Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN TUBERCULOSIS PARU

OLEH :
KELOMPOK 2
NAMA NIM
Elisabeth M. P. Apriliana 225202000436
Maria Mayatrisna Dua Dina 225202000460
Hendrika Febriana 225202000450

YAYASAN SANTO LUKAS KEUSKUPAN MAUMERE


AKADEMI KEPERAWATAN ST. ELISABETH LELA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat yang
telah dikaruniakan, serta bantuan dari semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan pendahuluan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN TUBERKULOSIS PARU”
Dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini, penulis banyak menemukan kesulitan dan
rintangan, tetapi berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat
menyelesaikannya. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan :
1. Ibu Helena Kidi Labot,S.ST.M.Kes selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam membimbing serta arahan awal penulisan sehingga
terselesainya Asuhan Keperawatan ini.
2. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam memberikan informasi dan masukan-
masukan terkait dengan penyusunan Asuhan Keperawatan ini dan juga untuk
kebersamaan kita.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kata
sempurna, baik isi Maupun penulisannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih
dan semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Maumere, 07 Oktober 2021

penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan..............................................................3
B. Konsep Dasar Gangguan Tuberculosis Paru............................................................7
1. Pengertian............................................................................................................7
2. Etiologi................................................................................................................7
3. Patofisiologi.........................................................................................................8
4. Manifestasi klinik................................................................................................9
5. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................10
6. Penatalaksanaan medis......................................................................................11
7. Patway...............................................................................................................13
C. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Tuberculosis Paru.................................14
1. Pengkajian........................................................................................................14
2. Diagniosa keperawatan....................................................................................19
3. Intervensi..........................................................................................................19
4. Implementasi....................................................................................................24
5. Evaluasi............................................................................................................24
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................25
B. Saran.......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkolusis paru (TB) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mycrobakterium tubercolusis dan dapat disembuhkan. Tuberculosis dapat menyebar dari satu
orang keorang lain melalui transmisi udara (droplet dahak pasien tuberculosis). Pasienyang
terinfeksi Tuberkulosis akan memproduksi droplet yang mengandung sejumlah basil kuman
TB tersebut dapat menjadi terinfeksi Tuberkulosis.
Tuberculosis menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen
global dalam MDG’s (Kemenkes, 2015). Penyakit Tuberculosis masih menjadi masalah
kesehatan utama di dunia. Hal tersebut menyebabkan gangguan kesehatan jutaan orang
pertahun penyebab utama kematian penyakit menular di dunia. Pada tahun 2014, diperkirakan
9,6 juta kasus TB baru yaitu 5,4 juta adalah laki-laki, 3,2 juta dikalangan perempuan dan 1,0
juta anak-anak. Penyebab kematian akibat TB Paru pada tahun 2014 sangat tinggi yaitu 1,5
juta kematian dimana sekitar 890.000 adalah laki-laki, 480.000 adalah perempuan dan
140.000 anak-anak (WHO, 2015). Indikator yang digunakan dalam penanggulangan TB salah
satunya Case Detection Rate (CDR) yaitu jumlah proporsi pasien baru BTA positif yang
ditemukan dan pengobatan terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan
dalam wilayah tersebut (Kemenkes, 2015). Pencapaian CDR (Case Detection Rate-Angka
Penemuan Kasus) TB di Indonesia tiga tahun terakhir mengalami penurunan yaitu tahun 2012
sebesar 61%, tahun 2013 sebesar 60% dan tahun 2014 sebesar 46% (Kemenkes RI, 2015).
Laporan TB dunia oleh World health Organization (WHO) pada tahun 2015, masih
menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor tiga didunia setelah India
dan China, diperkirakan ada 1 juta kasus TB baru pertahun (399/100.000 penduduk) dengan
100.000 kematian pertahun (41/100.000). Penderita TB di Indonesia pada tahun 2016
mencapai 156.723 orang, Provinsi dengan peringkat lima tertinggi yaitu Jawa Barat sebanyak
14.139 orang, Jawa Timur sebanyak 21.606 orang, Jawa Tengah sebanyak 14.139 orang,

