SKENARIO 4
Tutor : drg. Achmad Gunadi, M.S., Ph.D.
Kelompok Tutorial E
Anggota Kelompok :
1. Ghafran Nailul Farchi (161610101041)
2. Sunana Ageng Hikmawati (161610101042)
3. Nafra Glenivio Agretdie (161610101043)
4. Khairunnisa Fadhilatul Arba (161610101044)
5. Firmansyah Adi Pradana (161610101045)
6. Liyathotun Fatimah (161610101046)
7. Hamy Rafika Pratiwi (161610101047)
8. Shintia Dwi Pramesty (161610101048)
9. Endang Nur Hidayati (161610101049)
10. Windy Nanda Eriyati (161610101050)
Seorang ibu bersama anak laki-lakinya yng berusia 9 datang ke RSGM Unej ingin
memeriksakan gigi anaknya yang dirasakan tidak beraturan. Ibu menceritakan pada umur 8
tahun gigi susu depan atas belum tanggal sedangkan gigi dewasa sudah tumbuh di dalam.
Pemeriksaan klinis menunjukkan terdapat gigitan silang anterior. Selanjutnya dokter
melakukan pembuatan model studi, pemeriksaan intra oral, ekstra oral, fungsional dan
merujuk penderita untuk melakukan foto Sefalometri dan panoramik. Hasil pemeriksaan
adalah sebagai berikut : Profil cekung, Relasi bibir atas dan bawah kompeten, Relasi molar
kanan dan kiri Neutroklusi, Tidak terdapat pergeran garis median, Overjet 11 dan 21 terhadap
41 dan 31 negatif 1, overbite normal, Diskreapsi pada model RA -4,5 dan RB -3, SNA =
82° , SNB = 80°, pemeriksaan foto panoramik benih gigi lengkap dengan pola erupsi normal.
Dari hasil pemeriksaan dokter dapat menentukan diagnosis.
1. Foto sefalometri
Foto yang digunakan untuk mengukur bagian-bagian kepala untuk
mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial.
Kegunaan foto sefalometri adalah :
a. Untuk mempelajari pertumbuhan kraniofasial
b. Untuk melakukan diagnosis atau analisa kelainan
c. Untuk mempelajari tipe wajah
d. Untuk menunjukkan abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah
e. Untuk evaluasi kasus yang akan dirawat
f. Untuk menentukan rencana perawatan.
2. SNA dan SNB
Merupakan penggunaan titik skeletal pada sefalometri.
a. S = selatursika, yang terletak di tengah outline Ptiutari
b. N = nation, yang terletak paling inferior dan anterior tulang frontal
c. A = yang terletak pada bagian paling posterior dari bagian depan tulang
maksila
d. B = terletak pada titik paling posterior dari batas anterior mandibula.
SNA adalah hubungan posisi antero-posterior dari basis apikal maksila
terhadap basis yang melalui basis kranii anterior, normal 82°±2. Jika nilai
SNA Lebih dari 84º tipe wajah cembung/protrusif. Kurang dari 80º tipe wajah
cekung/retrusif.
SNB adalah hubungan posisi antero posterior dari basis apikal mandibula
terhadap garis yang melalui basis kranii anterior, normal 80°±2º. Jika nilai
SNB Lebih dari 82º tipe wajah cekung dan kurang dari 78º tipe wajah
cembung.
3. Diskrepansi
Perbedaan antara tempat yang tersedia (tempat yang ada untuk tumbuhnya
benih gigi permanen dalam lengkung dan sudut inklinasi yang benar) dengan
tempat yang dibutuhkan (tempat yang berguna untuk tumbuhnya benih gigi
permanen dalam lengkung dan sudut inklinasi yang benar) untuk menentukan
perawatan orthodontik dengan atau tanpa ekstraksi.
Untuk menentukan adanya kekurangan atau kelebihan space gigi geligi
berdasarkan model studi untuk digunakan dalam menentukan rencana
perawatan.
4. Available space
Tempat di sebelah mesial gigi molar pertama permanen kiri sampai esial giig
molar pertama permanen kanan untuk tempat tumbuhnya gigi permanen
pengganti dalam lengkung yang benar.
Ada 3 metode dalam menentukan available space, yaitu :
1. metode moyers
2. lundstorm
3. nance
KELUHAN
PASIEN
ANALISIS
ORTODONSIA
DIAGNOSIS
PROGNOSIS
RENCANA
PERAWATAN
STEP 5 : Learning Objective
Gambar : Penilaian kesimetrisan lengkung gigi A. Symmetograph, B. Untuk menilai kesimetrisan lengkung gigi,
kedua jarum penunjuk pada symmetograph diletakkan pada bidang median raphe.
c. Analisis Bolton
Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang bawah
terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya. Rasio yang
diperoleh membantu dalam mempertimbangkan hubungan overbite dan
overjet yang mungkin akan tercapai setelah perawatan selesai, pengaruh
pencabutan pada oklusi posterior dan hubungan insisif, serta oklusi yang
tidak tepat karena ukuran gigi yang tidak sesuai. Rasio keseluruhan
diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 12 gigi rahang bawah
dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang atas dan dikalikan 100. Rasio
keseluruhan sebesar 91,3 berarti sesuai dengan analisis Bolton, yang akan
menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang ideal. Jika rasio
keseluruhan lebih dari 91,3 maka kesalahan terdapat pada gigi rahang
bawah. Jika rasio kurang dari 91,3 berarti kesalahan ada pada gigi rahang
atas. Pada tabel Bolton diperlihatkan gambaran hubungan ukuran gigi
rahang atas dan rahang bawah yang ideal. Pengurangan antara ukuran gigi
yang sebenarnya dan yang diharapkan menunjukkan kelebihan ukuran
gigi. Rasio anterior diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 6 gigi
rahang bawah dibagi dengan jumlah 6 gigi rahang atas dan dikalikan 100.
Rasio anterior 77,2 akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet
yang ideal jika kecondongan gigi insisif baik dan bila ketebalan
labiolingual tepi insisal tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari 77,2
berarti terdapat kelebihan ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika kurang
dari 77,2 maka terdapat kelebihan jumlah ukuran gigi rahang atas.15,17
d. Analisis Howes
Howes memikirkan suatu rumusan untuk mengetahui apakah basis apikal
cukup untuk memuat gigi geligi pasien. Panjang lengkung gigi (Tooth
Material/ TM) adalah jumlah lebar mesiodistal gigi dari molar pertama kiri
sampai dengan molar pertama kanan. Lebar lengkung basal premolar atau
fosa kanina (Premolar Basal Arch Width/ PMBAW) merupakan diameter
basis apikal dari model gigi pada apeks gigi premolar pertama, yang
diukur menggunakan jangka sorong atau jangka berujung runcing. Rasio
diperoleh dari membagi PMBAW dengan TM dikalikan 100. Howes
percaya bahwa dalam keadaan normal perbandingan PMBAW dengan TM
kira-kira sama dengan 44%, perbandingan ini menunjukkan bahwa basis
apikal cukup lebar untuk menampung semua gigi. Bila perbandingan
antara PMBAW dan TM kurang dari 37% berarti terjadi kekurangan
lengkung basal sehingga perlu pencabutan gigi premolar. Bila lebar basal
premolar lebih besar dari lebar lengkung puncak premolar, maka dapat
dilakukan ekspansi premolar. Analisis Howes berguna pada saat
menentukan rencana perawatan dimana terdapat masalah kekurangan basis
apikal dan untuk memutuskan apakah akan dilakukan: (1) pencabutan gigi,
(2) memperluas lengkung gigi atau (3) ekspansi palatal.3
e. Index Pont
Pont memikirkan sebuah metoda untuk menentukan lebar lengkung ideal
yang didasarkan pada lebar mesiodistal mahkota keempat insisif rahang
atas. Pont menyarankan bahwa rasio gabungan insisif terhadap lebar
lengkung gigi melintang yang diukur dari pusat permukaan oklusal gigi,
idealnya adalah 0,8 pada fosa sentral premolar pertama dan 0,64 pada fosa
sentral molar pertama. Pont juga menyarankan bahwa lengkung rahang
atas dapat diekspansi sebanyak 1-2 mm lebih besar dari idealnya untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya relaps13
Gambar: Pengukuran lebar lengkung gigi pada analisis Pont. Patokan yang digunakan adalah
sentral fosa premolar pertama permanen dan molar pertama permanen.
Gambar: Untuk menghitung perbesaran yang terjadi dilakukan pembandingan antara ukuran pada
A. Model studi dengan, B. Gambaran radiografi periapikal.
Gambar: Pengukuran ruangan yang tersedia untuk gigi 3, 4, 5 dilakukan setelah keempat geligi anterior
menempati kedudukan yang benar pada lengkung rahang.
Tabel: Tabel probabilitas Moyers digunakan untuk memperkirakan ukuran 3, 4, 5 yang akan erupsi, baik pada
rahang atas maupun rahang bawah. Droschl membedakan ukuran 3, 4, 5 berdasarkan jenis kelamin.
c. Tanaka-Johnston
Tanaka dan Johnston mengembangkan cara lain penggunaan keempat insisif
rahang bawah untuk memperkirakan ukuran kaninus dan premolar yang belum
erupsi. Menurut mereka, metoda yang mereka temukan mempunyai keakuratan
yang cukup baik dengan tingkat kesalahan yang kecil. Metoda ini juga sangat
sederhana dan tidak memerlukan tabel atau gambaran radiografi apa pun.
Perkiraan ukuran lebar kaninus dan premolar pada satu kuadran mandibula sama
dengan setengah ukuran keempat insisif rahang bawah ditambah 10,5 mm.
Sedangkan perkiraan lebar ukuran kaninus dan premolar pada satu kuadran
maksila sama dengan ukuran keempat insisif rahang bawah ditambah 11,0 mm.
13,15
4. Analisis Fungsional
A. Path of Closure
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke
oklusi sentrik. Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi
maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang
besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan. Freeway space =
interocclusal clearance adalah jarak antarklusal pada saat mandibula dalam
posisi istirahat.16
Posisi istirahat merupakan posisi normal mandibula dalam hubungannya
dengan kerangka muka bagian atas. Otot yang bekerja pada mandibula dalam
keadaan relaksi dan kondili mandibula pada posisi retrusi pada fossa
glenoidalis. Posisi istirahat ditentukan oleh panjang anatomis otot yang
bekerja pada mandibula.16
Menurut Rahardjo (2011), ada 2 macam perkecualian path of closure
yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan displacement mandibula :
- Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan
tetapi ketika gigi mencapai oklusi maksimum mandibula dalam
posisi relasi sentrik. Ini disebut deviasi mandibula.
- Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi oleh
karena adanya halangan oklusal maka didapatkan displacement
mandibula.
B. Sendi Temporomandibula
Satu indikator penting tentang fungsi sendi temporomandibula adalah
lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35-40 mm, 7
mm gerakan ke lateral dan 6 mm ke depan. Palpasi pada otot pengunyahnya
dan sendi temporomandibula merupakan bagian pemeriksaan rutin dan perlu
dicatat tanda-tanda adanya maslah pada sendi temporomandibula, misalnya
adanya rasa sakit pada sendi, suara dan keterbatasan pembukaan 16
Perawatan ortodontik kadang-kadang dapat menghilangkan problema
pada pasien dengan gangguan pada sendi temporomandibula. Pasien perlu
diberi pengertian tentang apa yang mungkin terjadi pada simtomnya semasa
dan sesudah perawatan ortodontik 16
2. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang diagnosis
kasus sesuai skenario
Klasifikasi Maloklusi Angle
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi
Angle.6 Angle mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi molar pertama
hampir tidak pernah berubah posisinya.4,12,14
A. Maloklusi Klas I
Maloklusi klas I disebut juga neutroklusi. Maloklusi Klas I terdapat
hubungan Anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang
bawah.Tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama maksila terletak pada
groove bukal gigi molar permanen pertama mandibula. Tonjol mesiolingual
molar satu permanen maksila beroklusi dengan fossa oklusal molar satu
permanen mandibula ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan
oklusi sentrik. Ujung kaninus maksila berada pada bidang vertikal yang sama
pada ujung kaninus mandibula. Gigi-gigi premolar maksila berintegrasi dengan
cara yang sama dengan gigi-gigi premolar mandibula. Jika gigi insisivus berada
pada inklinasi yang tepat, overjet insisal sebesar 3 mm. Pada maloklusi Klas I
dapat terlihat beberapa manifestasi seperti crowding, rotasi, dan malposisi gigi.
B. Maloklusi Klas II
Maloklusi Angle Klas II disebut juga distoklusi. Terdapat hubungan
lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan
mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila.
- Maloklusi Klas II Divisi 1 : Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki karakteristik
adanya hubungan molar distoklusi dan gigi-gigi anterior maksila inklinasinya
ke labial atau protrusi, sehingga overjet lebih dari normal. 2Karakteristik
maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abnormal . Bibir atas biasanya
hipotonik , pendek, dan susah untuk menutup mulut. Keadaan tersebut
merupakan khas dari maloklusi Klas II divisi 1.
- Maloklusi Klas II Divisi 2 : Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan
molar distoklusi dan gigi insisivus sentralis maksila dalam hubungan
anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit linguoversi, sementara gigi
insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial sehingga overlap pada insisivus
sentralis. Pada maloklusi Klas II divisi 2 biasanya pasien menunjukkan
deepbite.