Anda di halaman 1dari 44

case

VERTIGO

Oleh:

Hamimah Risfhahani (19100707360803136)

Hafiz ‘Iedzhafillah (19100707360803143)

PRESEPTOR :

dr. Reno Sari Chaniago, Sp.S, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU NEUROLOGI RSUD SOLOK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang

mana atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan

referat ini dengan baik.Adapun judul referat ini yaitu “Vertigo” yang diajukan

untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior

di Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Solok.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan. Penulis

mngucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan dari dr. Reno Sari

Chaniago, Sp.S, M.Biomed dan berbagai pihak sehingga penulis dapat

menyelesaikan referat ini sebagaimana mestinya.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada teman-teman serta staf bagian neurologi dan semua pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan referat ini.Demikianlah referat ini yang tidak

terlepas dari kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk menyempurnakan referat ini.Mudah-mudahan referat ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca.

Solok, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR IS1

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I : PENDAHULUAN i
1.1 LatarBelakang1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat Penulisan 2
1.4 Batasan Masalah 3
1.5 Metode Penulisan 3
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Anatomi 4
2.2 Definisi 8
2.3 Etiologi 8
2.4 Patofisiologi 9
2.5 Gejala Klinis 12
2.6 Klasifikasi 14
2.7 Diagnosa 17
2.8 Diagnosis Banding 21
2.9 Penatalaksanaan 22
BAB III : LAPORAN KASUS 28
BAB IV : KESIMPULAN 40
DAFTAR PUSTAKA 41

ii
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penderita vertigo mengeluhkan berbagai macam gejala meliputi mual,

instabilitas postural, pandangan kabur, dan disorientasi.Gejala-gejala ini

menimbulkan berbagai macam problem emosional dan fisik seperti distress

emosional, kecemasan dan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-

hari.Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar

mengelilingi pasienatau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.

Vertigo tidak selalu sama dengandizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non

spesifik yang dapat dikategorikan ke dalam 4subtipe tergantung gejala yang

digambarkan oleh pasien.Terdapat empat tipedizziness yaitu vertigo,

lightheadedness, presyncope, dandisequilibrium. Yang paling sering adalah

vertigo yaitu sekitar 54% dari keluhan dizzinessyang dilaporkan pada primary

care.1

Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal

dari system sarafperifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat)

dan kondisi lain. 93% pasienpada primary care mengalami BPPV, acute

vestibular neuronitis, atau menire disease.2

Karena pasien dengan dizziness seringkali sulit menggambarkan

gejala mereka, menetukan penyebab akan menjadi sulit. Penting untuk

membuat sebuah pendekatan menggunakan pengetahuan dari kunci anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis akan membantu dokter unutk

menegakkan diagnosis dan member terapi yang tepat untuk pasien.2

1
Secara keseluruhan, insiden pusing, vertigo dan ketidakstabilan

(imbalance) mencapai 5-10% dan meningkat menjadi 40% pada usia lebih 40

tahun. Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan

sampai dengan 56,4% pada populasi orang tua. Sementara itu, angka kejadian

vertigo pada anak-anak tidak diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada

populasi anak sekolah di Skotlandia, dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak

pernah merasakan sekali serangan pusing dalam periode satu tahun. 1

1.2 Tujuan Penulisan

1. Referat ini dibuat untuk memenuhisyaratdalamkepaniteraankliniksenior

padaDepartemenNeurologi RSUD M. Natsir Kota Solok.

2. Mahasiswa mampu mengetahui penanganan dan penatalaksanaan yang tepat

pada pasien vertigo

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Bagi penulis

manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan case ini adalah untuk

menambah pengetahuan bagi penulis tentang vertigo terutama mengenai

penegakan diagnosis dan penatalaksanaanya.

1.3.2 Bagi Pembaca

1. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang vertigo

2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang penegakan diagnosis

danpenatalaksanaan bagi teman sejawat.

3. Membantu memberikan informasi tambahan pada pembaca mengenai

vertigo.

2
1.4 Batasan Masalah

Case ini membahas mengenai defenisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis banding,

penatalaksanaan, dan prognosis dari penyakit vertigo.

1.5 Metode Penulisan

Metode penulisan refarat ini adalah tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literature.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

VERTIGO

2.1 Anatomi

2.1. Anatomi Nervus Kedelapan (Nervus vestibulocochlearis atau Oktavus)3,4

Saraf otak kedelapan terdiri dari 2 berkas saraf yang menyalurkan dua
macam impuls. Yang pertama ialah, nervus koklearis yang menghantarkan impuls