1
Sumatera Utara sebanyak 11.771 orang, DKI Jakarta sebanyak 9.516 orang (Profil Kesehatan
Indonesia, 2016). Berdasarkan data Dinas Kesehatan di Kabupaten Kampar Pada tahun 2018
terdapat 1.079 kasus dengan rincian perempuan 383 kasus dan laki-laki 696 kasus (Dinas
Kesehatan Kabupaten Kampar, 2018).
Penyakit TB Paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan saluran pernapasan pada semua kelompok usia serta nomor satu untuk golongan penyakit
infeksi. Korban meninggal akibat TB Paru di Indonesia diperkirakan sebanyak 61.000
kematian setiap tahunnya (Depkes RI, 2018).
Melihat angka mordibitas pasien Tuberkulosis Paru yang tinggi, perawat perlu
menyiapkan diri secara professional dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
kompetensi. Salah satu adalah bertanggung jawab dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian akibat Tuberkulosis Paru. Dalam pelaksanaanyaa pearwat harus mampu
memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yaitu
melakukan pengkajian keperawatan secara benar pada pasien tuberculosis paru, menentukan
masalah keperawatan secara tepat, menyusun intervensi keperawatan, memberikan tindakan
serta melakukan evaluasi pada pasien dengan Tuberculosis Paru sehingga masalah yang
muncul seperti kebutuhan oksigenasi, pemenuhan nutrisi, resiko tinggi infeksi dapat teratasi
dengan baik.

B. Tujuan Masalah
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan motivasi menjalani pengobatan pada
pasien TB paru.

2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi pengetahuan pasien tentang TB paru
b) Mengidentifikasi motivasi menjalani pengobatan pada pasien TB paru
c) Menganalisa hubungan antara pengetahuan dengan motivasi menjalani pengobatan pada
pasien TB paru.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU-PARU

Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut diatur oleh sistem atau organ
tubuh, diantaranya saluran pernapasan bagian atas, bawah dan paru-paru. Kebutuhan oksigen
merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk aktifitas berbagai organ atau sel.
1. Saluran pernafasan bagian atas
Saluran pernafasan bagian atas berfungsi untuk menyaring, menghangatkan dan
melembabkan udara yang dihirup.
Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari :

3
a. Hidung
Bagian Eksternal :
1) Menonjol dari wajah dan disanggaholeh tulang hidung dan kartilago.
2) Nares anterior (lubang hidung merupakan ostium sebelah luar dari rongga
hidung
Bagian Internal :
1) Rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh
pembagian vertikal yang sempit, yang disebut septum.
2) Masing-masing septum dibagi menjadi 3 bagian saluran oleh penonjolan
turbinasi disebut konka dari dinding lateral.
3) Rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa ( mukosa hidung).

b. Faring
Faring menghubungkan antara rongga hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi
menjadi 3 bagian yaitu nasal, oral dan laring
1) Nasofaring terdiri dari 2 alat yang terpenting yaitu “pharingeal tonsil” dan tuba
eustasius”
2) Orofaring merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring. Disini terdapat
pangkal lidah
3) Laringofaring terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan, yang
berlangsung secara bergantian.

c. Laring dan Epiglotis


Laring merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan
trakea. Laring terdiri dari tiga alat penting yaitu :
1) Tulang rawan krikotiroid : Cincin kartilago yang komplit dalam laring.
2) Selaput atau pita suara : Ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara atau pita suara yang melekat pada lumen

4
3) Epiglotis : Daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah laring selama
menelan
4) Glotis : Ostium antara pita suara dalam laring

2. Saluran Pernafasan BagianBawah


Saluran pernafasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari :
a. Trakea
1) Merupakan pipa silindris dengan panjang lebih kurang 11 cm, berbentuk ¾
cincin tulang rawan seperti huruf C.
2) Pada bagian belakang kedua ujung huruf C dihubungkan oleh membran
“fibroelastic” yang menempel pada dinding dengan esofagus, sehingga dinding
depan trakhea berbentuk oval sedangkan bagian belakang datar.

b. Bronkus
1) Bagian ini merupakan percabangan trakhea ke kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini dikenal sebagai Carina.
2) Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, lebih dekat dengan trakhea di banding
bronkus kiri.
3) Bronkus kanan bercabang 3 yaitu lobus superior, lobus medius dan lobus
inferior.
4) Bronkus kiri bercabang 2 yaitu lobus superior dan lobus inferior

c. Bronkiolus
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminal yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminal kemudian menjadi
bronkiolus respiratori yang dianggap menjadi saluran transisional antara jalan
udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

5
Sampai pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara
dalam percabangan trakeobronkhial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini
dikenal sebagai pertukaran ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian
mengarah kedalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli.

d. Alveoli
Alveoli Paru terbentuk sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam
kluster antara 15- 20 alveoli. Alveoli berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen
dan karbondioksida.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar :
1) Sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk di alveolar
2) Tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolifit
yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps
3) Tipe III makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan
benda asing (misalnya lendir dan bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting.

e. Paru-Paru
Paru Sebagai alat pernafasan utama terdiri dari dua bagian yaitu paru kanan
dan kiri dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta
pembuluh darah yang berbentuk kerucut dengan bagian puncak disebut apex.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastik, berpori dan memiliki fungsi
sebagai pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Paru merupakan jalinan atau
susunan bronkus, bronkiolus, brounkiolus terminalis, brounkiolus rispratory,
alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfati, dll.

6
B. KONSEP TEORI GANGGUAN TUBERCULOSIS PARU
1. Pengertian
Tuberkulosisi atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB paru
dapat menyebar kesetiap bagian tubuh termaksud menigen, ginjal, tulang dan nodus limfe.
Selain itu, TB paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis,yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau diberbagai organ
tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Pada manusia TB
paru ditemukan dalam dua bentuk yaitu tuberculosis primer; jika terjadi pada infeksi yang
pertama kali dan tuberkulosis sekunder; kuman yang terdapat pada tuberculosis primer
akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberculosis
dewasa.

2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditularkan
dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Bakteri di transmisikan ke alveoli dan
memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan
bronkopneumonia, granuloma dan jaringan fibrosa. Individu terinfeksi, melalui batuk ,
bersin, tertawa,bernyanyi atau berbicara, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 µ)
dan droplet kecil (1 sampai 5 µ). Droplet yang besar menetap sementara droplet yang kecil
tertahan diudara dan terhirup oleh individu yang rentan, maka orang itu berpotensi terkena
bakteri tuberculosis.
Individu yang berisiko tinggi untuk tertular tuberculosis yaitu :
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif
b. Individu imunosupresif (termaksud lansia, pasien dengan kanker mereka yang
dalam terapi kortikosteroid atau mereka yang terinfeksi dengan HIV)
c. Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik
dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah15 tahun dan dewasa muda antara
yang berusia 15 sampai 44 tahun)

7
d. Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (mis :
diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau
yeyunoileal)
e. Imigran dari Negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia tenggara, Afrika,
Amerika Latin, Kiribia)
f. Setiap individu yang tinggal di institusi (mis; fasilitas perawatan jangka panjang,
institusi psikiatrik, penjara)
g. Individu yang tinggal di daerah perumahan sub standar kumuh
h. Petugas kesehatan

3. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari
orang-orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai alveolus dan inhalasi biasanya
terdiri atas satu samapi tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus sehingga tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada di dalam ruang alveolus, kuman akan mulai mengakibatkan peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak memfagosit bakteri ditempat ini, namun tidak membunuh
organisme tersebut.
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju getah bening regional. Sistem imun tubuh
berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri; limfosit spesifik-tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan
normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eskudet dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah
pemajanan.
8
Massa jaringan baru yang disebut granulomas yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang indekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon
memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi
tersebar diudara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah
menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak,
mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan
selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan penyebarannya dengan lambat mengarah
kebawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan hanya
supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu
yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif.

4. Menifestasi Klinis
Tuberkulosis paru termasuk insidious. Sebagian besar pasien menunjukkan gejala
reaktivasi tuberculosis berupa demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, badan,
berkeringat pada malam hari yang menyebabkan basah kuyup, nyeri dada dan batuk
kronik. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif tetapi dapat berkembang kearah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Pemeriksaan fisik sangat tidak
sensitif dan sangat nonspesifik terutama pada fase awal penyakit. Pada fase lanjut
diagnosis lebih mudah ditegakkan melalui pemeriksaan fisik terdapat demam, penurunan
berat badan, crackle, mengi dan suara bronchial.

