Anda di halaman 1dari 22

Nama : Firdausi Farah Ramadhania

NIM : 205160101111008

Kelompok : 4/D

Fasilitator : drg. Rahmavidyanti P, Sp. KG

SKENARIO

“Tambalanku Baru”

Seorang pasien, usia 24 tahun, datang ke klinik gigi untuk memeriksakan tambalan gigi depan
atas lepas dan tambalan gigi belakang atas lepas sebagian. Pemeriksaan intra oral gigi 12 dan
16 berlubang. Gigi 16 terdapat sisa tambalan lama terbuat dari logam. Dokter gigi menumpat
gigi 12 dengan bahan tumpatan plastis sewarna dengan gigi. Sedangkan gigi 16 dibersihkan
dari sisa tambalan logam yang lama dan direncanakan penumpatan dengan bahan tumpatan
non plastis. Setelah perawatan, dokter gigi meminta pasien membuka dan menutup mulut untuk
melihat hubungan tonjol gigi-geligi rahang atas dan bawah agar dapat mengunyah dengan
benar.
LEARNING ISSUES

1. Prosedur penambalan gigi


2. Bahan tumpatan gigi
 Definisi
 Klasifikasi material tambalan gigi
 Kelebihan dan kekurangan
 Karakteristik bahan tumpatan plastis
 Komposisi bahan tumpatan plastis
 Kegunaan bahan tumpatan
3. Mastikasi dan oklusi
 Definisi
 Organ dan fisiologi mastikasi dan oklusi
 Macam-macam oklusi
LEARNING OUTCOMES

1. Prosedur penambalan gigi


Sebelum penambalan
 Pemeriksaan riwayat kesehatan dengan mengetahui kondisi pasien, dokter gigi dapat
melakukan langkah pencegahan terhadapa resiko yang mungkin terjadi.
 Pemeriksaan kondisi gigi menggunakan cermin kecil khusus dan cairan pendeteksi
karies untuk medenteksi area gigi yang berlubang. Bisa juga dilakukan foto rontgen gigi
di seluruh/sebagian mulut untuk memeriksa area lebih detail.
 Penentuan metode dan jenis bahan tambalan terdapat faktor yang memengaruhi
penentuan jenis bahan tambalan, yaitu: kesehatan mulut pasien, lokasi gigi yang
berlubang, tekanan pada area yang berlubang, daya tahan gigi yang dibutuhkan, estetika,
kemampuan finansial pasien.
Prosedur tambal gigi
a. Direct filling: memasukkan bahan tambalan secara langsung ke kavitas. Umumnya dapat
selesai dalam 1 pertemuan. Jenis bahan tambalan yang biasanya digunakan adalah amalgam
dan komposit. Langkah-langkah:
1) Anestesi
2) Pembersihan kotoran gigi menggunakan dental burst untuk memotong enamel gigi dan
menghilangkan kotoran.
3) Pengolesan bahan perekat tambahan menggunakan bonding agar bahan tambal bisa
merekat sempurna ke permukaan gigi.
4) Pemasangan tambal gigi sebelum proses penambalan, gigi akan diisolasi untuk
mencegah berbagai hal yang dapat mengontaminasi gigi dan bahan tambalan.
5) Tes gigit agar bisa merasakan ada/tidaknya rasa mengganjal pada tambalan. Jika tidak
sesuai, dokter akan menyesuaikan kembali ketinggian tambalan.
6) Pemolesan/penggosokan agar tambalan yang dibuat sesuai dengan gigi di sekitarnya,
mengkilat dan estetis.
b. Indirect filling: metode ketika sisa struktur gigi tidak cukup dan tidak mungkin menampung
bahan tambalan. Umumnya, dilakukan dalam 2 kunjungan dan bahan tambalan yang sering
digunakan adalah emas dan porselen. Langkah-langkah:
1) Kunjungan 1 membersihkan seluruh kotoran pada gigi, lalu mencetak bagian gigi yang
berongga. Hasil cetakan dikirim ke laboratorium. Dokter gigi akan menempatkan
tumpatan sementara hingga kunjungan berikutnya.
2) Kunjungan 2 tambalan sementara dilepas dan diperiksa kecocokan antara gigi
berlubang dengan cetakan tambalan. Lalu, dokter gigi merekatkan cetakan gigi pada gigi
yang berlubang.
 Berdasarkan sumber lain (Ramli, 2019):
c. Metode ART (Atraumatic Restorative Treatment)
 Suatu metode penumpatan dibidang konservasi gigi dengan cara membuang jaringan
karies gigi hanya dengan instrument genggam selanjutnya membersihkan dan
menumpat dengan bahan tumpatan glass ionomer cement.
 Keuntungan: dapat menjangkau daerah dengan sarana listrik maupun air yang terbatas
dan biaya instrumen yang diperlukan relatif murah.
 Prinsip: menyingkirkan jaringan karies gigi dengan menggunakan instrument tangan
dan merestorasi kavitas dengan bahan adhesif yang melepas ion flour sehingga dapat
mencegah terjadinya sekunder karies atau karies baru disekitar gigi (Agtini, 2010).
2. Bahan tumpatan gigi
 Restorasi merupakan perwatan untuk mengembalikan struktur anatomi dan fungsi pada gigi
yang disebabkan oleh karies, fraktur, atrisi, abrasi, dan erosi. Bahan restorasi gigi adalah
bahan yang digunakan untuk mengembalikan bentuk, fungsi, dan penampilan gigi.
 Restorasi dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Restorasi plastis teknik restorasi di mana preparasi dan pengisian tumpatan dikerjakan
pada 1x kunjungan, tidak memerlukan fasilitas laboratorium. Tumpatan plastis cenderung
digunakan ketika struktur gigi cukup banyak untuk mempertahankan integritas dengan
bahan tumpatan. Macam bahan dari tumpatan plastis adalah resin komposit, amalgam,
GIC (Glass Ionomer Cement).
b. Restorasi rigid restorasi yang dibuat di laboratorium dan menggunakan model cetakan
gigi yang dipreparasi kemudian disemenkan pada gigi. Biasanya, restorasi ini
membutuhkan kunjugan berulang dan membutuhkan penempatan tumpatan sementara
sehingga lebih mahal untuk pasien. Bahan restorasi rigid bisa digunakan dalam teknik
direct dan indirect. Restorasi indirect dapat dibagi lagi menjadi restorasi intrakorona
(inlay), restorasi ekstrakorona (mahkota full veneer), dan intradikuler. Pilihan bahan
restorasi rigid yaitu logam tuang, logam berlapis porselen (porcelain fused to metal), alloy
emas, alloy logam, porselen, resin komposit, dan kombinasi keduanya.

