada sediaan langsung ditemukan jamur. Dermatitis seboroik berbeda dengan psoriasis karena
skuamanya berminyak dan kekuning-kuningan dan bertempat predileksi pada tempat yang banyak
kelenjar sebasea.8

Candidosis Intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies
Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
bronki atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septicemia, endokarditis atau meningitis.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun
perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Kandidosis banyak
dihubungan denga banyak faktor, seperti keadaan kulit yang terus menerus lembab, pemakaian
antibiotik, steroid dan sitostatika, perubahan fisiologis tubuh pada kehamilan, penyakit-penyakit
kronik dan immunodefisiensi, gangguan endokrin, obesitas, trauma, malnutrisi serta hygiene yang
buruk. Kandidosis selaput lendir dibagi menjadi kandidosis oral (thrush), Perleche, vulvovaginitis,
balanitis, kandidosis mukokutan kronik dan kandidosis bronkopulmonar dan paru. Kandidosis
kutis dibedakan berdasarkan lokalisata (di daerah intertriginosa dan perianal), generalisata,
paronikia dan kandidosis kutis granulomatosa. Kandidosis sistemik dibedakan menjadi
endokarditis, meningitis, pielonefritis dan septicemia.8
Kandidosis intertriginosa berupa lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal,
lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilicus, berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Regio intertriginosa mengalami gesekan friksi kronik yang
dapat merusak epidermis dan memungkinkan terjadinya invasi Candida ke jaringan. Yang khas
disini adalah bercak kemerahan yang agak lebar pada lipatan kulit tersebut, dengan dikelilingi oleh
lesi-lesi satelit. Di tengah lesi yang lebar sering terjadi erosi sedangkan di tepinya terjadi
pengelupasan kulit tanpa peninggian lesi.Gejala utamanya ialah rasa gatal dan sakit bila terjadi
maserasi atau infeksi sekunder oleh kuman. Diagnosis klinis infeksi Candida dapat dikonfirmasi
dengan preparat kalium hidroksida (KOH) dari kerokan kulit yang memperlihatkan budding spora
dan pseudohifa, atau hifa sejati.9

Yang menyebabkan pada penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis intertriginosa,


karena dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya lesi satelit, sedangkan untuk
dapat mendiagnosis kandidosis intertriginosa paling tidak kita menemukan adanya lesi satelit,
karena hal tersebut yang membedakan tinea kruris dengan kandidosis intertriginosa. Dimana lesi
satelit tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang

9
bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti
lesi primer.8

Eritrasma

Eritrasma ialah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, ditandai dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus
terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Seperti yang telah disebutkan di atas etiologi dari penyakit
ini adalah Corynebacterium minitussismum. Bakteri ini adalah bakteri gram positif (difteroid).
Bakteri ini tidak membentuk spora dan merupakan basil yang bersifat aerob atau anaerob yang
fakultatif. Corynebacterium minitussismum merupakan flora normal di kulit yang dapat
menyebabkan infeksi epidermal superfisial pada keadaan-keadaan tertentu.

Lesi kulit dapat berukuran sebesar miliar sampai plakat. Lesi eritoskuamosa, berskuama
halus kadang-kadang dapat terlihat merah kecoklat-coklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada
area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi dimulai dari tempat yang paling sering,
yakni toe webspaces (di antara jari kaki), lipat paha, aksila. Selain itu, juga bisa ditemukan di
daerah intertriginosa lain (terutama pada penderita gemuk), intergluteal, inframamary
(submammary). Lesi di daerah lipat paha dapat menunjukkan gejala berupa gatal dan terasa
terbakar. Sedangkan lesi pada tempat lain asimtomatik. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang
eritematosa dan serpiginosa. Lesi tidak menimbulkan dan tidak terlihat vesikulasi. Skuama kering
yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak.

Eritrasma tidak menimbulkan keluhan subyektif, kecuali bila terjadi ekzematisasi oleh
karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit. Pada pemeriksaan dengan
lampu Wood, lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral-red). Fluoresensi ini terlihat
karena adanya porfirin. Pencucian atau pembersihan daerah lesi sebelum diperiksa akan
mengakibatkan hilangnya fluoresensi. Kelainan kulit kronik, non-inflamasi pada daerah
intertriginosa, yang berwarna merah kecoklatan, dilapisi skuama halus merupakan tanda eritrasma.
Pemeriksaan dengan lampu Wood dan sediaan langsung KOH dapat menentukan diagnosis.8

Penatalaksanaan
Medikamentosa

Infeksi dermatofit dapat dibatasi dengan dua cara yaitu mengubah lingkungannya sehingga
tidak menguntungkan bagi jamur tersebut untuk melakukan propagasi dan penggunaan obat anti
jamur topikal. Untuk mengurangi kelembaban dari lingkungan sekitar, maka pasien disarankan
untuk menggunakan pakaian yang menyerap keringat atau longgar. Pengobatan sistemik
menggunakan griseofulvin oral 500 mg sehari selama 3-4 minggu. Obat yang lain adalah
ketokonazol. Pengobatan topical memakai salep Whitfield, tolnaftat, tolsiklat, haloprogin, derivate

10
azol dan naftifin HCl. Pengobatan topikal dengan imidazol disarankan lesi berat, terutama karena
agen ini efektif pada infeksi campuran candida-dermatofita. Infeksi dermatofita murni juga dapat
diterapi dengan tolnaftat. Antijamur topikal meliputi obat golongan azol seperti klotrimazol,
ketokonazol atau mikonazol.12

Alilamin adalah golongan antijamur utama lain yang meliputi terbinafin dan naftifin. Obat
tersebut memerlukan pemakaian setiap hari dan tetap aktif di kulit selama 1 minggu setelah
pemakaian. Obat yang lebih baru seperti ciclopirox, butenafin dan haloprogin telah dicoba dengan
hasil beragam. Pengobatan topikal tersebut harus mencakup 2 cm melewati tepi lesi yang terkena.
Untuk pasien dengan penekanan sistem imun, pasien dengan penyakit luas, dan pasien yang gagal
diobati dengan pengobatan topikal maka flukonazol, itrakonazol atau terbinafin dapat diberikan
per oral. Pengobatan tinea pedis pada orang yang terkena tinea kruris diperlukan untuk mencegah
rekurensi.9

Non Medikamentosa

Edukasi kepada pasien dan faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah
terjadi tinea kruris antara lain : anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering, bila gatal, jangan
digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi, jaga kebersihan kulit dan kaki, bila
berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab, gunakan pakaian yang
terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari,
untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus
segera dicuci dan direndam air panas, mengeringkan tubuh sampai benar-benar kering sesudah
mandi, jangan berlama-lama memakai pakaian mandi yang lembab atau pakaian yang ketat,
menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki, dan meningkatkan
hygiene lingkungan & perorangan.13

Komplikasi
Komplikasi klinis jarang terjadi, tetapi superinfeksi area oleh bakteri penyebab selulitis
dapat terjadi. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan imun. Tinea cruris
dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat
terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.9

Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan
dan kebersihan kulit selalu dijaga tetapi rekuren dapat terjadi jika pasien tidak menjaga kebersihan
dan hygiene tempat yang terkena infeksi jamur itu dengan baik. Antaranya dengan memastikan
kulit senantiasa kering, tidak memakai pakaian ketat, memakai bedak anti jamur sesudah mandi.7

Kesimpulan

11
Dengan memperhatikan gejala-gejala yang dialami pasien berusia 30 tahun ini, dapat
disimpulkan bahwa ia menderita tinea kruris karena ia mempunyai beberapa gejala klinis yang
tampak seperti bercak eritematosa yang gatal dan meluas ke tepi pada lipatan paha setelah diberi
salep hidrokortison (central healing). Pada tinea kruris, lesi membentuk bercak berbatas tegas,
tidak teratur dan bilateral dengan bagian tengah hiperpigmentasi dan berskuama. Tinea kruris
adalah dermatofitosis yang mengenai lipat paha, daerah inguinal, pubis, daerah perineum dan
sekitar anus (perianal).

Daftar Pustaka
1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.Edisi ke-7.Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. 2015.h.214
2. Sylvia Price, Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit. Edisi 6.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. H.14-23
3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga, 2007.h.11-6
4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga;2006.h.118-9.
5. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Lecture notes: kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta:
Erlangga;2007.h.1815-6
6. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta:
EGC;1996.h.613-5.
7. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FK UI. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI;2008.h.319-325, 356-9.
8. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI;2007.h.92-9, 106-9, 200-1, 334-5.
9. Greenberg MI. Teks-atlas kedokteran kedaruratan. Jilid ke-2. Jakarta:
Erlangga;2008.h.420, 425.
10. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15. Jakarta:
EGC;2000.h.2308-9.
11. Ganong WF. McPhee SJ. Patofisologi penyakit : pengantar menuju kedokteran klinis. Edisi
ke-5. Jakarta: EGC;2011.h.209-213.
12. Harahap M. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates;2000.h.75-82.
13. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC;2001.h.599-610.

12
13

Anda mungkin juga menyukai