Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN Ny. D G1P0000AB000 DENGAN SECTIO CAESAREA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi


Keperawatan Maternitas Profesi
Di Ruang Mawar Merah RSUD Bangil

Oleh :
Ike Nur Safitri P17212235089

PRAKTIK PRODI KEPERAWATAN MATERNITAS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES MALANG
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
A. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang berarti memotong atau
menyayat. Istilah itu disebut dalam ilmu obstetrik mengacu pada tindakan
pembedahan yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut ibu
(Anggorowati, 2018).
Sectio Caesarea (SC) merupakan prosedur operatif yang dilakukan di bawah anestesia
sehingga janin dan plasenta dilahirkan melalui dinding abdomen dan uterus. Prosedur
ini biasanya dilakukan setelah usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Alfi Anur, 2022).
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah
irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk
mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran
melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi kendati cara ini semakin
umum sebagai pengganti kelahiran normal (Juliathi et al., 2021).
Beberapa pengertian tentang Sectio Caesarea diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Sectio Caesarea adalah suatu tindakan pembedahan yang tujuannya untuk
mengeluarkan janin didalam rahim melalui insisi pada dinding dan rahim perut ibu
dengan syarat rahim harus dalam keadaan utuh.
B. Patofisiologis (Pohon Masalah)
sectio Caesarea

Post operasi

Psikologis Fisiologis Sistem hormonal Sistem respirasi Sistem Sistem


muskulokeletal gastrointestinal

Fake take in Terdapat luka Proklatin menurun Penurunan medulla


operasi oblongata Kelemahan fisik Efek anestesi

Fake take hold Menyusui tidak


Jaringan efektif Penurunan reflek Kurangnya Mual, muntah
terputus batuk mobilisasi
Fake letting go
Merangsang Luka Tirah baring Nafsu
area sensorik lama makan
Akumulasi menurun
Penambahan sekret
Penampilan peran Luka Gangguan Nutrisi
anggota baru
tidak efektif
Rangsangan
Bersihan jalan napas kurang
reseptor nyeri terpapar
tidak efektif
Perkembangbiakan
Nyeri akut kuman dan bakteri Resiko defisit
Resiko infeksi nutrisi
C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul sehingga memungkinkan untuk dilakukan


tindakan sectio caesarea :

a. Fetal distress
b. Jis lemah / melemah
c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang
d. Bayi besar (BBL ≥4,2 kg)
e. Plasenta previa
f. Kelainan letak
g. Disproporsi cevalo-pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul)
h. Rupture uteri mengamcam
i. Hydrocepalus
j. Partus dengan komplikasi
k. Panggul sempit
l. Prolema plasenta

D. Masalah Keperawatan

Menurut Nuratif, A. H. & Kusuma (2015) mengemukakan pemeriksaan


penunjang pada pasien post sectio caesarea :

a. Leukosit : untuk mengidentifikasi adanya infeksi


b. Pemantauan EKG
c. Pemeriksaan elektrolit
d. Hemoglobin / hemtokrit ( HB/HT ) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
e. Golongan darah
f. Urinalisis / kultur urine.