4
pendengaran. Dan yang kedua ialah nervus vestibularis yang menyalurkan impuls
keseimbangan.4
Alat penangkap rangsang pendengaran dan keseimbangan dari mana
serabut kedua bagian nervus oktavus berasal merupakan juga satu bangunan yang
terdiri dari dua bagian. Bangunan tersebut ialah labirin yang terdiri dari bagian
koklea dan vestibula.
Baik rangsang pendengaran maupun rangsang keseimbangan bersifat
gelombang. Gelombang suara diteruskan oleh gendang telinga, tulang maleus,
inkus dan stapes melalui fenestra vestibularis ke perilimfe. Perilimfe ini ialah
cairan yang merupakan bantalan bagi labirintus membranekus. Endolimfe adalah
cairan yang terkandung dalam labirintus membranekus. Dengan demikian di
bagian koklea terdapat tiga ruangan. Ruang vestibular atau skala vestibuli, ruang
koklear atau duktus koklear atau skala media dan ruang timpani atau skala
timpani. Mengingat bentuk keong dari koklea, maka dapat dimengerti bahwa di
puncak rumah keong, skala timpani dan skala vestibuli bertemu satu dengan yang
lain. Dinding diantara ke tiga skala itu dibentuk oleh membrana vestibuli atau
membran reissmer dan membrana basilaris. Gelombang suara membangkitkan
goncangan di perilimfe di dalam skala vestibuli. Kejadian tersebut menggerakkan
membrana reissner yang mengakibatkan timbulnya gelombang di dalam
emdolimfe. Gelombang ini merangsang organ corti. Disitu membran tektoria
seolah-olah bertindak sebagai pecut yang menggalakkan sel-sel yang bersambung
dengan serabut saraf aferen sel ganglion spirale. Impuls yang dicetuskan oleh sel-
sel tersebut tadi ialah impuls pendengaran. Tergantung pada frekuensi gelombang
suara, sel-sel yang dipecut oleh membrana tektoria terletak dibagian puncak atau
bagian bawah dari koklea. Suara yang bernada tinggi menggalakkan sel di basis
dan yang bernada rendah dibagian puncak. Serabut-serabut eferen ganglion spirale
menyusun nervus koklearis. Ia menuju ke bagian rostral medulla oblongata dan
berakhir di nukleus koklearis. Penghantaran impuls pendengaran selanjutnya
dilakukan oleh juluran eferen sel-sel yang menyusun inti koklearis.

5
Serabut-serabut tersebut menyusun dua lintasan. Serabut-serabut yang
berasal dari nukleus koklearis superior menyilang garis tengah melalui daerah
dibawah vertikel keempat dan serabut-serabut yang berasal dari koklearis ventralis
menyilang melalui daerah langsung diatas wilayah piramid. Yang tersebut terakhir
menyusun korpus trapezoides. Disamping serabut yang menyilang terdapat juga
serabut eferen inti koklearis yang tidak menyilang. Kedua jenis serabut itu
berakhir di serabut nukleus lemniskus lateralis yang terdapat di sepanjang pons.
Serabut-serabut inti lemniskus lateralis yang meneruskan penghantaran impuls
pendengaran ke kolikulus inferior dinamakan lemniskus lateralis. Penghantaran
ini bersifat menyilang dan tak menyilang. Dari situ impuls pendengaran dikirim
secara ipsilateral kepada korpus genikulatum medial. Dan pemancaran terakhir
terjadi melalui serabut korpus genikulatum mediale yang berakhir di gyrus
temporalis superior.

2.1.1. Vestibula3,4

6
Bagian vestibula dari labirintus membranekus terdiri dari kanalis
semisirkulares, utrikulus, dan sakulus. Bangunan tersebut mengandung endolimfe
juga. Kanales semisirkulares berjumlah tiga, yang masing-masing berkedudukan
tegak lurus satu terhadap yang lain. Kanalis semisirkularis posterior terletak pada
bidang vertikal. Kanalis semisirkularis yang anterior berada di bidang antara
frontal dan sagital. Tiap canalis mempunyai bagian yang menggembung dan
dinamakan ampula. Disitu terdapat segundukan sel yang mempunyai juluran-
juluran halus. Sel-sel seliares itu merupakan alat penangkap rangsang
keseimbangan. Segundukan sel semacam itu terdapat juga di utrikulus dan
sakulus. Dan mereka juga merupakan alat penangkap rangsang keseimbangan,
atau makula. Karena gerakan badan dan kepala timbul akselerasi endolimfe ketiga
alat vestibula itu. Akselerasi angular merangsang makula kanalis semisirkularis.
Gerakan kepala terutama merangsang utrikulus sedangkan vibrasi merangsang
makula sakulus.4
Makula bersambung dengan juluran sel yang berkumpul dipangkal
makula. Juluran eferen sel itu menyusun nervus vestibularis. Di dalam meatus
akustikus internus nervus vestibularis menggabungkan diri pada nervus koklearis.
Serabut-serabut nervus vestibularis berakhir di nukleus vestibularis. Sudah lama
diketahui bahwa nukleus vestibularis berjumlah lebih dari satu dan tiap subdivisi
terdiri dari sel yang mempunyai ukuran tertentu. Walaupun belum dapat diketahui
dengan pasti, tetapi fakta mengungkapkan ada dua macam sistem vestibularis.
Impuls yang dicetuskan oleh makula utrikulus dihantarkan ke inti pons juga, tetapi
tujuan terakhirnya ialah korteks serebri dibagian belakang dari gyrus temporalis.
Impuls keseimbangan terlukis pertama dikenal sebagai impils yang bersifat fisik
dan yang kedua bersifat tonik. Alat-alat vestibular kanan dan kiri, baik berfungsi
fasik maupun tonik, bekerja berlawanan dan kompensatorik terhadap satu dengan
yang lain untuk memelihara keseimbangan tubuh di ruangan.
Selain korteks lobus temporalis dan inti-inti saraf okular, impuls

keseimbangan diterima juga oleh serebellum melalui serabut aferen inti vestibular.

Dan substansia retikularis serta medulla spinalis. Impuls keseimbangan yang di

pancarkan ke serebellum terutama di proyeksikan kepada lobus flokulonodularis

7
ipsilateral. Dan sel-sel di medula spinalis yang menerima impuls dari inti

vestibular ialah sel-sel di kornu anterius terutama di bagian vertikal.

2.2 Cerebellum (Otak Kecil)


Serebelum merupakan bagian dari otak yang terletak di fosa posterior.

Permukaan superiornya diselubungi oleh tentorium serebeli yakni lapisan

durameter yang memisahkan serebelum dan serebrum. Serebrum hanya sekitar

10% dari berat otak keseluruhan, tetapi serebrum mengandung lebih dari 50%

seluruh neuron otak.

Serebelum terbagi menjadi 3 lobus antara lain lobus anterior, lobus

medius, dan lobus flokulonodularis. Sedangkan secara fungsional, serebelum

8
terdiri dari bagian vestibuloserebelum (lobus flokulonodularis), spinoserebelum

(pars intermedialis), dan serebroserebelum.

Serebelum merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang memiliki tiga

fungsi utama yaitu sebagai koordinasi gerakan, keseimbangan tubuh dan

mengontrol tonus otot. Serebelum juga sebagai organ yang menerima informasi

propioseptif, menunjukkan posisi tubuh (rasa posisi) dari sumsum tulang belakang

dan memantau semua sensasi propioseptif, visual, sentuhan, keseimbangan, dan

pendengaran yang diterima oleh otak.

3.1 Defenisi Vertigo

Vertigo adalah sensasi abnormal berupa gerakan berputar. Pada penderita

vertigo harus dipikirkan apakah vertigo tersebut tipe sentral (misalnya stroke)

atau perifer (BPPV/ benign positional paroxysmal vertigo).6

Vertigo Adalah perasaan abnormal dan mengganggu bahwa seseorang

seakan akan bergerak terhadap lingkungannya (vertigo subjetif ), atau

lingkungannya seakan akan bergerak padahal sebenarnya tidak (vertigo subjektif).

Perhatikan bahwa istilah sabjektif dan objectif tidak memiliki arti sesungguhnya

pada kedua ekpresi ini).pasien vertigo ini juga dapat mengalami osilopsia, ilusi ,

visual berupa objek yang terlihat seakan akan bergerak maju mundur. Hanya

ketika “dizziness” merupakan vertigo murni, berdasarkan definisi istilah tersebut

secara tepat, yang kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan pada system

vestibulasris atau system visual atau keduannya, dan yang memerlukan evaluasi

dari ahli neurologi.

1.2 Etiologi 5

9
Penyebab dari vertigo antara lain akibat kecelakaan, stress, gangguan

pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke

otak. Penyebab umum dari vertigo, yaitu :

1. Kedaaan lingkungan : mabuk, darat, mabuk laut

2. Obat-obatan

3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis

semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign

paroxysmal positional.

4. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri labirinitis, dan penyakit

maniere

5. Peradangan saraf vestibulaer

6. Kelainan neurologis : tumor otak, tumor yang menekan saraf

vestibulalar, sclerosis multiple, dan patah tulang otak yang disertai cedera

pada labirin, persyarafan atau keduanya.

7. Kelainan sirkulasi : gangguan fungsi otak sementara karena

berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic

attack) pada arteri basiler.

1.3 Patofisiologi 5,6

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis

semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.

Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni

ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan

cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila

seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis

10
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke

arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak

sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris

dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi

kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini

menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga

timbul sensasi berupa vertigo.

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh

yangmengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan

apayang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.Ada beberapateori yang berusaha

menerangkan kejadian tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan

menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu,

akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik.

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal

dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan

proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal

dari sisi kiri dan kanan.Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan

sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha

koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum)

atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori

11
rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan

sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori

ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika

pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan

yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan

yang baru tersebut dilakukan berulang -ulang akan terjadi mekanisme adaptasi

sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbulgejala.

4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai

usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis

terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori Sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang menindai peranan

neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses

adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan

memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF

selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya

mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf

parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang sering timbul

berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang

berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat

akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

12
2.4 Gejala Klinis3,7

Jika fungsi keseimbangan terganggu, gejala yang paling sering dirasakan

pasien yaitu perasaan berputar terhadap sekitar, perasaan seperti hendak terjatuh,

pingsan, pandangan kabur, dan bingung.

Vertigo, diartikan sebagai sensasi berputa. Vertigo dapat horizontal,

vertical atau rotasi. Vertigo horizontal merupa tipe yang paling sering,

disebabkan oleh disfungsi dari telinga dalam. Jika bersamaan dengan

nistagmus, pasien biasanya merasakan sensasi pergerakan dari sisi yang

berlawanan dengan komponen lambat. Vertigo vertical jarang terjadi, jika

sementara biasanya disebabkan oleh BPPV. Namun jika menetap, biasanya

berasal dari sentral dan disertai dengan nistagmus dengan gerakan ke bawah atau

ke atas. Vertigo rotasi merupakan jenis yang paling jarang ditemukan.Jika

sementara biasnaya disebabakan BPPV namun jika menetap disebabakan oleh

sentral dan biasanya disertai dengan rotator nistagmus.

