Anda di halaman 1dari 75

UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA

Lembaran Negara No. 1 Tahun 1970


(Tambahan Lembaran Negara No. 1918)

Oleh : Ir. G. PRAMUDONO


DISNAKERTRANSDUK PROV.JATIM
FAKTOR-FAKTOR ANCAMAN
RESIKO KECELAKAAN KERJA

TENAGA
KERJA

Kesehatan Keselamatan
Proses
BAHAN ALAT

Lingkungan
PENGERTIAN

Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Secara Etimologis :
Memberikan upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan
orang lain di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat dan agar
setiap sumber produksi perlu dipakai dan digunakan secara aman dan
efisien.
Secara Filosofi :
Suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmaniah maupun rahaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia
pada umumnya,hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adil dan
makmur.
Secara Keilmuan :
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
PENGERTIAN
Kecelakaan kerja
Suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki
yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan
dapat menimbulkan kerugian baik korban jiwa dan harta benda

Penyakit Akibat Kerja


Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja.
Secara Umum Pola Pencegahan Kecelakaan
dapat dilakukan melalui

1. Peraturan – peraturan
yaitu peraturan perundangan yg bertalian dg sarat
sarat kerja, perencanaan, kontruksi, perawatan,
pengawasan, pengujian dan pemakaian peralatan
industri, kewajiban pengusaha dan para pekerja
pelatihan pengawasan keselamatan kerja,
pertolongan pertama pada kecelakaan dan
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
2. Standarisasi
yaitu menyusun standar - standar yg bersifat
sukarela yg bertalian dg kontruksi yg aman dan
peralatan industri, hasil produksi pelindung diri, alat
pengaman.
3. Pengawasan
yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan
peraturan perundangan undangan yg berlaku.

4. Penelitian Teknik
yaitu meliputi penelitian terhadap benda dan
karakteristik bahan - bahan berbahaya,
mempelajari pengamanan mesin, pengujian alat
pelindung diri, penyelidikan tentang desain yg
cocok untuk instalasi industri.
5. Penelitian medis
yaitu meliputi hal-hal kusus yg berkaitan dg penyakit akibat
kerja dan akibat medis terhadap manusia dan berbagai
kecelakaan kerja.

6. Penelitian Pskologis
yaitu penelitian terhadap pola pola psikologis, yg dapat
menjurus kearah kecelakaan kerja.

7. Penelitian Statistik
Menentukan kecenderungan kecelakaan yg terjadi melalui
pengamatan terhadap jumlah jenis orangnya, jenis
kecelakaan, faktor penyebab, shg dapat ditentukan pola
pencegahan kecelakaan yg serupa.
8. Pendidikan
Pemberian pengajaran dan pendidikan cara pencegahan
kerja dan teori teori keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai mata pelajaran di sekolah sekolah tehnik dan
pusat pusat latihan kerja.

9. Training
penberian instruksi atau petunjuk petunjuk melalui
praktek kepada para pekerja mengenai cara kerja yg
aman.
10. Persuasi
menanamkan kesadaran akan pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya
untuk mencegah terjadinya kecelakan, shg
semua ketentuan keselamatan dan kesehatan
kerja dapat diikuti oleh semua tenaga kerja.
11. Asuransi
supaya pemberian insentif dalam bentuk reduksi
terhadap premi asuransi kepada perusahaan yg
melakukan usaha usaha keselamatan dan
kesehatan kerja atau yg berhasil menurunkan
tingkat kecelakaan di perusahaannya.
TUJUAN

• Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang


berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan
selamat dan sehat

• Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan


digunakan secara efisien

• Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa


hambatan apapun
RUANG LINGKUP

Undang- undang No 1 tahun 1970 ini berlaku untuk setiap


tempat kerja yang didalamnya terdapat 3 unsur yaitu :
1. adanya suatu usaha
2. adanya tenaga kerja
3. adanya sumber bahaya
DASAR HUKUM - 1
Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD 1945

Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan

UU No.1 Tahun 1970

Peraturan Pelaksanaan

Peraturan Khusus PP; Per.Men ; SE;


• Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan
atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup meningkatkan produksi dan
produktivitas nasional
• Setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja perlu
terjamin pula keselamatannya
• Setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan
secara aman dan afisien
• Perlu diadakan segala upaya untuk membina norma
norma perlindungan kerja
• Diwujudkan dalam Undang Undang yang memuat
ketentuan ketentuan umum tentang keselamatan
kerja,sesuai dengan perkembangan masyarakat,
Industrialisasi, Tehnik dan Tehnologi
DASAR HUKUM
• Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 :
Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.

