C) Retensio Placenta
Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 30 menit
setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2007).
D) Rest Placenta
Adalah tertinggalnya sisa-sisa plasenta atau sebagian selaput mengandung
pembuluh darah (Prawirohardio, 2011).
E) Robekan Servik
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan
serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi rahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya perlukan jalan lahir
khususnya robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini serviks harus diperiksa dengan
spekulum. Pemeriksaan juga harus dilakukan secara rutin setelah tindakan obstetrik
yang sulit (Sumarah, 2009).
Perdarahan pasca persalinan pada uterus yang berkontraksi baik harus memaksa
kita untuk memeriks aserviks uteri dengan pemeriksaan spekulum sebagai
profilaksis sebaiknya semua persalinan buatan yang sulit menjadi indikasi untuk
pemeriksaan spekulum (obstetric patologi Unpad, edisi 2, 2005).
G) Pembekuan Darah
Adalah kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan
lunak yang dapat pecah dengan mudah (Anggraini, 2010).
H) Manual Plasenta
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya pada
dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan
melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30
menit dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dengan tekanan ringan pada
fundus uteri yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas
sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi
perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio
plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan
bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
4. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan
menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska
persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix,
vagina dan perinium.
Pasien Dengan Perdarahan Banyak Setelah Melahirkan
- atonia uteri
- retensio plasenta
- trauma jalan lahir Perhatikan vagina dan serviks apakah ada trauma
- riwayat perdarahan dan perdarahan evaluasi adanya atonia uteri.
Evakuasi
Kompresi
manual Pada
bimanual
Evakuasi serviks, Ruptur
Oksitosin
kuretase vagina, uteri
Eksplorasi
oksitosin vulva
manual
Prostaglandin
F2α
Perdarahan tetap
Perbaikan Histerektomi
berlangsung
laserasi
Infus vasogensia
Embolisasi, angiografi
Perdarahan teratasi
Tetap perdarahan
observasi
Diagnosa
Gejala dan tanda Penyulit
penyebab
6. Penatalaksanaan
Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama yaitu resusitasi dan
pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin disertai syok hipovolemik dan
identifikasi serta pengelolaan penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan
perdarahan postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan sistematis
ditangani (Edhi, 2013).
Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama) memainkan peran
sentral dalam penatalaksanaan perdarahan postpartum. Pijat rahim disarankan segera
setelah diagnosis dan resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan
asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit diatasi atau perdarahan
tetap terkait trauma. Jika terdapat perdarahan yang terus- menerus dan sumber
perdarahan diketahui, embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga
berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali dan pemberian
oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk menangani retensio plasenta. Jika
perdarahan berlanjut, meskipun penanganan dengan uterotonika dan intervensi
konservatif lainnya telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan
lebih lanjut (WHO, 2012).
7. Rencana Tindakan Keperawatan dan Implementasi Keperawatan Pada Pasien Post
partum Hemoragic
Rencana tindakan keperawatan
A. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskular yang berlebihan
Goal : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1) Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan. Timbang dan hitung pembalut. Simpan
bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.
Rasional:
Perkirakan kehilangan darah, arterial versus vena, dan adanya bekuan-bekuan membantu
membuat diagnosis banding serta menentukan kebutuhan penggantian (satu gram
peningkatan berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan darah).
2) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan masase, penonjolan uterus
dengan satu tangan sambil menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.
Rasional:
Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosis banding. Peningkatan
kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan
di atas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama masase.
3) Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar
buku, serta membran mukosa dan bibir
Rasional:
Tanda-tanda menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan tekanan darah
tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun hingga 30-50%. Sianosis
adalah tanda akhir dan hipoksia.
4) Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine.
Rasional:
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan keluaran 30-50%. Sianosis adalah tanda
akhir dan hipoksia.
5) Pantau masukan dan keluaran: perhatikan berat jenis urine
Rasional:
Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan cairan. Volume
perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluran 3-50 mi/jam atau lebih besar.
6) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Rasional:
Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas, dan kebutuhan metabolic
Kolaborasi
1) Pantau kadar pH
Rasional:
Membantu dalam mendiagnosis derajat hipoksia jaringan atau asidosis yang diakibatkan
oleh terbentuknya asam laktat dan metabolisme anaerobik.
2) Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional:
Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi ke jaringan.
Goal : Tidak terjadi infeksi ( lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal )
Rencana tindakan :
Tindakan kolaborasi
Evaluasi
Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company,
Pholadelpia.
Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
Rukiyah, Al Yeyeh, 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi). Jakarta : Trans Info Media
Saifudin, AB. 2005. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo
RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil,FK. UNAIR, Surabaya