Impulsi diartikan sebagai sensasi berpindah, biasanya dideskrepsikan

sebagai sensais didorong atau diangkat. Sensasi impulse mengindikasi

disfungsi apparatus otolitik pada telinga dalam atau proses sentral sinyal otolit.

Oscilopsia ilusi pergerakan dunia yang dirovokasi dengan pergerakan kepala.

Pasien dengan bilateral vestibular loss akan takut untuk membuka kedua

matanya. Sedangkan pasien dnegan unilateral vestibular loss akan mengeluh

dunia seakan berputar ketika pasien menoleh pada sisi telinga yang mengalami

gangguan. Ataksia adalah ketidakstabilan berjalan, biasnaya universal pada

pasien dengan vertigo otologik dan sentral.Gejala pendengaran biasanya berupa

tinnitus, pengurangan pendengaran atau distorsi dan sensasi penuh di

13
telinga.Gejala sekunder meliputi mual, gejala otonom, kelelahan, sakit kepala, dan

sensivitas visual.Gejala nonspesifik berupa giddiness dan light headness.

Istilah ini tidak terlalu memiliki makna pada penggunaan biasanya. Jarang

digunkan pada pasien dengan disfungsi telinga namun sering digunakan pada

pasien vertigo yang berhubungan dengan problem medik.

Suatu informasi penting yang didapatkan dari anamnesis dapat digunakan

untuk membedakan perifer atau sentral meliputi:

a. Karekteristk Dizziness

Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi

berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht headness, atau hanya

suatu perasaan yang berbeda (kebingungan)

b. Keparahan

Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute

vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam beberapa

hari kedepan. Pada Meniere’s disease, pada awalnya keparahan biasanya

meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangakan pasien mengeluh

vertigo ynag menetap dan konstan mungkin memilki penyebab psikologis.

c. Onset dan durasi vertigo

Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostik yang signifikan, semakin

lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi lebih besar.

Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral kecuali

pada cerebrovascular attack. Vertigo sentral biasanya berkembang bertahap

(kecuali pada vertigo sentral yang berasal dari vascular misalnya CVA). Lesi

sentral biasanya menyebabkan tanda neurologis tambahan selain vertigonya,

14
menyebabkan ketidakseimbnagan yang parah, nystagmus murni vertical,

horizontal atau torsional dan tidak dapat dihambat oleh fiksasi mata pada objek.

Selain itu kita bisa membedakan vertigo sentral dan perifer berdasarkan

nystagmus. Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter, bolak

balik, ritmis, dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari

refleks vestibulo oculer terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis

atau patologis dan manifes secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu

seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi

netral atau menyimpang atau test posisional atau gerakan kepala.

2.5 Klasifikasi9

1. Berdasarkan fisiologis

Vertigo fisiologi adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi

dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensorik

berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain :

- Mabuk gerakan (motion sickness)

Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual

surround)berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan

akansangat bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan. Keadaan

yang memperovokasi antara lain duduk di jok belakang mobil, atau membaca

waktumobil bergerak.

- Mabuk ruang angkasa (space sickness)

Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa

berat(weightlessness).Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan darikeseimbangan

antara kanalis semisirkularis dan otolit.

15
- Vertigo ketinggian (height vertigo)

Adalah suatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural

danlokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dan gejala-

gejalavegetatif.

2. Berdasarkan patologik

Berdasarakan persepsi gerakan bias berupa

a. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan

vestibular

b. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang yang

timbul pada gangguan system proprioseptif atau system visual

Vertigo vestibuler dapat diklasifikasikan berdasarkan letak lesinya :

a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau cerebellum

b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus

cranialis vestibulocochlear (N. VIII).

Tabe2.1 Perbedaan vertigo perifer dan vertigo sentral


Vertigo Perifer Vertigo Sentral
Onset Akut Gradual/kronik
Keluhan Vertigo Hebat Ringan
Mual, muntah dan Hebat Ringan atau tidak ada
berkeringat
Gangguan Seringkali positif Tidak ada
pendengaran, tinnitus
Fikasis visual Keluhan vertigo Tidak ada perubahan
berkurang
Gangguan batang Tidak ada Seringkali positif
otak atau nervus
kranialis

16
Nistagmus Horizontal, kadang Vertikal atau rotator
rotator
Masa laten Ada masa laten, dapat Tidak ada
berlangsung <60 detik
Tes kalori Abnormal pada sisi lesi Dapat normal

Tabel 2.2 Perbedaan nystagmus pada vertigo sentral dan perifer

Nistagmus Vertigo Sentral Vertigo Perifer


Arah Vertikal atau rotator Horizontal kadang

rotator
Sifat Unilateral/bilateral Bilateral
Test posisional

 Latensi  Singkat  Lebih lama

 Durasi  Lama  Singkat

 Intensitas  Sedang  Larut/sedang

 Sifat  Susah ditimbulkan  Mudah ditimbulkan


Test dengan Dominasi arah jarang Sering ditemukan

rangsang (kursi ditemukan

putar, irigasi

telinga)
Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat

2.6 Diagnosis3,10

Untuk menegakkan diagnosis dari vertigo dapat diperoleh dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik yang meliputi :