9
Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi yang
primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala neumonia yakni
batuk dan panas ringan.
Gejala TB primer dapat juga terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau
dalam batuk yang lebih berat lagi yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas.
Tanpa pengobatan tipe infeksi primer dapat sembuh dengan sendirinya, hanya saja
tingkat kesembuhannya 50%. TB postprimer terdapat gejala penurunan berat badan,
keringat dingin pada malam hari, temperatur subfebris, batuk berdahak lebih dari dua
minggu, sesak napas, hemoptisis akibat dari terlukanya pembuluh darah disekitar bronkus
sehingga menyebabkan bercak-bercak darah pada sputum sampai ke batuk darah yang
pasif, TB postprimer dapat menyebar keberbagai organ sehingga menimbulkan gejala-
gejala seperti meningitis, tuberlosis ginjal, sendi dan tuberculosis pada kelenjar limfe
dileher yakni berupa skrofuloderma.

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2007.Hal 62) ada beberapa pemeriksaan penunjang pada klien
dengan tuberculosis paru untuk menunjang diagnosis yaitu :
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1)Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan Mycobacterium tuberculosis
pada stadium aktif
(2)Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk BTA
(3)Skin test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaks positif (area indurasi 10 mm
atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan
infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan penyakit yang sedang
aktif
(4)Chest X-ray : dapat memperlihatkan inflitrasi kecil pada lesi awal dibagian paru-
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan
yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan
fibrosa

10
(5)Histlogi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urin dan CSF serta biopsy
kulit) : positif untuk Mycobacterium Tuberculosis
(6)Needle biopsy of lung tissue ; positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang
mengindikasikan nekrosis
(7)Elektrolit : Mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi misalnya
hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru lanjut
kronis
(8)ABGs : Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru-paru
(9)Bronkografi : Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru-paru karenaTB
(10) Darah : Leukositosis, LED meningkat
(11) Tes fungsi paru-paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dan fibrosis/infiltrasi
parenkim paru-paru dan penyakit pleura
b) Pemeriksaan Radiologis
Foto thoraks : Dapat menunjukkan Infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB
dapat termasuk rongga, area fibrosa.

6. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan pasien dengan gangguan tuberculosis paru dapat dilakukan dengan cara
melakukan :
(1)Pemantauan tanda-tanda infeksi sekunder
(2)Pemberian oksigen yang adekuat
(3)Latihan batuk efektif
(4)Fisioterapi data
(5)Pemberian nutrisi yang adekuat
(6)Kolaborasi pemberian obat antituberculosis (seperti : isoniazid, stretopmisin,
etambutol, rifampin, pirazinamid,dll)
11
b) Penatalaksanaan Medis
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan
digunakan ; isoniasid (INH), rifampin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB) dan
pirasinamid (PZA). Kapreomisin, kinamisin, etionamid, natrium para aminosalisilat,
amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Myobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu
yang berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah
teridentifikasi sejak tahu 1950, insiden dan resisten banyak obat telah menciptakan
tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus dipertimbangkan ketika
merencanakan terapi efektif :
(a) Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens antituberkulosis garis
depan pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
(b) Resisten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens
antituberkulosis pada pasien yang sedang menjalani terapi
(c) Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens sebut saja INH DAN RIF.
Pengobatan yang direkomendasikan kasus tuberkulosis paru yang baru di diagnosa
adalah regimen pengobatan yang beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan
dengan INH DAN RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan. Sekarang ini, setiap agens
dibuat dalam pil yang terpisah. Pil anti-tuberkulosis baru three-in-on yang terdiri atas
INH, RIF dan PZA telah dikembangkan yang akan memberikan dampak besar dalam
meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pegobatan. Pada awalnya, etambutol dan
streptomisin mungkin disertakan dalam terapi awal sampai pemeriksaan resisten obat
didapatkan. Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.
Individu yakan dipertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu
terapi obat kontinu.
Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang
diketahui berisiko terhadap penyakit signifikan sebagai contoh anggota keluarga dari
pasien yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup

12
penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan Untuk meminimalkan efek
samping dapat diberikan piridoksin, enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN) dan
kreatinin dipantau setiap bulan. Hasil pemeriksaan kultur sputum dipantau terhadap
basil tahan asam (BTA) untuk evalusai efektivitas pengobatan dan kepatuhan pasien
terhadap terapi.

7. Pathway
Droplet mengandung
M. tuberculosis Terhirup lewat
saluran pernafasan Masuk ke paru Alveoli
Udara tercemar
M. tuberculosis
Hipertermia Panas Proses peradangan Produksi secret
berlebihan

Limfadentis Kelenjar getah bening Tuberkel Sekret sukar dikeluarkan

Sembuh dengan TB Primer Infeksi primer (Ghou) Bersihan jalan


sarang Ghon pada alveoli nafas tidak efektif

meluas Sembuh sempurna Mengalami perkejuan

Bronkogen Hematogen Klasifikasi

Bronkus Bakterimia menghancurkan Pekerjuan Menggangu perfusi


jar. sekitar nekrosis dan difusi O2
Pencairan

Jantung Pleura Peritonium Pengkejuan


13
Perikarditis Pleuritis As lambung men aneurisme arteri pulmonalis Suplai O2 kurang

Nyeri dada mual, muntah,anoreksia Batuk darah Gangguan pertukaran gas

Nyeri akut Resiko syok hipovolmik

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TUBERCULOSIS PARU


1. Pengkajian
a) Identitas
Nama, uumur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal,
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita TB paru yang lain.

b) Keluhan Utama
Keluhan yang selalu di alamai yaitu batuk

c) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang berhubungan dengan penyakit yang
dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak nafas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.
(2) Riwayat Kesehatan Dahulu

14
Keadaan atau penyakit-penyakit yang perna diderita oleh penderita yang mungkin
berhubungan dengan tuberculosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberculosis paru yang kembali aktif
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberculosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga diteruskan penularannya.

d) Pola Fungsi Kesehatan


(1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien TB paru biasanya tinggal di daerah yang berdesak –desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek
(2) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia dan nafsu makan
menurun
(3) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
(4) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak nafas dan nyeri dada akan menggangu aktivitas
(5) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak nafas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat
(6) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular
(7) Pola sensori dan kongnitif
Daya panca indera tidak ada gangguan
(8) Pola presepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak nafas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa khawatir
klien tentang penyakitnya

15
(9) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada
(10) Pola penaggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengakibatkan penolakan terhadap pengobatan
(11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak nafas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien

e) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum umum dan tanda-tanda vital pasien
(2) Tingkat kesadaran : biasanya tingkat kesadaran pasien composmentis
(3) Berat badan : biasanya berat badan pasien mengalami penurunan
(4) Tekanan darah : biasanya tekanan darah pasien meningkat
(5) Suhu : biasanya suhu pasien TB tingkat tinggi sekitar 40-41°
(6) Pernafasan : biasanya pasien dengan TB nafasnya pendek
(7) Nadi : Biasanya pasien mengalami peningkatan denyut nadi
(8) Kepala
Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan
(9) Rambut
Pada klien TB biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala klien bersih dan tidak
rontok
(10) Wajah
Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena nyeri dada yang dirasakannya
pada saat batuk
(11) Mata
Biasanya terdapat lingkaran hitam pada kelopak mata karena kurang tidur akibat
nyeri, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat, scleraikterik, pupil bulat T

16
(12) Hidung
Biasanya tidak ada tanda-tanda radang, ada nafas cuping hidung
(13) Mulut
Biasanya bibir kering, lidah tidak kotor dan biasanya ada caries pada gigi
(14) Leher
Biasanya tidak adanya pembesaran kelenjar thyroid
(15) Dada/Thoraks
Inspeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan tarikan dinding dada, biasanya
pasien kesulitan bernafas
Palpasih : Biasanya fermitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Biasanya ada bunyi nafas tambahan ronkhi basah kasar dan nyaring
(16) Jantung
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasih : Biasanya ictus cordis teraba 2 jari
Perkusi : Biasanya bunyi redup
Auskultasi : Biasanya irama jantung cepat
(17) Perut/Abdomen
Inspeksi : Biasanya tampak simetris
Palpasih : Biasanya terjadi penurunan bising usus
Perkusi : Biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : Biasanya bising usus pasien tidak terdengar
(18) Sistem Intergumen
Biasanya terjadi perubahan pada kelembapan atau turgor kulit jelek karena
keringat dingin dimalam hari
(19) Ekstermitas
Biasanya ada endema pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dan kekuatan
otot lemah

17
f) Pemeriksaan Diagnostik
(1) Pemeriksaan Laboratorium
(a)Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan Mycobacterium
tuberculosis pada stadium aktif
(b)Ziehl neelsen (Acid-fast staind applied to smear of body fluid) : positif untuk
BTA
(c)Skin test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaks positif (area indurasi 10
mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal)
mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi, tetapi tidak mengindikasikan
penyakit yang sedang aktif
(d)Chest X-ray : dapat memperlihatkan inflitrasi kecil pada lesi awal dibagian paru-
paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura.
(e)Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area
berlubang dan fibrosa
(f) Histlogi atau kultur jaringan (termasuk kumbah lambung, urin dan CSF serta
biopsy kulit) : positif untuk Mycobacterium Tuberculosis
(g)Needle biopsy of lung tissue ; positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar
yang mengindikasikan nekrosis
(h)Elektrolit : Mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi
misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-
paru lanjut kronis
(i) ABGs : Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru-paru
(j) Bronkografi : Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru-paru karenaTB
(k)Darah : Leukositosis, LED meningkat
(l) Tes fungsi paru-paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat dan
menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dan fibrosis/infiltrasi
parenkim paru-paru dan penyakit pleura

18
2) Pemeriksaan Radiologis
Foto thoraks : Dapat menunjukkan Infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau effuse cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas
TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan secret
b. Gangguan pertukaran oksigen berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler
c. Hipertemi berhubungan dengan proses peradangan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi tidak adekuat

3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
O (NOC)
1 Bersihan jalan napas tidak Tujuan : Klien dapat  Bina hubungan
efektif berhubungan dengan mempertahankan jalan napas saling percaya
adanya penumpukan secret yang paten  Posisikan pasien
Kriteria hasil : untuk
 Menunjukkan jalan napas memaksimalkan
yang paten (klien merasa ventilasi
tidak tercekik, irama dan  Monitor TTV
frekuensi napas
dalam  Monitor respirasi
rentang normal, tidak ada dan status O2
suara napas abnormal)  Auskultasi suara
 Mampu mengidentifikasi nafas, catat
dan mencegah faktor yang adanya suara
dapat menghambat jalan tambahan
napas  Mengajarkan
 Mendemostrasikan batuk klien cara batuk
efektif dan suara napas efektif
yang bersih, tidak ada  Anjurkan pasien
sianosis dan dyspnea minum air hangat
(mampu mengeluarkan  Observasi
sputum, mampu bernapas kareteristik batuk
dengan mudah, tidak ada  Kolaborasi
pursed lips) pemberian obat-
obatan
 kolaborasi
fisiotera dada
2 Gangguan pertukaran Tujuan : Tidak terjadi  Monitor rata-
oksigen berhubungan dengan gangguan pertukaran gas rata, kedalaman,
perubahan membran Kriteria hasil : irama dan usaha
alveolar-kapiler  Mendemostrasikan respirasi
peningkatan ventilasi dan  Catat pergerakan
oksigenasi yang adekuat dada, amati
 Memelihara kebersihan kesimetrisan,
paru-paru dan bebas dari pengunaan otot
tanda-tanda distress tambahan,
pernapasan retraksi otot
 Mendemostarsikan batuk supraclavicular
efektif dan suara napas dan intercostals
yang bersih, tidak ada  Monitor suara
sianosis dan dyspneum napas seperti
(mampu mengeluarkan dengkur
sputum, mampu bernapas  Monitor pola
dengan mudah , tidak ada napas :
pursed lips) bradipena,
 Tanda-tanda vital dalam takipenia,
rentang normal kusmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
 Monitor
kelelahan otot
diafragma
(gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara
napas, catat area
penurunan/ tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
 auskultasi suara
paru setelah
tindakan untu
mengetahui
hasilnya
3 Hipertemi berhubungan Tujuan : dengan kriteria hasil  observasi suhu
dengan proses peradangan : tubuh pasien
 Suhu tubuh dalam batas  Beri kompres air
normal (36,5 – 37 °C) hangat
 Tidak ada keluhan demam  Berikan/anjurkan
 Turgor kulit kembali > 2 pasien untuk
detik banyak minum
1500-2000
cc/hari (sesuai
toleransi)
 Anjurkan pasien
untuk
menggunakkan
pakaian yang
tipis dan mudah
menyerap
keringat
 Observasi intake
dan output, tanda
vital (suhu, nadi,
tekanan darah)
tiap 3 jam sekali
atau sesuai
indikasi
 Kolaborasi
pemberian cairan
intravena dan
pemberian obat
sesuai program
4 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan selama 1 x 24 alergi makanan
berhubungan dengan intake jam nutrisi kurang teratasi  Kolaborasi
nutrisi tidak adekuat dengan indicator : dengan ahli gizi
 Albumin serum untuk
 Pre albumin serum menentukan
 Hematokrit jumlah kalori
 Hemoglobin dan nutrisi yang

 Jumlah limfosit dibutuhkan


pasien
 Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
catatan makan
harian
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
 Monitar mual
dan muntah
 Monitor intake
nutrisi
 Kolaborasi
dengan dokter
tentang
kebutuhan
suplemen
makanan seperti
ngt sehingga
intake cairan
yang adekuat
dapat
dipertahankan
 Anjurkan
banyakminum

23
4. Implementasi Keperawatan
Tahap implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan spesifik. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi secara singkat apakah tindakan masih sesuai
dengan kondisis saat ini. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di susun dan
ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mendapat tujuan yang diharapkan.
Karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah teraksir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi, perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dan
memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang ingin dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan dalam kriteria hasil. Evaluasi dilaksanakan dengan SOAP :
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
O : Respon objekstif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang antara data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan apa masih
muncul masalah baru atau data yang kontraindikasi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien

24

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat kami simpulkan bahwa insiden penderita tuberculosisparu ( TB Paru) semakin
meningkat pertahunya. Ada beberapa sebab yang berhubungan dengan peningkatan penderita
tuberculosisparu anda lain minimnya kesadaran masyarakat dalam melakukan suspek sputum
kuranganya pengetahuan / informasi pada masyarakat tentang penularan Tuberculosis Paru
kelanaian dalam berobat sehingga sebagai tenaga kesehatan harus memberikan perhatian
khusus pada masyarakat yang berpaparan dengan Micobakteriumtuberculosissehingga
penderita TBC dapat d minimalisjumlah penderitanya.

B. Saran
1. Bagi Pasien
TB Paru hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan TB Paru seperti
selalu meningkatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini, dikarenakan proses pengobatan TB
Paru berjalan lama dan dapat menyebabkan kebosan pada pasien TB Paru.
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya juga senantiasa memperhatikan konsisi lingkungan sekitar,baik
terhadap informasi adanya warga masyarakat yang mengalami tanda dan gejala TB,
sehingga detektif pasien TB dapat ditemukan dan pengobatan segera d laksanakan
3. Bagi Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan dapat melakukan upaya-upaya seperti meningkatkan pengetahuan
pasien menggenai pencegahan, penularan tuberculosis secara maksimal untuk
meningkatkan kesadaran pasien TB Paru dalam mematuhi pengobatan TB Paru.

25

DAFTAR PUSTAKA

- Keperawatan Medikal Bedah untuk Akademi Keperawatan (MA 320), Sapto Harnowo &Fitri
H. Susanto
- id.scrib.com/document/41539545/LP-TB-PARU (diakses pada tanggal 11 September 2021)
- Dinkes Kampar. 2018. Profil Kesehatan Kampar
- Dinkes. 2013. Profil Kesehatan Kota Kupang
- Corwin, EJ. 2009. Buku Saku patofisiologi, 3 edisi Revisi. Jakarta : EGC
- Watson, Roger. (2002). Anatomi dan fisiologi untuk perawat edisi 10. Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai