Anda di halaman 1dari 7

Meilani Putri Mayasari/0320244002

Akuntansi D3/Reg B

UTS Safety Health & Environment

1. a. Keselamatan Kerja, keselamatan yang berhubungan dengan aktivitas saat melakukan pekerjaan di
tempat kerja. Aktivitas tersebut berhubungan dengan bahan dan proses pengolahan, mesin,
pesawat, alat kerja, prosedur kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dalam
proses produksi (Tarwaka, 2008.) Tujuan dari keselamatan kerja adalah melindungi tenaga kerja dan
semua orang yang berada di tempat kerja agar terhindar dari bahaya sehingga tercapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
UU No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja adalah peraturan perundangan dasar dalam
penerapan keselamatan kerja di tempat kerja. Ruang lingkup berlakunya undang-undang ini
ditentukan oleh tiga unsur, yaitu:
1. Tempat di mana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
2. Adanya tenaga kerja yang bekerja di sana.
3. Adanya bahaya kerja di tempat kerja.
Dengan terpenuhinya peraturan perundangan keselamatan kerja akan tercipta keamanan,
kenyamanan dan keselamatan kerja di tempat kerja.
Syarat-syarat keselamatan kerja seperti tersebut pada Pasal 3 (1) UU Keselamtan Kerja dimaksudkan
untuk:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Memberi kesempatan atau jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian
lain yang membahayakan.
4. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
5. Memberi alat pelindung diri pada para pekerja.
6. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,
asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan dan getaran.
7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja fisik maupun psikis, peracunan,
infeksi dan penularan.
8. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
9. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
10. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
11. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
12. Menerapkan ergonomic di tempat kerja.
13. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
14. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat perlakuan dan penyimpanan barang.
15. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
16. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya
menjadi bertambah tinggi.
b. Kesehatan Kerja, adalah sebagai spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta
praktiknya, agar masyarakat tenaga kerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik
fisik atau mental dan sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit
atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja
serta terhadap penyakit-penyakit umum.

2 Usaha K3 (Keselamatan dan kesehatan kerja) di indonesia dimulai pada abad ke-17 ketika dipakainya
ketel uap oleh belanda diberbagai industri khususnya industri gula, berati kita masih jajah oleh
belanda pada masa itu.
Pada saat itu, masalah keselamatan dan kesehatan kerja di wilayah indonesia mulai terasa untuk
melindungi modal tanam untuk industri.saat jumlah ketel uap yang di gunakan perindustrian
meningkat. Sehingga munculah undang-undang mengenai kerja mesin uap di tahun 1853 oleh
pemerintahan hindia belanda. Sebelumya untuk sobat yang tidak tahu ketel uap itu apa? ketel uap
yaitu alat konversi energi yang mengubah air menjadi uap dengan cara pemanasan.
Pada tahun 1898, mengalami peningkatan pengunaan  ketel uap seiring dengan berkembangnya
tekhnologi dan  perkembangan industri di wilayah indonesia,dan pada tahun 1890 dikeluarkan
ketetapan tentang pemasangan dan pemakaian jaringan listrik di wilayah indonesia.
Kemudian pada tahun 1905 di keluarkanya perundangan keselamatan kerja atau lebih di kenal
dangan veiligheids reglement disingkat VR kemudian disempurnakan pada 1930 yang akhirnya
menjadi landasan penerapan K3.
Usaha penanganan keselamatan kerja di indonesia sejalan dengan pengunaan ketel uap untuk
keperluan pemerintahan hindia belanda yang semula bertujuan mencegah terjadinya kebakaran di
indutri tertentu.
Pada masa perang dunia ke II tidak banyak catatan sejarah tentang keselamatan dan kesehatan
kerja, karena pada masa perang tersebut banyak industri yang tidak beroperasi. Sejak zaman
kemerdekaan, sejarah keselamatan dan kesehatan kerja berkembang sesuai dengan dinamika
bangsa Indonesia, beberapa tahun setelah proklamasi beberapa undang-undang kerja dan undang-
undang kecelakaan mulai dibuat.kemudian didirikan lembaga kesehatan dan keselamatan kerja
pada tahun 1957.
Pada tahun 1957, UU No.1 tentang keselamatan dan kesehatan kerja dibuat mengantikan
Veiligheids Reglement, kemudian didirikan laboratorium pada tahun 1969.
Di Indonesia juga berdiri organisai K3 yaitu Asosiasi Hiperkes dan keselamatan kerja Indonesia
(AHKKI) yang memiliki cabang di seluruh provinsi di Indonesia dengan pusat di Jakarta.
Sekarang program K3 dijadikan suatu bidang studi di perguruan tinggi dan juga dalam bentuk
formasi berupa kursus-kursus, selain melalui institusi, juga dilakukan upaya penerbitan buku-buku,
majalah, pamflet K3, poster disebarluaskan ke seluruh indonesia. Kegiatan lainya adalah seminar
dan bimbingan terapan yang diadakan secara berkala dan terus menerus agar K3 di Indonesia
semakin berkembang.