• UU No.14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai


ketenagakerjaan :
Pasal 3
Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak
bagi kemanusiaan.
Pasal 9
Tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan,
kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
Pasal 10
Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi
norma keselamatan kerja, norma kesehatan kerja, norma kerja,
pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitasi dalam hal
kecelakaan kerja.
UU No.13 Thn.2003 ttg. Ke-TK-an (baru)
Paragraf 5
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 86
1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Moral dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama;
2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.
3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan.
Pasal 87

1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem


manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen


keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(Per.Menaker No. 05/1996), (PP No. 50 Thn 2012)
PP NO. 50 TAHUN 2012
Tanggal 12 April 2012

• 22 Pasal
• Lampiran 1 ttg Pedoman Penerapan
SMK3
• Lampiran 2 ttg Pedoman Penilaian
Penerapan SMK3
• Lampiran 3 ttg Laporan audit SMK3
PP No. 50 Tahun 2012
Tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
• Pasal 5
1) Setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya
2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi
perusahaan:
a. Memperkerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus)
orang; atau
b. Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi
3) Ketentuan mengenai tingkat potensi bahaya tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
4) Pengusaha dalam menerapkan SMK3 wajib berpedoman pada
Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-
undangan serta dapat memperhatikan konvensi atau standar
internasional
BAB IV
PENGAWASAN
• Pasal 18
1) Pengawasan SMK 3 dilakukan oleh pengawas
ketenagakerjaan pusat, provinsi dan/atau kabupaten/kota
sesuai dengan kewenangannya.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a. pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen.
b. organisasi.
c. sumber daya manusia.
d. pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang
K3.
e. keamanan kerja.
BAB IV
PENGAWASAN
f. pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran
penerapan SMK3.
g. pengendalian keadaan darurat bahaya
industri.
h. pelaporan dan perbaikan keuangan, dan
i. tindak lanjut audit.
Lanjutan Pasal 190
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Undang-Undang No 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang No 1 tahun 1970 diundangkan pada 12


Januari 1970 sebagai pengganti VR 1910 dengan
beberapa perubahan mendasar, antara lain :

1. Bersifat lebih preventif

2. Memperluas ruang lingkup

3. Tidak hanya menitik beratkan pengamanan terhadap


alat produksi
UNDANG-UNDANG No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja

BAB I – XI
Pasal 1 - 18
BAB I
TENTANG ISTILAH-ISTILAH

PASAL 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :


1) ”Tempat Kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup
atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja
bekerja, atau yang sering dimasuki kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2,
termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan,
halaman dan sekililingnya yang merupakan bagian-bagian
atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
PASAL 1

2) “Pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas pemimpin


langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri
sendiri.

3) “Pengusaha” ialah :
a. Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan
tempat kerja.
b. Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
c. Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang
atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jika kalau
yang mewakili berkedudukan diluar Indonesia.
PASAL 1

4) “Direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga


Kerja untuk melaksanakan undang undang ini.
(Kep. 79/1977)

5) “Pegawai Pengawas” ialah pegawai tehnis berkeahlian khusus


dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja.
(Permen 03/1978; Permen 03/1984)

6) “Ahli Keselamatan Kerja” ialah Tenaga tehnis berkeahlian


khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya undang-
undang ini.
(Per.Menaker No. 02/1992; Per.Menaker No. 04/1995)
Permenaker No. 02/MEN/1992
Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang AK3

