Anda di halaman 1dari 30

MATERI K3

1. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


A. Pengertian K3
a. PP Nomor 50 Tahun 2012 : segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan
dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja
b. OHSAS 18001 : segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
c. ILO 2008 : sebuah ilmu untuk antisipasi, rekoginis, evaluasi dan pengendalian bahaya yang
muncul di tempat kerja yang dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan pekerja,
serta dampak yang mungkin bisa dirasakan oleh komunitas sekitar dan lingkungan umum
d. Suma’mur (2001) : keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan
suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
e. Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur.
B. ISTILAH-ISTILAH DALAM K3 (UU NO.1 TH 1970 )
a. Tempat kerja : tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya
b. Pengurus : orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri
c. Pengusaha :
 orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
 orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan
miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
 orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum
termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia
C. SYARAT PENERAPAN K3 (UU NO 1 TH 1970 PASAL 3) :
1. mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya;
5. memberi pertolongan pada kecelakaan;
6. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis,
peracunan, infeksi dan penularan;
9. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya;
14. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
15. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan
penyimpanan barang;
17. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
D. TUJUAN K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970
a. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
b. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
c. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
E. RUANG LINGKUP K3 :
a. Tenaga Kerja : semua orang yang berhubungan pekerjaan dan berpotensi
kontak/berhubungan dengan bahaya di tempat kerja
b. Lingkungan Kerja
Merupakan lokasi tempat para pekerja melakukan aktivitas kerja. Kondisi lingkungan kerja
seperti ventilasi, penerangan, dan situasi haruslah memadai untuk meminimalisir potensi
terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya, penerangan yang kurang terang dapat berdampak
buruk pada kesehatan mata para pekerja.
c. Alat dan Bahan Kerja
Alat-alat kerja dan bahan yang digunakan dalam proses produksi juga mempengaruhi
keselamatan dan kesehatan para pekerja. Perlengkapan dan kelayakan alat kerja serta
bahan-bahan yang berkaitan dengan produktivitas harus sesuai dengan peraturan
keselamatan yang berlaku. Penggunaan bahan kimia dalam proses tertentu mengharuskan
pekerja menggunakan alat keselamatan untuk meminimalisir potensi bahaya.
d. Metode Kerja
Metode kerja atau prosedur kerja merupakan standar kerja yang harus dilakukan oleh
pekerja. Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada suatu perusahaan memuat
segala aturan agar pekerjaan terlaksana secara efektif dan efisien. Beberapa batas maksimum
pekerjaan atau jam kerja dalam sehari juga diatur untuk meminimalisir potensi risiko pada
kesehatan pekerja.
F. Kewajiban pengusaha Terhadap Penerapan K3
Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 14 yang mana
terdapat 3 (tiga) kewajiban pengusaha (pengurus) terhadap penerapan K3 antara lain :
a. Menulis dan memasang semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan pada tempat-
tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau Ahli K3 di
tempat kerja yang dipimpinnya.
b. Memasang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai
pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang dipimpinnya.
c. Menyediakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang dipimpin
maupun orang lain yang memasuki tempat kerja disertai petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut pegawai pengawas atau Ahli K3 di tempat kerja yang dipimpinnya.
G. Kewajiban Tenaga Kerja Terhadap Penerapan K3
Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 12 dimana terdapat
5 (lima) kewajiban utama tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja, antara lain :
a. Memberi keterangan yang benar apabila diminta pegawai pengawas / keselamatan kerja.
b. Menggunakan (APD) Alat Pelindung Diri yang diwajibkan.
c. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
d. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan kerja dimana syarat K3 dan APD yang diwajibkan diragukan olehnya
kecuali dalam hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas yang dapat
dipertanggungjawabkan.

2. KESEHATAN KERJA
Kesehatan Kerja menurut joint ILO/WHO Committee 1995 ialah penyelenggaraan dan
pemeliharaan derajat setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan sosial tenaga kerja di semua
pekerjaan, pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja yang disebabkan kondisi kerjanya,
perlindungan tenaga kerja terhadap resiko faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan
dan pemeliharaan tenaga kerja di lingkungan kerja sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya, dan
sebagai kesimpulan ialah penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan manusia kepada
pekerjaannya.
A. Dasar Hukum Kesehatan Kerja
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (tiga) dan pasal 8
(delapan).
2. Peraturan Menteri Perburuhan no 7 Tahun 1964 tentang Syarat-Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja.
3. Permenaker No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
4. Permenaker No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
5. Permenaker No 3 Tahun 1983 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
6. Permenaker No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi
Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar
Jamsostek.
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja.
8. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No 1 Tahun 1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang
Makan.
9. Surat Edaran Dirjen Binawas tentang Perusahan Catering Yang Mengelola Makanan Bagi
Tenaga Kerja.
B. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
1. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
a. Sarana dan Prasarana.
b. Tenaga (dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja, dokter Perusahaan dan paramedis
Perusahaan).
c. Organisasi (pimpinan Unit Pelayanan Kesehatan Kerja, pengesahan penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Kerja).
2. Pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
a. Awal (Sebelum Tenaga Kerja diterima untuk melakukan pekerjaan).
b. Berkala (sekali dalam setahun atau lebih).
c. Khusus (secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu berdasarkan tingkat resiko yang
diterima).
d. Purna Bakti (dilakukan tiga bulan sebelum memasuki masa pensiun).
3. Pelaksanan P3K (petugas, kotak P3K dan Isi Kotak P3K).
4. Pelaksanaan Gizi Kerja.
a. Kantin (50-200 tenga kerja wajib menyediakan ruang makan, lebih dari 200 tenaga kerja
wajib menyediakan kantin Perusahaan).
b. Katering pengelola makanan bagi Tenaga Kerja.
c. Pemeriksaan gizi dan makanan bagi Tenaga Kerja.
d. Pengelola dan Petugas Katering.
5. Pelaksanaan Pemeriksaan Syarat-Syarat Ergonomi.
a. Prinsip Ergonomi:
 Antropometri dan sikap tubuh dalam bekerja.
 Efisiensi Kerja.
 Organisasi Kerja dan Desain Tempat Kerja
 Faktor Manusia dalam Ergonomi.
b. Beban Kerja :
 Mengangkat dan Mengangkut.
 Kelelahan.
 Pengendalian Lingkungan Kerja.
6. Pelaksanaan Pelaporan (Pelayanan Kesehatan Kerja, Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
dan Penyakit Akibat Kerja)