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.
b. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat.
c. Pemberian analgetik dan antibiotik.
d. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam.
e. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan.
f. Ambulasi satu hari setelah pembedahan pasien dapat turun sebentar dari
tempat tidur dengan bantuan orang lain.
g. Perawatan luka : insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada
hari ke empat setelah pembedahan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pasien post operasi dipuaskan sampai terjadi flatus atau peristaltic usus baik,
untuk pemberian cairan perintavena harus cukup serta elektroilit yang
diperlukan supaya tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10% garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.
Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan
b. Diet
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan
pada 6 -10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 -10 jam setelah operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semi fowler).
5) Selanjutnya selama berturut - turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke - 3 sampai hari ke - 5 pasca operasi
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti.
f. Perawatan rutin
Hal –hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi, dan pernafasan (Manuaba, 2010).
g. Uterus
Secara berangsur –angsur kondisi uterus akan membaik dengan pengecilan
ukuran (involusi) dari uterus itu sendiri. Adapun tinggi fundus uteri (TFU)
post partum menurut masa involusi :
1) Bayi lahir dengan TFU setinggi pusat plasenta dan berat uterus 1000 gram.
2) 1 minggu dengan TFU pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis
dan berat uterus 500 gram.
3) 2 minggu dengan TFU tidak teraba diatas simfisis dan berat uterus 350
gram.
4) 6 minggu dengan TFU bertambah kecil dan berat uterus 50 – 60 gram.
(Bobak, 2004 )
h. Vagina dan perineum
Pada post partum terdapat lochia yaitu cairan / sekret yang berasal dari kavum
uteri dan vagian. Macam – macam lochia adalah :
1) Lochia rubra : berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, terjadi
selama 2 hari pasca bersalin.
2) Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir,
terjadi hari 3 - 7 pasca bersalin.
3) Lochia serosa : keluar cairan tidak berisi darah berwarna kuning. Terjadi
hari 7-14 hari pasca bersalin.
4) Lochia alba : cairan putih setelah 2 minggu pasca bersalin
i. Payudara
Pada masa nifas akan timbul masa laktasi akibat pengaruh hormone lactogen
(prolactin) terhadap kelenjar payudara. Kolostrum diproduksi mulai diakhir
masa kehamilan sampai hari ke 3-5 post partum dimana kolostrum
mengandung lebih banyak protein dan mineral tetapi gula dan lemak lebih
sedikit. Produksi ASI akan meningkat saat bayi menetek pada ibunya karena
menetek merupakan suatu rangsangan terhadap peningkatan produksi ASI.
Makin sering menetek, maka ASI akan makin banyak produksi.
F. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan merupakan suatu
proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan
klien (Suarni & Apriyani, 2017).
1) Identitas pasien : meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, suku bangsa,
alamat, status perkawinan, nomer rekam medik, diagnosa.
2) Keluhan utama : pasien mengatakan susah bergerak akibat luka operasi caesarea
dan pasien merasakan badaannya masih terasa lemas, bangun dari tempat tidur
dan ketika jalan ke kamar mandi masih di bantu keluarganya.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien masuk rumah sakit tanggal 18 oktober 2023 pasien mengeluh sakit
didaerah perutnya, setelah di dilihat buku kie pasien sudah memasuki HPL
kemudian didapatkan pasien memiliki anemia dan PEB kemudian pasien
disarankan untuk melakukan SC.
b. Riwayat kesehatan terdahulu
Pasien tidak memiliki penyakit dahulu yang diderita seperti hipertensi,
jantung, DM, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin. Pasien memiliki riwayat
SC saat melahirkan anak pertamanya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit kronis seperti hipertensi,
jantung, DM, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin.
d. Riwayat Obsetrik
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan,
maupun abortus yang dinyatakan dengan kode G2P1A00 (Gravida, Para,
Abortus), dengan 2 kali ibu hamil, penolong persalinan yaitu dokter, cara
persalinan yaitu SC, keadaan bayi saat baru lahir sehat, berat badan lahir anak
pertama 4100 dan anak kedua 3600. Riwayat menarche, siklus haid, ada
tidaknya nyeri haid atau gangguan haid lainnya.
e. Riwayat kontrasepsi
Hal yang dikaji dalam riwayat kontrasepsi untuk mengetahui apakah ibu
pernah ikut program kontrasepsi, jenis yang dipakai sebelumnya, apakah ada
masalah dalam pemakaian kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas apakah
akan menggunakan kontrasepsi kembali.
b) Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang pemeliharaan
kesehatan
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan pasien, makan-makanan yang dikonsumsi seperti pola makan dan
minum, frekuensi, banyaknya dan jenis makanan, makanan pantangan.
3. Pola aktifitas
Saat hamil aktivitas apa yang dilakukan dan saat post caesarea pasien dapat
melakukan aktivitas akan tetapi terbatas pada aktivitas ringan karena mengalami
kelemahan dan nyeri akibat insisi pada abdomen.
4. Pola eliminasi
Meliputi berapa kali BAB, konsistensi, warna, bau, dan pasien dengan post
caesarea untuk BAK melalui kateter yang sebelumnya telah terpasang.
5. Pola istirahat dan tidur
Terjadi perubahan pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang bayi dan
nyeri akibat insisi
6. Pola hubungan dan peran
Peran pasien dalam keluarga sebagai istri dan ibu.
7. Pola penanggulangan stress
Biasanya pasien sering merasa cemas apalagi pada pasien post caesarea untuk
yang pertama kalinya.
8. Pola sensori dan kognitif
Pola sensori pasien merasa cemas karena gerakan terbatas,dan aktivitas tidak
seperti sebelumnya.
9. Pola persepsi dan konsep diri
Terjadi kecemasan terhadap perawatan luka akibat insisi, nyeri saat beraktivitas
pada luka insisi, perubahan konsep diri antara lain body image karena memiliki
bekas jahitan nantinya.
10. Pola reproduksi dan seksual
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi dari
seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.
11. Pola keyakinan dan spiritual
Pasien yang menganut agama islam selama keluar darah nifas/masa nifas tidak
diperbolehkan melakukan ibadah.
c) Pemeriksaan umum
1) Kesadaran umum
Keadaan umum biasanya lemah akibat sisa anastesi dan nyeri pada abdomen
karna insisi.
2) Tingkat kesadaran Apatis, keadaan kesadaran yang segan berhubungan dengan
sekitarnya Composmentis, kesadaran normal, sadar sepenuhnya dan dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
3) Tanda-tanda vital Tekanan darah, nadi, suhu, respirasi atau pernafasan. (Aspiani,
2017).
d) Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala
Meliputi bentuk wajah, keadaan rambut dan kesehatan kulit kepala.
2. Muka
Pucat dan terlihat meringis menahan sakit.
3. Mata
Anemis atau tidak, konjungtiva merah muda, sklera putih, mata isokor.
4. Hidung
Ada polip atau tidak, bersih atau kotor, ada bulu hidung.
5. Mulut
Gigi bersih atau kotor, ada karies atau tidak, lidah bersih atau kotor, bibir lembab
atau kering, pucat atau tidak.
6. Telinga
Bersih atau kotor, ada benjolan atau tidak.
7. Leher
Ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar limfe atau tidak.
8. Abdomen
Pemeriksaan meliputi inspeksi untuk melihat apakah luka bekas operasi ada tanda-
tanda infeksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae dan linea, apakah ada
terjadinya Diastasis Rectus Abdominis yaitu pemisahan otot rectus abdominis
lebih
dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilicus sebagai akibat pengaruh hormon
terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding abdomen, cara
pemeriksaannya dengan memasukkan kudua jari kita yaitu jari telunjuk dan jari
tengah ke bagian dari diafragma dari perut ibu. Jika jari masuk dua jari berarti
diastasis rectie ibu normal. Jika lebih dari dua jari berarti abnormal. Auskultasi
dilakukan untuk mendengar peristaltik usus yang normalnya 5-35 kali permenit,
palpasi untuk mengetahui kontraksi uterus baik atau tidak. Intensitas kontraksi
uterus meningkat segera setelah bayi lahir kemudian terjadi respon uterus terhadap
penurunan volume intra uterine kelenjar hipofisis yang mengeluarkan hormon
oksitosin, berguna untuk memperkuat dan mengatur kontraksi uterus dan
mengkompresi pembuluh darah. Pada 12 jam pertama intensitas kontraksi uterus
berkurang jumlahnya dan menjadi tidak teratur karena pemberian oksitosin dan
isapan bayi.
9. Thorax
a) Jantung Bunyi jantung I dan II reguler atau ireguler, tunggal atau tidak,
intensitas kuat atau tidak, apakah ada bunyi tambahan seperti murmur dan
gallop.
b) Paru-paru Bunyi pernafasan vesikuler atau tidak, apakah ada suara tambahan
seperti ronchi dan wheezing. Pergerakan
10. Payudara
Bentuk payudara, puting susu menonjol atau tidak, payudara bersih atau tidak,
pengeluaran ASI.
11. Genetalia
Ada oedema atau tidak, adanya pengeluaran lochea atau tidak jika ada bagaimana
warnanya (Aspiani, 2017).
G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan
H. Rencana keperawatan
Diagnosa Luaran keperawatan Intervensi keperawatan
No. keperawatan SLKI, (2018) SIKI, (2018)
SDKI, (2016)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri 1.08238
berhubungan dengan asuhan keperawatan Observasi :
agen pencedera fisik selama 2x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
nyeri menurun dengan 2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil : 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
1. Keluhan memperingan nyeri
nyeri Terapeutik :
menurun 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
2. Meringis nyeri
menurun Edukasi :
3. Tekanan 5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
darah rasa nyeri
membaik Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi 1.05173
fisik berhubungan asuhan keperawatan Observasi :
dengan nyeri selama 2x24 jam 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
diharapkan mobilitas lainnya Terapeutik :
fisik meningkat 2. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
dengan kriteria hasil : 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
1. Pergerakan meningkatkan pergerakan
ekstermitas Edukasi :
meningkat 4. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Nyeri 5. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
menurun
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi 1.14539
berhubungan dengan asuhan keperawatan Terapeutik :
Diagnosa Luaran keperawatan Intervensi keperawatan
No. keperawatan SLKI, (2018) SIKI, (2018)
SDKI, (2016)
peningkatan paparan selama 2x24 jam 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
organisme patogen diharapkan tingkat dan lingkungan pasien
lingkungan infeksi menurun 2. Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
dengan kriteria hasil : Edukasi :
1. Kemerahan 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
menurun 4. Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
2. Nyeri 5. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
menurun 6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Alfi Anur, O. (2022). Asuhan Keperawatan Pasien Post Sectio Caesarea Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman Nyeri. Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Anggorowati, N. S. (2018). Mobilisasi dini dan penyembuhan luka operasi pada ibu post
sectio caesarea (SC) di ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. Jurnal.
Http://Jumal. Unimus. Ac. Id/Dikses Pada, 24.
Juliathi, N. L. P., Marhaeni, G. A., & Mahayati, N. M. D. (2021). Gambaran persalinan
dengan sectio caesarea di instalasi gawat darurat kebidanan rumah sakit umum pusat
sanglah Denpasar tahun 2020. Jurnal Ilmiah Kebidanan (The Journal Of Midwifery), 9(1), 19–
27. Nuratif, A. H. & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
&
NANDA. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Suarni, L., & Apriyani, H. (2017). Metodologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Panasea.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta.
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indoensia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. (PPNI (Ed.); Pertama). Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II.(Dewan Pengurus PPNI (Ed.)). Dewan
Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai