Anda di halaman 1dari 9

Laporan Kegiatan pembinaan Pengenalan K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


Pada Rsud Kabupaten Bangka Selatan

Latar Belakang
Keselamatan Kerja -Pengertian, Kesehatan, Tujuan, Faktor, Prinsip –
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan salah satu faktor
yang sangat penting dalam suatu pekerjaan, karena dengan tidak adanya
K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja akan tidak diragukan lagi
banyak terjadi kecelakaan dalam kerja yang bersifat ringan sampai yang
berat.
Kebanyakan perusahaan juga merasa keberatan dengan adanya K3 atau
Kesehatan dan Keselamatan Kerja karena setiap perusahaan atau industri
merasa mereka harus mengeluarkan biaya tambahan padahal tidak
demikian K3 merupakan langkah penghematan dan meningkatkan
produktifitas. Karena dengan K3 perusahaan tidak di bebani dengan biaya
kesehatan atau kecelakaan  tenaga kerja atau karyawan karena kesehatan
dan keselamatan dalam kerja sudah terjamin.
Pemerintah membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1
Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi
kecelakaan; mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau
jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian
lain yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi
alat-alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan
mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
dan getaran.
Untuk itu kami memilih judul Penerapan Undang-undang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja karena dalam kenyataan banyak perusahaan atau
industri yang mengabaikan tentang pentingnya K3.keselamatan-kerja
Pengertian Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )
Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) adalah upaya perlindungan
yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya ditempat
kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar
setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien
“Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993”.
Pengertian lain menurut OHSAS 18001:2007, Keselamatan dan kesehatan
kerja ( K3 ) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan
dan kesehatan kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja.
Berdasarkan undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal
87, bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.

Sejarah Undang-undang Kesehatan dan


Keselamatan Kerja
Menurut Labib (2012: 1) peraturan K3 di Indonesia telah ada sejak
pemerintahan Hindia Belanda, peraturan K3 yang berlaku pada saat itu
adalah Veiligheids Reglement. Setelah kemerdekaan dan diberlakukannya
Undang-Undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk
peraturan keselamatan telah dicabut dan diganti.

Peraturan yang mengatur tentang K3 adalah UndangUndang Keselamatan


Kerja No.1 Tahun 1970. Ketentuan-ketentuan penerapan K3 yang
dijelaskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 adalah:

(1) tempat kerja yang menggunakan mesin, pesawat, perkakas,

(2) tempat kerja pembangunan perbaikan, perawatan, pembersihan


atau pembongkaran gedung,

(3) tempat usaha pertanian, perkebunan, pekerjaan hutan,

(4) pekerjaan usaha pertambangan dan pengelolahan emas, perak,


logam, serta biji logam lainnya, dan

(5) tempat pengangkutan barang, binatang, dan manusia baik di


daratan, melalui terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara.
Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, maka tempat yang telah
disebutkan harus dilakukan pelaksanaan prosedur K3.

Lahirnya Undang-undang keselamatan kerja sebagaimana yang kita


kenal dengan UUK3 tidak lepas dari sejarah pahit perjuangan bangsa.
Dalam literatur hukum perburuhan yang ada, riwayat hubungan perburuhan
di Indonesia diawali dengan suatu masa yang sangat suram yakni zaman
perbudakan, rodi dan poenali sanksi.
Menurut Abduh (dalam Labib, 2012: 2) “di Indonesia tingkat kecelakaan
kerja merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, sedikitnya pada tahun
2007 terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja. Data tersebut diperkirakan
50% yang tercatat oleh Jamsostek dari jumlah sebenarnya”. Menyadari
akan pentingnya peranan pekerja bagi perusahaan, maka perlu dilakukan
pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam
menjalankan
Penerapan konsep K3 muncul sejak manusia mengenal suatu pekerjaan.
Keselamatan kerja bertujuan dalam melakukan pekerjaan agar diperoleh
suatu cara yang mudah dan menjamin keselamatan dari gangguan alam,
binatang maupun gangguan dari manusia lainnya. Masalah K3 juga
merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan pengendalian
proyek sebagaimana halnya dengan biaya, perencanaa, pengadaan serta
kualitas. Hal itu saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat (Barrie,
1995: 365). Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengemukakan
bahwa keselamatan dan kesehatan kerja mengalami beberapa
Sejarah kelahiran K3 timbuldengan memperhatikan banyaknya resiko yang
diperoleh perusahaan industri. Pemilik industri wajib mengatur dan
memelihara ruangan, alat dan perkakas, serta rambu-rambu peringatan di
tempat kerja. Sehingga pekerja terlindungi dari bahaya yang mengancam
kesehatan badan, kehormatan dan harta bendanya. Lahirnya tatanan baru
dalam masyarakat yang ditandai dengan menguatnya tuntutan terhadap
pelaksanaan K3 sebagai bagian dari pelaksanaan hak asasi manusia
berdasarkan nilai-nilai keadilan, keterbukaan dan demokrasi maka
pelaksanaan hukum K3 mutlak harus dilaksanakan secara fair dan
seimbang di semua tempat kerja.

Tujuan Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )


Berdasarkan undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, bahwa tujuan keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ) yang
berkaitan dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan
tempat kerja adalah mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat
kerja, memberikan perlindungan pada sumber-sumber produksi sehingga
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Sedangkan menurut Mangkunegara “2004” tujuan keselamatan kesehatan
kerja ( K3 ) ialah:

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan


kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi di pelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pegawai.
5. Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi
kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atas kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Aspek, Faktor Dan Prinsip Keselamatan Kesehatan


Kerja ( K3 )
Aspek-aspek Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) yang harus diperhatikan
oleh perusahaan antara lain ialah sebagai berikut “Anoraga, 2005”:

1. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan


dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut
kondisi kerja, seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.

2. Alat Kerja Dan Bahan

Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh
perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-
alat kerja sangatlah vital yang digunakan oleh para pekerja dalam
melakukan kegiatan proses produksi dan disamping itu ialah bahan-bahan
utama yang akan dijadikan barang.

3. Cara Melakukan Pekerjaan

Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan


yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya
dilakukan oleh karyawan dalam melakukan semua aktivitas pekerjaan,
misalnya menggunakan peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri
secara tepat dan mematuhi peraturan penggunaan peralatan tersebut dan
memahami cara mengoperasionalkan mesin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


( K3 ) ialah sebagai berikut “Budiono dkk, 2003”:

a) Beban kerja,, beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial
sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan
kemampuannya perlu diperhatikan.
b) Kapasitas kerja,, kapasitas kerja yang banyak tergantung pada
pendidikan keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan
gizi dan sebagainya.
c) Lingkungan kerja,, lingkungan kerja yang berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun psikososial.

Prinsip-prinsip yang harus dijalankan perusahaan dalam menerapkan


keselamatan dan kesehatan kerja “K3” ialah sebagai berikut “Sutrisno dan
Ruswandi,, 2007”:

1. Adanya APD “Alat Pelindung Diri” di tempat kerja.


2. Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.
3. Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
4. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK “syarat-syarat
lingkungan kerja” antara lain tempat kerja steril dari debu kotoran,
asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan,
kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu penerangan
cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang adanya
aturan kerja atau aturan keprilakuan.
5. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.
6. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
7. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan
kerja.
Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
UU K3
Penggunaan mesin-mesin yang memberikan kemudahan bukanlah
berarti mengesampingkan teknologi tradisional. Tujuan pokoknya adalah
penekanan biaya produksi dan hal ini juga akan memacu pekerja untuk
semakin meningkatkan keselamatan kerja untuk menekan kecelakaan
kerja akibat penggunaan teknologi mesin-mesin.

Penyebab kecelakaan kerja yang terbesar adalah faktor manusia,


yaitu kurangnya kesadaran pengusaha dan tenaga kerja sendiri terutama
dalam melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan. Namun
setelah berlakunya UU Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan
kerja dan ditegaskan kembali dalam  Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003
tentang ketenaga kerjaan kesadaran para pengusaha dan tenaga kerja itu
sendiri meningkat. Sebab menurut Pasal 86 ayat UU NO.13 Tahun 2003
tentang   ketenaga kerjaan bahwa buruh atau pekerja berhak untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut Susilo Martoyo (2000: 140) bahwa program-program keselamatan
yang dapat dilakukan pada perusahaan adalah sebagai berikut:

1. Mempergunakan mesin-mesin yang dilengkapi alat-alat pengaman


2. Menggunakan peralatan-peralatan yang lebih baik
3. Melakukan pemeliharaan fasilitas pabrik secara berkala.
4. Memberikan petunjuk-petunjuk dalam hal pengoperasian peralatan-
peralatan beserta larangan-larangan yang dianggap perlu.
5. Memberikan pengarahan kepada karyawan akan pentingnya
keselamatan kerja.

Sedangkan menurut Justine T. Sirait (2007: 262) pelaksanaan program


keselamatan dapat dilakukan dalam bentuk sebagai berikut:

a) Dukungan oleh manajemen puncak


b) Menunjuk seorang direktur keselamatan
c) Mendidik para karyawan untuk bertindak aman
d) Menganalisis kecelakaan
e)
Adapun penjelasan dari bentuk pelaksanaan program keselamatan yang
dikemukakan oleh Justine T. Sirait adalah sebagai berikut:

1. Dukungan manajemen direktur /pimpinan

Dukungan manajemen puncak mutlak diperlukan agar program


keselamatan kerja bisa berjalan dengan efektif. Dukungan manajemen
puncak bisa dilihat dari kehadiran karyawan pada pertemuan yang
membahas masalah keselamatan kerja, inspeksi karyawan secara
periodik, laporan keselamatan kerja yang teratur, dan pencantuman
masalah keselamatan kerja pada berbagai rapat yang dilakukan oleh para
pempinan perusahaan.

2. Menunjuk seorang direktur Keselamatan

Untuk menjalankan suatu program, seseorang haruslah diberi tugas dan


tanggung jawab untuk menyusun dan memelihara program tersebut.
Biasanya ditentukan oleh besar atau tidaknya perusahaan itu sendiri, jika
perusahaan terlalu kecil dilakukan penambahan tugas terhadap seseorang
untuk melaksanakan usaha-usaha keselamatan kerja. Jika perusahaan
berskala besar, biasanya diangkat seorang staf direktur program
keselamatan kerja.

3. Mendidik Para Karyawan Untuk Bertindak Aman

Sebagian besar program keselamatan kerja haruslah di titik beratkan


untuk mendidik karyawan agar bertindak, berpikir, dan bekerja secara
aman. Beberapa cara pendidikan yang dapat dilakukan, antara lain melalui:

1) Pemberian penjelasan pada karyawan baru pada fase orientasi


2) Penekanan segi-segi keselamatan kerja selama periode latihan 
terutama untuk on the job training.
3) Usaha-usaha khusus yang dilakukan oleh atasan langsung.
4) Pembentukan panitia keselamatan kerja.
5) Penyelenggaraan education session secara berkala.
6) Penggunaan gambar-gambar atau poster yang menekankan
pentingnya masalah keselamatan kerja.
4. Menganalisa Kecelakaan

Kecelakaan dapat dipelajari dari berbagai aspek, misalnya


personalianya, pekerjaan yang menimbulkan kecelakaan, alat-alat dan
perlengkapan yang dipergunakan, departemen tempat terjadinya
kecelakaan, dan akibatnya. Analisis ini bertujuan agara kelak dikemudian
hari terjadi perbaikan . Cara yang umum yang digunakan dalam
menganalisa kecelakaan adalah meminta pendapat dari mandor atau
pengawas pekerjaan.

Disamping usaha untuk mencegah para karyawan mengalami


kecelakaan, perusahaan perlu juga memelihara kesehatan para karyawan.
Kesehatan ini menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental.
Kesehatan para karyawan dapat terganggu akibat stress maupun karena
kecelakaan. Kesehatan karyawan yang buruk akan mengakibatkan
kecenderungan tingkat absensi yang tinggi dan tingkat produktivitas yang
rendah.

Adanya program kesehatan yang baik akan menguntungkan secara


material, karena karyawan yang sehat akan jarang sakit dan jarang absen,
bekerja dalam lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara
keseluruhan mereka akan mampu bekerja lebih lama. Istilah kesehatan
menurut Susilo Martoyo (2000: 140):“adalah kondisi kesehatan jasmani
maupun rohani. Sehat jasmani berarti seluruh organ tubuh berfungsi baik
dan normal. Sedangkan sehat rohani adalah apabila seeorang telah
mampu beradaptasi dengan organisasi dimana ia bekerja, mampu
mengatasi stress dan frustasi”.

 Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal penciptaan


kesehatan kerja:

a) Menjaga kesehatan karyawan dari gangguan-gangguan


penglihatan, pendengaran, kelelahan, dan sebagainya.
b) Penyediaan fasilitas-fasilitas pengobatan dan pemeriksaan bagi
karyawan.
c) Kelembaban lantai yang mengakibatkan rematik dan masuk angin
d) Kelembaban udara yang dapat mengakibatkan penyakit radang
paru-paru basah.
e) Pencahayaan yang yang dapat mengakibatkan kerusakan mata
akibat keremangan dan kesilauan.
f) Partikel debu yang berterbangan yang tidak terlihat
mengakibatkan sesak napas
g) Model tempat duduk atau bangku yang disediakan tak sesuai
yang mengakibatkan sakit punggung.
h) Pengaturan Jam Kerja
i) Pemberian Perhatian Terhadap Daya Tahan Tubuh Pekerja
j) Memperhatikan Kenyamanan Kerja
k) Memperhatikan Keamanan Kerja

Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah


K3
Cara pemerintah dalam menanggulangi maslah K3 yaitu dengan
membuat aturan K3 seperti pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970
tentang keselamatan kerja, yaitu : mencegah dan mengurangi kecelakaan;
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan
mengurangi bahaya peledakan; memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain
yang berbahaya; memberikan pertolongan pada kecelakaan; memberi alat-
alat perlindungan diri pada para pekerja; mencegah dan mengendalikan
timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu kotoran, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.

Lalu dengan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, melindungi tenaga kerja


dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari sebagian
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan
kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Program
Jamsostek sebagai pengejawantahan dari program K3 diwajibkan
berdasarkan Pasal 2 Ayat 3 PP No. 14 Tahun 1993 bagi setiap
perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai