Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PEMICU 3 BLOK 18

“Tidak bisa gigit depan”

Disusun oleh :

Michael D.J. Siregar

Kelompok pemicu : 2

190600176
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Maloklusi kelas III merupakan salah satu kelainan yang jarang ditemukan. Menurut hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran Bandung, hanya terdapat 3,3 % dari pasien yang termasuk maloklusi
kelas III. Penderita prognatisme mandibula mengeluh tentang kesukaran dalam pengunyahan dan
terdapat gangguan fungsi bicara. Umumnya mereka menyadari akan deformitas yang diakibatkan
oleh protrusi rahang bawah dan seringkali merasa malu, sehingga dapat merusak kebahagiaan
mereka dan mengganggu status sosial. Penyebab dari maloklusi kelas III ini bermacam-macam,
antara lain karena faktor keturunan, gangguan hormonal, kelainan prenatal dan pengaruh
lingkungan pada waktu anak dalam masa pertumbuhan.

1.2 Deskripsi pemicu

Seorang anak perempuan usia 13 tahun, datang bersama dengan ibunya ke RSGM USU,
dengan keluhan gigi depan berjejal dan wajah miring.

Dari pemeriksaan klinis didapati :

- Ekstra oral terdapat bentuk wajah leptoprosopic, profil wajah lurus, dan wajah asimetri
ringan;

- Intra oral : pasien memiliki oral higiene buruk, dengan gingiva terlihat oedem dan
kemerahan pada regio anterior rahang atas dan bawah. Pada pemeriksaan dengan prob, didapati
gingiva berdarah pada probing (BOP +) dan pseudopoket. Pasien memiliki hubungan molar
kanan Klas I dan kiri Klas III. Gigi berjejal anterior rahang atas dan bawah disertai, gigitan
silang anterior pada gigi 12, 22 dan 23

- Analisis fungsi terlihat adanya traumatik oklusi gigi 13 terhadap 44 pada saat oklusi sentrik
dan lengkung rahang terlihat bergeser ke kiri.
Pasien sedang direncakan pembuatan piranti ortodonti lepasan sederhana untuk mendorong
gigi anterior rahang atas menggunakan ekspansi bilateral dan beberapa piranti aktif (Z-spring
pada gigi 12, 22 dan 23), serta menarik gigi anterior bawah ke lingual menggunakan labial bow.
BAB II

Pembahasan
1. Apakah diagnosis periodontal pasien tersebut? (Perio)

Sumber : Caton, J. G., Armitage, G., Berglundh, T., Chapple, I. L., Jepsen, S., Kornman, K. S.,
... & Tonetti, M. S. (2018). A new classification scheme for periodontal and peri‐implant
diseases and conditions–Introduction and key changes from the 1999 classification.

EL YUSSA, M. G. (2018). EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL UBI JALAR UNGU (Ipomoea


batatas L) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas gingivalis
PENYEBAB GINGIVITIS SECARA in vitro (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Semarang).
Berdasarkan Classification of Periodontal and Peri-Implant Disease and Conditions 2017
oleh AAP, kasus diatas masuk ke dalam klasifikasi Gingivitis-dental biofilm-induced, Mediated
by systemic or local risk factors. Gingivitis merupakan inflamasi atau peradangan yang
mengenai jaringan lunak di sekitar gigi yaitu jaringan gingiva (Nevil, 2002). Gambaran klinis
gingivitis adalah kemerahan yang muncul pada margin gingiva, pembesaran pembuluh darah di
jaringan ikat subepitel, hilangnya keratinisasi dari permukaan gingiva dan perdarahan pada saat
probing. Pembengkakan dan hilangnya tekstur free gingiva mencerminkan hilangnya jaringan
ikat fibrous (Lang, NP. et al., 2009). Berdasarkan kasus, kita dapat mengetetahui bahwa pasien
memiliki oral higiene buruk, dengan gingiva terlihat oedem dan kemerahan pada regio anterior
rahang atas dan bawah. Pada pemeriksaan dengan probe periodontal, didapati gingiva berdarah
pada probing (BOP +) dan pseudopoket. Berdasarkan hasil pemeriksaan intra oral, gingiva
terlihat oedem dan kemerahan pada regio anterior rahang atas dan bawah,gingiva berdarah pada
probing (BOP +) dan pseudopoket merupakan gambaran klinis yang menunjukkan gingivitis dan
gigi berjejal pada pasien sebagai etiologi yang menyebabkan gingivitis itu sendiri.
2. Bagaimana perawatan periodontal pasien tersebut? (Perio)

Sumber : Manson, J. D., Eley, B. M.; 1993. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics). Alih
bahasa: drg. Anastasia S. Editor: drg. Susianti K. 2nd ed. Jakarta: Hipokrates

Handayani, N. K. A. S. S. (2019). GAMBARAN GINGIVITIS PADA IBU HAMIL DI


PUSKESMAS MANGGIS II KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2019 (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Denpasar).

Pada perawatan gingivitis akibat maloklusi perawatan ortodonti adalah tindakan pertama
yang harus dilakukan. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terutama penyikatan gigi yang
benar merupakan langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Adapun teknik penyikatan yang
baik adalah harus sederhana, tepat, efisien, dan dapat membersihkan semua permukaan gigi dan
gusi, terutama saku gusi dan interdental, teknik menyikat gigi harus sistematik agar tidak ada
gigi yang terlewati, gerakan sikat gigi tidak boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi atau
abrasi pada gigi, menyikat gigi sebaiknya dilakukan minimal dua kali sehari yaitu pada pagi hari
sesudah makan dan malam hari sebelum tidur dengan menggunakan sikat gigi khusus bagi
pasien yang sedang dirawat ortodonti (Manson dan Eley, 1995).

Menurut Menson dan Eley (1993), perawatan gingivitis terdiri dari tiga komponen yang
dapat dilakukan bersama yaitu:

a. Interaksi kebersihan mulut


b. Menghilangkan plaque dan calculus dengan scalling
c. Memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plaque

Ketiga macam perawatan ini saling berhubungan, pembersihan plaque dan calculus tidak
dapat dilakukan sebelum faktor-faktor retensi plaque diperbaiki. Membuat mulut bebas plaque
dan calculus ternyata tidak memberikan manfaat bila tidak dilakukan upaya untuk mencegah
pertumbuhan deposit plaque. Menurut Fedi, Verrno, dan Gray (2000), ada beberapa prinsip
fundamental yang dapat diterapkan pada setiap pasien yaitu antara lain: berikan intruksi secara
sederhana dan mudah dipahami, jangan memberikan intruksi/materi terlampau banyak dalam
satu waktu, selalu memeberikan semangat kepada pasien, lakukan pengawasan yang
berkeseimbangan, dan bersikap fleksibel. Menurut Mewman dan Carranza (2000), alat dan bahan
yang digunakan untuk melakukan prosedur pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang efektif
antara lain: sikat gigi, benang gigi, sikat gigi interdental. Adapun cara yang dapat dilakukan
dengan kontrol plaque, menyikat gigi, dental flosiing, berkumur-kumur dan kontrol kimia.

3. Jelaskan secara ringkas diagnosis dental, dan etiologi maloklusi kasus di atas.(Orto)

Sumber : Malik, I. (1989). MALOKLUSI KELAS III ANGLE. Universitas Padjajaran

Maloklusi Angle Klas III sub-divisi dengan Modifikasi Dewey tipe III.

Maloklusi Angle Klas III Sub-Divisi merupakan maloklusi kelas III yang pada kasusnya
yang menderita hanya satu sisi saja (unilateral) sedangkan untuk sisi lainnya netroklusi atau
Kelas I dan Maloklusi Angle Klas III : Tipe III sendiri ini dikarenakan pada pemeriksaan intra
oral didapati crossbite anterior pada gigi 12, 22, dan 23.

Etiologi Maloklusi Angle Klas III Sub-Divisi

Pertumbuhan yang berlebihan dari mandibula mempunyai penyebab yang bermacam -


macam, dapat karena keturunan, dapat disebabkan gangguan hormonal, dapat pula karena
penyakit-penyakit depresiensi den infeksi, kelainan prenatal dan pengaruh lingkungan pada
waktu anak dalam masa pertumbuhan.

Penyebab yang dapat secara langsung menimbulkan maloklusi kelas III adalah :

1. Makroglosi.
2. Trauma.
3. Kebiasaan-kebiasaan jelek, seperti : menonjolkan lidah, - mengisap jari dan sebagainya.
4. Gigi susu posterior atas yang tanggal sebelum nya waktu
5. Gigi susu molar bawah yang tanggal sebelum waktunya.
6. Retensi yang terlalu lama dari insisif susu atas.
4. Apa nama analisis fungsi yang tepat dalam mendiagonasis etiologi kasus tersebut?
Jelaskan secara ringkas tahapan prosedur analisis fungsi dalam menegakkan diagnosis
asimetri pada kasus di atas. (Orto)

Sumber : Aprilia, Z. (2019). Gambaran Lebar Wajah, Lebar Mandibula, dan Indeks Mandibulo-
Facial Ras Proto-Melayu.

Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis fungsional adalah:

a. Adanya oklusi traumatic atau initial contac


b. Keadaan waktu istirahat fisiologis
c. Jalannya mandibula dari waktu istirahat fisiologis sampai tercapainya maloklusi
d. Bunyi pada artikulatio mandibularis sewaktu berfungsi
e. Posisi bibir atas dan bawah terhadap gigi depan atas atau gigi depan bawah pada waktu
mengunyah, menelan, berbicara dan bernafas
f. Posisi lidah waktu berfungsi

PEMERIKSAAN HASIL PERCOBAAN

 Percobaan Blanche Test

Dilakukan bila terjadi central diastema. Gunanya untuk mengetahui apakah diastema tersebut
disebabkan oleh kelainan frenulum labialis superior atau bukan. Caranya : Bibir ditarik ke atas
kemudian dilihat kepucatan akibat tarikan tersebut. Jika daerah kepucatan terlihat sampai
menyeberang ke palatum berarti diastema tersebut disebabkan oleh kelainan frenulum.

 Control reflek otot ala nasi (ala musculator)

Untuk mengetahui apakah pasien bernafas melalui mulut atau tidak. Caranya: Pasien disuruh
menutup mulut rapat&rapat lalu disuruh tarik nafas panjang melalui hidung. Pada pasien yang
normal akan tampak dilatasi pada nosetril nosetrilnya. Semua pasien dapat melakukan
percobaan ini kecuali yang mengalami nasal stenosis atau nasal congesti.

 Percobaan cotton butterfly


Fungsinya sama dengan control reflek ala nasi. caranya : Ambil kapas tipis dan dibentuk
seperti kupu-kupu. lalu tempelkan pada bibir atas di daerah philtrum. Amati pergerakan kapas
saat pasien bernafas. Apakah gerakan kedua sayap, satu sayap atau keduanya tak bergerak. Dari
sini dapat diketahui apakah pasien bernafas normal, dengan salah satu lubang hidung atau
bernafas lewat mulut.

 Metode Thomson dan Brodie

Jika pasiennya deep over bite caranya : Pasien duduk dengan kepala tegak memandang lurus
ke depan dan bidang frankfurt horisontal sejajar lantai. Tentukan titik spinal nasalis Anterior
(NSA), tandai. Tentukan titik nation (Na), tandai. Tentukan titik gnation (Gn), tandai. Dengan
slinding ukurlah jarak SNA ke Na. Misalnya Na-SNA = 43, maka SNA-Gn= 57. Sebab menurut
rumus bahwa Na-Gn=100

Analisis index wajah

Analisa ini menggunakan beberapa titik yang dibutuhkan dalam pengukuran, antara lain:
a. Nasion (N) : titik tengah dari pangkal hidung pada sutura frontonasal b. Gnation (Gn) : titik
paling bawah pada rahang bawah (mandibula) yang dipotong oleh bidang median-sagital. c.
Zygomaticum (Zy) : titik paling pinggir lengkung zygomaticum Indeks wajah diukur dari titik
Nasion (N) ke Gnathion (Gn), dibagi dengan lebar bizygomatik yang diukur dari Zygion kanan
dan kiri (Zyr-Zyl). Indeks wajah ditentukan dengan membagi tinggi wajah (dari nasion ke
gnation) dengan lebarnya (dari zygomatic kanan ke zygomatic kiri) dan hasilnya dikalikan
dengan 100; kemudian diklasifikasikan sebagai berikut [3]: euryprosopic (≤80,9%),
mesoprosopic (antara 81% - 93%), dan leptoprosopic (≥93,1%)
Simetrisitas wajah

Asimetri yang dikatakan normal ini biasanya dihasilkan dari perbedaan ukuran yang kecil
antara dua sisi, harus dibedakan dari dagu atau hidung yang menyimpang ke satu sisi, yang dapat
menghasilkan disproporsi yang parah dan masalah estetik. Garis tengah wajah dapat dibentuk
menggunakan dua landmark utama. Mid-philtrum dari bibir atas (Cupid’s bow) akan berada di
garis tengah wajah, kecuali dalam keadaan seperti celah bibir. Garis yang menghubungkan titik
ini ke daerah glabella, di tengah antara alis, membentuk garis tengah wajah. Pada wajah yang
simetris, garis ini akan memanjang hingga titik tengah dari dagu. Jika terdapat asimetri pada titik
dagu, penting dilakukan pemeriksaan dari bidang oklusal maksila. Asimetri ringan pada titik
dagu dapat dihasilkan oleh perpindahan lateral mandibula saat menutup jika terdapat gangguan
oklusal.

Proporsi wajah

Wajah dapat dibagi menjadi tiga bagian secara vertikal. Sepertiga atas wajah memanjang
dari titik tumbuh rambut hingga ke glabella, sepertiga tengah wajah dari glabella ke subnasal,
dan sepertiga bawah wajah dari subnasal hingga menton. Pada ras Kaukasia, sepertiga tengah
wajah lebih kecil dari sepertiga atas, dan sepertiga tengah serta sepertiga atas wajah lebih kecil
dari sepertiga bawah. Pada ras Asia, sepertiga tengah wajah seringkali lebih besar dari sepertiga
atas dan sama dengan sepertiga bawah, dan sepertiga atas wajah lebih kecil dari sepertiga bawah.
Sepertiga bawah dari wajah dibagi lagi menjadi bagiannya sendiri, yaitu bibir atas, bibir bawah,
dan dagu. Secara horizontal, proporsi wajah dibagi menjadi lima bagian, yaitu lebar dari kedua
mata, jarak intercanthal, dan lebar hidung. Jarak intercanthal sama dengan lebar dasar hidung.

Profil wajah

Pemeriksaan profil wajah dilakukan untuk menilai hubungan rahang dan jaringan lunak, baik
anteroposterior dan vertikal.20 Graber menggunakan empat titik anatomis dan garis referensi Gl-
Pog sebagai acuan untuk menentukan profil wajah. Keempat titik tersebut antara lain:

1. Glabella (Gl): bagian paling menonjol di bagian tengah antara alis mata kanan dan kiri
2. Lip contour atas (Lca): titik terdepan bibir atas
3. Lip contour bawah (Lcb): titik terdepan bibir bawah
4. Pogonion (Pog): titik terdepan dagu di daerah simfisis mandibula

Gambaran profil wajah dapat diketahui dengan melihat hubungan antara titik pertemuan Lca
dan Lcb dengan posisi garis Gl-Pog sehingga didapatkan sebagai berikut:

1. Concave (cekung): titik pertemuan Lca-Lcb berada di belakang garis Gl Pog


2. Straight (lurus): titik pertemuan Lca-Lcb berada tepat pada garis Gl-Pog
3. Convex (cembung): titik pertemuan Lca-Lcb berada di depan garis Gl-Pog
5. Sebutkan pergerakan gigi yang dihasilkan oleh aktivasi dari ekspansi bilateral, z-spring
serta labial bow rahang bawah? (Orto)

Sumber : Puspasari, F. D. (2020). PROSEDUR PEMBUATAN PLAT EKSPANSI MALOKLUSI


ANGLE KLAS I PADA KASUS CROWDED ANTERIOR RAHANG ATAS DAN RAHANG
BAWAH (STUDI MODEL) (Doctoral dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).

Amin, M. N., & Permatasari, N. (2017). Aspek biologis pergerakan gigi secara
ortodonsi. STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 13(1), 22-27.

Pergerakan tipping

Pergerakan tipping ialah pergerakan gigi dimana gigi yang miring dapat ditegakkan dan
gigi yang tegak dapat dimiringkan untuk mendapatkan hasil yang baik juga oklusi yang harmonis
sesuai dengan bentuk lengkung gigi. Tipe pergerakan ini merupakan yang paling sederhana dan
mudah dilakukan. Tekanan ortodonsia diaplikasikan pada satu titik di mahkota gigi yang
menyebabkan gigi miring menjauhi arah tekanan. Mahkota gigi bergerak searah dengan gaya
sedangkan apeks gigi bergerak dalam arah yang berlawanan

Labial bow

Sesuai dengan namanya busur labial merupakan kawat melengkung yang menempel pada
permukaan labial gigi-gigi. Fungsi busur labial : Untuk meretraksi gigi-gigi depan kearah
lingual/palatal, untuk mempertahankan lengkung gigi dari arah labial, untuk mempertinggi
retensi dan stabilitas alat, serta untuk tempat pematrian pir-pir

Z Spring

Bumper veer terbuka/z spring berfungsi untuk menggerakkan gigi individual kearah
labial atau bukal. Dibuat dengan mematrikan kawat pada satu titik pada mainwire, membentuk
sudut 450 terhadap garis singgung lingkaran mainwire kemudian dibengkokkan sejajar mainwire
mendekati dan menempel pada gigi yang akan digerakkan dari arah palatal atau lingual.
6. Jelaskan prognosa keberhasilan perawatan kasus diatas. Apa yang terjadi bila maloklusi
ini dibiarkan? (Orto)

Sumber : Erwansyah, E., Basra, J. R., & Damayanyi, R. (2020). Factors affecting treatment
decisions for Class I malocclusions. Makassar Dental Journal, 9(3), 174-176.

Faktor yang mempengaruhi prognosa, diantaranya :


1. Etiologi maloklusi
 Jika etiologi dihilangkan sempurna, prognosa menjadi lebih baik.
 Jika yang menjadi etiologi sampai sekarang masih aktif dan kemungkinannya amat
sukar atau hanya sebagian saja bisa dihilangkan berangsur-angsur maka hasil perawatan
yang dicapai adalah tidak stabil.
 Jika etiologi maloklusi itu tidak diketahui maka prognosa perawatan dalam hal ini juga
belum tentu.
Berdasarkan kasus, maloklusi diketahui dan dapat dilakukan perawatan untuk
menghilangkannya, maka prognosis perawatannya baik. Namun jika maloklusi ini
dibiarkan, prognosis perawatan menjadi buruk.
2. Tipe anak / Sikap anak
Jika anak memang mau dirawat, hasilnya lebih baik daripada jika anak tersebut dipaksa
untuk dirawat.
Kondisi anak :
 Seorang anak yang mempunyai kondisi umum sehat, prognosisnya lebih baik daripada

kondisi anak itu buruk.


 Jika seorang anak mempunyai tanggung jawab, prognosa lebih baik dibandingkan

dengan seorang anak yang masih dikontrol orang tuanya


3. Sifat orang tua
Orang tua yang mempunyai pengertian membantu lebih besar berhasilnya perawatan
daripada orang tua yang tidak peduli atau teledor
4. Keadaan tulang
Keadaan tulang yang sehat mempunyai susunan normal memberikan prognosa lebih baik
dibandingkan tulang rahang yang tidak sehat dan tidak normal
5. Derajat maloklusi
Jika maloklusi yang dihadapi ringan, maka prognosa lebih baik dibandingkan dengan jika
maloklusi berat
6. Penemuan roentgenologis
 Dengan sefalometri bisa ditentukan adanya dental dysplasia dan skeletal dysplasia,
skeletal dysplasia dengan perawatan memakai pesawat maka prognosa lebih jelek jika
dibandingkan dengan perawatan chirurgis.
 Penemuan-penemuan roentgenologis yang lain :
1. Kelaianan-kelaianan tulang yang patologis
2. Gigi yang tidak ada / terpendam
3. Keadaan akar
7. Banyak gigi yang digerakkan dan panjang gerakan gigi diperlukan
Makin jauh digerakkan gigi dan makin banyak gigi yang akan digerakkan maka prognosa
lebih buruk dibandingkan jika jarak dan jumlah gigi yang akan kita gerakkan lebih sedikit.

Berdasarkan skenario, prognosis perawatan secara keseluruhan pasien tersebut dapat dikatakan
baik.
BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan

Maloklusi merupakan suatu keaadan abnormal dentofasial yang mengganggu fungsi


pengunyahan, penelanan, berbicara serta keserasian wajah. Kontak oklusi yang tidak tepat bisa
menimbulkan masalah misalnya penyakit periodontal atau gangguan fungsi sendi
temporomandibular. Struktur periodontal yang sehat meliputi gingiva, sementum, ligamen
periodontal dan tulang alveolar. Oklusi normal dan keteraturan gigi secara anatomis dan
fungsional di lengkungan masing-masing penting untuk pengembangan dan pemeliharaan gigi
yang sehat. Reaksi tulang dan ligamen tergantung pada besarnya, durasi dan arah tekanan.
Trauma oklusi diketahui menyebabkan perubahan pada jaringan periodontal. Trauma oklusi
menyebabkan hipermobilitas pada gigi. Pada struktur periodontal, trauma oklusi berkontribusi
lebih jauh dan lebih cepat menyebabkan inflamasi apikal dan kerusakan tulang

3.2 Saran

Sebelum melakukan perawatan ortodonti, sebaiknya sebagai dokter selalu melakukan kontrol
plak terlebih dahulu, seperti scalling dan root planning untuk menghilangkan plak dan kalkulus
agar tidak menjadi faktor penghambatan dalam perawatan ortodonti.
Daftar Pustaka
1. Caton, J. G., Armitage, G., Berglundh, T., Chapple, I. L., Jepsen, S., Kornman, K. S., ... &
Tonetti, M. S. (2018). A new classification scheme for periodontal and peri‐implant diseases
and conditions–Introduction and key changes from the 1999 classification.
2. EL YUSSA, M. G. (2018). EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL UBI JALAR UNGU
(Ipomoea batatas L) DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Porphyromonas
gingivalis PENYEBAB GINGIVITIS SECARA in vitro (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
3. Manson, J. D., Eley, B. M.; 1993. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics). Alih
bahasa: drg. Anastasia S. Editor: drg. Susianti K. 2nd ed. Jakarta: Hipokrates
4. Handayani, N. K. A. S. S. (2019). GAMBARAN GINGIVITIS PADA IBU HAMIL DI
PUSKESMAS MANGGIS II KABUPATEN KARANGASEM TAHUN 2019 (Doctoral
dissertation, Poltekkes Kemenkes Denpasar).
5. Malik, I. (1989). MALOKLUSI KELAS III ANGLE. Universitas Padjajaran
6. Aprilia, Z. (2019). Gambaran Lebar Wajah, Lebar Mandibula, dan Indeks Mandibulo-Facial
Ras Proto-Melayu.
7. Puspasari, F. D. (2020). PROSEDUR PEMBUATAN PLAT EKSPANSI MALOKLUSI ANGLE
KLAS I PADA KASUS CROWDED ANTERIOR RAHANG ATAS DAN RAHANG BAWAH
(STUDI MODEL) (Doctoral dissertation, Poltekkes Tanjungkarang).
8. Amin, M. N., & Permatasari, N. (2017). Aspek biologis pergerakan gigi secara
ortodonsi. STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 13(1), 22-27.
9. Erwansyah, E., Basra, J. R., & Damayanyi, R. (2020). Factors affecting treatment decisions
for Class I malocclusions. Makassar Dental Journal, 9(3), 174-176.

Anda mungkin juga menyukai