3. SMK3
 (PP nomor 50 tahun 2012) SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.
 ILO (International Labour Organization), SMK3 adalah ilmu yang bertujuan untuk mengantisipasi,
mengevaluasi dan sebagai pengendalian bahaya yang timbul di dalam dan atau dari tempat kerja
yang dapat mengganggu kesehatan dan kesejahteraan pekerja, dengan mempertimbangkan
kemungkinan dampak pada masyarakat sekitar dan lingkungan umum
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN DALAM SMK3 :
 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( P2K3 ) badan pembantu di tempat kerja
yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan
kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja.
 Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap perenuhan
kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan
dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
 Auditor SMK3 ialah tenaga teknis yang mempunyai kompetensi baik dari dalam maupun dari
luar perusahaan dan independen untuk melaksanakan audit SMK3.
 Audit Internal SMK3 adalah audit Sistem Manajemen K3 yang dilakukan ole perusahaan
sendiri dalam rangka pembuktian penerapan Sistem Manajemen K3 dan persiapan audit
eksternal Sistem Manajemen K3 dan atau pemenuhan standar nasional atau internasional
atau tujuan-tujuan lainnya
 Audit Eksternal SMK3 adalah audit Sistem Manajemen K3 yang diselenggarakan oleh Lembaga
Audit dan dilaksanakan oleh Auditor Eksternal dalam rangka pembuktian penerapan Sistem
Manajemen K3 ditempat kerja terhadap pemenuhan persyaratan peraturan perundangan .
 Penghargaan SMK3 adalah tanda penghargaan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah
berhasil dalam melaksanakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan pada jangka waktu tertentu.
 Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.
 Perusahaan adalah :
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milk
persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang
mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain
b. usaha-usaha sosiai dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan
orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
 Pengusaha adalah:
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milk sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia.
B. LATAR BELAKANG DISUSUNNYA SMK3
1. K3 masih belum mendapatkan perhatian yang memadai semua pihak
2. Kecelakaan kerja yang terjadi relatif masih tinggi
3. Pelaksanaan pengawasan K3 masih dominan bersifat parsial dan belum menyentuh aspek
manajemen
4. Relatif rendahnya komitmen pimpinan perusahaan dalam hal K3
5. Kualitas tenaga kerja berkorelasi dengan kesadaran atas K3
6. Tuntutan global dalam perlindungan tenaga kerja yang diterapkan oleh komunitas
perlindungan hak buruh internasional
7. Desakan LSM internasional dalam hal hak tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan
8. Masalah K3 masih belum menjadi prioritas program
9. Tidak ada yang mengangkat masalah K3 menjadi isu nasional baik secara politis maupun
sosial
10. Masala kecelakaan kerja mash dilihat dari aspek ekonomi, dan tidak pernah dilihat dari
pendekatan moral
11. Tenaga kerja mash ditempatkan sebagai faktor produksi dalam perusahaan, belum
dirtempatkan sebagai mitra usaha
12. Alokasi anggaran perusahaan untuk masalah K3 relatif kecil
C. TUJUAN SMK3:
 Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana,
terukur, terstruktur, dan terintegrasi;
 Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh;
 Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas;
 Memberikan image baik kepada perusahaan dari pandangan pihak eksternal seperti
masyarakat, pemerintah, klien dll;
 Sebagai bentuk pemenuhan persyaratan bisnis dari pihak klien
D. Manfaat SMK3 :
 Memberikan Perlindungan Kepada Karyawan
 Membangun Sistem Manajemen yang Lebih Efektif
 Mengurangi Pengeluaran Biaya
E. Dasar Hukum SMK3
 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Terdiri dari 11 Bab dan 18
Pasal
 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terdiri dari 18 Bab dan 193
Pasal. Pasal yang mengatur tentang SMK3 pada pasal 87.
 Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3;
 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian
Penerapan SMK3
 Peraturan Menteri Kesehatan No. 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit
F. Metode dalam upaya Penerapan K3 :
 Promotif Action : Peningkatan upaya K3 melalui promosi K3, penyuluhan dll
 Preventif Action : Upaya Pencegahan Resiko K3 di tempat kerja
 Kuratif Action : Pengobatan/Perbaikan dalam upaya penerapan K3
 Rehabilitatif : Pemulihan
G. Tahapan dalam Penerapkan SMK3
 Penetapan Kebijakan K3
Kebijakannya sendiri harus disusun secara sistematis. Paling sedikit memuat visi, tujuan
perusahaan, komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Serta program kerja yang bersifat
umum atau operasional. Dalam membuat kebijakan K3 perusahaan harus melakukan
tinjauan terhadap potensi bahaya yang bisa muncul, sebab akibat kecelakaan kerja, dan lain
sebagainya
 Perencanaan K3
Perencanaan ini dibuat dengan kebijakan K3 sebagai acuannya. Proses penyusunanya perlu
melibatkan wakil pekerja, panitia pembina K3, ahli K3, dan pihak lain terkait lainnya dari
perusahaan.
Rencana K3 ini harus mencakupi tujuan dan sasaran, skala prioritas, upaya pengendalian
bahaya, penetapan sumber daya, waktu pelaksanaan, indikator pencapaian, dan sistem
pertanggungjawaban
 Pelaksanaan Rencana K3
Setelah rencana disusun perusahaan dapat mulai melaksanakan program K3, dengan
didukung oleh SDM dalam bidang K3, sarana, dan prasarana. SDM K3 diwajibkan memiliki
kompetensi yang dibuktikan dari sertifikat atau SDM dengan Kewenangan di bidang K3 yang
dibuktikan dengan ijin kerja dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang.
a. Sarana dan prasana yang dimaksud minimal harus terdiri:
1. Organisasi atau unit yang bertanggungjawab di bidang K3
2. Anggaran yang memadai
3. Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian
4. Instruksi kerja
b. Syarat minimal kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus meliputi:
1. Tindakan pengendalian
2. Perancangan dan rekayasa
3. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
4. Prosedur dan instruksi kerja
5. Pembelian/pengadaan barang dan jasa
6. Produk akhir
7. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri serta rencana
pemulihan keadaan darurat (dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi, dan
analisa kegiatan)
c. Dalam pelaksanaan rencana K3 berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan
pengendalian risiko, pengusaha harus:
1. Menunjuk SDM yang berkompeten dan berwenang di bidang K3.
2. Melibatkan seluruh pekerja
3. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh semua penghuni perusahaan
4. Membuat prosedur informasi yang harus dikomunikasikan ke semua pihak dalam
perusahaan dan pihak luar yang terkait
5. Membuat prosedur pelaporan yang terdiri:
a. Terjadinya kecelakaan di tempat kerja
b. Ketidak sesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan/atau standar
c. Kinerja K3
6. Identifikasi sumber bahaya
7. Dokumen lain yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang dilakukan terhadap:
1) Peraturan perundang-undangan dan standar di bidang K3
2) Indikator kinerja K3
3) Izin kerja
4) Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko
5) Kegiatan pelatihan K3
6) Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharan
7) Catatan pemantauan data
8) Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut
9) Identifikasi produk terhadap komposisinya
10) Informasi pemasok dan kontraktor
11) Audit dan peninjauan ulang SMK3
12) Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap
pemenuhan
13) kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah
direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Kegiatannya melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3
dilakukan oleh SDM yang kompeten, jika tidak memiliki SDM yang kompeten dapat
menggunakan jasa pihak lain. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaporkan kepada
pengusaha dan digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan yang dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
 Peninjau dan Peningkatan Kinerja SMK3
Fungsinya untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3 yang dilakukan
terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi untuk melakukan
perbaikan dan peningkatan kinerja dalam hal:
1. Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan
2. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar
3. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Terjadi perubahan struktur organisasi
5. Adanya perkembangan IPTEK, termasuk epidemiologi
6. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja
7. Adanya pelaporan
8. Adanya masukan dari pekerja
H. PENYAMPAIAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI K3
Komunikiasi K3 adalah salah satu program pencegahan kecelakaan kerja dalam lingkup
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran terkait K3.
Komunikasi meliputi komunikasi internal antar bagian maupun sesama bagian dalam struktur
organisasi Perusahaan maupun komunikasi eksternal dengan pihak lain seperti kontraktor,
pemasok, pengunjung, tamu dan masyarakat luas maupun pihak ke tiga yang bekerja sama
dengan Perushaaan berkaitan dengan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
 Informasi-informasi yang termasuk dalam komunikasi internal antara lain :
a. Komitmen Perusahaan terhadap Penerapan K3 di tempat kerja.
b. Program-program yang berkaitan dengan Penerapan K3 di tempat kerja.
c. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko K3 di tempat kerja.
d. Prosedur kerja, instruksi kerja, diagram alur proses kerja serta material/bahan/alat/mesin
yang digunakan dalam proses kerja.
e. Tujuan K3 dan aktivitas peningkatan berkelanjutan lainnya.
f. Hasil-hasil investigasi kecelakaan kerja.
g. Perkembangan aktivitas pengendalian bahaya di tempat kerja.
h. Perubahan-perubahan manajemen Perusahaan yang mempengaruhi penerapan K3 di
tempat kerja
 Informasi-informasi terkait komunikasi eksternal dengan kontrakator antara lain :
a. Sistem Manajemen K3 kontraktor individual.
b. Peraturan dan persyaratan komunikasi kontraktor.
c. Kinerja K3 kontraktor. Daftar kontraktor lain di tempat kerja.
d. Hasil pemeriksaan dan pemantauan K3.
e. Tanggap Darurat.
f. Hasil investigasi kecelakaan, ketidaksesuaian dan tindakan perbaikan dan tindakan
pencegahan.
g. Persyaratan komunikasi harian
 Informasi-informasi terkait komunikasi eksternal dengan pengunjung/tamu antara lain :
a. Persyaratan-persyaratan K3 untuk tamu.
b. Prosedur evakuasi darurat.
c. Aturan lalu lintas di tempat kerja.
d. Aturan akses tempat kerja dan pengawalan.
e. APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan di tempat kerja.
I. ADAPUN TUJUAN DARI PENGELOLAAN KOMUNIKASI, ANTARA LAIN:
a. Mengantisipasi ketidaktahuan, kesalahpahaman dan permasalahan di dalam organisasi.
b. Bentuk partisipasi perusahaan dalam sistem manajemen K3.
c. Semua personel yang ada dalam perusahaan mendukung implementasi K3
J. JENIS KOMUNIKASI K3 :
1. Komunikasi manusia dengan manusia secara langsung.
Misalnya antara bawahan dengan atasan. Komunikasi ini sering disebut dengan komunikasi
personal (personal communication) atau komunikasi kelompok (group communication).
Dalam K3 kedua jenis komunikasi ini banyak dilakukan misalnya melalui kontak individu
melalui proses observasi, safety talk, penyuluhan K3, dan pelatihan K3.
2. Komunikasi manusia dengan manusia melalui alat atau media komunikasi.
Seperti telepon, buletin, poster, spanduk, situs internet, safety letter, dan lain-lain.
Komunikasi ini banyak digunakan di lingkungan kerja misalnya komunikasi antara petugas di
ruang kontrol dengan petugas di lapangan, komunikasi antara petugas K3 dengan para
pekerja.
Komunikasi K3 antara manusia dengan manusia dapat di klasifisikan sebagai berikut:
 Komunikasi internal, adalah komunikasi di lingkungan organisasi baik secara horizontal,
vertikal dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah di seluruh jajaran organisasi.
 Komunikasi eksternal, adalah aliran komunikasi antara organisasi dengan semua unsur di
luar perusahaan, misalnya konsumen, instansi terkait, pemasok, kontraktor, asosiasi
profesi, media massa, dan lainya.
3. Komunikasi manusia dengan alat kerja.
Peralatan seperti mesin, unit proses, peralatan adalah benda mati yang dioperasiakan oleh
manusia. Dalam proses operasi tersebut terjadi komunikasi antara manusia dengan alat
kerja.

4. ISO 45001 : 2018 SEBAGAI GANTI OHSAS 18001 : 2007


ISO 45001 adalah suatu standar global dalam sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3)
A. Klausl ISO 45001 : 2018
1. Ruang Lingkup (Scope)
Ruang Lingkup menjelaskan cakupan dan batasan dari sistem manajemen K3 yang akan
diimplementasikan. Perusahaan harus menetapkan ruang lingkup yang sesuai dengan
kebutuhan dan konteks organisasi.
2. Acuan Normatif (Normative Reference)
Klausul ini mencantumkan referensi normatif yang digunakan sebagai dasar dalam
pengembangan ISO 45001. Salah satunya adalah ISO 45000, yang berisi prinsip dan
terminologi umum terkait manajemen K3.
3. Istilah dan Definisi (Terms And Definitions)
Istilah dan Definisi menyediakan definisi istilah yang digunakan dalam standar ISO 45001
adalah “bahaya,” “risiko,” dan “kontrol.”
4. Konteks Organisasi (Context of The Organization)
Klausul ini mengharuskan perusahaan untuk mengidentifikasi dan memahami konteks
eksternal dan internal yang mempengaruhi sistem manajemen K3, termasuk pemahaman
terhadap kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan, serta penilaian isu-isu yang
relevan dengan K3.
5. Kepemimpinan dan Komitmen (Leadership and Commitment)
Klausul ini menekankan pentingnya peran manajemen dalam mendukung dan memastikan
komitmen terhadap sistem manajemen K3. Manajemen harus menyediakan sumber daya
yang diperlukan, mengkomunikasikan kebijakan K3, serta memastikan sistem manajemen K3
terintegrasi dengan proses bisnis perusahaan.
6. Perencanaan (Planning)
Perencanaan mewajibkan perusahaan mengidentifikasi bahaya dan risiko K3, menetapkan
tujuan dan sasaran, serta merencanakan tindakan untuk mencapainya.
7. Dukungan (Support)
Klausul selanjutnya dalam ISO 45001 adalah Dukungan. Klausul ini mencakup aspek-aspek
seperti penyediaan sumber daya, kompetensi karyawan, kesadaran, komunikasi, dan
dokumentasi yang diperlukan untuk mendukung implementasi dan operasional sistem
manajemen K3.
8. Operasional (Operation)
Operasional mengatur pengendalian operasional sehari-hari yang sejalan dengan kebijakan
K3, termasuk identifikasi dan pengendalian risiko K3, pengendalian perubahan, serta
penanganan situasi darurat.
9. Evaluasi Kinerja (Performance Evaluation)
Klausul ini mengharuskan perusahaan untuk melakukan pemantauan, pengukuran, analisis,
dan evaluasi kinerja sistem manajemen K3. Perusahaan juga harus melakukan audit internal
dan tinjauan manajemen secara berkala untuk memastikan sistem manajemen K3 berfungsi
secara efektif.

10. Peningkatan (Improvement)


Peningkatan mencakup identifikasi dan tindakan korektif terhadap penyimpangan dan
potensi penyimpangan dalam sistem manajemen K3. Perusahaan harus terus menerus
meningkatkan efektivitas sistem manajemen K3 melalui proses perbaikan berkelanjutan.
B. MANFAAT ISO 45001 2018
1. Mengurangi Risiko Kecelakaan Kerja
2. Meningkatkan Kepatuhan Terhadap Peraturan K3
3. Meningkatkan Reputasi Perusahaan
4. Meningkatkan Efisiensi Operasional
5. Meningkatkan Keterlibatan Karyawan
C. PERSYARATAN ISO 45001 : 2018
1. Kebijakan K3
2. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko
3. Tujuan K3 dan Program Perbaikan
4. Kompetensi dan Pelatihan Karyawan
5. Komunikasi dan Konsultasi
6. Pengendalian Operasional
7. Penanganan Darurat
8. Monitoring dan Evaluasi Kinerja
D. ISTILAH DALAM ISO 45001 : 2018
1. Pemangku Kepentingan = Seseorang atau kelompok yang dapat mempengaruhi, dipengaruhi
oleh atau mempersepsikan dirinya dipengaruhi oleh sebuah keputusan atau aktivitas.
2. Tenaga Kerja = Seseorang yang melakukan pekerjaan atau aktivitas lain yang berhubungan
dengan suatu pekerjaan di bawah kendali Perusahaan.
3. Partisipasi = Keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
4. Konsultasi = Mencari pandangan-pandangan sebelum mengambil keputusan.
5. Tempat Kerja = Lokasi di bawah kendali Perusahaan yang mana ditujukan untuk
melaksanakan suatu pekerjaan.
6. Kontraktor/Pemasok = Pihak luar yang menyediakan layanan untuk Perusahaan sesuai
dengan perjanjian kerjasama.
7. Persyaratan = Kebutuhan atau harapan yang dinyatakan, umumnya bersifat wajib dipatuhi.
8. Persyaratan hukum dan persyaratan lainnya = Persyaratan hukum yang wajib dipenuhi oleh
Perusahaan dan persyaratan lain yang wajib atau dipilih Perusahaan untuk dipenuhi.
9. Sistem Manajemen = Himpunan elemen yang saling terkait atau berinteraksi yang berlaku di
Perusahan untuk menetapkan kebijakan dan target serta proses-proses untuk mencapai
target tersebut.
10. Sistem Manajemen K3 = Sistem manajemen atau bagian dari sistem manajemen yang
digunakan untuk memenuhi Kebijakan K3.
11. Top Manajemen = Seseorang atau kelompok yang mengarahkan dan mengendaikan
Perusahaan di tingkat tertinggi.
12. Efektivitas = Hasil yang sesuai antara penerapan dan perencanaan.
13. Kebijakan = Niat dan arah Perusahaan yang secara resmi dinyatakan oleh Top Manajemen.
14. Kebijakan K3 = Kebijakan untuk mencegah cedera dan penyakit yang berhubungan dengan
perkerjaan tenaga kerja dan untuk menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat.
15. Target = Hasil yang ingin dicapai.
16. Target K3 = Target yang dicanangkan Perusahaan untuk mencapai hasil yang selaras dengan
Kebijakan K3.
17. Cedera dan Penyakit = Efek buruk pada kondisi fisik, mental atau kognitif seseorang.
18. Bahaya = Sumber yang berpotensi menyebabkan cedera dan penyakit.
19. Resiko = Efek ketidakpastian.
20. Resiko K3 = Kombinasi kemungkinan terjadinya suatu peristiwa/paparan bahaya pekerjaan
dan kemungkinan keparahan cedera dan penyakit yang disebabkan oleh peristiwa/paparan
bahaya tersebut.
21. Peluang K3 = Keadaan yang dapat mengarah pada peningkatan Kinerja K3.
22. Kompetensi = Kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
23. Informasi Terdokumentasi = Informasi yang diperlukan untuk dikendalikan dan dipelihara
oleh Perusahaan dan media untuk menyimpannya.
24. Proses = Serangkaian kegiatan yang saling terkait atau berinteraksi yang mengubah masukan
menjadi keluaran.
25. Prosedur = Cara tertentu untuk melakukan suatu kegiatan atau proses.
26. Kinerja = Hasil yang terukur.
27. Kinerja K3 = Kinerja terkait dengan efektivitas pencegahan cedera dan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan penyediaan tempat kerja yang aman dan sehat.
28. Outsource/Alih Daya = Pihak luar dimana diatur melakukan sebagian fungsi ataupun proses
Perusahaan.
29. Pemantauan = Menentukan status suatu sistem, proses ataupun aktivitas.
30. Pengukuran = Proses menentukan suatu nilai.
31. Audit = Proses yang sistematis, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti
dan mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan sejauh mana kriteria terpenuhi.
32. Kesesuaian = Pemenuhan suatu persyaratan.
33. Ketidaksesuaian = Tidak terpenuhinya suatu persyaratan.
34. Insiden = Kejadian yang timbul dari atau selama bekerja yang bisa atau mengakibatkan
cedera dan penyakit.
35. Tindakan Perbaikan = Tindakan untuk menghilangkan sebab ketidaksesuaian atau insiden
untuk mencegahnya terulang kembali.
36. Perbaikan berkelanjutan = Aktivitas berulang untuk meningkatkan kinerja.

5. PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (P2K3)


P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha
dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
A. Dasar Hukum :
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor: Per.04/Men/1987 tentang Panitia
Pembina Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
B. Kewajiban Pengusaha
Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha atau pengurus wajib membentuk P2K3.
Tempat kerja dimaksud ialah:
1. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau lebih;
2. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100 orang, akan
tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai risiko yang besar akan
terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif.
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Anggota. Sekretaris P2K3 ialah ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang
bersangkutan. P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari
pengusaha atau pengurus yang bersangkutan.
 Ketua dijabat oleh seorang pimpinan perusahaan yang mempunyai wewenang dalam
menerapkan kebijakan di perusahaan.
 Sekretaris dapat dijabat oleh Ahli K3 atau petugas K3 atau ahli lain yang dipersiapkan untuk
mejadi petugas K3.
 Para anggota terdiri dari wakil unit-unit kerja yang ada dalam perusahaan dan telah
memahami permasalahan K3.
C. Tugas Dan Fungsi P2K3
 Tugas : P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun
tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
 Fungsi : Untuk melaksanakan tugas, P2K3 mempunyai fungsi:
1. Menghimpun dan mengolah data tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat
kerja;
2. Membantu menunjukan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
a. Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan
keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta
cara penanggulangannya.
b. Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja;
c. Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya;
3. Membantu pengusaha atau pengurus dalam:
a. Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja;
b. Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik;
c. Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan
kerja;
d. Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta
mengambil langkah-langkah yang diperlukan;
e. Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, hygiene
perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi;
f. Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanan di
perusahaan;
g. Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja;
h. Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja;
i. Mengembangkan laboratorium kesehatan dan keselamatan kerja, melakukan
pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan;
j. Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene perusahaan dan
kesehatan kerja.
4. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan pedoman
kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higene perusahaan,
kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.
D. LANGKAH PEMBENTUKAN P2K3 :
1. Menunjuk ketua P2K3 (bisa merupakan pemimpin perusahaan atau orang yang ditunjuk oleh
perusahaan)
2. Mempersiapkan Ahli K3 Umum sebagai sekretaris P2K3
3. Mempersiapkan personel yang akan menjadi anggota P2K3
4. Membuat struktur organisasi P2K3
5. Membagi tugas dan tanggung jawab P2K3
6. Membuat program yang akan dilakukan untuk penerapan P2K3
7. Menerapkan K3 di perusahaan
8. Melaporkan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat dan mengajukan permohonan pengesahan
secara tertulis
9. Pengesahan organisasi
10. Melakukan rapat P2K3 secara berkala
11. Melaporkan hasil rapat ke Disnaker 3 bulan sekali
E. ANGOTA P2K3 :
Anggota dari perwakilan pekerja, pertama-tama dipilih dari orang-orang yang mempunyai
pengetahuan tentang proses kerja dan potensi bahaya yang ada di tempat kerjanya. Demikian
juga dengan perwakilan dari pihak manajemen atau pengurus, diupayakan suatu perwakilan yang
berasal dari jajaran manajer, supervisor, personnel officers atau profesional K3 yang dapat
memberikan informasi atau masukan di dalam membuat kebijakan perusahaan, kebutuhan
produksi dan hal-hal teknis perusahaan lainnya.
Selanjutnya jumlah anggota P2K3 yang ideal agar fungsi organisasi dapat berjalan dengan efektif
adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih, maka jumlah anggota
sekurang-kurangnya 12 orang terdiri dari 6 orang perwakilan pekerja dan 6 orang dari
perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
2. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 orang s/d 100 orang, maka jumlah anggota
sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3 orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari
perwakilan pengurus perusahaan atau pihak manajemen.
3. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja kurang dari 50 orang atau tempat kerja dengan
tingkat resiko yang besar, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya 6 orang terdiri dari 3
orang perwakilan pekerja dan 3 orang dari perwakilan pengurus perusahaan atau pihak
manajemen.
4. Tugas-tugas pengurus P2K3
a. Tugas Ketua P2K3:
1) Memimpin semua rapat pleno P2K3 atau menunjuk pengurus lainnya untuk
memimpin rapat pleno;
2) Menentukan langkah kebijakan demi tercapainya pelaksanaan program-program
yang telah digariskan organisasi;
3) Mempertanggung jawabkan pelaksanaan K3 di perusahaannya kepada pemerintah
melalui pimpinan perusahaan;
4) Mempertanggung jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya kepada
direksi perusahaan;
5) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program-program K3 di perusahaan, dll.
b. Tugas Wakil Ketua
Melaksanakan tugas-tugas ketua dalam hal ketua berhalangan dan membantu
pelaksanaan tugas ketua sehari-hari;
c. Tugas Sekretaris:
1) Membuat undangan rapat dan membuat notulen rapat;
2) Memberikan bantuan atau saran-saran yang diperlukan olek seksi-seksi untuk
kelancaran program-program K3;
3) Membuat laporan ke departemen-departemen perusahaan tentang adanya potensi
bahaya di tempat kerja, dll.
d. Tugas Anggota:
1) Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan bidang tugas
masing-masing;;
2) Melaporkan kepada ketua atas setiap kegiatan yang telah dilaksanakan, dll.
F. LAPORAN KEGIATAN P2K3
Laporan kegiatan P2K3 kepada pemerintah disampaiakan kepada Kepala Dinas atau kepala
Kantor yang membidangi ketenagakerjaan kabupaten atau kota setempat dalam bentuk laporan
triwulan dan ditembuskan kepada Kepala Dinas Tenaga Kerja Propinsi dan Dewan K3 Propinsi.
Sedangkan laporan kepada pimpinan perusahaan yang bersangkutan dibuat dan disampaikan
setiap setelah diselenggarakan pertemuan baik pertemuan rutin maupun pertemuan khusus.

6. AUDIT SMK3 :
A. Audit adalah suatu kegiatan menguji atau memeriksa kesesuaian sistem secara sistimatis dengan
guna dapat menghasilkan penilaian yang independent terhadap kebenaran dan keandalan dari
pelaksanaan aktifitas namajemen, yakni berupa sebuah perencanaan dan sistem pengendalian
yang sudah dibuat.
B. Audit SMK3 ialah sebuah alat yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya keberhasilan
pelaksanaan dan penerapan SMK3 pada tempat kerja secara sistimatik dan juga independent.
Gunanya adalah untuk membuktikan apakah penerapan SMK3 pada tempat kerja telah
dilaksanakan secara efektif untuk mencapai kebijakan dan juga tujuan perusahaan

C. Tujuan AUDIT K3 :
1. Menilai secara kritis dan sistimatis semua potensi bahaya potensial dalam system kegiatan
operasi perusahaan.
2. Menetukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial sebelum muncul gangguan -
gangguan atau kerugian terhadap tenaga kerja, harta, lingkungan maupun gangguan operasi
sehingga mutu pelaksanaan K3 dapat meningkat.
3. Memastikan bahwa pengelolaan K3 pada perusahaan telah dilaksanakan sesuai ketentuan
pemerintah, standar teknis yang sudah ditentukan, standar K3 yang berlaku dan juga
kebijakan yang ditentukan oleh manajemen perusahaan.
D. Manfaat Audit SMK3:
1. Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan di bidang K3.
2. Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka meningkatkan
kinerja SMK3.
3. Mengetahui efektivitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari penerapan SMK3.
4. Mengetahui kinerja K3 di perusahaan.
5. Meningkatkan image perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing
perusahaan.
6. Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan tenaga kerja mengenai K3 yang juga akan
meningkatkan produktivitas perusahaan.
7. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan.
8. Penanganan berkesinambungan terhadap risiko yang ada diperusahaan.
9. Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan.
10. Pengakuan terhadap kinerja K3 diperusahaan atas pelaksanaan SMK3
E. Fungsi Audit K3
1. Alat Manajemen (management tool)
2. Memantau dan memverifikasi efektifitas penerapan kebijakan
3. Alat untuk menilai kesesuaian (conformity assessment), seperti : Sertifikasi/akreditasi
eksternal
4. Dasar Evaluasi
F. JENIS AUDIT K3
 Audit Internal
- Audit internal merupakan proses penilaian yang diadakan oleh internal perusahaan.
Tujuannya untuk menilai sejauh mana efektivitas penerapan SMK3 di perusahaan.
- Petugas audit juga harus independen dari bagian yang akan diaudit. Jadi tidak bisa
dilakukan oleh personil yang masih memiliki hubungan kerja dengan bagian yang hendak
diperiksa. Sehingga setiap bagian di perusahaan bisa memperoleh hasil pemeriksaan yang
objektif dan relevan.
- Audit SMK3 internal dikerjakan oleh tim audit yang terdiri dari ketua tim, sekretaris,
anggota tetap dan anggota tidak tetap. Untuk anggota tetap perusahaan dapat menunjuk
pegawai yang bekerja dan memiliki keahlian dalam bidang engineering, maintenance,
operasi, dan K3.
- Jumlah keseluruhan tim audit ini harus ganjil dan tidak lebih dari 7 orang. Pembatasan
jumlah anggota dan harus dibuat ganjil ini bertujuan agar proses kerja tim lebih efektif.
Nantinya hasil dari audit akan menjadi masukan kepada pihak manajemen, untuk
meningkatkan kinerja program K3.
- Audit internal ini perlu dilakukan secara berkala. Idealnya dilakukan sebanyak dua kali
dalam satu tahun. Namun frekuensi audit sebaiknya tetap disesuaikan dengan peninjauan
ulang dari hasil audit internal sebelumnya. Serta mempertimbangkan penanganan risiko
kecelakaan kerja yang perlu segera ditindak lanjuti.
 Audit Eksternal
Audit Eksternal diselenggarakan oleh badan audit dan dilaksanakan oleh auditor eksternal
dalam rangka pembuktian penerapan SMK3 di tempat kerja terhadap pemenuhan persyaratan
peraturan perundangan.
G. Kriteria Penilaian Audit Sistem Manajemen K3
1. Pembangunan dan Pelaksanaan Komitmen
Mulai dari tersedianya kebijakan K3 yang telah disusun, penunjukan penanggung jawab
untuk K3, dan terdapat tinjauan sebelumnya. Kemudian pelaksanaanya sudah melibatkan
tenaga kerja.
2. Pembuatan Rencana K3 dan Pendokumentasian
Memastikan bahwa rencana K3 telah disusun dengan sistematis. Serta terdapat
pendokumentasian yang lengkap, rapi, dan terorganisir.
3. Pengendalian Perancangan dan Peninjauan Kontrak
Perancangan atau modifikasi dalam proses produksi yang terdapat implikasi dengan K3, telah
diidentifikasi risiko bahayanya. Sedangkan peninjauan kontrak yaitu berkaitan dengan
aktivitas pemasokan barang maupun jasa yang harus memenuhi persyaratan keamanan.
4. Pengendalian Dokumen
Dokumentasi seringkali tidak diprioritaskan atau malah terlupakan. Padahal pengedalian
dokumen K3 ini penting dalam penerapan SMK3. Setiap dokumen harus terarsip dengan baik
dan sistematis.
5. Pembelian dan Pengendalian Produk
Terdapat prosedur yang dapat menjamin keamanan produk. Mulai dari memastikan
spesifikasi dalam pemberian barang atau jasa. Kemudian perusahaan juga perlu melakukan
verifikasi, pasokan barang ke pelanggan, dan mampu telusur produk.
6. Bekerja dengan Aman Berdasarkan SMK3
Audit SMK3 juga akan menilai apakah pekerjaan sudah dilakukan berdasarkan SMK3 atau
belum. Tim audit akan menilai sistem kerja, seleksi serta penempatan karyawan, dan
kesiapan pegawai dalam menangani keadaan darurat
7. Standar Pemantauan
Tim audit akan meninjau standar pemantauan meliputi pemeriksaan bahaya, pemantauan
lingkungan kerja, pemantauan kesehatan tenaga kerja dan lain sebagainya.
8. Pelaporan dan Perbaikan Aspek yang Kurang
Tim audit akan memberikan tersedia atau tidaknya prosedur pelaporan untuk bahaya dan
kecelakaan.
9. Pengelolaan Material dan Prosedur Perpindahannya
Terdapat prosedur untuk menangani bahan berbahaya secara manual maupun mekanis.
Serta metode pencegahan dari risiko kebocoran, tumpah, atau kerusakan
10. Pengumpulan dan Penggunaan Data
Kriteria ini melihat terorganisirnya catatan K3 serta data maupun laporan K3.
11. Pemeriksaan SMK3
Tim dari lembaga audit independen akan memeriksa ada atau tidaknya kegiatan audit
internal SMK3, secara berkala.
12. Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan
Terdapat pelatihan K3 dan pengembangan keterampilan untuk tenaga kerja berkaitan dengan
keselamatan di lingkungan kerja. Termasuk pelatihan pada jajaran manajemen.
H. PERBEDAAN AUDIT DAN INSPEKSI:

7. INSPEKSI K3
A. Pengertian Inspeksi K3
Inspeksi K3 adalah kegiatan pemeriksaan yang khusus dilakukan untuk menilai dan memastikan
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. Tujuan utama dari inspeksi K3 adalah untuk
mencegah terjadinya kecelakaan, mengidentifikasi potensi bahaya, serta menjamin bahwa
lingkungan kerja memenuhi standar keselamatan yang telah ditetapkan.
B. Jenis-jenis Inspeksi K3
1. Inspeksi Rutin: Inspeksi rutin dilakukan secara berkala untuk mengawasi kondisi K3 di tempat
kerja. Biasanya dilakukan oleh tim atau petugas K3 internal perusahaan. Inspeksi rutin
bertujuan untuk mendeteksi potensi bahaya secara dini dan mengatasi masalah kecil
sebelum menjadi lebih serius.
2. Inspeksi Spesifik: Inspeksi spesifik dilakukan untuk mengevaluasi aspek K3 tertentu yang
dianggap memiliki risiko tinggi atau masalah kepatuhan tertentu. Contohnya, inspeksi pada
alat berat, peralatan listrik, atau bahan kimia berbahaya.
3. Inspeksi Investigatif: Inspeksi investigatif dilakukan setelah terjadi kecelakaan atau hampir
kecelakaan untuk menelusuri penyebabnya dan mencegah terjadinya kejadian serupa di
masa depan. Inspeksi ini bertujuan untuk belajar dari kesalahan dan meningkatkan sistem K3.
C. Tujuan Inspeksi K3
1. Memeriksa apakah pelaksanaan program K3 atau standar K3 sudah berjalan efektif atau
belum
2. Mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang pekerjaan dan tugas
3. Mengidentifikasi bahaya yang ada di area kerja dan bahaya tersembunyi
4. Menemukan penyebab bahaya
5. Merekomendasikan tindakan perbaikan untuk mengendalikan bahaya
6. Memantau langkah-langkah perbaikan yang diambil untuk menghilangkan bahaya atau
mengendalikan risiko (misalnya, memantau perihal administratif, kebijakan, prosedur,
peralatan kerja, alat pelindung diri dll.)
7. Meningkatkan kembali kepedulian tentang K3, karena dengan inspeksi, pekerja merasa
bahwa keselamatannya diperhatikan
8. Menilai kesadaran pekerja akan pentingnya K3
9. Mengukur dan mengkaji usaha serta peranan para supervisor terhadap K3.
D. Manfaat Inspeksi K3
1. Dapat dilakukan perbaikan segera
Anda atau pihak internal yang ditunjuk dapat melakukan perbaikan segera terhadap tindakan
atau kondisi tidak aman. Sehingga menghindarkan dari risiko bahaya yang lebih besar dalam
bekerja.
2. Dapat mendorong pekerja lebih tanggap K3
Keuntungan selanjutnya adalah mampu mendorong ketanggapan para pekerja. Secara
teratur dan berkelanjutan, pemeriksaan yang dilakukan akan membentuk kebiasaan baik
dalam bekerja.
3. Langsung memberikan arahan
Manajemen perusahaan bisa langsung melakukan komunikasi kepada pekerja atau yang
bertanggung jawab terkait QSHE di perusahaan. Komunikasi tersebut untuk memberikan
arahan untuk menghindarkan segala risiko kecelakaan.

4. Menetapkan APD khusus


Memudahkan dalam menentukan penggunaan standar alat pelindung diri atau APD.
Disesuaikan dengan jenis serangan dapat menentukan secara tepat alat-alat pelindung
keselamatan yang diperlukan untuk setiap jenis dan kondisi kerja.
5. Meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya K3
Memberikan semangat serta meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya K3. Secara
berkesinambungan ini akan meningkatkan kepatuhan terhadap sistem keamanan dan
produktivitas.
E. TIM INSPEKSI K3
Tim inspeksi K3 adalah mereka yang sudah familier dengan area kerja, tugas, pekerjaan atau
mereka yang telah menerima pelatihan atau sertifikasi. Kriteria lain untuk memilih tim inspeksi
K3 di antaranya:
1. Pengetahuan tentang peraturan dan prosedur K3, termasuk menguasai undang-undang dan
2. berbagai peraturan K3 yang dikeluarkan pemerintah maupun standar internasional
3. Pengetahuan tentang potensi bahaya
4. Pengalaman dengan prosedur kerja.
Tim inspeksi K3 dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Eksternal perusahaan
Inspeksi K3 yang dilaksanakan oleh pengawas dari instansi pemerintah atau pihak ketiga.
b. Internal perusahaan
Inspeksi K3 dilakukan oleh orang yang kompeten di dalam perusahaan seperti supervisor atau
manajer dan juga yang memiliki spesialisasi di bidangnya seperti safety advisor dan teknisi
atau pekerja yang kompeten dari level terendah sampai level tertinggi (top management).
F. Objek- objek dalam Inspeksi
1. Bahaya yang berpotensi menimbulkan cedera atau PAK di tempat kerja, meliputi:
 Bahaya biologis, yang disebabkan oleh organisme seperti virus, bakteri, jamur, dan
parasit.
 Bahaya kimiawi, disebabkan oleh uap, cairan, gas, debu, kabut atau asap.
 Bahaya ergonomis, disebabkan gerakan berulang, postur yang salah saat bekerja,
metode bekerja tidak tepat, serta desain posisi kerja dan peralatan tidak dirancang
dengan benar.
 Bahaya fisik, disebabkan kebisingan, getaran, suhu ekstrem, pencahayaan, dll.
 Bahaya psikososial, dapat memengaruhi kesehatan mental seperti kerja berlebihan,
stres, bullying atau kekerasan.
 Bahaya keselamatan, disebabkan kondisi dan tindakan tidak aman.
2. Peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar yang berkaitan dengan bahaya,
tugas-tugas, proses produksi tertentu, alat pelindung diri, dll.
3. Permasalahan K3 yang terjadi sebelumnya meskipun risikonya kecil juga perlu
dipertimbangkan.
G. Tahapan Implementasi Inspeksi K3
1. Tahap persiapan
 Jadwal inspeksi dan tim inspeksi
 Peta inspeksi berdasarkan denah area kerja
 Jalur-jalur inspeksi K3
 Potensi bahaya yang terkait dengan mesin, peralatan, material dan proses kerja
 Standar, peraturan atau prosedur kerja yang berlaku
 Laporan inspeksi sebelumnya
 Data kecelakaan kerja
 Laporan pemeliharaan
 Daftar atau hal-hal apa saja yang akan diinspeksi
 Alat pelindung diri (APD) yang diperlukan selama inspeksi.
2. Tahap pelaksanaan
 Menghubungi penanggung jawab bagian yang akan dikunjungi untuk menginformasikan
bahwa akan diadakan inspeksi K3
 Usahakan untuk mengikuti peta dan jalur inspeksi yang sudah direncanakan
 Mengamati rangkaian proses kerja untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran
terhadap peraturan atau prosedur K3
 Mengamati tindakan perorangan atau perilaku pekerja apakah sudah memenuhi
persyaratan K3
 Mengumpulkan data atau memeriksa kembali data sesuai daftar inspeksi yang telah
dibuat. Daftar inspeksi bersifat permanen, tidak boleh ada hal yang dipertimbangkan
kembali selama pelaksanaan inspeksi berlangsung. Daftar inspeksi harus ditinjau dan
ditambahkan atau direvisi seperlunya, misalnya perubahan prosedur kerja atau
perubahan proses kerja menggunakan peralatan tertentu.
 Melakukan perbaikan sementara dengan segera apabila saat pelaksanaan inspeksi
ditemukan tindakan atau kondisi berbahaya.
3. Pencatatan hasil pengamatan
Buat catatan ringkas tentang ketidaksesuaian dan kesesuaian peralatan, tindakan dan kondisi
terhadap standar, kemudian lakukan identifikasi bahaya. Pencatatan hasil pengamatan
diperlukan untuk meninjau semua informasi yang dikumpulkan dan memudahkan tim
inspeksi untuk membuat klasifikasi bahaya dalam laporan.
Terdapat dua kategori dalam membuat kelas bahaya, yakni:
 Menentukan perkiraan besarnya konsekuensi yang diakibatkan oleh bahaya apabila
terjadi kecelakaan.

Kategori Jenis Bahaya Keterangan


Konsekuensi
Bahaya
Dapat mengakibatkan kematian atau kehilangan
I Katastropik
kemampuan
Dapat mengakibatkan cedera serius atau
II Kritis
kerusakan berat pada aset perusahaan
Dapat mengakibatkan cedera ringan atau PAK
ringan yang mengakibatkan kehilangan waktu
III Kecil/ ringan
kerja atau kerusakan ringan pada aset
perusahaan
Kemungkinan tidak memengaruhi keselamatan
dan kesehatan pekerja jadi tidak mengakibatkan
IV Dapat diabaikan
kehilangan waktu kerja, tetapi merupakan
pelanggaran dalam kriteria tertentu.

 Perkiraan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang dapat dipergunakan untuk


pengambilan keputusan atau perencanaan tindakan perbaikan dan/ atau pencegahan.

Kategori Probabilitas Kecelakaan Keterangan


Cenderung dapat segera terjadi atau terjadi
A
dalam waktu dekat bila terdapat paparan bahaya
B Kemungkinan akan terjadi pada waktu tertentu
Kemungkinan terjadi pada waktu tertentu lebih
C
kecil (dibanding kategori B)
D Cenderung tidak akan terjadi
4. Tahap pelaporan
 Tipe laporan inspeksi K3, antara lain:
a. Laporan keadaan darurat − Mencakup kategori bahaya katastropik atau kritis, laporan
harus segera dibuat sebelum kecelakaan kerja terjadi atau sesaat setelah inspeksi K3
dilaksanakan.
b. Laporan berkala − Mencakup keadaan bahaya yang tidak masuk kategori darurat.
Laporan bisa dibuat dalam 24 jam setelah inspeksi.
c. Laporan ringkas − Mencakup kesimpulan dari semua item laporan terdahulu.
 Persyaratan dalam membuat laporan inspeksi :
a. Mencatat dan memberi tanda pada item temuan yang belum ditindak lanjuti
b. Setiap item harus diberi nomor urut
c. Setiap item harus diberi kategori bahaya
d. Menentukan siapa yang akan menindaklanjuti setiap item pada hasil inspeksi
e. Laporan inspeksi ditujukan kepada departemen yang diinspeksi dengan tembusan
kepada atasan
f. Menentukan tindakan perbaikan sebagai tindak lanjut
g. Melakukan evaluasi terhadap hasil inspeksi K3 untuk menentukan tindak lanjut yang
dilakukan guna pengembangan berkelanjutan.
 Peninjauan ulang hasil inpeksi K3 bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi bahaya
b. Membantu memantau efektivitas program K3
c. Menentukan kebutuhan pelatihan untuk pekerjaan tertentu
d. Memberikan pengetahuan mengapa kecelakaan terjadi di area kerja tertentu
e. Menentukan tindakan perbaikan
f. Menetapkan atau memperbaiki prosedur bekerja aman
g. Memberi tanda area, peralatan, dll. yang mungkin memerlukan analisis bahaya lebih
dalam.

8. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (IBPR)


A. TUJUAN :
 Mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengendalikan bahaya serta risiko dari setiap kegiatan
operational, baik kegiatan rutin maupun non rutin.
 Menetapkan target dan program peningkatan kinerja K3 berdasarkan hasil identifikasi bahaya
dan penilaian risiko
B. Bahaya : Sumber atau Keadaan yg berpotensi terhadap terjadinya kerugian dlm bentuk cedera,
penyakit, gangguan kesehatan /kenyamanan
C. Potensi Bahaya : sesuatu yang berpotensi untuk mengakibatkan terjadinya insiden yang
berakibat pada kerugian
D. Risiko : Kombinasi antara kemungkinan suatu kejadian dalam setiap peristiwa dgn keparahan
akibat yg dinyatakan dalam kerugian.
E. IDENTIFIKASI BAHAYA : Adalah proses untuk mengenali adanya suatu bahaya dan menetapkan
karakteristiknya
F. PENILAIAN RISIKO : Keseluruhan proses dalam mengestimasi besarnya suatu risiko
G. Manajemen Risiko : penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan
akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian, penanganan dan pemantauan
serta review (peninjauan ulang) terhadap risiko
H. LIKELIHOOD ( Lh ) : kemungkinan terjadi suatu bahaya dari suatu aktivitas.
I. SEVERITY ( Sv ) : TINGKAT BAHAYA/KESERIUSAN/KEPARAHAN yang ditimbulkan dari suatu
aktivitas
J. KATEGORI BAHAYA :
 Fisik : radiasi, suhu, bising, getaran, dll
 Kimia : Mercury, Chlorine, debu, logam, dll
 Biologi : Virus, Bakteri, seranga dll
 Ergonomi : angkat angkut, posisi kerja statis, dll
 Psikologi : Stres kerja, beban kerja,
 Mekanik : terjepit, tertusuk, terpukul, dll
 Listrik : tersengat listrik, petir, kebakaran karena listrik, dll
 Limbah Medis : darah, nanah, jarum infecsius
K. Sumber Potensi Bahaya Berasal dari :
 Cara Kerja
 Lingkungan Kerja
 Sifat Pekerjaan
 Proses Produksi, Mesin, pesawat, Alat kerja dan bahan
 Keadaan mesin2, pesawat2, alat2 kerja, bahan dan lainnya
L. KEPARAHAN ( Severity )
 (Insignificant) : Cedera hanya memerlukan pengobatan P3K.
 (Minor) : Cedera memerlukan perawatan medis, tetapi tetap masuk kerja .
 (Moderate) : Cedera memerlukan perawatan medis, tetapi tidak dapat masuk kerja.
 (Major) : Cedera yang SERIUS (cacat atau sebagian anggota tubuh)
 (Catastrophic) : Menimbulkan KORBAN JIWA
RESIKO : KEMUNGKINAN (LIKELIHOOD) X KEPARAHAN (Sv)
M.CARA MENGENDALIKAN RESIKO
 ELIMINASI [ Menghilangkan bahaya atas dampak K3].
 SUBSITUSI [memodifikasi proses, metode / materi untuk mengurangi dampak K3 mengganti
materi, zat atau proses dengan yg tidak/kurang berdampak].
 REKAYASA TEKNIK (ENGINEERING CONTROL) [ ke enjiniring, metode kerja, tata cara kerja].
 ADMINISTRASI [menyesuaikan waktu dan kondisi dengan proses administrasi, misalnya dg
membuatkan standart operation procedure atau working instruction]. [memberi pelatihan
yang memadai untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan guna mengurangi resiko
terkena dampak K3].
 ALAT PELINDUNG DIRI (APD) [menyediakan alat pelindung diri yang sesuai & memadai bagi
semua karyawan guna menghindari keparahan dari dampak K3 yang mungkin terjadi. APD ini
digunakan sebagai upaya terakhir mengendalikan dampak].
9. BUDAYA 5R
5R (5S) ialah suatu cara (metode) untuk mengatur/mengelola tempat kerja menjadi tempat kerja
yang lebih baik secara berkelanjutan
A. Manfaat 5R :
 Meningkatkan produktivitas karena pengaturan tempat kerja yang lebih efisien.
 Meningkatkan kenyamanan karena tempat kerja selalu bersih dan menjadi luas/lapang.
 Mengurangi bahaya di tempat kerja karena kualitas tempat kerja yang bagus/baik.
 Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan di tempat kerja.
B. Penerapan 5R :
 Ringkas
a. Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan.
b. Memilah barang yang sudah rusak dan barang yang masih dapat digunakan.
c. Memilah barang yang harus dibuang atau tidak.
d. Memilah barang yang sering digunakan atau jarang penggunaannya.
 Rapi
a. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja.
b. Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan keseringan penggunaannya,
keseragaman, fungsi dan batas waktu penggunaannya.
c. Pengaturan (pengendalian) visual supaya peralatan/barang mudah ditemukan, teratur
dan selalu pada tempatnya.

 Resik
a. Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan sampah.
b. Menyediakan sarana dan prasarana kebersihan di tempat kerja.
c. Meminimalisir sumber-sumber kotoran dan sampah.
d. Memperbarui/memperbaiki tempat kerja yang sudah usang/rusak.
e. Rawat
f. Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke waktu.
 Rajin
a. Mendisiplinkan diri untuk melakukan 4 hal di atas.