1. Anamnesis

17
Pasien melaporkan keluhan berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing

berputar, rasa tidak stabil atau melayang.

a. Bentuk serangan vertigo

a. Rasa gerakan palsu dari tubuh atau sekitarnya (rasa

berputar, rasa terapung)

b. Rasa tidak enak di kepala: kepala ringan, hubungannya

dengan penglihatan dan kesadaran.

c. Kecendrungan untuk jatuh

d. Pengaruh lingkungan atau situasi

e. Adakah suatu posisi perubahan posisi tubuh

f. Apakah stres psikis mengawali timbulnya serangan

b. Sifat serangan vertigo

Periodik, kontinu, ringan atau berat.

c. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa

1) Perubahan gerakan kepala atau posisi

2) Situasi: keramaian dan emosional

3) Suara

d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo

Mual , muntah, keringat dingin ; gejala otonom berat atau ringan.

e. Ada atu tidaknya gejala gangguan pendengaran seperti : tinnitus atau tuli

f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti : streptomisin,

gentamisin, kemotrapi.

g. Tindakan tertentu : temporal bone surgery, treantympanal treatment

h. Penyakit yang diderita pasien : DM, hipertensi, kelainan jantung

18
i. Defisit neurologis : hemihipestesi, baal waha satu sisi, perioral

numbness, disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebral.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

b. Pemeriksaan sistim kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan tekanan

darah pada saat baring, duduk dan berdiri dengan perbedaan lebih 30

mmHg

c. Pemeriksaan neurologis

1) Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo perifer dan vertigo

non vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo vestibuler

sentral

2) Nervus kranialis : pada vertigo vestibularis sentral dapat

mengalami gangguan pada nervus kranialis III, IV, V sensorik,

VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII.

3) Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis)

4) Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi)

5) Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi

d. Tes Rhomberg

Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan

pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung ke satu sisi,

kemungkinan kelainan pada sistem vestibuler atau propioseptif.

e. Tes Rhomberg Dipertajam

19
Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan kelainan

pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasin cenderugn jatuh ke satu

sisi, kemungkinan kelainan pada sistem vestibuler atau propioseptif.

f. Tes jalan tandem

Pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat melakukan jalan tandem

dan jatuh ke satu sisi. Pada kelainan vestibuler, pasien akan mengalami

deviasi.

g. Tes Melangkah di tempat (stepping test)

Penderita harus berjalan di tempat dengan mata tertutup sebanyak 50

langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa dan tidak

diperbolehkan beranjak dari tempat semula. Tes ini dapat mendeteksi

ada tidaknya gangguan sistem vestibuler. Pada kelainan vertigo akan

beranjak lebih dari meter dari tempat semula atau badannya berputar

lebih 30o derajat dari keadaan semula, dapat diperkirakan penderita

mengalami gangguan sistem vestibuler

h. Tes past pointing Pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup maka

jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar akan

terjadi hipermetri atau hipometri.

i. Uji Dix Hallpike

Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

20
Kepala putar ke samping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

21
Gambar 7. Uji Dix Hallpike

Cara Melakukan Uji Dix-Hallpike 5

 Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang

dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal

 Kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat

timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan

apakah lesinya perifer atau sentral.

 Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah

periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan

berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).

 Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari

1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah rutin (elektrolit, gula darah)

b. CT Scan atau MRI Brain

c. Foto Rontgen tengkorak, leher

d. Neurofisiologi

22
e. Elektroensefalografi (EEG)

f. ENG merupakan studi obyektif berdasarkan rekaman gerakan mata

(nystagmus)

2.7 Diagnosis Banding

a. Stroke vertebrobasiler

b. Penyakit demielinisasi

c. Miniere disease

d. Neuritis vestibularis

2.8 Penatalaksanaan3,7

Pasien diberikan terapi latihan vestibular (vestibular exercise) dengan

metode brand Daroff. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua

tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke

salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik.Setelah itu duduk kembali. Setelah 30

detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan 30 detik, lalu duduk

kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing

masing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan

latihan pagi dan sore hari.

Karena penyebab vertigo bermacam-macam, sementara vertigo sering kali

merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut maka menggunakan

pengobatan simptomatik. Beberapa golongan yang sering digunakan:

1. Antihistamin

a. Dimenhidramin lama kerja obat ini adalah 4 – 6 jam obat dapat

diberi peroral atau parenteral ( suntika intramuscular atau

intravena), dengan dosis 25 mg- 50 mg (1 tablet) 4 kali sehari

23
b. Difenhidramin HCL. Lama aktivitas obat ini adalah 4 – 6 jam,

diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) sampai 50 mg, 4 kali

sehari peroral

c. Senyawa betahistin (suatu analog histamine) :

1) Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral

2) Betahistin HCL dengan dosis 8-24mg, 3 kali sehari.

Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosiis.

2. Kalsium antagonis

Cinerizin, mempunyi mekanisme kerja menkan fungsi vestibular dan dapat

mengurangi respon terhadap akselerai angular dan linier. Dosis biasanya adalah

15-30mg, 3 kali sehari atau 1x75mg sehari.

Fenitiazin

Kelompok obat ini banyak mempunyai sifat emetic (anti muntah).Namun

tidak semua mempunyai sifat anti vertigo.Khlorpromazine (largactil) dan

Prokhlorperzine (Stemetil) sangan efektif untuk nausea yang diakibatkan oleh

bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.

Promethazine (Phenergan)

Merupakan golongang fenotiazin yang paling efektif mengobati

vertigo.Lama aktivitas obat ini ialah 4-6 jam. Diberikan dengan dosis 12,5 mg –

25 mg (1 draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuskular atau

intravena). Efek smping yang yang sering dijumpai ialah sedasi (mengantuk),

sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih sedikit disbanding obat fenitiazin

lainnya.

3. Obat simpatomimetik

24
Obat simpatomimetik dapat jga menekan vertigo.Salah satunya obat

simpatomimetik yang dapat digunakan untuk menekan vertigo adalah efedrin.

Efedrin Lama aktivitas adalah 4 – 6 jam. Dosis dapat diberikan 10 – 25 mg,

4 kali sehari. Khasiat obat sinergistik bila dikombinasikan dengan obat anti

vertigo lainnya. Efek samping adalah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan

menjadi gelisah sampai gugup

4. Obat penenang

Dapat diberikan kepada penderita vertigo untuk mengurangi kecemasan

yang diderita yang sering menyertai gejala vertigo.Efek samping seperti mulut

kering dan penglihatan menjadi kabur.

a. Lorazepam

Dosis dapat diberikan 0,5 mg – 1 mg

b. Diazepam

Dosis dapat diberikan 2 mg – 5 mg.

5. Obat anti kolinergik

Obat anti kolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas system

vestibular dan dapat mengurangi gejala vertigo.

Skopolamin

Skopolamin dapat pula dikombinasikan dengan fenotiazine atau efedrin

dan mempunyai khasiat sinergistik.Dosis skopolamin adalah 0,3 mg – 0,6 mg.

6. Terapi fisik

Susunan saraf pusat mempunyai kemapuan untuk mengkompenssi

gangguan keseimbangan.Namun kadang – kadang dijumpai beberapa penderita

yang kemampuan adaptasinya kurang atau tidak baik. Hal ini mungkin disebabkan

25
oleh adanya gangguan lain di susunan saraf pusat atau didapatkan defisit di sistem

visual atau propioseptifnya. Kadang – kadang obat tidak banyak membantu,

sehingga perlu latihan fisik vestibuler. Latihan bertujuan untuk mengatasi

gangguan vestibuler, membiasakan atau mengadaptasi diri terhadap gangguan

keseimbangan. Tujuannya adalah :

a. Melatih gerakan kepala yang mencetuskan vertigo atau disekuilibrium

untuk meningkatkan kemampuan mengatasinya secara lambat laun.

b. Melatih gerakan bola mata, latihan fiksasi pandangan mata

c. Melatih meningkatkan kemampuan keseimbangan

Contoh latihan :

a. Berdiri tegak dengan mata dibuka, kemudian dengan mata ditutup.

b. Olahraga yang menggerakkan kepala (gerakan rotasi, fleksi, ekstensi,

gerak miring).

c. Dari sikap duduk disuruh berdiri dengan mata terbuka, kemudian

dengan mata tertutup.

d. Jalan dikamar atau ruangan dengan mata terbuka kemudian dengan

mata tertutup.

e. Berjalan tandem ( kaki dalam posisi garis lurus, tumit kaki yang satu

menyentuh jari kaki lainnya dalam melangkah)

f. Jalan menaiki dan menuruni lereng

g. Melirikkan mata kearah horizontal dan vertical

h. Melatih gerakan ata dengan mengikuti objek yang bergerak dan juga

memfiksasikan pada objek diam.

Terapi BPPV :

26
1. Komunikasi dan informasi

Karena gejala yang timbul hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir akan

adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor otak. Pasien perlu

dijelaskan bahwa BPPV bukan suatu penyakit yanf berbahaya dan

prognosisnya baik serta hilang spontan setelah beberapa waktu, namun

kadang-kadang dapat berlangsung lama dan dapat kambuh kembali

2. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan namun apabila terjadi

disekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk

mempercepat kompensasi.

2.9 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad santionam : dubia ada bonam

27
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Status Pernikahan : Sudah menikah

Tanggal masuk : 07-03-2020

Tanggal pemeriksaan : 09-03-2020

II. ANAMNESA

Autoanamnesa tanggal 09-03-2020

a. Keluhan Utama

Pusing bergoyang 11 jam sebelum masuk rumah sakit

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dengan keluhan pusing bergoyang sejak 11 jam sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya ketika pasien bangun tidur, ia merasakan
pusing bergoyang selama 30 menit disertai mula dan muntah. Skala pusing
yang pasien rasakan dari skala 1-10 yaitu 7. Pasien merasakn pusing yang
sangat berat ketika pasien membua mata dan memalingkan wajah kekiri
dan kekanan. Pusing berkurang ketika pasien memejamkan mata. Sebelum
dibawa ke IGD pasien pagi hari berobat ke bidan dan diberikan obat magh,
domperidon dan betahistin. Setelah pasien minum obat, pusing, mual dan
muntah tidak berkurang. Akhirnya pasien dibawa ke IGD, dalam
perjalanan pasien muntah sebanyak 7 kali dan psien ssudah diopname di
rumah sakit 7-10 kali.

28
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat penyakit vertigo perifer
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak Ada
e. Riwayat Pribadi Dan Sosial

Seorang wanita berusia 56 tahun bekerja sebagai PNS yang tinggal dengan
suami.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Internus

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis cooperatif

Tinggi badan : 148 cm

Berat badan : 42 kg

IMT : 19,17 (berat badan ideal)

Tanda vital

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 77 kali/ menit

Nafas : 22 kali/ menit, regular

Suhu : 36 c

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Kelenjar getah bening :

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Aksilla : tidak ada pembesaran KGB

Inguinal : tidak ada pembesaran KGB

29
Torak :

Paru

Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus taktil kiri dan kanan sama

Perkusi : sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : irama murni, reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : flatulensi

Palpasi : nyeri tekan regio epigastrium

Perkusi : timpani seluruh lapangan perut

Auskultasi : bising usus (+) normal

2. Status Neurologi

GCS : E4 M6 V5 = 15

a. Tanda Rangsang Meningeal


 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinsky I : (-)
 Brudzinsky II : (-)
 Kernig’s sign : (-)

30
b. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

 Pupil : isokor diameter 3 mm/ 3 mm

 Reflek cahaya : +/+

c. Pemeriksaan Nervus Kranialis

N. I (Olfactorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Normal Normal
Objektif dengan bahan Normal Normal

N. II (Optikus)
Penglihatan
Tajam penglihatan kurang kurang
Melihat warna Baik Baik
Lapang pandang Sama dengan pemeriksa
Funduskopi Tidak dilakukan

N. III (Occulomotorius)/N.IV (Trochlearis)/N. VI (Abducens)


Kanan Kiri
Bola Mata Tepat Tepat
Ditengah Ditengah
Ptosis (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
Exopthalmus (-) (-)
Enopthalmus (-) (-)
Gerakan bola mata
 Lateral (+) (+)
 Medial (+) (+)

 Atas lateral (+) (+)

 Atas medial (+) (+)


(+) (+)
 Bawah lateral
(+) (+)
 Bawah medial
(+) (+)
 Atas
(+) (+)

31
 Bawah
Pupil Ø 3 mm Ø 3 mm
 Ukuran pupil
 Bentuk pupil Bulat Bulat
 Isokor/anisokor Isokor Isokor

 Posisi ditengah Ditengah


 Reflek cahaya langsung (+) (+)
 Reflek konvergensi Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

 Reflek akomodasi Tidak Tidak


dilakukan dilakukan

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakan rahang Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Sensorik
Divisi optalmika
Reflek kornea + +
Sensibilitas Baik Baik
Divisi maksila
Reflek masseter Baik Baik
Sensibilitas Baik Baik
Divisi mandibular
Sensibilitas Baik Baik

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Fissura palpebra Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Menggerakkan dahi Simetris Simetris

32
Menutup mata Normal Normal
Mencibir/bersiul Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Sensasi 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hiperakustik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VIII (Vestibulocochlearis)
Kanan Kiri
Mendengarkan suara gesekan jari tangan (+) (+)
Mendengar detik jam arloji Normal Normal
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak
dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak
dilakukan
Tes swabach Tidak dilakukan Tidak
dilakukan

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Daya pengecapan 1/3 belakang Normal Normal
Reflek muntah (+) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Menelan Normal Normal
Artikulasi Jelas Jelas
Suara Jelas Jelas

N. XI (Accesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke kanan Normal Normal
Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

N. XII (Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Simetris Simetris
Kedudukan lidah dijulurkan Simetris Simetris

33
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi - -
Atrofi - -

Pemeriksaan Koordinasi
Cara berjalan Normal Disatria Normal
Romberg test Normal Disfagia Normal
Ataksia Normal Supinasi-pronasi Normal
Rebound phenomen Normal Tes jari hidung Normal
Tes tumit lutut Normal Tes hidung jari Normal

Pemeriksaan Fungsi Motorik


a. Badan Respirasi Normal Normal
Duduk normal normal
b. Berdiri & berjalan Gerakan spontan normal normal
Tremor (-) (-)
Atetosis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mioklonik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Khorea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
c. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif aktif aktif aktif
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

d. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil normal
Sensibilitas nyeri normal
Sensibilitas termis normal
Sensibilitas normal
Sensibilitas kortikal Tidak dilakukan
Streognosis Tidak dilakukan
Pengenalan 2 titik Tidak dilakukan
Pengenalan rabaan Normal

e. System Reflex
1.Fisiologi Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea Normal Normal Biseps ++ ++
Berbangkis Tidak Tidak Triceps ++ ++
dilakukan dilakukan
Laring Normal Normal APR ++ ++

34
Maseter Tidak Tidak KPR ++ ++
dilakukan dilakukan
Dinding Tidak Tidak Bulboca Tidak Tidak
perut dilakukan dilakukan vernosus dilakukan dilakukan
Atas Tidak Tidak Cremater Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Tengah Tidak Tidak Sfingter Tidak Tidak
dilakukan dilakukan dilakukan dilakukan
Bawah Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
2. Patologis
Lengan Tungkai
Hoffman- - Babinski - -
Tromner
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Klonus Tidak Tidak
paha dilakukan dilakukan
Klonus kaki Tidak Tidak
dilakukan dilakukan

f. Fungsi Otonom
 Miksi : normal
 Defekasi : normal
 Sekresi keringat: normal

g. Fungsi Luhur
 Fungsi bahasa : baik
 Fungsi orientasi : baik
 Fungsi memori : baik
 Fungsi kognisi : baik
h. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Darah rutin : Hb, Ht, leukosit, trombosit
Hb : 13,6 gr/dl

35
Ht : 4,79 %
Leukosit : 12.900 mm3
Trombosit : 337.000 mm3

 Pemeriksaan Kimia Klinik :


Ureum : 25 mg/ dl
Creatinin : 0,87 mg/ dl
i. Diagnosis

Diagnosis klinik : Vertigo Perifer

Diagnosis Topik : Sistem Vestibular

Diagnosis Etiologi : BPPV

Diagnosis Sekunder : -

k. Prognosis
 Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
 Quo ad fungtionam: Dubia ad Bonam
 Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

Follow up

1. Senin, 09-03-2020
S/ -Kepala tidak pusing lagi
- Tidak terasa goyang
- Mual (-)
- Muntah (-)
- Nafsu makan baik
- BAB belum semenjak masuk ruma sakit
- Tidur Nyenyak
O/ Keadaan umum: sedang
Kesadaran : komposmentis
Tekanan Darah : 120/80 mmhg

36
Nadi : 60x/i
Nafas : 24x/i
Suhu : 36,6 c

A/ Diagnosis klinik : Vertigo Perifer

Diagnosis Topik : Sistem Vestibular

Diagnosis Etiologi : BPPV

Diagnosis Sekunder :-

P/ - Pantau TTV

- Kmounikasi terapeutik

Terapi
o Betahistin 3 x 6 mg
o Flunarizine 1 x 5 mg
o Domperidone 3 x 10 mg
o Ranitidine 2 x 150 mg
2. Selasa, 10-03-2020
S/- Kepala Tidak Pusing
- Mual (-)
- Muntah(-)
- Tidak terasa goyang
- Makan baik
- BAB Belum dari pasien masuk rumah sakit
- Tidur nyenyak
- Telinga tidak berdengung
- Bahu sebelah kiri sedikit nyeri setelah fisiterapi
O/ Keadaan umum: sedang ringan
Kesadaran : komposmentis
Tekanan Darah : 110/60 mmhg
Nadi : 64×/i
Nafas : 19×/i

37
Suhu : 36,3 c

A/ Diagnosis klinik : Vertigo Perifer

Diagnosis Topik : Sistem Vestibular

Diagnosis Etiologi : BPPV

Diagnosis Sekunder :

P/ Pantau TTV

Komunikasi terapeutik

Kaji status neurologi

Terapi

Betahistamin 3 x 6 mg

Flunarizine 1x 5mg

Domperidone 3 x 10 mg

Ranitdine 2 x 150 mg

BAB IV

KESIMPULAN

38
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita berputar, melayang, atau

mengambang yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan

keseimbangan.Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran

vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo perifer dan vertigo

sentral.Vertigo perifer terjadi jika terdapat gangguan disaluran yang disebut

semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol

keseimbanagn. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo perifer

antara lain penyakit seperti benign paroxsysmal positional vertigo.

Sedangkan vertigo sentral adalah vertigo yang terjadi akibat gangguan

keseimbangan tubuh di sistem saraf pusat , baik di pusat integrasi (serebelum dan

batang otak) atau di area repersepsi (Cortex). Penyebab vertigo sentral antara lain

adalah perdarahan atau iskemik diserebelum, nucleus vestibuler, koneksinya di

batang otak,tumor disistem saraf pusat, infeksi, trauma dan sklerosis multiple.

DAFTAR PUSTAKA

39
1. Harsono (Ed). Kapita Selekta Neurologi. Ed. 2, Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 2010.
2. Edward, Yan. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Position
Vertigo (BPPV).
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/download/31/26 diakses
pada 27 Agustus 2016

3. Sura DS, Newell S. Vertigo diagnosis and management in the


primary care. British Journal of Medical Practitioners, Volume 3,
N0 4. 2010.

4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,


2008.

5. Kurniawan, Muhammad. Dkk. Acuan Panduan Praktis Klinis Neurologis.


Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf. 2016

6. Wahyudi, Kupiya Timbul.Tinjauan Pustaka: Vertigo. CDK-198/ vol. 39


no. 10, th. 2012. Lumbantobing, S.M. 2007. Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit FKUI: Jakarta. hal 66-78

7. Zatonski T, temporale H, Halonowska J, Krecicki T. Current Views on


Treatment of Vertigo and Dizziness. Journal Medicine Diagnostic Method.
2014.

8. Baloh RW, Honrubia V. Clinical neurophysiology of the vestibular


system. FA davis company. Philadelphia. 1990.

9. Brandt T. Vertigo and diziness, in: Asbury AK et a. Disease of the nervous


system: clinical neurobiology. Vol 1.WB sauders.philadelphia. 1992 ; 451-
67.

10. Baehr M, Frostscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS, Edisi $.


Jakarta: EGC, 2010.

40

Anda mungkin juga menyukai