Sumber: Philips Science of Dental Materials, 12th ed

Amalgam (Irawan, B., 2015)


Komposisi: merkuri, perak (67-74%), timah (25-28%), seng (0-2%), tembaga (0-6%), dan
beberapa elemen tambahan yang akan meningkatkan sifat fisik dan mekanik.
Pada awal pencampuran metal denegan merkuri memiliki konsistensi seperti pasta, lalu
akan mengeras di dalam mulut setelah terjadi reaksi kimia. Merkuri: mengubah bentuk
wujud cair menjadi padat dan komponen intermetal dalam keadaan stabil.
Amalgam cocok untuk restorari klas I dan klas II, di mana dapat manahan tekanan kunyah
yang besar. Restorasi klas II cenderung memiliki area yang lebih luas dan berhadapan
dengan gigi tetangganya. Keadaan ini berpotensi terjadinya kebocoran tepi antara gigi
dan akan meningkatkan terjadinya karies ulangan.
Bahan ini cukup memadai dalam mengisi jaringan gigi yang rusak dan sering dijumpai
produk korosi ditepi restorasi akibat terakumulasi sisa makanan setelah digunakan
beberapa waktu.
Kegunaan terbatas, tidak untuk gigi anterior warna abu-abu perak (komposisi dari
beberapa logam).
Keunggulan: daya tahan yang tinggi akibat penggunaan dan dapat dilakukan pada kondisi
klinis tertentu seperti daerah yang lembab dan menerima tekanan yang cukup besar. Daya
tahannya sangat unggul dibanding restorasi komposit resin, terutama pada area yang
secara langsung berkontak dengan gigi lawan kemampuan yang baik dalam beradaptasi
terhadap deformasi di bawah tekanan kunyah.
Kelemahan: tidak digunakan untuk estetis
Amalgam masih aman dan efektif selama manipulasinya sesuai dengan prosedur. Yang
menguap dan dilepaskan dari restorasi amalgam selama proses pengunyahan adalah
sangat kecil. Kemungkinan terjadi alergi terhadap amalgam dapat dikatakan sangat kecil.

Sumber: Philips Science of Dental Materials, 12th ed


Komposit Resin
Material: hasil polimerisasi campuran bahan organik resin dengan bahan pengisi bubuk
anorganik dari glass. Formula komposit yang menyebabkan kemampuan radiopak yang
akan memperbaiki identifikasi untuk diagnostik, juga memfasilitasi proses pengerasan
dan mengubah viskositas sehingga mudah dalam proses pengerjaannya.
Aman digunakan untuk restorasi, reaksi alergi dari komposit resin sangat kecil.
Sensitivitas setelah penambalan gigi dengan material ini jarang ditemui. Namun,
kemungkinan dapat terjadi kebocoran tepi tambalan akibat gaya mekanik yang bekerja
saat dilakukan penambalan.
Kemampuan perlekatan resin memberikan adhesi tambalan komposit resin yang baik
dengan jaringan gigi.
Pengerutan (pada proses pengerasan) mengurangi stress pada ikatan antara restorasi
dengan jaringan gigi dengan hasil adanya perubahan bentuk/melengkungnya tambalan
dan jarang terjadi kepatahan. Kepatahan bisa menyebabkan sensitivitas setelah
penambalan.
Material ini biasanya diletakkan menggunakan bahan adhesive. Permukaan kavitas
dibersihkan, lalu diulasi etsa dengan asam fosfat.
Perlekatan resin berisi monomer resin dengan berat molekul rendah dan pada beberapa
individu dapat terjadi reaksi alergi. Sensitivitas terhdapa komponen HEMA (hidroksi etil
metakrilate) telah dilaporkan, tetapi masalah ini lebih banyak hanya diketahui dokter
dibanding pasien. Sering kali terjadi reaksi alergi dermatitis pada jari dokter gigi yang
berkontak dengan monomer yang tidak bereaksi.
Pertengan tahun 1990-an, beberapa peneliti mendeteksi adanya bisphenol A berpotensi
mengganggu hormon estrogen pada saliva pasien yang dilakukan penambalan
pit&fissure. Namun, material komposit resin yang ada saat ini masih cukup aman dan
efektif.
Awalnya material ini dirancang untuk restorasi gigi anterior. Lalu dikembangkan
penggunaannya dapat dilakukan pada semua jenis restorasi gigi. Bahan ini tidak cukup
kuat dan tahan bila dibandingkan dengan restorasi bahan metal, tetapi penelitian terus
dikembangkan terutama untuk restorasi klas I dan II.
Komposit resin tidak dapat diletakkan dengan baik pada kavitas yang terdapat saliva dan
darah. Kontaminasi ini akan menggagalkan sifat adhesi antara bahan tambal dan jaringan
gigi kebocoran tepi tambalan.
Glass Ionomer Cement
Material restorasi yang sewarna dengan gigi, dapat digunakan untuk merestorasi kavitas
dengan tekanan kunya rendah.
Terdiri dari: bubuk dan cairan yang menguraikan bubuk glass yang larut dalam asam dan
larutan asam poliakrilat. Pada prose pencampuran terjadi reaksi asam dengan permukaan
bubuk glass dan membentuk matriks yang keras di mana mengelilingi partikel glass yang
tidak bereaksi.
Memiliki struktur seperti komposit resin dengan estetika yang cukup baik.
Tipe GIC:
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, terdapat beberapa klasifikasi, yaitu:
a. GIC Konvensional berasal dari asam polialkenoat
cair (asam poliakrilat) dan komponen kaca
(fluoroalumino silikat GI)

b. Resin Modifide GIC mengkombinasikan reaksi basa ionomer kaca tradisional


dengan reaksi polimerisasi amine peroksiad self cured. Sistem light cured ini telah
dikembangkan
c. Hybrid Ionomer memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi daripada jenis
konvensional
d. Tri Care GIC terdiri dari kaca silikat, sodium fluoride, dan monomer yang
dimodifikasi polyacid tanpa kandungan air
e. Metal Reinforced GIC untu area yang memiliki stress tinggi, ketebalan film lebih
dari 45 mikrometer
Klasifikasi/tipe GIC:
1) Tipe I: untuk melekatkan restorasi indirect (crown,
inlay), luting inlay, onlay, crown, dan bridge,
ketabalan film 20 mikrometer / kurang, aman dan
efektif untuk segala prosedur luting semen, setting
cepat. Isi murni Glass Ionomer
2) Tipe II: untuk restorasi pada area yang memiliki stress
rendah, ketebalan film mencapai 45 mikrometer, sangat
ideal untuk restorasi klass III dan IV, dan karies,
translusen (warna mendekati gigi asli), kelarutan
rendah restorasi lebih kuat dan tahan lama.

3) Tipe III: lining/base


4) Tipe IV: untuk pit & fissure sealant
(diaplikasikan di permukaan oklusal),
ketebalan film 25-35 mikrometer,
sebagai sealent (bertindak sebagai agen
kimia dan mekanis melepaskan fluor)
sebagai perawatan profilaksis dan mencegah karies gigi. Polimerisasinya
menggunakan sinar.
5) Orthodontic cement
6) Core build up
7) Flouride release
8) ART