• Terdiri dari 5 Bab dan 14 Pasal


• Pasal 2
1) Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk berwewenang
menunjuk ahli keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat
dengan kriteria tertentu dan pada perusahaan yang
memberikan jasa di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
2) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah:
a) Suatu tempat kerja dimana pengurus memperkerjakan
tenaga kerja > 100 orang
b) Suatu tempat kerja dimana pengurus memperkerjakan
tenaga kerja < 100 orang, akan tetapi menggunakan bahan,
proses, alat dan atau instalasi yg besar risiko bahaya
terhadap K3
Permenaker No. 02/MEN/1992
Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang AK3

• Pasal 3
Untuk dapat ditunjuk sebagai ahli keselamatan dan kesehatan
kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Berpendidikan Sarjana, Sarjana muda atau Sederajat dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Sarjana dengan pengalaman kerja sesuai dengan bidang
keahliannya sekurang-kurangnya 2 tahun;
2. Sarjana Muda atau Sederajat dengan pengalaman kerja sesuai
dengan bidang keahlian sekurang-kurangnya 4 tahun:
a. Berbadan sehat;
b. Berkelakuan baik;
c. Bekerja penuh di instansi yang bersangkutan;
d. Lulus seleksi dari Tim Penilai
Permenaker No. 02/MEN/1992
Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang AK3

• Pasal 8
1) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja
tidak berlaku apabila yang bersangkutan:
a. Pindah tugas ke perusahaan atau instansi lain;
b. Mengundurkan diri;
c. Meninggal dunia
2) Keputusan penunjukan ahli keselamatan dan kesehatan kerja
dicabut apabila yang bersangkutan terbukti:
a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan keselamatan dan
kesehatan kerja;
b. Melakukan kesalahan dan kecerobohan sehingga menimbulkan
keadaan berbahaya;
c. Dengan sengaja dan atau karena khilafannya menyebabkan
terbukanya rahasia suatu perusahaan/instansi yang karena
jabatannya wajib untuk dirahasiakan
Permenaker No. 02/MEN/1992
Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang AK3

• Pasal 9
1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berkewajiban:
a. Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan bidang yang ditentukan dalam keputusan
penunjukannya;
b. Memberikan laporan kepada Menteri Tenaga Kerja atau Pejabat yang ditunjuk
mengenai hasil pelaksanaan tugas dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk AK3 di tempat kerja satu kali dalam 3 (tiga) bulan, kecuali ditentukan
lain
2. Untuk AK3 di perusahaan yang memberikan jasa di bidang K3 setiap saat
setelah selesai melakukan kegiatannya
c. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/instansi yang
didapat berhubung dengan jabatannya.
2) Tembusan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b ditujukan
kepada:
1. Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat
2. Kantor Wilayah Departemen Tenaga kerja setempat
3. Direktur Bina Pengawasan Norma K3
Permenaker No. 02/MEN/1992
Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang AK3

• Pasal 10
1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berwenang untuk:
a) Memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukan
penunjukan
b) Meminta keterangan dan atau informasi mengenai pelaksanaan
syarat-syarat K3 di temapat kerja sesuai dengan keputusan
penunjukannya;
c) Memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluai dan
memberikan persyaratan serta pembinaan K3 yang meliputi:
1. Keadaan dan fasilitas tenaga kerja
2. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi serta peralatan lainnya
3. Penanganan bahan-bahan
4. Proses produksi
5. Sifat Pekerjaan
6. Cara Kerja
7. Lingkungan kerja
Permenaker No. 02/MEN/1992
Tentang Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Wewenang AK3

• Pasal 10
2) Perincian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat
dirubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
3) AK3 yang ditunjuk berdasarkan UU Uap tahun 1930 dan AK3 yang
bekerja pada perusahaan yang memberikan jasa di bidang K3
dalam memberikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf c harus mendapat persetujuan Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk.
Permenaker No. 04/MEN/1995
Tentang Perusahaan Jasa K3

• Terdiri dari 7 Bab dan 21 Pasal


• Pasal 2
1) PJK3 dalam melaksanakan kegiatan jasa K3 harus
terlebih dahulu memperoleh keputusan penunjukan dari
Menteri tenaga kerja c.q. Direktur Jenderal Pembinaan
Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan

• Pasal 6
Ahli K3 atau dokter pemeriksa yang bekerja pada PJK3
mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan pengujian
teknik atau pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan
kesehatan kerja sesuai dengan Keputusan penunjukannya.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
1) Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik didarat, didalam tanah, dipermukaan air,
didalam air maupun diudara, yang berada didalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2) Ketentuan-Ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat
kerja dimana :
a) Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
b) Dibuat, diolah, dipakai/dipergunakan, di perdagangkan, diangkut
atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah
terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, suhu tinggi.
Pasal 2
(Ayat 2)

c. Dikerjakan pembangunan, perbaikkan, perawatan, pembersihan atau


pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk
bangunan pengairan, saluran atau terowongan dibawah tanah dan
sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.

d. Dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,


pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya,
peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan.

e. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak atau


biji logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya,
baik dipermukaan atau didalam bumi, maupun didasar perairan.
Pasal 2
(Ayat 2)

f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di


daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun
diudara.

g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan dikapal, perahu, dermaga,


dok, stasiun atau gudang.

h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain


didalam air.

i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau


perairan.

j. Dilakukan pekerjaan dibawah tekanan udara atau suhu yang tinggi


atau rendah.
Pasal 2
(Ayat 2)

k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,


kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terpelosok, hanyut
atau terpelanting.

l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,


gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.

n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau timah.

o. Dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar,


telivisi, atau telepon.
Pasal 2
(Ayat 2)

p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau


riset (penelitian) yang menggunakan alat tehnis.

q. Dibandingkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan


atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air.

r. Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan


rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
mekanik.

3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat


kerja ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau
yang berada diruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah
perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III
SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar
luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran,asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
Pasal 3
(Ayat 1)

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja


baik physik maupun psychis, keracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembah udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan cara dan proses kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau barang.
Pasal 3
(Ayat 1)

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.


p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah
tinggi.

2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti


tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, tehnik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan
baru dikemudian hari.
Pasal 4

1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat


keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan,
pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian,
penggunaan, pemeliharan dan penyimpanan bahan, barang,
produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Pasal 4
2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip tehnis ilmiah menjadi
suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan
praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan
pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan
pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-
tanda pengenal atas bahan, barang, produk tehnis dan aparat
produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri,
keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan
umum.
3) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti
tersebut dalam ayat (1) dan (2), dengan peraturan perundangan
ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-
syarat keselamatan tersebut.
BAB IV
PENGAWASAN
Pasal 5
1) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang
ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung tehadap ditaatinya
undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.

2) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli


keselamatan kerja dalam melaksanakan undang-undang ini diatur
dengan peraturan perundangan.
Pasal 6
1) Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat
mengajukan permohonan banding kepada panitia banding.
2) Tata cara permohonan banding menerima, susunan panitia
banding, tugas panitia banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh
Menteri Tenaga Kerja.
3) Keputusan panitia banding tidak dapat dibanding lagi.

Pasal 7
Untuk Pengawasan berdasarkan undang-undang ini pengusaha
harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang
akan diatur dengan peraturan perundangan.
Pasal 8
1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi
mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan
diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-
sifat pekerjaan yang diberikannya padanya.
2) Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang
ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
3) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan
dengan peraturan perundangan.
(Per.Menakertrans No. 02/1980)
(Permen No. 03/1982 : Pelayanan Kesehatan)
Permenakertrans No. 02/MEN/1980
Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja

• Terdiri dari 16 Bab dan 27 Pasal


• Pasal 2
1) Pemeriksaan Kesehatan sebelum bekerja ditujukan agar
tenaga kerja yang diterima dalam kondisi kesehatan yang
setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular
yang akan mengenai tenaga kerja lainnya, dan cocok
untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang
bersangkutan dan tenaga kerja lain-lainnya yang dapat
dijamin.
2) Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam pasal 2
ayat (2) UU No. 1 Th 1970 harus mengadakan
Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja
Permenakertrans No. 02/MEN/1980
Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja

• Pasal 3
1) Pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja
sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai
kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan
seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-
usaha pencegahan.
2) Semua perusahan sebagaimana dimaksudkan pasal 2
ayat (2) tersebut diatas harus melakukan pemeriksaan
kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya
1 tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur
Jendral Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja.
Permenakertrans No. 02/MEN/1980
Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja

• Pasal 5

1) Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk


menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan
tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-
golongan tenaga kerja tertentu.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam
tempat kerjanya.
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerjanya.
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

2) Pengurus hanya dapat memperkejakan tenaga kerja yang


bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah
memahami syarat-syarat tersebut diatas.
Pasal 9
3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua
tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam
pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam
pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-


syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan
tempat kerja yang dijalankannya.
BAB V
PANITIA PEMBINA KESELAMATAN
KESEHATAN KERJA
Pasal 10
1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Keselamatan
dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling
pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus
dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban dersama dibidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas
dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
(Per.Menaker No. 04/1987)
04/1987
Permenaker No. 04/MEN/1987
Tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja
• Terdiri dari 16 Pasal
• Pasal 2
1) Setiap Tempat kerja dengan kriteria tertentu pengusaha
atau pengurus wajib membentuk P2K3
2) Tempat Kerja dimaksud ayat (1) ialah:
a. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus
memperkerjakan 100 orang atau lebih
b. Tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus
memperkerjakan < 100 orang, akan tetapi menggunakan
bahan, proses dan instalasi yang mempunyai resiko
yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran,
keracunan dan penyinaran radio aktif
Permenaker No. 04/MEN/1987
Tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja
• Pasal 3
1) Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan
pekerja yang susunannya terdiri dari ketua,
Sekretaris dan Anggota
2) Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari
perusahaan yang bersangkutan
3) P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuknya atas usul dari pengusaha atau pengurus
yang bersangkutan
Permenaker No. 04/MEN/1987
Tentang P2K3 serta Tata Cara Penunjukan Ahli
Keselamatan Kerja
• Pasal 11
1) Keputusan penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
sebagaimana dimaksud pasal 8 hurup c butir 1 berlaku
untuk jangka waktu 3 bulan.
2) Setelah tenggang waktu sebagaimana dimaksud ayat (1)
berakhir, dapat dimintakan perpanjangan kepada Menteri.
3) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud ayat (2)
diajukan menurut prosedur pasal 6 dengan melampirkan :
a. Photo copy keputusan Ahli keselamatan Kerja yang
bersangkutan;
b. Surat Pernyataan pengurus yang menyatakan bahwa Ahli
Keselamatan Kerja yang bersangkutan mempunyai prestasi
baik.
BAB VII
KECELAKAAN

Pasal 11
1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi
dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

2) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai


termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
(Per.Menaker No. 03/1998)
03/1998
Permenaker No. 03/MEN/1998
Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan
• Terdiri dari 6 Bab, 15 Pasal, 4 Lampiran
• Pasal 2
1) Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja dipimpinnya.
2) Kecelakaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a) Kecelakaan Kerja
b) Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah
c) Kejadian berbahaya lainnya.

• Pasal 3
Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
berlaku bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum
mengikutsertakan pekerjaannya ke dalam program Jaminan Sosial
tenaga kerja berdasarkan UU No. 3 Thn 1992
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA

Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk :
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
(Per.Menakertrans No. 08/2010)
08/2010
Permenakertrans No. 08/MEN/VII/2010
Tentang Alat Pelindung Diri

• Terdiri dari 11 Pasal dan 1 Lampiran berisi fungsi dan jenis


alat pelindung diri
• Pasal 2
1) Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh
di tempat kerja
2) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar
yang berlaku
3) APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dibberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma
Permenakertrans No. 08/MEN/VII/2010
Tentang Alat Pelindung Diri

• Pasal 3
1) APD Sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2
meliputi :
1. Pelindung kepala
2. Pelindung mata dan muka
3. Pelindung telinga
4. Pelindung pernafasan beserta perlengkapannya
5. Pelindung tangan
6. Pelindung kaki
Pasal 12

c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan


kesehatan kerja yang diwajibkan.
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggung-jawabkan.
BAB IX
KEWAJIBAN BILA MEMASUKI
TEMPAT KERJA

Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan
mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-
alat perlindungan diri yang diwajibkan.
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
kesehatan kerja.

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar


keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja.
Pasal 14
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada dibawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-
petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli-ahli keselamatan kerja.
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal diatas diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan
ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada
pada waktu undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan
didalam satu tahun sesudah undang-undang ini mulai berlaku, untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan undang-
undang ini.
Pasal 17
Selama Peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan
dalam undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan
dalam bidang keselamatan kerj yang ada pada waktu undang-
undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini.

Pasal 18
Undang-undang ini disebut “Undang-undang Keselamatan Kerja”
dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap
orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempatannya dalam lembaran
Negara Republik Indonesia.
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

PERATURAN ORGANIK

• Secara Sektoral
• Pembidangan Teknis
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

MGT
SDM

BAHAN
Lingkungan Kerja

AMAN Prod’s
FAKTOR
PENYEBAB
PERALATAN TEMPAT KERJA SEHAT

Sifat Pekerjaan
Proses Produksi

CARA KERJA KECELAKAAN

ANALISIS
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

Secara Sektoral
 PP No. 19/1973 - Pengaturan dan Pengawasan KK di
bidang Pertambangan (6 pasal)
 PP No. 11/1979 - KK pada Pemurnian dan Pengolahan
minyak dan gas bumi (57 pasal)
 Per.Menaker No. 01/1978 - KK Dalam Penebangan
dan Pengangkutan Kayu (17 pasal)
 Per.Menakertrans No. 01/1980 - K3 Pada Konstruksi
Bangunan (106 pasal)
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

Pembidangan Teknis
 PP No. 7/1973 - Pengawasan Atas Peredaran,
Penyimpangan dan Penggunaan Pestisida (12 pasal)
 Per.Menakertrans No. 04/1980 - Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan APAR (27 pasal)
 Per.Menaker No. 01/1982 - Bejana Tekan (48 pasal)
 Per.Menaker No. 02/1983 - Instalasi Alarm Kebakaran
Automatik (86 pasal)
 Per.Menaker No. 03/1985 - K3 Pemakaian Asbes (25
pasal)
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

Pembidangan Teknis
 Per.Menaker No. 04/1985 - Pesawat Tenaga &
Produksi (147 pasal)
 Per.Menaker No. 05/1985 - Pesawat Angkat & Angkut
(146 pasal)
 Per.Menaker No. 02/1989 - Pengawasan Instalasi
Penyalur Petir (62 pasal)
 Per.Menaker No. 03/1999 - Syarat-syarat K3 Lift untuk
pengangkutan Orang dan Barang (34 pasal)
 Kep.Menakertrans No. 75/2002 - Pemberlakuan SNI
PUIL 2000 di tempat kerja (6 pasal)
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

Pendekatan SDM
 Per.Menaker No. 07/1976 - Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi
Dokter Perusahaan (7 pasal)
 Per.Menaker No. 01/1979 - Kewajiban Latihan Hygiene
Persahaan K3 bagi Paramedis Perusahaan (7 pasal)
 Per.Menakertrans No. 02/1980 - Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan KK (11 pasal)
 Per.Menaker No. 02/1982 - Klasifikasi Juru Las (36 pasal)
 Per.Menaker No. 01/1988 - Klasifikasi dan Syarat-syarat
Operator Pesawat Uap (13 pasal)
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

Pendekatan SDM
 Per.Menaker No. 02/1992 - Tata Cara Penunjukan
Kewajiban dan Wewenang Ahli K3 (14 pasal)
 Kep.Menaker No. 186/1999 - Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja (17 pasal)
 Per.Menakertrans No. 08/2010 - Alat Pelindung Diri
(11 pasal)
 Per.Menaker No. 09/2010 - Operator dan Petugas
Pesawat Angkat dan Angkut (40 pasal)
PERATURAN PELAKSANAAN
UU No. 1 Tahun 1970

Pendekatan Kelembagaan dan Sistem


 Per.Menaker No. 04/1987 - P2K3 serta Tata Cara
Penunjukan Ahli KK (16 pasal)
 Per.Menaker No. 04/1995 - Perusahaan Jasa K3 (20
pasal)
 Per.Menaker No. 05/1996 - SMK3 (12 pasal)
 Per.Menaker No. 03/1998 - Tata cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan (15 pasal)
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai