Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN TUTORIAL

BLOK REKAM MEDIK

SKENARIO 4
Tutor : drg. Achmad Gunadi, M.S., Ph.D.
Kelompok Tutorial E

Anggota Kelompok :
1. Ghafran Nailul Farchi (161610101041)
2. Sunana Ageng Hikmawati (161610101042)
3. Nafra Glenivio Agretdie (161610101043)
4. Khairunnisa Fadhilatul Arba (161610101044)
5. Firmansyah Adi Pradana (161610101045)
6. Liyathotun Fatimah (161610101046)
7. Hamy Rafika Pratiwi (161610101047)
8. Shintia Dwi Pramesty (161610101048)
9. Endang Nur Hidayati (161610101049)
10. Windy Nanda Eriyati (161610101050)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
SKENARIO IV

Seorang ibu bersama anak laki-lakinya yng berusia 9 datang ke RSGM Unej ingin
memeriksakan gigi anaknya yang dirasakan tidak beraturan. Ibu menceritakan pada umur 8
tahun gigi susu depan atas belum tanggal sedangkan gigi dewasa sudah tumbuh di dalam.
Pemeriksaan klinis menunjukkan terdapat gigitan silang anterior. Selanjutnya dokter
melakukan pembuatan model studi, pemeriksaan intra oral, ekstra oral, fungsional dan
merujuk penderita untuk melakukan foto Sefalometri dan panoramik. Hasil pemeriksaan
adalah sebagai berikut : Profil cekung, Relasi bibir atas dan bawah kompeten, Relasi molar
kanan dan kiri Neutroklusi, Tidak terdapat pergeran garis median, Overjet 11 dan 21 terhadap
41 dan 31 negatif 1, overbite normal, Diskreapsi pada model RA -4,5 dan RB -3, SNA =
82° , SNB = 80°, pemeriksaan foto panoramik benih gigi lengkap dengan pola erupsi normal.
Dari hasil pemeriksaan dokter dapat menentukan diagnosis.

Gambaran dari model studi adalah:


STEP 1 : Clarifying Unfamiliar Terms

1. Foto sefalometri
 Foto yang digunakan untuk mengukur bagian-bagian kepala untuk
mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial.
 Kegunaan foto sefalometri adalah :
a. Untuk mempelajari pertumbuhan kraniofasial
b. Untuk melakukan diagnosis atau analisa kelainan
c. Untuk mempelajari tipe wajah
d. Untuk menunjukkan abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah
e. Untuk evaluasi kasus yang akan dirawat
f. Untuk menentukan rencana perawatan.
2. SNA dan SNB
 Merupakan penggunaan titik skeletal pada sefalometri.
a. S = selatursika, yang terletak di tengah outline Ptiutari
b. N = nation, yang terletak paling inferior dan anterior tulang frontal
c. A = yang terletak pada bagian paling posterior dari bagian depan tulang
maksila
d. B = terletak pada titik paling posterior dari batas anterior mandibula.
 SNA adalah hubungan posisi antero-posterior dari basis apikal maksila
terhadap basis yang melalui basis kranii anterior, normal 82°±2. Jika nilai
SNA Lebih dari 84º tipe wajah cembung/protrusif. Kurang dari 80º tipe wajah
cekung/retrusif.
 SNB adalah hubungan posisi antero posterior dari basis apikal mandibula
terhadap garis yang melalui basis kranii anterior, normal 80°±2º. Jika nilai
SNB Lebih dari 82º tipe wajah cekung dan kurang dari 78º tipe wajah
cembung.
3. Diskrepansi
 Perbedaan antara tempat yang tersedia (tempat yang ada untuk tumbuhnya
benih gigi permanen dalam lengkung dan sudut inklinasi yang benar) dengan
tempat yang dibutuhkan (tempat yang berguna untuk tumbuhnya benih gigi
permanen dalam lengkung dan sudut inklinasi yang benar) untuk menentukan
perawatan orthodontik dengan atau tanpa ekstraksi.
 Untuk menentukan adanya kekurangan atau kelebihan space gigi geligi
berdasarkan model studi untuk digunakan dalam menentukan rencana
perawatan.
4. Available space
 Tempat di sebelah mesial gigi molar pertama permanen kiri sampai esial giig
molar pertama permanen kanan untuk tempat tumbuhnya gigi permanen
pengganti dalam lengkung yang benar.
 Ada 3 metode dalam menentukan available space, yaitu :
1. metode moyers
2. lundstorm
3. nance

STEP 2 : Problem Identification

1. Bagaimana cara mendiagnosis kasus pada skenario?


2. Pasien diminta untuk melakukan foto sefalometri dan panoramik, mengapa?
3. Apa fungsi dari model studi?
4. Diskrepansi pada model sesuai skenario menunjukkan apa?
5. Apa diagnosis kasus pada skenario?
6. Bagaimana prognosis kasus sesuai skenario?
7. Bagaimana rencana perawatan kasus pada skenario ?
STEP 3 : Brainstorming

1. Bagaimana cara mendiagnosis kasus pada skenario?


Pemeriksaan :
a. Pemeriksaan subyektif
Berisi tentang pertanyaan2 tentang keluhan utama dan riwayat
kesehatan pasien. Mengetahui identitas pasien, nama, umur sangat penting
untuk perawatan ortodontik karena dapat diketahui apakah gigi masih dalam
fase pertumbuhan atau tidak, serta dapat melihat pertumbuhan gigi geligi,
waktu erupsi yang sesuai, memperkirakan lama perawatan yang diperlukan.
Jenis kelamin juga menentukan karena biasanya perempuan lebih kooperatif
dan lebih sensitif dibandingkan pasien laki-laki. Alamat, pendidikan, dan suku
bangsa sangat mempemngaruhi perawatan karena berhubungan dengan tipe
muka. Selain keluhan utama dan riwayat kesehatan, juga perlu diketahui
riwayat gigi geliginya dengan diberi pertanyaan seperti apakah pernah karies?
Apakah ada gigi yang persisten? Apakah ada gigi tanggal? Apakah pernah
trauma, dicabut? Pada pasien anak-anak, harus didampingi oleh orang tua
b. Pemeriksaan obyektif
Pemeriksaan obyektif pada klinik ortodonsia yang membedakan dengan yang
lain yaitu adanya pemeriksaan fungsional, dimana pada pemeriksaan
fungsional dilakukan berbagai pemeriksaan seperti penghitungan free way
space, path of closure, dll.
- Pemeriksaan ekstra oral :
a. Tipe profil (ditarik garis imaginer antara glabela-lip contur-
simpisis)
1. Lurus  apabila glabela-lip contour-simpisis dalam garis lurus
2. Cekung  apabila simpisis lebih ke anterio dari glabela dan lip
contur)
3. Cembung  apabila simpisis lebih ke posterior dari glabela
dan lip contur)
b. Tipe kepala
1. Bracecephalic  muka pendek dan lebar, lengkung gigi lebar
2. Dolicocephalic  muka dan lengkung gigi panjang dan sempit
3. Mesocephalic  muka dan lengkung gigi parabola
c. Pemeriksaan simetri wajah
d. Pemeriksaan bibir (kompeten/inkompeten)
e. Pemeriksaan fungsi bicara (mengucapkan konsonan tertentu)
f. Kebiasaan buruk (spt mengisap jari, menggigit pensil)
- Pemeriksaan analisis
Pada pemeriksaan ortodonsia terdapat analisis model yang dapat
digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan menentukan
rencana perawatan
a. Analisis fungsional :
Pada saat anamnesis bisa sembari dilakukan. Dilihat apakah Bibir
kompeten atau inkompeten, bagaimana gerakan buka tutup mulut,
fungsi kunyah, dan sendi TMJ.
2. Pasien diminta untuk melakukan foto sefalometri dan panoramik, mengapa?
Foto sefalometri  tipe wajah, erupsi gigi geligi
Foto panoramik  untuk melihat ada atau tidaknya benih gigi

3. Apa fungsi dari model studi?


Fungsi model studi : rekam ortodontik untuk menganalisis dari suatu kasus dengan
pembuatan yang relatif mudah dan murah. Dilihat bentuk lengkung gigi geligi,
diskrepansi model, analisa lengkung gigi, kurva of Spee, diastema, crowded, melihat
pergeseran garis median. Model studi juga dapat untuk menentukan letak gigi geligi,
pada skenario gigi 33 mengalami distobukal rotasi eksentris, gigi 32 rotasi sentris,
gigi 41 mesio lingual rotasi eksentris, path of closure. Analisa model untuk
menentukan lebar 4 insisif. sebagai gambaran 3 dimensi untuk menghitung pmx
laboratoris
1. Media perbandingan pre dan post perawatan
2. Media rekaman legal untuk asuransi, gugatan hukum, dan forensik dari berbagai
posisi :
a. Sagital  relasi molar, relasi kaninus, overjet
b. Transversal  crossbite posterior, gigitan silang
c. Vertikal  overbite
d. Oklusal  kurva of Spee, kedalaman palatum (dikatakan normal apabila
42%), bentuk lengkung
3. malposisi gigi
4. Diskrepansi pada model sesuai skenario menunjukkan apa?
Diskrepansi merupakan selisih tempat yang dibutuhkan dan tempat yang tersedia. Jika
hasil (–) menunjukkan bahwa tempat yang tersedia kurang maka akan terjadi
crowded. Jika hasil (+) menunjukkan bahwa kelebihan tempat menunjukkan adanya
diastema. Dengan menggunkan model studi :
1. Metode moyers  menggunakan 4 segmen
a. Segmen 1 : Mesial M1 permanen sampai mesial caninus
b. Segmen 2 : Distal I2 sampai mesial I1
c. Segmen 3 : Mesial I1 sampai distal I2 regio sebelahnya
d. Segmen 4 : Mesial caninus sampai mesial M1 regio sebelahnya
Metode moyers digunakan untuk menentukan available space. Untuk penghitungan
required space menggunakan lebar mesio distal masing2 gigi.
5. Apa diagnosis kasus pada skenario?
Diagnosis :
Maloklusi klas I angle (relasi molar neutroklusi) dewey tipe I (gigi anterior
berdesakan) tipe III (gigi rahang atas palatoversi)
6. Bagaimana prognosis kasus sesuai skenario?
Prognosis bisa baik (jika pasien kooperatif, rutin kontrol, orang tua kooperatif, tidak
ada kelainan) dan buruk (pasien tidak kooperatif, tidak rutin kontrol, melihat
perubahan gigi geligi, pengawasan orang tua kurang)
7. Bagaimana rencana perawatan kasus pada skenario ?
Berdasarkan diskrepansi, diskrepansi 0-6 non ekstraksi, 6-8 border / grey area, lebih
dari 8 harus ekstraksi. Tidak dibutuhkan ekstraksi dan bisa dilakukan ekspansi. Tidak
diindikasikan pencabutan karena tipe profil cekung, dibutuhkan plat orto bagian
posterior agar gigi anterior lebih ke depan. Tidak perlu di brcket, hanya diperlukan
plat orto dengan peninggian di posterior untuk mengubah gigitan silang anteriornya.
Kemudian jika perlu dilakukan ekspansi.
STEP 4 : Mapping

KELUHAN
PASIEN

ANALISIS
ORTODONSIA

ANALISIS ANALISIS LOKAL ANALISIS


(OBYEKTIF, ANALISIS MODEL
UMUM FUNGSIONAL
(SUBYEKTIF) PENUNJANG)

DIAGNOSIS

PROGNOSIS

RENCANA
PERAWATAN
STEP 5 : Learning Objective

1. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang penegakan


diagnosis
2. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang diagnosis
kasus sesuai skenario
3. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang prognosis
4. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang rencana
perawatan
STEP 6 : Self Study

STEP 7 : Reporting/ Generalisation

1. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang


penegakan diagnosis
1. Analisis Umum
Biasanya pada bagian awal suatu status pasien tercantum nama, kelamin,
umur, dan alamat pasien. Kelamin dan umur pasien selain sebagai identitas pasien
juga sebagai data yang berkaitan dengan pertumbuh-kembangan
dentomaksilofasial pasien, misalnya perubahan fase gigi geligi dari sulung ke
permanen.16
Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya yang
dirasakan kurang baik sehingga mengganggu estetik dentofasial dan memengaruhi
status sosial serta fungsi pengunyahannya.16
a. Keadaan Sosial, Riwayat Kesehatan Pasien dan Keluarga
Maloklusi merupakan penyimpangan dari proses pertumbuhkembangan
normal, bukan merupakan penyakit. Meskipun demikian perlu dilakukan
pemeriksaan medis. Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan seputar
pengalaman trauma pada muka/ kepala, masalah jantung, diabetes,
artritis, dan tonsil.16
b. Berat dan Tinggi Pasien
Dengan menimbang berat dan mengukur tinggi dapat mengetahui
pertumbuhkembangan pasien normal sesuai umur dan jenis kelaminnya.16
c. Ras
Penetapan ras pasien dimaksudkan untuk mengetahui ciri fisik pasien
karena setiap ras mempunyai ciri fisik tertentu.16
d. Bentuk Skelet
Sheldon, seorang antropologis menggolongkan bentuk skelet berdasarkan
jaringan dominan yang memengaruhi bentuk skelet.16
- Ektomorfik: seorang yang langsing, sedikit jaringan otot/ lemak
- Endomorfik: seorang yang pendek, otot kurang berkembang, lapisan
lemak tebal
- Mesomorfik: seorang yang berotot
e. Ciri Keluarga
Suatu keadaan dapat dikategorikan sebagai ciri keluarga bila keadaan ini
selalu berulang pada suatu keluarga secara turun-temurun16
f. Penyakit
Hal yang perlu diketahui adalah penyakit yang dapat mengganggu
tumbuh kembang normal seseorang.16
g. Alergi
Alergi terhadap bahan perlu diketahui oleh operator dengan jalan
menanyakan pada pasien. Beberapa alergi:16
- Obat-obatan
- Produk kesehatan (misal lateks)
- Lingkungan (misal debu)
h. Kelainan Endokrin
Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat menyebabkan percepatan
atau hambatan pertumbuhan muka, memengaruhi derajat pematangan
tulang, penutupan sutura, resorpsi akar gigi sulung, dan erupsi gigi
permanen. Membran periodontal dan gusi sangat sensitif terhadap
beberapa disfungsi endokrin (dapat berakibat langsung ke gigi).16
i. Tonsil
Bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil
tersebut. untuk menghindar keadaan ini mandibula secara refleks
diturunkan, gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas
untuk lidah dan biasanya terjadi perdorongan lidah kedepan saat menelan
.16
j. Kebiasaan Bernapas
Pasien yang biasa bernapas melalui mulut akan mengalami kesukaran
pada saat dilakukan pencetakan untuk model studi maupun model kerja.16
2. Analisis Lokal
Analisis lokal terdiri atas analisis ekstraoral dan intraoral, untuk mengetahui
lebih terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis. Analisis ekstraoral
meliputi bentuk kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil, bibir, fungsi bicara,
kebiasaan jelek. Analisis intraoral meliputi lidah, palatum, kebersihan mulut,
karies, dan gigi yang ada.16
a. Ekstraoral
1. Bentuk Kepala
Bentuk kepala ada 3, yaitu:16
- Dolikosefalik : panjang, sempit (indeks ≤ 0,75)

Pola ini biasanya dengan wajah panjang dan otot lemah


karena kecendrungan untuk pertumbuhan vertikal. Oklusi molar
sering kelas I variasi divisi 1.16
- Mesosefalik : bentuk rata-rata (indeks 0,76-0,79)

Pola ini sering dikaitkan dengan kelas I oklusi karena


pasien ini ditandai dengan hubungan maksila dan mandibula relatif
normal yang menghasilkan keseimbangan wajah yang baik.16
- Brakisefalik : lebar dan pendek (indeks ≥ 0,80)
Wajah pendek dan lebar, mandibular persegi. Pasien
dengan pola brachysefalik sering dikaitkan dengan kelas II, divisi II
maloklusi. Pertumbuhan mandibula pasien ini ke depan daripada ke
bawah. Akibatnya, pasien biasanya menunjukan overbite anterior
berlebihan dan dagu yang kuat.16
2. Simetri Wajah
Asimetri akan mudah dikenali bila dilihat dari depan muka pasien,
dapat dikenali asimetri rahang terhadap muka secara keseluruhan. Penyebab
tidak simetri:16
a. Variasi biologis
b. Patologis
c. Kelainan kongenital
3. Tipe Wajah
a. Leptoprosop (muka sempit)
Kepala dolikosefalik membentuk muka yang sempit, panjang, dan
potrusif.16
b. Euriprosop (muka lebar)
Kepala brakisefalik menentukan muka yang lebih datar, kurang protusif
.16
c. Mesoprosop
Muka yang sedang antara leptoprosop dan euriprosop.16
4. Tipe Profil
Tujuan pemeriksaan profil :16
- Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
- Evaluasi bibir dan letak insisiv
- Evaluasi proporsi wajah dan sudut mandibula
Profil dinilai dengan menggabungkan dua garis berikut:4
1) Garis yang terhubung dari dahi dan jaringan lunak titik A (titik
terdalam di lengkung bibir atas)
2) Garis yang menghubungkan titik A dan jaringan lunka pogonion (titik
paling anterior dagu)
Berdasarkan hubungan diantara dua garis, ada 3 jenis profil yaitu:
A. Straight profil (profil lurus) apabila dua garis membentuk garis lurus.4
B. Convex profil (profil cembung) apabila dua garis membentuk sudut
cekung terhadap jaringan. Jenis profil ini terjadi sebagai akibat maksila
prognatik atau mandibula retrognatik seperti yang terlihat dalam kelas
II, divisi 1 maloklusi .4
C. Concave profil (profil cekung) apabila dua garis membentuk sudut
cembung terhadap jaringan. Tipe ini dikaitkan dengan mandibula
prognasi atau maksila retrognasi seperti dalam kelas III maloklusi.4

Penentuan wajah pasien adalah penting dalam prediksi pertumbuhan serta


dalam rencana perawatan. Oleh karena itu salah satu penilaian pertama
yang diperlukan untuk diagnosis kraniofasial akurat adalah klasifikasi dari
tipe wajah pasien.4
5. Bibir
Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa
kontraksi otot pada saat madibula dalam keadaan istirahat disebut bibir
yangkompeten. Bila diperlukan kontraksi otot untuk mencapai kontak bibir
atas dan bawah saat pada saat mandibula dalam keadaan istirahat
dinamakan bibir yang tidak kompeten.16
6. Fungsi Bicara
Terdapat hubungan maloklusi dengan kelainan bicara tetapi karena adanya
mekanisme adaptasi, pasien dengan maloklusi parah masih dapat berbicara
tanpa gangguan.16
7. Kebiasaan Jelek
Kebiasaan jelek perlu diperiksa karena kebiasaan jelek dapat menjadi
penyebab suatu maloklusi. Tidak semua kebiasaan jelek dapat
menyebabkan maloklusi, syaratnya:
- Kebiasaan berlangsung lama
- Frekuensi cukup
- Intensitas melakukan kebiasaan itu yang lebih.16
3. Analisis Model
Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi geligi pada
rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap hubungan oklusalnya.
Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan geligi pada rahang
lawan dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.17
a. Penilaian dalam arah sagital antara lain meliputi: hubungan molar pertama,
kaninus, dan insisif tetap, yaitu maloklusi kelas I, kelas II, atau kelas III Angle;
ukuran overjet, prognati atau retrognati maksila maupun mandibula, dan
crossbite anterior.
b. Penilaian dalam arah transversal antara lain meliputi: pergeseran garis
median, asimetri wajah, asimetri lengkung gigi, dan crossbite posterior.
c. Penilaian dalam arah vertikal antara lain meliputi: ukuran overbite,
deepbite, openbite anterior maupun posterior, dan ketinggian palatum.
Analisis Geligi Tetap
Keparahan suatu maloklusi sangat penting untuk dinilai dan ditentukan dari
berbagai sudut pandang. Untuk itu, telah diperkenalkan bermacam-macam teknik
analisis. Berikut ini adalah beberapa di antaranya yang umum digunakan :
a. Kesimetrisan Lengkung Gigi dalam Arah Sagital dan Transversal
Lengkung gigi yang kedudukannya tidak simetris, biasanya bisa terlihat
sejak pemeriksaan estetika wajah, namun bentuk lengkung yang tidak
simetris bisa juga dijumpai pada wajah yang simetris. Pada beberapa
kasus, bisa juga dijumpai keadaan asimetri hanya pada lengkung giginya
saja, sementara lengkung rahangnya normal.17

Gambar : Penilaian kesimetrisan lengkung gigi A. Symmetograph, B. Untuk menilai kesimetrisan lengkung gigi,
kedua jarum penunjuk pada symmetograph diletakkan pada bidang median raphe.

b. Perbedaan Ukuran Lengkung (Arch Length Discrepancy)


Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengukur lebar mesial
distal terbesar gigi menggunakan jangka berujung runcing atau jangka
sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang berada di
mesial gigi molar pertama permanen. Jumlah lebar total menunjukkan
ruangan yang dibutuhkan untuk lengkung gigi yang ideal. Selanjutnya
panjang lengkung rahang diukur menggunakan kawat lunak seperti brass
wire atau kawat kuningan. Kawat ini dibentuk melalui setiap gigi, pada
geligi posterior melalui permukaan oklusalnya sedangkan pada geligi
anterior melalui tepi insisalnya. Jarak diukur mulai mesial kontak molar
pertama permanen kiri hingga kanan. Penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan ukuran panjang lengkung gigi ideal dengan panjang
lengkung rahang. Jika hasilnya negatif berarti kekurangan ruangan, jika
hasilnya positif berarti terdapat kelebihan ruangan.15,17,19
Teknik lain untuk mengukur panjang lengkung rahang diperkenalkan
oleh Lundstrom, yaitu dengan cara membagi lengkung gigi menjadi enam
segmen berupa garis lurus untuk setiap dua gigi termasuk gigi molar
pertama permanen. Setelah dilakukan pengukuran dan pencatatan pada
keenam segmen selanjutnya dijumlahkan. Nilai ini dibandingkan dengan
ukuran mesial distal 12 gigi mulai molar pertama permanen kiri hingga
kanan. Selisih keduanya menunjukkan keadaan ruangan yang tersisa.
Gambar: Pengukuruan panjang lengkung menurut Nance menggunakan brass wire melibatkan
gigi geligi di mesial molar pertama. A. Rahang atas, B. Rahang bawah

Gambar: Teknik pengukuran panjang lengkung rahang secara segmental menurut


Lundstrom.

c. Analisis Bolton
Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang bawah
terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya. Rasio yang
diperoleh membantu dalam mempertimbangkan hubungan overbite dan
overjet yang mungkin akan tercapai setelah perawatan selesai, pengaruh
pencabutan pada oklusi posterior dan hubungan insisif, serta oklusi yang
tidak tepat karena ukuran gigi yang tidak sesuai. Rasio keseluruhan
diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 12 gigi rahang bawah
dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang atas dan dikalikan 100. Rasio
keseluruhan sebesar 91,3 berarti sesuai dengan analisis Bolton, yang akan
menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang ideal. Jika rasio
keseluruhan lebih dari 91,3 maka kesalahan terdapat pada gigi rahang
bawah. Jika rasio kurang dari 91,3 berarti kesalahan ada pada gigi rahang
atas. Pada tabel Bolton diperlihatkan gambaran hubungan ukuran gigi
rahang atas dan rahang bawah yang ideal. Pengurangan antara ukuran gigi
yang sebenarnya dan yang diharapkan menunjukkan kelebihan ukuran
gigi. Rasio anterior diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 6 gigi
rahang bawah dibagi dengan jumlah 6 gigi rahang atas dan dikalikan 100.
Rasio anterior 77,2 akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet
yang ideal jika kecondongan gigi insisif baik dan bila ketebalan
labiolingual tepi insisal tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari 77,2
berarti terdapat kelebihan ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika kurang
dari 77,2 maka terdapat kelebihan jumlah ukuran gigi rahang atas.15,17

d. Analisis Howes
Howes memikirkan suatu rumusan untuk mengetahui apakah basis apikal
cukup untuk memuat gigi geligi pasien. Panjang lengkung gigi (Tooth
Material/ TM) adalah jumlah lebar mesiodistal gigi dari molar pertama kiri
sampai dengan molar pertama kanan. Lebar lengkung basal premolar atau
fosa kanina (Premolar Basal Arch Width/ PMBAW) merupakan diameter
basis apikal dari model gigi pada apeks gigi premolar pertama, yang
diukur menggunakan jangka sorong atau jangka berujung runcing. Rasio
diperoleh dari membagi PMBAW dengan TM dikalikan 100. Howes
percaya bahwa dalam keadaan normal perbandingan PMBAW dengan TM
kira-kira sama dengan 44%, perbandingan ini menunjukkan bahwa basis
apikal cukup lebar untuk menampung semua gigi. Bila perbandingan
antara PMBAW dan TM kurang dari 37% berarti terjadi kekurangan
lengkung basal sehingga perlu pencabutan gigi premolar. Bila lebar basal
premolar lebih besar dari lebar lengkung puncak premolar, maka dapat
dilakukan ekspansi premolar. Analisis Howes berguna pada saat
menentukan rencana perawatan dimana terdapat masalah kekurangan basis
apikal dan untuk memutuskan apakah akan dilakukan: (1) pencabutan gigi,
(2) memperluas lengkung gigi atau (3) ekspansi palatal.3
e. Index Pont
Pont memikirkan sebuah metoda untuk menentukan lebar lengkung ideal
yang didasarkan pada lebar mesiodistal mahkota keempat insisif rahang
atas. Pont menyarankan bahwa rasio gabungan insisif terhadap lebar
lengkung gigi melintang yang diukur dari pusat permukaan oklusal gigi,
idealnya adalah 0,8 pada fosa sentral premolar pertama dan 0,64 pada fosa
sentral molar pertama. Pont juga menyarankan bahwa lengkung rahang
atas dapat diekspansi sebanyak 1-2 mm lebih besar dari idealnya untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya relaps13

Gambar: Pengukuran lebar lengkung gigi pada analisis Pont. Patokan yang digunakan adalah
sentral fosa premolar pertama permanen dan molar pertama permanen.

ANALISIS GELIGI CAMPURAN

Tujuan analisis geligi campuran adalah untuk mengevaluasi jumlah ruangan


yang tersedia pada lengkung rahang untuk digantikan oleh gigi permanen dan untuk
penyesuaian oklusi yang diperlukan. Terdapat banyak metoda analisis geligi
campuran. Secara umum, analisis geligi campuran terbagi dalam tiga kelompok, yaitu
analisis yang mengatakan bahwa ukuran geligi tetap yang belum erupsi dapat
diperkirakan berdasarkan gambaran radiografis, kelompok yang ke-dua mengatakan
bahwa ukuran gigi kaninus dan premolar dapat diperkirakan berdasarkan ukuran gigi-
gigi permanen yang telah erupsi ke dalam rongga mulut, dan yang ke-tiga adalah
kombinasi kedua metoda tersebut. 15,19

a. Perkiraan Ukuran Gigi Menggunakan Gambaran Radiografi.


Metode ini memerlukan gambaran radiografi yang jelas dan tidak mengalami
distorsi. Distorsi gambaran radiografi pada umumnya lebih sedikit terjadi pada
foto periapikal dibandingkan dengan foto panoramik. Namun, meskipun
menggunakan film tunggal, seringkali sulit untuk menghindari distorsi terutama
pada gigi yang panjang seperti kaninus, sehingga pada akhirnya akan mengurangi
tingkat akurasi.9

Gambar: Untuk menghitung perbesaran yang terjadi dilakukan pembandingan antara ukuran pada
A. Model studi dengan, B. Gambaran radiografi periapikal.

Dengan penggunaan berbagai tipe gambaran radiografi yang semakin umum,


sangat penting untuk menghitung pembesaran yang terjadi. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengukur obyek yang dapat dilihat baik secara radiografi
maupun pada model. Pada umumnya, gigi yang dijadikan tolak ukur adalah molar
sulung. Perbandingan sederhana untuk mengetahui ukuran gigi sebenarnya yang
belum erupsi adalah sebagai berikut: perbandingan ukuran lebar molar sulung
sebenarnya dengan ukuran gigi tersebut pada gambaran radiografi sama dengan
perbandingan lebar premolar tetap yang belum erupsi dengan ukuran lebar
premolar pada gambaran radiografi. Ketepatan pengukuran bergantung pada
kualitas radiografi dan kedudukan gigi di dalam lengkung. Teknik ini juga dapat
digunakan untuk gigi lain baik pada maksila maupun mandibula.9,13,15

b. Perkiraan Ukuran Gigi Menggunakan Tabel Probabilitas


Moyers memperkenalkan suatu analisis dengan dasar pemikiran bahwa
berdasarkan studi yang dilakukan beberapa ahli, terdapat hubungan antara ukuran
kelompok gigi pada satu bagian dengan bagian lainnya. Seseorang dengan ukuran
gigi yang besar pada salah satu bagian dari mulut cenderung mempunyai gigi-gigi
yang besar pula pada tempat lain. Berdasarkan penelitian, ukuran gigi insisif
permanen rahang bawah memiliki hubungan dengan ukuran kaninus dan premolar
yang belum tumbuh baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Gigi insisif
rahang bawah telah dipilih untuk pengukuran pada analisis Moyers karena gigi ini
muncul lebih dulu di dalam rongga mulut pada masa geligi campuran, mudah
diukur secara akurat, dan secara langsung seringkali terlibat dalam masalah
penanganan ruangan.13 Analisis Moyers banyak dianjurkan karena mempunyai
kesalahan sistematik yang minimal. Metoda ini juga dapat dilakukan dengan
cepat, tidak memerlukan alat-alat khusus ataupun radiografi, dan dapat
dilaksanakan oleh pemula karena tidak memerlukan keahlian khusus. Walaupun
pengukuran dan penghitungan dilakukan pada model, tetapi mempunyai tingkat
ketepatan yang baik di dalam mulut. Metoda ini juga dapat dilakukan untuk
mengalisis keadaan pada kedua lengkung rahang.13

Gambar: Pengukuran ruangan yang tersedia untuk gigi 3, 4, 5 dilakukan setelah keempat geligi anterior
menempati kedudukan yang benar pada lengkung rahang.
Tabel: Tabel probabilitas Moyers digunakan untuk memperkirakan ukuran 3, 4, 5 yang akan erupsi, baik pada
rahang atas maupun rahang bawah. Droschl membedakan ukuran 3, 4, 5 berdasarkan jenis kelamin.

Prosedur analisisnya adalah dengan mengukur lebar mesial distal terbesar


keempat insisif rahang bawah satu per satu, lalu menggunakan jumlah
keseluruhan angka tersebut untuk melihat kemungkinan ukuran gigi kaninus,
premolar pertama, dan ke-dua yang akan erupsi untuk masing-masing rahang
berdasarkan tabel probabilitas dari Moyers sebesar 75%. Droschl kemudian
mengembangkan penelitian dan membedakan nilai tersebut berdasarkan jenis
kelamin pria dan wanita. Kemudian ukuran tersebut dibandingkan dengan sisa
ruangan yang tersedia setelah keempat gigi insisif atas dan bawah disusun pada
kedudukannya yang benar pada rahang. Ruangan yang tersedia bagi gigi 3, 4, 5
diukur dari distal insisif lateral setelah gigi tersebut menempati kedudukannya
yang benar, hingga mesial molar pertama tetap. Jumlah ruang yang harus tersedia
pada rahang juga harus diperhitungkan untuk penyesuaian hubungan gigi molar.

c. Tanaka-Johnston
Tanaka dan Johnston mengembangkan cara lain penggunaan keempat insisif
rahang bawah untuk memperkirakan ukuran kaninus dan premolar yang belum
erupsi. Menurut mereka, metoda yang mereka temukan mempunyai keakuratan
yang cukup baik dengan tingkat kesalahan yang kecil. Metoda ini juga sangat
sederhana dan tidak memerlukan tabel atau gambaran radiografi apa pun.
Perkiraan ukuran lebar kaninus dan premolar pada satu kuadran mandibula sama
dengan setengah ukuran keempat insisif rahang bawah ditambah 10,5 mm.
Sedangkan perkiraan lebar ukuran kaninus dan premolar pada satu kuadran
maksila sama dengan ukuran keempat insisif rahang bawah ditambah 11,0 mm.
13,15

4. Analisis Fungsional
A. Path of Closure
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke
oklusi sentrik. Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi
maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang
besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan. Freeway space =
interocclusal clearance adalah jarak antarklusal pada saat mandibula dalam
posisi istirahat.16
Posisi istirahat merupakan posisi normal mandibula dalam hubungannya
dengan kerangka muka bagian atas. Otot yang bekerja pada mandibula dalam
keadaan relaksi dan kondili mandibula pada posisi retrusi pada fossa
glenoidalis. Posisi istirahat ditentukan oleh panjang anatomis otot yang
bekerja pada mandibula.16
Menurut Rahardjo (2011), ada 2 macam perkecualian path of closure
yang bisa dilihat yaitu deviasi mandibula dan displacement mandibula :
- Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan
tetapi ketika gigi mencapai oklusi maksimum mandibula dalam
posisi relasi sentrik. Ini disebut deviasi mandibula.
- Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi oleh
karena adanya halangan oklusal maka didapatkan displacement
mandibula.
B. Sendi Temporomandibula
Satu indikator penting tentang fungsi sendi temporomandibula adalah
lebar pembukaan maksimal, yang pada keadaan normal berkisar 35-40 mm, 7
mm gerakan ke lateral dan 6 mm ke depan. Palpasi pada otot pengunyahnya
dan sendi temporomandibula merupakan bagian pemeriksaan rutin dan perlu
dicatat tanda-tanda adanya maslah pada sendi temporomandibula, misalnya
adanya rasa sakit pada sendi, suara dan keterbatasan pembukaan 16
Perawatan ortodontik kadang-kadang dapat menghilangkan problema
pada pasien dengan gangguan pada sendi temporomandibula. Pasien perlu
diberi pengertian tentang apa yang mungkin terjadi pada simtomnya semasa
dan sesudah perawatan ortodontik 16
2. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang diagnosis
kasus sesuai skenario
Klasifikasi Maloklusi Angle
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi
Angle.6 Angle mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi molar pertama
hampir tidak pernah berubah posisinya.4,12,14
A. Maloklusi Klas I
Maloklusi klas I disebut juga neutroklusi. Maloklusi Klas I terdapat
hubungan Anteroposterior yang normal antara rahang atas dan rahang
bawah.Tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama maksila terletak pada
groove bukal gigi molar permanen pertama mandibula. Tonjol mesiolingual
molar satu permanen maksila beroklusi dengan fossa oklusal molar satu
permanen mandibula ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan
oklusi sentrik. Ujung kaninus maksila berada pada bidang vertikal yang sama
pada ujung kaninus mandibula. Gigi-gigi premolar maksila berintegrasi dengan
cara yang sama dengan gigi-gigi premolar mandibula. Jika gigi insisivus berada
pada inklinasi yang tepat, overjet insisal sebesar 3 mm. Pada maloklusi Klas I
dapat terlihat beberapa manifestasi seperti crowding, rotasi, dan malposisi gigi.

B. Maloklusi Klas II
Maloklusi Angle Klas II disebut juga distoklusi. Terdapat hubungan
lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan
mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila.
- Maloklusi Klas II Divisi 1 : Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki karakteristik
adanya hubungan molar distoklusi dan gigi-gigi anterior maksila inklinasinya
ke labial atau protrusi, sehingga overjet lebih dari normal. 2Karakteristik
maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang abnormal . Bibir atas biasanya
hipotonik , pendek, dan susah untuk menutup mulut. Keadaan tersebut
merupakan khas dari maloklusi Klas II divisi 1.
- Maloklusi Klas II Divisi 2 : Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan
molar distoklusi dan gigi insisivus sentralis maksila dalam hubungan
anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit linguoversi, sementara gigi
insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial sehingga overlap pada insisivus
sentralis. Pada maloklusi Klas II divisi 2 biasanya pasien menunjukkan
deepbite.

- Maloklusi Klas II Subdivisi : Maloklusi Klas II subdivisi terjadi pada saat


hubungan molar Klas II pada satu sisi dan Klas I pada sisi lainnya.
Berdasarkan divisi 1 dan 2, subdivisi disebut Klas II divisi 1 subdivisi dan
Klas II divisi 2 subdivisi.

C. Maloklusi Klas III


Maloklusi Klas III disebut juga Mesiooklusi. Maloklusi Klas III
mempunyai hubungan lengkung gigi di mandibula yang lebih ke mesial terhadap
lengkung gigi di maksila. 1Pada pasien ini memiliki profil muka dengan
mandibula yang menonjol yang disebut prognatik.Pada Maloklusi Klas III tonjol
mesiobukal gigi molar pertama maksila beroklusi dengan bagian distal tonjol
distal gigi molar pertama mandibula dan tepi mesial tonjol mesial gigi molar
kedua mandibula.
Maloklusi Klas III dibagi menjaditrue Class III, pseudo Class III dan Klas
III subdivisi.
- True Class III : True Class III merupakan maloklusi Klas III skeletal.True
Class III memiliki gigi insisivus mandibula memiliki inklinasilebih ke lingual.
Pada maloklusi ini dapat memiliki hubungan gigi anterior dengan overjet yang
normal, edge to edge, ataupun crossbite anterior.
- Pseudo Class III : Pseudo Class III hampir sama dengan true class III.
Maloklusi ini terjadi karena pergerakan mandibula kedepan ketika penutupan
rahang sehingga disebut juga maloklusi Klas III “ postural” atau “habitual”.
Maloklusi ini diperoleh karena bentuk refleks dari neuromuskular saat
penutupan mandibular.

Modifikasi Dewey dari Klasifikasi Angle


Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle. Dewey
membagi Klas I Angle ke dalam lima tipe:1
A. Tipe 1 : maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang crowded.
B. Tipe 2 : maloklusi Klas I dengan insisiv maksila yang protrusif.
C. Tipe 3 : maloklusi Klas I dengan anterior crossbite.
D. Tipe 4 : maloklusi Klas I dengan posterior crossbite.
E. Tipe 5 : maloklusi Klas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.
Diagnosis Maloklusi sesuai skenario adalah Maloklusi kelas 1 angle modifikasi
tipe 1 dan 3 Dewey termasuk maloklusi kelas 1 angle atau yang disebut juga
neutroklusi dikarenakan terdapat hubungan Anteroposterior yang normal antara
rahang atas dan rahang bawah. Tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama
maksila terletak pada groove bukal gigi molar permanen pertama mandibula. Tonjol
mesiolingual molar satu permanen maksila beroklusi dengan fossa oklusal molar satu
permanen mandibula ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan
oklusi sentrik. Tipe 1 Dewey dikarenakan maloklusi Klas I dengan gigi anterior yang
crowded.Hal ini pada kasus di skenario diketahui dari penjelasan ibunya yaang
mengatakan bahwa gigi depan anaknya tidak beraturan. Dan tipe 3 Dewey
dikarenakan maloklusi Klas I dengan anterior crossbite. Hal ini pada kasus skenario
dijelaskan dari overjetnya yang bernilai negatif yang berarti crossbite.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang prognosis
Prognosis dan keberhasilan perawatan orthodontik sangat tergantung dari
kooperatif pasien dan pengawasan orang tua. Pasien yang koopertif cenderung akan
rajin kontrol karena pasien tanggap terhadap jumlah dan arah gaya yang diberikan
selama perawatan orthodontik diberikan dan pasien melakukan segala instruksi yang
diberikan oleh operator.5
Prognosis juga dapat dilihat dari usia pasien, dimana pasien diatas 6 tahun
dianggap sudah cukup mampu, memasang, melepas alat dalam mulut, merawat, dan
membersihkan alat yang dipakai. Keberhasilan prognosis dapat dilihat dari pasien dan
operator. Dan pasien yang memiliki oral hygiene yang baik dan tidak memiliki
penyakit sistemik akan memberikan prognosis yang baik selama perawatan
orthodontik. Hal ini dikarenakan perawatan orthodontik merupakan perawatan yang
memerlukan waktu yang panjang.2, 5
Keberhasilan perawatan orthontik juga tergantung pada keahlian dari operator
dalam mengoreksi masalah yang dihadapi pasien. Selain itu pengalaman dari operator
dalam menangani sebuah perawatan orthodontik juga sangat berperan pada
keberhasilan sebuah perawatan.7
4. Mahasiswa mampu memahami dan menguasai konsep teoritis tentang rencana
perawatan
Crossbite anterior adalah keadaan dimana satu atau beberapa gigi depan atas
terletak di sebelah lingual dari gigi depan bawah jika rahang dalam oklusi sentrik.
Perawatan crossbite anterior pada masa gigi bercampur sangat direkomendasikan
karena maloklusi ini tidak dapat terkoreksi dengan pertumbuhan ataupun
bertambahnya usia. Crossbite anterior yang tidak dirawat akan menyebabkan fungsi
abnormal gigi insisivus bawah, kompensasi insisivus mandibula mengarah pada
pengurangan tulang alveolar bagian labial dan atau resesi gingiva.20
Terdapat beberapa pendekatan yang memungkinkan dan direkomendasikan
untuk perawatan simple anterior dental crossbite yaitu :
1. Terapi tongue blade.
Dental crossbite sederhana yang hanya melibatkan 1 gigi dapat dikoreksi
dengan cara ini. Prognosis dan keberhasilan prosedur ini sangat tergantung
pada kooperatif pasien dan pengawasan orang tua. Tidak ada control yang
tepat terhadap jumlah dan arah gaya yang diberikan.
2. Lower incline plane.
Perawatan anterior dental crossbite yang melibatkan 1 atau lebih gigi
dapat dilakukan dengan menggunakan akrilik inkline plane yang
disemenkan. Teknik ini memungkinkan pembukaan gigitan jika dipakai
lebih dari 3 minggu.
3. Mahkota komposit atau stainless steel.
Metode dengan sementasi mahkota stainless steel terbalik pada insisivus
yang tertahan pada posisi lingual dengan sudut 45° terhadap oklusal plane.
Metode ini untuk mengatasi kelemahan pada metode inkline plane dan
sulit untuk diterapkan pada kasus gigi insisivus maksila yang sedang
partial erupsi.
4. Hawley retainer dengan auxiliary spring.
Alat ini digunakan pada kasus dengan pergerakan gigi yang ringan pada
pediatric dentistry. Pada prosedur ini prognosis tegantung pada kooperatif
pasien dan pengawasan orang tua.
5. Labial dan lingual arch wires.
Penggunaan labial dan atau lingual arch wire telah terbukti sukses.
Kelemahan dari penggunaan alat ini dalah biaya yang mahal dan pelatihan
tambahan diperlukan untuk dapat menggunakan alat ini secara efisien.11

Removable lower incline plane merupakan alat fungsional lepasan sederhana


yang bekerja seperti incline plane. Salah satu keuntungan alat ini adalah sekaligus
bias digunakan untuk retensi setelah perawatan aktif dan memungkinkan untuk
ditambahkan gigi akrilik jika diperlukan, sehingga bisa digunakan gigi tiruan lepasan
pada rahang bawah pada kasus dimana terjadi premature loss pada gigi desidui.3

Tahap pertama perawatan adalah koreksi crossbite anterior dengan inclined


bite plane lepasan yaitu berupa akrilik pada sisi lingual gigigigi anterior rahang bawah
yang ditebalkan hingga membentuk sudut 45° dengan sudut kemiringan pada
permukaan insisal gigi-gigi anterior rahang bawah. Plat ini dilengkapi dengan labial
arch dengan u loop pada 73 dan 83 dengan kawat stainless wire  0,7 mm, C klamer
diletakkan pada gigi 16 dan 26 dengan stainless wire  0,7 mm.20
Pasien diinstruksikan untuk memakai alat sepanjang hari dan kontrol satu
minggu sekali. Crossbite anterior sudah terkoreksi dan alat sudah semakin tidak
retentif, sehingga perawatan dilanjutkan pada tahap kedua menggunakan plat ekspansi
untuk mendapat ruang yang dibutuhkan untuk koreksi gigi yang masih malposisi.20

Dalam melakukan perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan


ruang untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-gigi
dapat tersusun dalam lengkung yang baik. Tergantung pada jumlah kekurangan ruang
yang diperlukan untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi tersebut, dapat dilakukan :
1. Grinding/ slicing/ stripping pada gigi-gigi anterior
2. Melebarkan ( ekspansi ) perimeter lengkung gigi
3. Kombinasi antara ekspansi lengkung gigi dan grinding gigi-gigi anterior
4. Pencabutan satu atau beberapa gigi

Pelebaran dengan alat ekspansi dapat dilakukan secara ortodontik (pelebaran


lengkung gigi) maupun ortopedik (pelebaran lengkung basal). Pelebaran lengkung
gigi sangat efektif dilakukan pada periode gigi bercampur, waktu sutura palatina
belum menutup dan pertumbuhan pasien masih aktif sehingga selain lengkung gigi
(lengkung koronal) melebar, maka lengkung basal juga mengalami pelebaran. Pada
periode gigi permanen hanya dapat dilakukan perubahan inklinasi gigi saja, yaitu
melebarkan lengkung gigi tanpa diikuti pelebaran lengkung basal.9

Indeks Kebutuhan Perawatan Ortodonti


Index of Orthodontic Treatments Need (IOTN) / Indeks Kebutuhan Perawatan
Ortodonsi berfungsi sebagai indeks untuk mengukur kebutuhan perawatan, dapat juga
dipakai untuk mengukur keberhasilan perawatan.1 IOTN terdiri dari dua komponen,
yaitu Aesthetic Component (AC) dan Dental Health Component (DHC). Dalam
penggunaannya, DHC dipergunakan terlebih dahulu, baru kemudian AC.1
a. Aesthetic Component (AC) terdiri atas 10 foto berwarna yang memperlihatkan
berbagai tingkatan penampilan gigi yang menarik yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkatan penampilan individual atau keadaan estetik dari suatu
maloklusi yang mungkin berdampak pada kondisi psikososial pasien. Skor 1
merupakan foto dengan susunan gigi yang paling baik dan skor 10 merupakan
tingkat susunan gigi yang paling buruk (Gambar 5).6,10
Gambar Sepuluh Tingkat Aesthetic Component

b. Dental Health Component menggambarkan aspek biologis dan anatomis dari


pencatatan kebutuhan perawatan ortodonti. DHC mencatat berbagai ciri maloklusi
yang akan meningkatkan morbiditas gigi dan struktur sekitarnya . Ciri-ciri
maloklusi adalah: gigi hilang, overjet, crossbite, perpindahan titik kontak,
overbite, hanya fitur oklusal yang terburuk yang di catat. 6, 10,18
Skor 1 (tidak - Maloklusi yang sangat ringan termasuk
membutuhkan pergeseran titik kontak < 1mm.
perawatan)
Skor 2 (perawatan - Overjet> 3,5 mm tetapi ≤ 6 mm dengan
ringan) bibir yang kompeten.
- Reverse overjet> 0 tetapi ≤ 1 mm.
- Crossbite anterior atau posterior ≤ 1 mm
diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan
posisi interkuspal.
- Pergeseran titik kontak gigi > 1 mm tetapi ≤
2 mm.
- Openbite anterior atau posterior > 1 mm
tetapi ≤ 2 mm.
- Overbite≥ 3,5 mm tanpa kontak dengan
gingival.
- Oklusi pre-normal atau post-normal tanpa
anomali yang lain.
Skor 3 (perawatan - Overjet> 3,5 tetapi ≤ 6 mm dengan bibir
sedang/borderline) yang tidak kompeten.
- Reverse overjet> 1 mm tetapi ≤ 3,5 mm
- Crossbite anterior atau posterior > 1 mm
tetapi ≤ 2 mm dengan diskrepansi antara
posisi kontak retrusi dan posisi interkuspal .
- Pergeseran titik kontak gigi > 2 mm tetapi ≤
4 mm.
- Overbite yang lengkap pada jaringan
gingiva atau palatal tanpa adanya trauma.
Skor 4 - Hipodonsia yang tidak begitu luas yang
(membutuhkan membutuhkan perawatan ortodonti pre-
perawatan) restorasi atau perawatan ortodonti untuk
menutup ruang.
- Overjet> 6 mm tetapi ≤ 9 mm.
- Reverse overjet> 3,5 mm tanpa gangguan
pengunyahan atau bicara.
- Reverse overjet> 1 mm tetapi < 3,5 mm
dengan gangguan pengunyahan atau bicara.
- Crossbite anterior atau posterior > 2 mm
diskrepansi antara posisi kontak retrusi dan
posisi interkuspal.
- Crossbite lingual posterior tanpa kontak
fungsional oklusal pada satu atau kedua
segmen bukal.
- Pergeseran titik kontak yang parah > 4
mm.
- Openbite anterior atau lateral yang ekstrim
> 4 mm.
- Komplit overbite dengan trauma pada
gingiva atau palatum.
- Gigi erupsi sebagian, miring, dan impaksi
terhadap gigi yang di dekatnya.
- Gigi supernumereri.
Skor 5 (sangat - Gigi terpendam (kecuali molar tiga) yang
membutuhkan disebabkan gigi berjejal, pergeseran titik
perawatan) kontak gigi, gigi supernumery, gigi desidui
yang persisten dan penyebab patologi
lainnya.
- Hipodonsia yang luas dengan dampak
restoratif (lebih dari 1 gigi pada setiap
kuadran) yang membutuhkan perawatan
ortodonti pre-restorasi.
- Overjet> 9 mm.
- Reverse overjet> 3,5 mm dengan gangguan
pengunyahan dan bicara.
- Cacat celah bibir dan palatum dan anomali
craniofasial lainnya.
- Gigi desidui yang terpendam.

Tabel Skor Dental Health Component

PASCA PERAWATAN ORTODONTI


Menggunakan piranti retensi untuk mencegah terjadinya relaps. Relaps
merupakan keadaan yang dijumpai pasca perawatan ortodonti dengan ditandai
kembalinya sebagain atau seluruh komdisi pra-perawatan ortodonti. Sehingga dapat
menghilangkan hasil yang telah dicapai dalam suatu perawatan ortodonti. Piranti
retensi ada dua macam yaitu lepasan dan cekat. Sebelum memasuki periode retensi,
dokter gigi harus memastika piranti memiliki disain sederhana, mudah dibersihkan,
dan mudah dikenakan oleh pasien sendiri. Harus dipertimbangkan juga mengenai
faktor-faktor yang berkaitan dengan maloklusi telah dikoreksi, agar pasien merasa
nyaman menggunakan piranti tersebut.4,8,13
Daftar Pustaka
1. Agusni T. 1998. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk mengukur
kebutuhan perawatan ortodonti pada anak Indonesia di Surabaya. Maj Ked Gigi.
31:119-23
2. Alawiyah, Tuti. 2017. Komplikasi dan Resiko yang Berhubungan dengan Perawatan
Ortodonti. Jurnal Ilmiah WIDYA. Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof.
Dr. Moestopo. Vol 4. No. 1.
3. Arvystas M.G., The rationale for early orthodontic treatment. Am J Orthod
Dentofacial Orthop: 1998; 133:15-8.
4. Bhalajhi, Sundaresa Iyyer. 2006. Orthodontics the Art and Science. 3rd Ed. New
Delhi : Arya (MEDI) Publishing House
5. Carranza, F. A., Newman, M. G., Takei, H. H., Klokkevold, P. R. 2012. Carranza’s
Clinical Periodontology. 11th Edition. China: Saunders Elsevier.
6. Farahani AB. 2011. An insight into four orthodontic treatment need indicies. Progress
in orthodontic; 132-142
7. Foster, T. D. 1997. Buku Ajar Orthodonsi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
8. Gill DS. 2008. Orthodontics at a Glance. London: Blackwell
9. Graber, T.M. and Neuman, B., 1984 : Removable Orthodontic Appliances, 2nd.ed.,
WB. Saunders Co., Philladelpia, London, Toronto, pp. 12-53.
10. Hedayati Z, Fattahi HR, Jahromi SB. 2007. The use of orthodontic treatment need in
an Iranian population. J Indian Soc Pedod Prev Dent; 10-12.
11. Lee BD., Correction of crossbite. Dent Clin North Am, 1978; 22:647-68
12. Marya CM. 2011. A textbook of public health dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers.
13. Moyers, R.E.1998. Handbook of Orthodontics. Edisi IV. Chicago : Year Book
Medical Publisher.
14. Phulari BS. 2011. Orthodontics principles and practice. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers.
15. Proffit, W.R., dkk. 2000. Contemporary Orthodontic. Edisi III. St. Louis : Mosby,
Inc.
16. Rahardjo, Pambudi. 2011. Diagnosis Ortodontik. Surabaya : Airlangga University
Press
17. Rakosi, T., dkk. 1993. Color Atlas of Dental Medicine, Orthodontic-Diagnosis. Edisi
I. Germany: Thieme Medical Publishers.
18. Sharma J, Sharma RD. 2014. Iotn a tool to prioritize treatment need in children and
plan dental health services. Ohmd; 65-70.
19. Staley, R.N. Textbook f Orthodntic. Edisi I. Philadelphia : W.B. Saunders. 2001. hal
134-145.
20. Vadiakas G, Viazis AD., Anterior crossbite correction in the early deciduous dention.
Am J Orthod Dentofacial Orthop; 1992; 102:160-2.

Anda mungkin juga menyukai