Bahan ini cenderung opaque jika dibandingkan dengan warna enamel gigi asli.
Penambahan serbuk perak meningkatkan kekuatan dan daya tahan terhadap
pemakaian.
Bubuk glass secara alami berisi kaya fluor kemampuan melindungi lingkungan kavitas
dari serangan karies baru.
Material GIC terbukti aman denga sedikit kecenderungan iritasi terhadap jaringan lunak.
Material ini sering digunakan untuk merestorasi gigi bukan akibat karies seperti
erosi/abrasi pada gigi di dekat tepi gusi, digunakan untuk restorasi gigi sulung dengan
masa tambal yang singkat jangka waktuny, sering juga digunakan untuk pit&fissure
sealent, berfungsi baik untuk sementasi restorasi mahkota dan jembaran.
Material ini sensitif terhadap kontaminasi dan terjadinya pengeringan selama reaksi
pengerasan (disimpan pada tempat yang terkontrol kelembabannya).
Glass Ionomer modifikasi resin (Hybrid Ionomer) mirip dengan glass ionomer
konvensional, tetapi memiliki sifat yang lebih baik dalam cara penanganannya.
Resin yang digunakan untuk modifikasi mirip dengan komposit resin maksud
penambahan mengurangi sensitivitas pada saat pengerasan dan memberi kemampuan
bagi material untuk lebih cepat mengeras.
Hybrid Ionomer/Glass Ionomer modifikasi resin, terdiri dari 2 sistem pengerasan, yaitu:
dengan sinar dan reaksi kimia. Sistem pengerasan dengan sinar material menjadi keras
dengan aktivasi sinardari sumber sinar visible.
Glass ionomer modifikasi resin memiliki toleransi yang baik bila digunakan sebagai
tambalan. Tambahan sedikit monomer akrilik meningkatkan kemungkinan terjadinya
iritasi jika dibandingkan dengan glass ionomer konvensional tanpa resin.
Keunggulan glass ionomer modifikasi resin: bisa dikontrol waktu pengerjaan dan
pengerasannya, dengan berkurangnya sensitivitas dari bahan ini membuat lebih mudah
untuk membuat restorasi yang berhasil, sifat translusensi yang lebih baik, memberikan
efek estetika mendekati warna alami enamel, kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan
jenis semen ionomer konvensional.

Sumber: Philips Science of Dental Materials, 12th ed


Restorasi Inlay (Sari, MK., Erinda, BL., Pattrisha, R. 2012)
Jarang digunakan untuk kavitas sederhana. Hanya digunakan untuk gigi-gigi berkebutuhan
khusus: gigi yang sudah lemah karena karies cenderung fraktur bila tidak dilindungi atau
bila retensi sulit dibuat.
Inlay serupa dengan onlay. Umumnya gigi yang dibuatkan inlay/onlay gigi karies dan
sudah berlubang besar/gigi dengan tambalan yang kondisinya sudah buruk dan harus
diganti (bila ditambal secara direct dengan amalgam/resin komposit dkhawatirkan
tambalan tersebut tidak akan bertahan lama karena patah/lepas.
Keuntungan: menambah kekuatan gigi lebih besar dari tumpatan biasa, lebih tahan lama,
sederhana dibanding crown.
Kekurangan: lebih mahal daripada tumpatan biasa
Beberapa inlay yang sering digunakan:
a. Inlay tuang dengan teknik direct
Diterapkan: pada kavitas yang sangat kecil. Sifat kuatnya suatu logam tuang tidak
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hanya sedikit inlay logam tuang direk yang
dibuat dan biasanya diindikasikan bersama-sama dengan beberapa restorasi lain.
b. Inlay dan onlay logam tuang dengan teknik indirect
Teknik indirek variasi desain preparasi lebih banyak.
Jenis yang paling sering dipakai adalah inlay yang melindungi tonjol gigi dengan
cara menutup permukaan oklusal, yang biasa disebut onlay.
Yang paling sering untuk inlay indirek sebagai bagian dari suatu jembatan atau
piranti lain yang menggantikan gigi hilang
c. Inlay porselen
Keuntungan: dalam hal penampilan, lebih alamiah dibandingkan dengan inlay
logam tuang dan lebih tahan abrasi daripada komposit.
Porselen cocok untuk permukaan oklusal gigi posterior yang restorasinya luas dan
memerlukan estetik, dipakai di permukaan buka yang terlihat (sisi
anterior/posterior).
Porselen tidak sekuat logam tuang, tetapi jika sudah berikatan dengan permukaan
enamel melalui sistem etsa asam dapatmenguatkan gigi degan cara yang sama
seperti pada restorasi berlapis komposit/semen ionomer – resin komposit.
Logam tuang logam tradisional untuk inlya adalah emas.
Emas murni jarang digunakan karena sangat lunak. Ditambahkan dengan logam
lain untuk meningkatkan sifat fisiknya sehingga bahan yang digunakan dalam inlay
emas adalah alloy emas.
Komposisi alloy emas: 60%/lebih/20% emas.
Alloy lain sama sekali tidak mengandung emas, hanya mengandung kombinasi
logam-logam lain, disebut logam cor.
Keuntungan: logam tuang lebih kuat dari amalgam, komposit/glass ionomer
cement, bisa menahan kekuatan tensile yang lebih besar (dapat melindungi cusp
yang melemah), ideal untuk restorasi vinil ekstrakorona seperti onlay dan mahkota
lengkap/sebagian.
Ketahanan abrasi: amalgam menyerupai enamel dalam ketahanan abrasi, komposit
& GIC cenderung mengalami aus lebih cepat pada oklusal. Logam tuang memiliki
ketahanan abrasi yang sama dengan enamel.
Estetika: emas sering digunakan untuk inlay karena lebih menarik daripada
amalgam dan tidak mudah cepat rusak seperti silikat.
Kelemahan: membutuhkan biaya yang tinggi

Sumber: Philips Science of Dental Materials, 12th ed

Porselen
Inlay & veener porselen dibuat dengan salah 1 dari teknik yang berbeda.
Teknik pertama: cetakan gigi dicor dalam bahan refraktori yang dapatdipanaskan
sampai suhu tinggi tanpa mengalami kerusakan. Bubuk porselen dicampur dengan
cairan sampai menjadi pasta, lalu dimasukkan keinlay, dan dibakar dalam tunhku
pembakaran sampai partikel porselennya menyatu. Proses ini diulang hingga
restorasi terbentuk dan berwarna. Model refraktori kemudua dibuka dengan sandb
lasting/glass bead blasting.
Teknik kedua: mengecor suatu batangan kaca ke dalam mould dengan lost wx
technique. Lalu, restorasi dimasukkan ke tungku pembakaran klinik.
Keuntungan: kekuatan kompresif yang tinggi
Kekurangan: kekuatan menahan tensile rendah sehingga bahan ini relatif getas
dalam potongan tipis
Ketahanan terhadap abrasi: sama seperti logam tuang. Namun, porselen lebih
resisten dibandingkan enamel sehingga jika restorasi porselen berantagonis dengan
gigi, gigi tersebut akan aus lebih cepat

Sumber: Philips Science of Dental Materials, 12th ed


Restorasi Onlay
Merupakan rekonstruksi gigi yang lebih luas meliputi 1/lebih cusp. Jika morfologi oklusal
telah mengalami perubahan karena restorasi sebelumnya, karies/penggunaan fisik, maka
inlay dengan 2 permukaan tidak akan adekuat lagi. Hal ini memerlukan suatu restorasi
yang meliputi seluruh daerah oklusal dan onlay MOD merupakan jenis restorasi yang
tepat.
Indikasi: paling sering digunakan untuk menggantikan restorasi amalgam yang rusak,
restorasi lesi karies yang mengenai kedua permukaan proksimal.
Ciri utama: mempertahankan sebagian besar jaringan gigi yang berhubungan dengan
gingival.
Kontradiksi: dinding bukal dan lingual sudah rusak dan mahkota klinis pendek

Restorasi Crown
Penggantian sebagian/seluruh mahkota klinis yang disemenkan. Bertujuan untuk
memperkuat gigi yang kekuatannya menurun (misal karena berlubang besar), digunakan
untuk memodifikasi warna dan posisi gigi asli.
Keutungan:
 Memperbaiki struktur gigi
 Memperbaiki gigi yang telah berubah
warna/bentuk yang tidak estetis
 Menutup dan menyangga gigi dengan kondisi
sisa gigi yang tidak mencukupi untuk
dilakukan penambalan
 Menyangga bridge (protesa gigi jembatan)
 Melindungi gigi yang lemah dari fraktur/gigi yang telah rusak
 Menutupi gigi implan
Jenis Crown Mahkota selubung (Jacket Crown)
Menyelubungi seluruh permukaan gigi anterior posterior, baik pada gigi yang vital
maupun non-vital (post endodontic treatment)
Indikasi: tidak memungkin untuk ditumpat direct, resistensi kurang baik untuk
restorasi onlay, kerusakan di sekeliling servikal/abrasi oklusal, mahkota klinis
rendah, gigi pasca perawatan saluran akar.
Macam-macam:
a. Mahkota Tuangan Penuh (Full Cast Crown) menyelubungi seluruh permukaan
mahkota klinis gigi dan terbuat dari logam campur secara tuang.
 Indikasi: sebagai restorasi single unit/ penyangga jembatan gigi, digunakan pada
gigi posterior (tidak estetik), gigi dengan karies servikal, dekalsifikasi, enamel
hipoplasia/memperbaiki fungsi mastikasi.
 Kontradiksi: sisa mahkota tidak kuat menahan beban daya mastikasi (terutama
gigi dengan pulpa vital), restorasimudah korosi/tarnish jika oral hygiene buruk,
gusi cukup sensitif terhadap logam.