10. FAKTOR FISIK TEMPAT KERJA


A. IKLIM KERJA
 Iklim kerja adalah : iklim kerja (panas) hasil perpaduan antara suhu,
kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi ( SNI 16-7061-2004).
 Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor per.13/Men/X/2011
tahun 2011 Tentang Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja,
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan
panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat
pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam peraturan ini adalah iklim kerja panas
 Iklim kerja atau cuaca kerja diukur dengan menggunakan psikrometer (kelembaban),
termometer (suhu), anemometer (kecepatan angin). Selain itu bisa juga dihitung titik embun
(dew point) dengan menggunakan tabel atau penghitungan dengan perangkat lunak.
 Iklim kerja dinilai dengan mengukur Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) atau Wet Bulb Globe
Temperature (WBGT)

B. PENCAHAYAAN TEMPAT KERJA


 PERMENAKER No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
Kerja, Pencahayaan adalah sesuatu yang memberikan terang (sinar) atau yang menerangi,
meliputi Pencahayaan alami dan Pencahayaan Buatan.
 PERMENKERS No. 48 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran,
Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif

 Jenis Pencahayaan
a. Pencahayaan Alami : sumber pencahayaan yang berasal dari sinar matahari
b. Pencahayaan buatan : pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya
alami
 Standar pencahayaan tempat kerja berdasarkan Permenkes 70 Tahun 2016
C. KEBISINGAN
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat proses
produksi atau alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran
 Sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Mesin
Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin-mesin industri maupun pabrik.
b. Vibrasi
Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan,
benturan atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi juga pada roda
gigi, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan
Kebisingan ini ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan
proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet,
flare boom, dan lain lain (Nasution, 2019)
 Jenis kebisingan antara lain ialah :
1. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi luas (steady state,wide band
noise) noise misalnya suara yang di timbulkan oleh kipas angin.
2. Kebisingan kontinue dengan spektrum frekuensi sempit (steady state, narrow band
noise) misalnya suara yang di timbulkan oleh gergaji dan katup gas.
3. Kebisingan terputus putus ( intermiten ) adalah kebisingan yang terjadi secara
terputus-putus atau tidak stabil. Misalnya suara lalu lintas atau suara kapal terbang
di lapangan udara.
4. Kebisingan impulsif ( impact or impulsive noise ) adalah kebisingan dimana waktu
yang diperlukan untuk mencapai puncaknya tidak lebih dari 35 milidetik dan waktu
yang dibutuhkan untuk menurunkan intensitas sampai 20 dB tidak lebih dari 550
Misalnya tembakan atau meriam.
5. Kebisingan impulsif berulang adalah kebisingan yang terjadi berulang ulang dengan
intensitas yang relatif Misalnya mesin tempa .
 Gangguan pendengaran akibat kebisingan :
1. Tuli sementara (Temporary Treshold Shift =TTS)
2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS) (akibat paparan kebisingan dlm waktu
lama)
3. Trauma Akustik : setiap perlukaan yang merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan
dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat
keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran
4. Prebycusis, adalah penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia.
5. Tinitus, merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran
 faktor yang mempengaruhi resiko kehilangan pendengaran yang berhubungan
dengan paparan dari kebisingan yaitu :
1. Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara)
2. Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse)
3. Jumlah dan hitungan durasi terpapar
4. Usia pekerja yang terpapar
5. Masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya
6. Lingkungan sekitar yang bising
7. Jarak pendengar dengan sumber kebisingan
 Waktu Pemajanan yang diijinkan menurut Kepmenaker No 51/1999

Intensitas
Waktu pemajanan
Pemajanan Max
(dBA) per hari
85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit
103 7,5 menit
106 3,75 menit
109 1,88 menit
112 0,94 menit
115 28,12 detik
118 14,06 detik
121 7,03 detik
124 3,52 detik
127 1,76 detik
130 0,88 detik
133 0,44 detik
136 0,22 detik
139 0,11 detik

11. PENYAKIT AKIBAT KERJA


A. Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja
B. ILO:
 Penyakit akibat kerja (occupational disease) : Penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
 Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease) : Penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan
bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai
etiologi yang kompleks.
 Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations) : Penyakit
yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat pekerja. Namun
dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.
C. Faktor penyebab PAK :
 Faktor Fisik : bising, Temperatur tinggi, Radiasi , Tekanan udara, Getaran
 Faktor Kimia : bahan B3, Debu, gas
 Faktor biologi : Jamur, parasit, serangga
 ergonomi : salah posisi kerja
 Mental psikologi : beban kerja
12. PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA
A. Kewajiban Pengusaha :
 Perusahaan wajib melakukan pemeriksaan kesehatan bagi semua pekerjanya, dan wajib
membuat rencana pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala dan pemeriksaan
kesehatan khusus.
 Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sesudah pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Direktur Jenderal Binalindung Tenaga
Kerja melalui Kantor Wilayah Ditjen Binalindung Tenaga Kerja setempat.
 Pengurus bertanggung jawab terhadap ditaatinya Peraturan ini.
B. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja :
 Pemeriksaan Kesehatan sebelum kerja :
a. Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar tenaga kerja yang diterima
berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit
menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok untuk pekerjaan yang akan
dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan
tenaga kerja yang lain-lainnya dapat dijamin.
b. Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No. 1
tahun 1970 harus mengadakan Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja.
c. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran
jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium rutin, serta
pemeriksaan lain yang dianggap perlu.
d. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan yang sesuai dengan
kebutuhan guna mencegah bahaya yang diperkirakan timbul.
e. Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan Kesehatan
Sebelum Kerja yang menjamin penempatan tenaga kerja sesuai dengan kesehatan dan
pekerjaan yang akan dilakukannya.
f. Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja dibina dan dikembangkan mengikuti
kemampuan perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja.
g. Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang
dimaksud pasal 1 (sub d), tidak ada keraguan-raguan maka tidak perlu dilakukan
pemeriksaan kesehatan sebelum kerja
 Pemeriksaan kesehatan berkala :
a. Pemeriksaan Kesehatan Berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan
tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan
usaha-usaha pencegahan.
b. Semua perusahaan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (2) tersebut di atas harus
melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1
tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja.
c. Pemeriksaan Kesehatan Berkala meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani,
rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratoriuin rutin serta pemeriksaan lain
yang dianggap perlu.
d. Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman pemeriksaan kesehatan
berkala sesuai dengan kebutuhan menurut jenis-jenis pekerjaan yang ada.
e. Pedoman Pemeriksaan kesehatan berkala dikembangkan mengikuti kemampuan
perusahaan dan kemajuan kedokteran dalam keselamatan kerja.
f. Dalam hal ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan kesehatan pada tenaga
kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib mengadakan tindak lanjut untuk
memperbaiki kelainan-kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Agar pemeriksaan kesehatan berkala mencapai sasaran yang luas, maka pelayanan
kesehatan diluar perusahaan dapat dimanfaatkan oleh pengurus menurut keperluan.
h. Dalam melaksanakan kewajiban pemeriksaan kesehatan berkala Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga Kerja dapat menunjuk satu
atau beberapa Badan sebagai penyelenggara yang akan membantu perusahaan yang
tidak mampu melakukan sendiri pemeriksaan kesehatan berkala.
 Pemeriksaan Kesehatan Khusus :
a. Pemeriksaan Kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruhpengaruh
dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja
tertentu.
b. Pemeriksaan Kesehatan Khusus dilakukan pula terhadap:
a. tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan
perawatan yang lebih dari 2 (dua minggu).
b. tenaga kerja yang berusia diatas 40 (empat puluh) tahun atau tenaga kerja wanita dan
tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu.
c. tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai gangguangangguan
kesehatannya perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.
c. Pemeriksaan Kesehatan Khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan-keluhan diantara
tenaga kerja, atau atas pengamatan pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan
kerja, atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes dan Keselamatan dan Balaibalainya atau
atas pendapat umum dimasyarakat.
d. Terhadap kelainan-kelainan dan gangguan-gangguan kesehatan yang disebabkan akibat
pekerjaan khusus ini berlaku ketentuan-ketentuan Asuransi Sosial Tenaga Kerja sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C. Dokter adalah dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. Per 10/Men/1976 dan syarat-
syarat lain yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja.

13. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN KERJA


14. TANGGAP DARURAT K3
15. KEBAKARAN
16. LAMBANG DAN BENDERA K3

Anda mungkin juga menyukai