3 - Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 Mengenai Keselamatan Kerja Undang-undang ini


mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan
keselamatan kerja. Menurut UU ini kewajiban dan hak tenaga kerja sebagai berikut:
a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
b) Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c) Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan.
d) Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang
diwajibkan.
e) Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan ketika syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta
alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan
lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan
dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja,
serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya, para pekerja juga berkewajiban memakai alat
pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan. Undangundang No.23 tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja juga
menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktivitas kerja yang
optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerjan pencegahan penyakit akibat
kerja dan syarat kesehatan kerja.

- Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan UU ini mengatur mengenai


segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai upah kerja, hak maternal, cuti sampai
dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam UU ini mengenai K3 ada pada Bagian Kesatu
Perlindungan, Paragraf 5 Keselamatan Kesehatan Kerja Pasal 86 yaitu:

Pasal 86 Ayat (1): Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a) keselamatan dan kesehatan kerja;
b) moral kesusilaan; dan
c) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Pasal 86 Ayat (2): Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja
yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

Pasal 86 Ayat (3): Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 87 Ayat (1): Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Pasal 87 Ayat (2): Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

- Undang-undang Pengawasan Ketenagakerjaan, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang


pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 mengenai pengawasan Ketenagakerjaan dalam industri dan
perdagangan dimaksudkan untuk dapat melaksanakan pengawasan Ketenagakerjaan secara efektif
sesuai standar yang didapatkan oleh internasional labour organisation (ILO) retifikasi Konvensi tersebut
dipandang penting dan perlu oleh karena pengawasan Ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang
penting dalam penegakan dan penerapan peraturan perundangan Ketenagakerjaan guna menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja atau buruh. retifikasi Konvensi ini
juga dimaksud untuk memperkuat pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang dimanfaatkan oleh
undangundang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

- Undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dimaksudkan untuk menggantikan UU nomor 2 tahun 1951
tentang pernyataan berlakunya UU kecelakaan Nomor 33 tahun 1947 dan Peraturan Pemerintah Nomor
33 tahun 1977 tentang Asuransi sosial tenaga kerja (Astek). UU ini mulai berlaku sejak diundangkan
pada tanggal 17 Februari 1992. seperti di dalam konsideran UU ini bahwa dengan semakin
meningkatnya peranan tenaga kerja dalam pembangunan nasional dan semakin meningkatnya
penggunaan teknologi di berbagai sektor kegiatan industri dapat mengakibatkan semakin tinggi risiko
yang mengancam keselamatan kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja maka perlu upaya
perlindungan tenaga kerja. pemberian perlindungan tenaga kerja adalah meliputi pada saat tenaga kerja
melakukan pekerjaan dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja melalui program jaminan
sosial tenaga kerja dengan mekanisme asuransi

4 A. Tidak diduga semula oleh karena di belakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur
kesengajaan dan perencanaan;
B. Tidak diinginkan atau diharapkan karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu disertai
kerugian baik fisik maupun mental;
C. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan yang sekurang-kurangnya menyebabkan gangguan
proses kerja.

5 Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, kecelakaan kerja adalah suatu


kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah
diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta
benda.

6 1. Kecelakaan industri (Industrial Accident): yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja,
karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali;
2. Kecelakaan di dalam perjalanan (Community Accident): Yaitu kecelakaan yang terjadi diluar
tempat kerja dalam kaitanya dengan adanya hubungan kerja.

7 1. Menjelaskan tentang apa yang terjadi. investigasi secara cermat dapat menyelidiki hal-hal melalui
bukti konkrit dan mendapatkan pernyataan sebenarnya tentang apa yang terjadi.
2. Menentukan penyebab sebenarnya. fakta kesedihan sering menyita waktu investigasi, sehingga
investigasi menjadi dangkal dan kurang berguna. oleh karena penyebab sebenarnya tidak dapat
diidentifikasi sehingga investasi waktu yang diluangkan untuk investigasi menjadi sia-sia.
3. Menentukan risiko kecelakaan. teknik Investigasi yang baik akan dapat memutuskan kemungkinan
terulangnya kecelakaan yang sama Dan kemungkinan potensi kerugian yang besar. hal tersebut
merupakan dua faktor penting di dalam menentukan jumlah waktu dan biaya yang akan digunakan
untuk tindakan perbaikan.
4. Mengembangkan sarana pengendalian. sarana pengendalian yang tepat untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko, sebagian besar berasal dari Investigasi yang dilakukan dengan sebenarnya dan
nyata nyata dapat memecahkan masalah yang terjadi.
5. Mendefinisikan arah kecenderungan. Apabila secara signifikan sejumlah laporan dapat dianalisa,
maka arah kecenderungan emergency akan dapat diidentifikasi dan ditangani sesegera mungkin.
6. Mendemonstrasikan perhatian. kejadian kecelakaan akan memberikan suatu gambaran
tantangan secara gamblang terhadap orang-orang agar selalu berhati-hati. Dengan demikian suatu
investigasi harus dilakukan secara cermat dan objektif.

8 Merupakan sumber, situasi maupun aktivitas, yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan
kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK).

9 Metode pengukuran keselamatan kerja menggunakan dua metode yaitu metode pengukuran
proaktif dan metode pengukuran reaktif.

Pengukuran Proaktif K3

 Penilaian yang sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan
penerapan K3 saat di tempat kerja.
 Keefektifan hasil inspeksi dan pemantauan berbagai kondisi bahaya di tempat kerja.
 Penilaian keefektifan pelatihan K3.
 Pemantauan Budaya K3 untuk seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.
 Melakukan survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
 Keefektifan hasil audit internal dan eksternal pada Sistem Manajemen K3.
 Jadwal penyelesaian berbagai rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.
 Penerapan berbagai program K3.
 Tingkat keefektifan partisipasi tenaga kerja pada penerapan K3 di tempat kerja.
 Melakukan pemeriksaan kesehatan pada tenaga kerja di tempat kerja.
 Penilaian aktifitas kerja yang berhubungan dengan resiko k3 Perusahaan.

Pengukuran Reaktif

 Pemantauan kejadian pada kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
 Tingkat keseringan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
 Tingkat hilangnya jam kerja yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
 Tuntutan tindakan pemenuhan oleh pemerintah.
 Tuntutan tindakan pemenuhan dari pihak ketiga yang berkaitan dengan Perusahaan.

10 Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah no.50 tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
1. Penyusunan Kebijakan K3
Prinsip yang pertama adalah penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
yang dimulai dengan penyusunan kebijakan K3. Penyusunan ini dilakukan mulai dari
peninjauan awal kondisi K3 yang harus menyertakan komitmen di tingkatan pimpinan serta
tekad melaksanakan kebijakan. Tidak lupa pula melibatkan peran serta pekerja dalam
memberikan masukan agar lebih sesuai dengan program dan praktik kerja perusahaan.
2. Penelaahan Awal
Yang kedua, perencanaan K3 yang dilakukan berdasarkan penelaahan awal, identifikasi
bahaya dan penilaian pengendalian risiko atau Hazard Identification Risk Assessment (HIRA),
peraturan-peraturan, serta sumber daya yang dimiliki. Dalam pelaksanaannya, rencana K3
terdiri atas tujuan dan sasaran, skala prioritas, upaya pengendalian bahaya, penetapan
sumber daya, jangka waktu pelaksanaan, indikator pencapaian serta sistem
pertanggungjawaban.
3. Dukungan SDM dan Sarana dan Prasarana
Ketiga, pelaksanaan rencana K3 yang didukung oleh sumber daya manusia di bidang K3,
serta sarana dan prasarana. Di bidang SDM, perusahaan wajib memiliki sumber daya yang
kompeten dan tersertifikasi sesuai peraturan dan perundangan. Sementara itu, penyediaan
sarana dan prasarana melibatkan organisasi/unit K3, anggaran, prosedur kerja, informasi,
pelaporan, dokumentasi, dan instruksi kerja. Dalam kegiatannya, pelaksanaan dilakukan
dengan meliputi tindakan pengendalian risiko kecelakaan, perancangan dan rekayasa,
prosedur dan instruksi kerja, penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan,
pembelian/pengadaan barang dan jasa, serta produk akhir. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya dan penilaian pengendalian risiko. Di samping
itu ada lagi dua kegiatan lainnya, yaitu upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan
bencana industri, serta rencana dan pemulihan keadaan darurat dilakukan berdasarkan
potensi bahaya, investigasi dan analisis kecelakaan.
4. Pemantauan dan Evaluasi SMK3
Prinsip yang keempat adalah pemantauan dan evaluasi kinerja K3 yang dilakukan oleh SDM
yang kompeten, baik dari perusahaan sendiri atau dari pihak lain. Pemantauan dilakukan
dengan pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3. Hasil pemantauan
kemudian dilaporkan kepada pemilik perusahaan agar digunakan untuk melakukan tindakan
pengendalian. Semua pelaksanaan pemantauan dilakukan berdasarkan peraturan yang
berlaku.
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Yang terakhir, peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 dengan tujuan menjamin
kesesuaian penerapan sistem tersebut. Peninjauan tersebut dilakukan secara berulang dan
berskala dengan pengadaan rapat tinjauan oleh pihak manajemen. Hasil yang diharapkan
adalah solusi untuk mengatasi temuan yang memiliki konsekuensi tertentu dalam praktik
K3, berupa perbaikan diikuti dengan peningkatan kerja.

Peningkatan
Berkelanjutan

5. Peninjauan dan
1. Penetapan
Peningkatan
Kebijakan K3
Kinerja SMK3

4. Pemantauan
dan Evaluasi Kerja 2. Perencanaan K3
K3

3. Pelaksanaan
Perencanaan K3

Anda mungkin juga menyukai