Anda di halaman 1dari 5

Kebijakan K3

LANDASAN HUKUM/REGULASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Landasan hukum merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah
terhadap masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh perusahaan.
Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja
Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan
tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Menurut UU
ini kewajiban dan hak tenaga kerja sebagai berikut.
a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau
ahli keselamatan kerja.
b) Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c) Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan.
d) Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan.
e) Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan ketika syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan
Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan
berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan
fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru,
sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta
pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya, para pekerja juga
berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta
mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Undangundang No.23 tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja juga
menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga
diperoleh produktivitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan
kerja.
3. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
UU ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan
mulai upah kerja, hak maternal, cuti sampai dengan keselamatan dan kesehatan
kerja. Dalam UU ini mengenai K3 ada pada Bagian Kesatu Perlindungan,
Paragraf 5 Keselamatan Kesehatan Kerja Pasal 86 yaitu
 Pasal 86 Ayat (1): Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral kesusilaan; dan c.
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama.
 Pasal 86 Ayat (2): Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.
 Pasal 86 Ayat (3): Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Pasal 87 Ayat (1): Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan.
 Pasal 87 Ayat (2): Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 mengenai Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
UU ini mengatur mengenai K3 di perusahaan, yang bertujuan untuk
mengendalikan risiko pekerjaan. SMK3 merupakan sistem manajemen yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan lainnya seperti sistem
manajemen mutu dan lingkungan.
LO Pengelolaan dan Pemeliharaan Alat Medis
Prosedur Sterilisasi Alat Kedokteran Gigi
Ada bermacam prosedur sterilisasi instrument atau alat kedokteran gigi mulai dari
perendaman hingga sterilisasi menggunakan metode sterilisasi fisik yang banyak
dilakukan.
 Perendaman Sesaat setelah penggunaan, alat tersebut direndam dengan larutan
desinfektan agar sisa darah dan ludah yang menempel tidak sampai mengering.
Perendaman dilakukan dalam waktu 30 – 60 menit dilakukan dalam 70%
isopropyl alkohol. Atau apabila ingin lebih lama lagi bisa menggunakan
glutaraldehid atau fenol. Digunakan senyawa yang bersifat desinfektan dan juga
antikarat.
 Pembersihan Secara Manual Teknik sterilisasi alat kedokteran gigi juga
dilakukan dengan pembersihan manual. Yaitu dengan cara menyikat alat – alat
menggunakan sikat dan cairan pembersih (desinfektan). Cara penyikatan juga
harus hati – hati karena ada beberapa macam alat yang cukup tajam. Proses ini
tidak rutin dilakukan untuk menghindari kontak langsung dengan alat yang
terkontaminasi
 Sterilisasi Dengan Panas UapSebagaimana sudah kita ketahui, sterilisasi dengan
metode panas uap dilakukan dengan alat Autoclave. Cara sterilisasi alat
kedokteran gigi dengan metode ini juga sama seperti proses sterilisasi alat
kesehatan lain yang sejenis. Setelah alat dibersihkan dari kotoran organik dengan
larutan desinfektan. Alat siap dimasukkan ke dalam Autoclave yang disiapkan
terlebih dulu. Sterilisasi dengan Autoclave dirasa sangat efektif membunuh
mikroorganisme hingga ke sporanya karena selain dengan panas juga di dalam
ruangan tertutup yang bertekanan tinggi. Autoclave mencapai temperature uap
maksimum hingga 250 °F atau sekitar 121 °C dengan tekanan mencapai 103
hingga 206 kPa.
 Sterilisasi Dengan Panas KeringSelain dengan panas uap, standar sterilisasi alat
kedokteran gigi juga bisa dilakukan dengan menggunakan metode panas kering.
Mengingat udara merupakan penghantar panas yang kurang baik, oleh karena itu
suhu sterilisasi dengan menggunakan metode ini harus lebih tinggi daripada
menggunakan Autoclave yaitu sekitar 320°F hingga 375°F atau sekitar 160 °C
hingga 190 °C. Waktu sterilisasi dengan menggunakan metode ini kira – kira
berlangsung 15 hingga 30 menit. Alat sterilisasi yang digunakan dalam metode
ini tentu sterilisator kering atau sering disebut dengan dry heat sterilizer.
 Sterilisasi Uap Kimia Tak Jenuh Proses sterilisasi ini disebut juga dengan
istilah Khemiklaf Harvey yang dijalankan dengan sistem 4 siklus yaitu
pembentukan uap, sterilisasi, depresurisasi dan siklus pembuangan uap. Disebut
dengan sterilisasi uap kimia karena melibatkan larutan kimia o,23%, formaldehid,
72% etanol+aseton, alkohol dan juga air. Proses steriliasasi dengan metode ini
diperlukan waktu sekitar 20 menit dengan suhu sekitar 132 °C dan tekanan 172
kPa.
Pengendalian Infeksi
 Sarung tangan harus dipakai sewaktu merawat pasien.
 Masker harus dipakai untuk melindungi mukosa mulut dan hidung dari percikan
darah dan air ludah.
 Mata harus dilindungi dengan semacam kacamata dari percikan darah dan air
ludah.
 Metode sterilisasi untuk membunuh mikroba harus digunakan pada alat-alat
kedokteran gigi, seperti autoklaf, oven pemanasan kering, sterilisasi uap kimia
dan sterilisasi kimia.
 Harus diperhatikan untuk membersihkan instrumen dan tempattempat keria.
Dalam hal ini termasuk termasuk menggosok dengan cairan deterjen dan
mengelap dengan cairan disinfektan seperti iodine atau chlorine.
 Bahan-bahan disposibel yang telah digunakan harus dipegang dengan hati-hati
dan dikumpulkan dalam suatu kantung plastik, untuk mengurangi berkontak
dengan manusia. Alat-alat tajam seperti jarum atau skalpel harus dimasukkan ke
kaleng atau wadah yang tidak mudah berlubang sebelum dibuang ke dalam
kantung plastik.
Jenis Bahaya Yang Dihadapi Dokter Gigi
 Bahaya potensial fisik seperti vibrasi dari alat bor gigi, gelombang elektro
magnetik dari alat alat gigi yang menggunakan listrik, sinar ultra violet dari alat
saat proses menambal gigi, pencahayaan, bising dari kompresor atau alat bor
 Bahaya potensial biologi virus, dan bakteri dari rongga mulut pasiennya dan juga
hasil tindakan yag dilakukan terhadap pasien gigi
 Bahaya potensial kimia diadapat dari penggunaan bahan bahan kimia saat
melakukan proses/tindakan,seperti Mercury, Methyl methacrylate, cyanoacrylate,
Glutaraldehyde, ethylene oksida, N2O, Halothane, cairan pembersih dan bahan
lateks sarung tangan
 Bahaya potensial ergonomi yang dialami dokter gigi adalah gerakan-gerakan
repetitif, posisi bekerja yang statis(dudukatau berdiri) dan posisipoisis gerakan
yang janggal, seperti menggenggam (power grip), pinch grip, pressing, esktensi
tangan, fleksi tangan, rotating, posisi kepala menunduk,miring, tengadah, posisi
punggung bungkuk, miring, twisting, dan lain sebagainya
 Bahaya potensial psikososial yang dialami dokter gigi antara lain hubungan
dengan rekan kerja, stress target kerja.

Anda mungkin juga menyukai