Anda di halaman 1dari 3

A.

Ruang Lingkup

1. Pertanyaan Penelitian

Apakah terdapat hubungan antara stres dengan kejadian temporomandibular

disorder pada penyandang tunadaksa ?

2. Kriteria

a. Jurnal dengan desain penelitian analitik

b. Jurnal dengan design penelitian case control

c. Jurnal yang memiliki output berupa hubungan stres dengan kejadian

temporomandibular dsorder

B. Eksklusi

1. Desain penelitian literature review

C. Temuan Umum

1. Penelitian oleh Salameh., dkk (2019) dengan judul “Investigation of the

Relationship Between Psychososial Stress And Temporomandibular Disorder in

Adults by Measuring Salivary Cortisol Concentration : A case control study”.

Perbedaan terletak pada jenis penelitian yaitu case control. Instrumen penelitian

yang digunakan yaitu RCD Axis II untuk mendiagnosis tempormandibular

disorder dan Perceived Stress Scale untuk mengukur tingkat stres. Subjek pada

penelitian ini adalah pasien yang sedang berobat di Rumah Sakit (bagian

Prosthodonsia).

2. Penelitian oleh Ahuja., dkk (2018) dengan judul “Study of Stress-Induced

Temporomandibular Disorders Among Dental Students : An Institutional Study”.

Persamaan terletak pada jenis dan design penelitian serta variabel yang diukur

yaitu stres. Perbedaan terletak pada subjek dan instrumen penelitian yang

digunakan. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran gigi.


Instrumen yang dipakai adalah Perceived Stress Scale dan Dental Environment

Stress untuk mengukur tingkat stres.

D. Ketersediaan Literasi

1. Lambert dkk. (2014) dengan peneltian yang berjudul “Chronic HPA Axis

Response to Stress in Temporomandibular Disorder”. Penenlitian ini memiliki

desain case control dan memiliki tujuan penelitian yang pertama yaitu untuk

melihat hubungan stres yang dirasakan dengan kejadian temporomandibular

disorder, tujuan kedua yaitu mengetahui hubungan antara konsentrasi hormon

kortisol pada rambut dengan status temporomandibular disorder, dan untuk

mengetahui korelasi antara stres yang dirasakan dengan kandungan konsentrasi

hormon kortisol pada rambut. Jumlah responden yaitu 116 orang dengan rentan

usia diantara 18-59 tahun sementara instrumen penelitian yang dipakai untuk

mengukur stres yaitu perceived stres scale dan TMD Research Diagnostic

Criteria untuk mengukur dan memeriksa kejadian temporomandibular diosrder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kasus kejadian Temporomandibular

Disorder lebih banyak yang merasakan stres daripada kasus kontrol tetapi

memiliki konsentrasi hormon kortisol yang rendah. Koefisien korelasi memiliki

hubungan negatif yang lemah antara perceived stress dan konsentrasi hormon

kortisol rambut. Pada analisis kasus temporomandibular disorder memiliki hasil

hubungan yang tidak segnifikan antara perceived stress dan kandungan

konsentrasi hormon kortisol.

2. Penelitian oleh Chisnoiu dkk. (2017) dengan judul Study of the Plasmatic

Oxidative Stress Markers in Temporomandibular Joint Disorders. Penelitian ini

memiliki desain case control dengan tujuan penelitian untuk mengetahui apakah

pengaplikasian faktor etiologi temporomandibular disorder berkaitan dengan


oksidative stress yang diukur melalui plasma darah pada tikus wistar. Jumlah

responden sebanyak 60 tikus wistar betina. Instrumen yang digunakan berupa

mahkota logam yang disemenkan pada bagian oklusal gigi molar mandibula kanan

untuk memicu stres biomekanik. Prosedur ovarioctomy juga digunakan untuk

emngontrol jumlah hormon esterogen pada kelompok yang menerima hormon.

Untuk memicu stres emosional yaitu dengan membunyikan bel selama 10 menit

setiap jam hingga 100 desibel. Sampel darah diambil setelah 30 dan 60 hari pasca

percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres biomekanik, hormon

estrogen, dan stres emosional, berdampak pada perkembangan stres oksidatif yang

akibatnya berdampak pada sendi temporomandibula tikus.

3.

Tabel 1. Ketersediaan Literasi

No Nama Pengarang Instrumen Jumlah Responden Hasil

Anda mungkin juga menyukai