b. Mahkota Pigura (dengan Facing Akrilik) menyelubungi seluruh permukaan


klinis gigi dan terbuat dari logam campur, di mana bagian labial/bukal dilapisi
dengan bahan sewarna gigi (akrilik, porselen, resin komposit)
 Indikasi: jika dibutuhkan restorasi mahkota tuangan dan yang estetik (gigi
anterior, P, M1), ruang pulpa tidak terlalu besar (saat restorasi membutuhkan
pengambilan pada bidang labial/bukal lebih banyak untuk tempat pigura).
 Kontradiksi: mahkota klinis pendek (sulit dipakai untuk retensi dan kekuatan
kurang pada bagian oklusal) jadi mudah pecah/lepas.
c. Mahkota Jaket dan Jembatan (Crown and Bridge) meliputi seluruh permukaan
gigi anterior, dibuat dari bahan akrilik/porselen sesuai dengan warna gigi.
 Digunakan untuk menggantukan 1/lebih gigi yang hilang, secara
fungsional/estetik.
 Gigi yang berada di kedua celah gigi yang hilang dipreparasi untuk dibuatkan
mahkota tiruan dan dicetak secara akurat, lalu hasil cetakan dikirim ke
laboratorium. Mahkota crown and bridge dilekatkan pada gigi dengan bahan
sementasi.
 Indikasi: gigi anterior fraktur, kasus perubahan warna gigi, hipoplasia
enamel/dekalsifikasi, kasus perubahan bentuk gigi, atrisi/rotasi gigi yang
terbatas, menutup diastema yang terbatas
 Kontradiksi: mahkota klinis yang pendek, tidak memiliki cingulum, pada gigitan
anterior yang dalam (deep bit), kerusakan gigi (gigi non-vital dengan perubahan
yang sangat gelap).

Sumber: Philips Science of Dental Materials, 12th ed


 Keuntungan: lebih konservatif, reaksi jaringan periodontal lebih baik, lebih
estetik (jaringan labial/bukal tidak dipreparasi), dapat dilakukan electric pulp-
test karena terdapat bagian yang tidak tertutup restorasi, mudah dibersihkan oleh
pasien, lebih mudah didudukkan pada gigi penyangga saat sementasi.
d. Mahkota Pasak restorasi pengganti gigi yang terdiri dari inti berpasak yang
dilekatkan dengan suatu mahkota. Restorasi ini merupakan restorasi dengan
konstruksi 2 unit, inti yang berpasak dan mahkota yang nantinya disemenkan pada
inti.
 Indikasi: gigi non-vital yang frakturnya melebihi setengah mahkota klinis,
memperbaiki inklinasi gigi dengan batas tertentu, gigi yang telah dirawat
endodontik, sedangkan sisa gigi tidak mungkin diberi tumpatan direct.
 Kontradiksi: gigi dengan kelainan periapikal menetap, jaringan pendukung gigi
tidak cukup, oral hygine yang buruk.

3. Mastikasi dan oklusi


 Sistem pengunyahan merupakan tindakan untuk memecah makanan menjadi partikel yang
siap untuk ditelan. Pemecahan ini melibatkan struktur jaringan yang kompleks dari sistem
neuromuskular dan sistem pencernaan.
 Menurut Kamus Kedokteran Gigi, oklusi merupakan setiap kontak antar gigi-geligi dari
lengkung yang berlawanan dan biasanya mengacu pada permukaan oklusal, serta hubungan
statis antara gigi-geligi dari lengkung yang berlawanan. Umumnya, mengacu pada permukaan
oklusal dan hubungan statis antara gigi atas dan bawah selama interkuspasi (pertemuan tonjol
gigi atas dan bawah secara maksimal).
Oklusi yang ideal: keadaan beroklusinya semua gigi dengan dua gigi pada lengkung
antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi yang tidak mengalami keausan.
Keadaan beroklusinya setiap gigi, kecuali insisivus sentral bawah dan molar tiga atas,
beroklusi dengan dua gigi di lengkung antagonisnya dan didasarkan pada bentuk gigi
yang tidak mengalami keausan (Raditya, A. W., 2018).
Oklusi normal: suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang
sama dan rahang yang berlawanan dan apabila gigi dikontakkan, kondilus berada
dalam fossa glenoidea. Oklusi yang memenuhi persyaratan fungsi dan estetis walau
disertai adanya ketidakteraturan pada gigi secara individu (Raditya, A. W., 2018).
 Organ dan fisiologi (Suhartini, 2015)
Pada kondisi normal, pengunyahan melibatkan hubungan dan intergritas dari semua
komponen sistem pengunyahan, seperti gigi geligi, otot, TMJ, bibir, pipi, palatum, lidah,
dan sekresi saliva.
Gerakan rahang yang normal pada aktivitas pengunyahan tidak hanya ke atas/bawah, tetapi
juga ke samping. Pergerakan rahang juga didukung oleh aktivitas otot-otot leher an
punggung, serta berhubungan juga dengan aktivitas di sekitar sendi. Pengunyahan dapat
berlangsung efektif jika kondisi gigi geligi tersusun dengan baik pada lengkung geligi
(kondilus sendiri berada di bagian tengah diskus artikularis).
Selain gigi geligi, TMJ, dan otot, mastikasi didukung juga oleh pembuluh darah dan saraf.
Otot pengunyahan yang utama m. masserter, m. temporalis, m. pterigoideus lateralis dan
medialis. Otot-otot ini berperan dalam pergerakan membuka dan menutup mulut untuk
mengoordinasikan pergerakan mandibula sehingga gigi berfungsi optimal.
Proses pengunyahan terdiri dari beberapa tahap, yaitu: tahap membukanya mandibula,
tahap menutupnya mandibula, dan tahap berkontaknya gigi dengan makanan dan gigi
antagonisnya.
Aktivitas Otot
 Selain otot-otot utama pengunyahan, terdapat otot tambahan yaitu m. mylohyoideus, m.
digastricus, m. geniohyoideus, m. stylohyoideus, m. infrahyoideus, m. buccinator, dan
labium oris.
 Gerakan mandibula selama proses ini dimulai dari gerakan membuka (oleh m.
pterygoideus lateralis). Di saat yang sama, m. temporalis, m. masseter, m. pterygoideus
medialis tidak mengalami aktivitas.
 Makanan masuk, lalu disertai menutupnya mandibula. Gerakan menutup disebabkan
oleh kontraksi m. temporalis, m. masetter, dan m. pterygoideus medialis, sedangkan m.
pterygoideus lateralis relaksasi.
 Saat mandibula menutup perlahan, m. temporalis dan m. masetter juga berkontraksi
membantu gigi agar berkontak. M. digastricus juga mengalami potensial aksi dan
berkontraksi pada saat mandibula bergerak dari posisi istirahat ke posisi oklusi (m.
digastricus: mempertahankan kontak gigi geligi).
 Lidah juga berperah penting dalam mengontrol pergerakan makanan dan membentuk
bolus.
Sumber: www.medical.tpub.com

Sendi Temporomandibula (TMJ)


 Merupakan tempat mandibula
berartikulasi dengan kranium.
Pergerakan sendi ini disebut sendi
ginglimoid dan pada saat bersamaan
terjadi pergerakan lancar yang
diklasifikasikan sebagai sendi arthrodial.
 TMJ terbentuk dari kondilus mandibula
yang terletak di fosa mandibula os.
Temporal. Kedua tulang dipisahkan dari artikulasi langsung oleh lempeng sendi. TMJ
sendi kompound.
 Gerakan utama TMJ:
a. Rotasi gerakan berputar pada sumbunya yang terjadi antara permukaan superior
kondilus dengan permukaan inferior diskus artikularis. Berdasarkan porosnya,
dibagi menjadi: horizontal, frontal/vertikal, dan sagital.
b. Meluncur/translasi gerakan di mana setiap titik dari objek bergerak secara
serempak dengan kecepatan dan arah yang sama. Pada mastikasi, translasi terjadi
ketika mandibula bergerak maju, lebih menonjol sehingga gigi, kondilus, dan ramus
pindah ke arah dan derajat inklinasi yang sama.
Kontak Gigi Geligi
 Merupakan oklusi dari gigi geligi yang disebabkan oleh kontrol neuromuskular terhadap
sistem pengunyahan.
 Selama proses pengunyahan, gigi geligi cenderung dalam posisi istirahat. Pada posisi
ini, semua otot yang mengontrol posisi mandibula dalam keadaan istirahat. Pada posisi
ini terdapat free way space (celah antara gigi atas dan bawah). Hal ini akan memberikan
efek mekanis yang maksimal terhadap makanan.
 Pada saat makanan keras digigit, posisi gigi insisiv edge to edge (insisal insisiv atas
berkontak dengan insisal insisiv bawah).
 Selanjutnya, mandibula bergerak ke depan sampai makanan berkontak dengan gigi,
sebagai tanda dimulainya proses pemotongan makanan, setelah itu mandibula beretrusi.
 Retrusi mandibula berhenti ketika terdapat resistensi terhadap makanan.
 Pada saat gigi geligi rahang bawah menekan makanan, tegangan otot akan meningkat
dan pergerakan gigi akan berubah dalam bentuk gerakan beraturan yang terus menerus.
Regulasi Pengunyahan
 Pergerakan mandibula dicetuskan oleh beberapa reseptor sensori yang disampaikan ke
sistem saraf pusat melalui serabut saraf afferen. Aktivitas ini akan menyebabkan
kontraksi dan relaksasi dari otot-oto pengunyahan. Koordinasi dan ritmisitas dari
mastikasi berkaitan dengan aktivitas 2 refleks batang otak: gerakan menutup &
membuka mandibula.
 Refleks membuka rahang diaktifkan oleh stimulasi mekanis (tekanan pada ligamen
periodontal dan mekanoreseptor mukosa). Eksitasi pada otot pembuka rahang akan
menghambat kontraksi dari otot-otot penutup rahang.
 Saraf yang mengatur pergerakan rahang N. V (Trigeminus), keluar berupa radiks
motorial dan sensorial yang terpisah dan radiks sensorial memiliki ganglion yang besar.
Serabut sensoriknya berhubungan dengan ujung saraf (untuk sensasi umum pada wajah,
bagian depan kepala, mata, cavum nasi, sebagian MAE dan membrane tymphani,
membran mukosa cavum oris termasuk anterior lingua, gigi geligi dan struktur
pendukungnya).

 Macam-macam oklusi (Diana, R., 2013)


Pengelompokan oklusi menurut Angle dilihat dari hubungan M1 permanen dan susunan
gigi terhadap garis oklusi, diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:
a. Oklusi normal
Hubungan gigi-geligi dimana tonjol mesiobukal M1 permanen maksila berada pada
groove bukal M1 permanen mandibula dan gigi tersusun dalam garis oklusi.
b. Maloklusi Klas I (Neutroklusi)
Hubungan normal antero-posterior dari mandibula dan maksila. Tonjol mesiobukal
cusp M1 permanen maksila berada pada bukal groove M1 permanen mandibula.
Terdapat relasi lengkung antero-posterior yang normal dilihat dari relasi M1
permanen. Kelainan yang menyertai maloklusi klas I gigi berjejal, rotasi, dan
protrusi.
c. Maloklusi Klas II (Distoklusi)
Tonjol mesiobukal cusp M1 permanen maksila berada lebih mesial dari bukal groove
gigi M1 permanen mandibula.
d. Maloklusi Klas III (Mesioklusi)
Tonjol mesio-bukal cusp M1 permanen maksila berada lebih distal dari bukal groove
gigi M1 permanen mandibula dan terdapat anterior crossbite (gigitan silang anterior).

Sumber: Profit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary orthodontics. 4th ed. Canada:
Elsevier, 2007: 3-5, 201-19.

 OKLUSI, dibagi menjadi 2, yaitu (Ardhana, 2010):


a. Oklusi statis kontak permukaan oklusal gigi-gigi rahang bawah terhadap antagonisnya
b. Oklusi dinamis pergerakan mandibula menutup dari rest position hingga permukaan
oklusal gigi-gigi bawah berkontak dengan antagonisnya dan kondilus berada pada posisi
paling posterior (tanpa paksaan) dalam TMJ.
 Macam-macam oklusi:
a. Oklusi sentrik
b. Oklusi eksentrik:
Oklusi distal
Oklusi mesial
Oklusi labial
Oklusi lingual
Oklusi habitual
c. Rest position – Free way space

DAFTAR PUSTAKA

Agtini, M. D. 2010. Efektivitas Pencegahan Karies dengan Atraumatic Restorative Treatment


dan Tumpatan Glass Ionomer Cement Dalam Pengendalian Karies di Beberapa Negara.
Media Litbang Kesehatan Vol.20. No.1. Badan Peneltian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI.

Ardhana, W. 2010. Orthodonsia II Diagnosis Ortodontik. Bahan Ajar Ortodonsia. Fakultas


Kedokteran Gigi, Universitas Gajah Mada

Diana, R. 2013. Gambaran Estetis Wajah Menurut Merrifield Pada Oklusi Normal Mahasiswa Fkg
Usu Ras Deutro Melayu. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Firda, A. Z. 2016. Pengaruh Aplikasi Fiber Braided Polyethylene Terhadap Kekuatan Tekan Resin
Komposit Nanofil. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Hutagalung, P. S. 2011. Restorasi Rigid Resin Komposit pada Gigi Posterior. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Irawan, B. 2015. Material Restorasi Direk Kedokteran Gigi Saat Ini. Journal of Dentistry
Indonesiai. 11(1): 24-28

Raditya, A. W. 2018. Perbedaan Indeks Bolton Anterior Berdasarkan Jenis Kelamin pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Semarang. Thesis.
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Ramli, F. I. 2019. Hubungan Tingkat Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Mahasiswa dalam


Melakukan Prosedur Penumpatan Metode Atraumatic Restorative Treatment (Art) Kajian di
Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Kupang. Thesis. Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
Sari, M. K., Erinda, B. L., dan Pattrisha, R. 2012. Macam-Macam Restorasi Non Plastis. Fakultas
Kedokteran, Program Studi Kedokteran Gigi, Universitas Sriwijaya.

Suhartini. 2011. Fisiologi Pengunyahan pada Sistem Stomatognati. J.K.G Unej. 8(3): 122-126

WebMD. 2019. Dental Health and Tooth Fillings. Diambil dari https://www.webmd.com/oral-
health/guide/dental-health-fillings pada 18 Maret 2021.
Willy, T. 2018. Tambal Gigi, Ini yang Harus Anda Ketahui. Diambil dari
https://www.alodokter.com/tambal-gigi-ini-yang-harus-anda-ketahui pada 18 Maret 2021.
Sulastri, S. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Gigi Dental Material Edisi Tahun 2017. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai