Anda di halaman 1dari 20

PENERAPAN SAFETY & HEALTH ENVIRONMENT DALAM

ORGANISASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Safety & Health Environment yang
diampu oleh:
Bapak Ignatius Oki Dewa Brata, S.E., M.Si., Ak., C.A.

Oleh:
Meilani Putri Mayasari
0320244002

UNIVERSITAS WIDYATAMA

FAKULTAS EKONOMI

AKUNTANSI

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatan pada Allah subhanahu wa ta’ala dapat
diberika kesempatan menyelesaikan tugas pertama mata kuliah Safety & Health
Environment dalam waktu singkat, yang diampu oleh Bapak Ignatius Oki Dewa
Brata, S.E., M.Si., Ak., C.A. Makalah ini disusun atas dasar pengetahuan yang
saya terima untuk dipahami dan digunakan pada saat dibutuhkan nanti.

Tak lupa ucapan terima kasih kepada bapak Dosen yang telah berbaik hati
memberikan saya dan teman-teman kelas modul pembelajaran bahasan Konsep
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan yang akan dibahas dalam makalah ini,
sesuai dengan judul yaitu “PENERAPAN SAFETY & HEALTH
ENVIRONMENT DALAM ORGANISASI.”

Saya sadar makalah ini masih banyak kekurangannya, baik dari materi
serta cara penulisannya, maka dari itu kritik dan saran sangat terbuka, serta saya
sangat berharap makalah ini akan berguna bagi pembaca nantinya.

Bandung, 26 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 2
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Tujuan dan Kegunaan Makalah 2
BAB II
PEMBAHASAN 1
2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2
2.2 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2
2.3 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi 2
2.4 Dampak Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi
2
BAB III
PENUTUP 1
3.1 Kesimpulan dan Saran 2
3.1.1 Kesimpulan 5
3.1.2 Saran 5
DAFTAR PUSTAKA iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecelakaan Kerja, atau kecelakaan di tempat kerja adalah, "kejadian


terpisah selama bekerja." Yang menyebabkan cedera fisik atau mental. Frasa
"cedera fisik atau mental." Berarti cedera, penyakit, atau kematian. Kecelakaan
kerja berbeda dari penyakit akibat kerja karena kecelakaan adalah kejadian yang
tidak terduga dan tidak direncanakan (misalnya, keruntuhan tambang,) sedangkan
penyakit akibat kerja "terjangkit sebagai akibat dari paparan selama periode waktu
tertentu terhadap faktor risiko yang timbul dari aktivitas kerja." (Misalnya, paru-
paru penambang). Insiden yang termasuk dalam definisi kecelakaan kerja
termasuk kasus keracunan akut, serangan oleh manusia dan hewan, serangga dll,
terpeleset dan jatuh di trotoar atau tangga, kecelakaan lalu lintas, dan kecelakaan
di atas alat transportasi selama bekerja, kecelakaan di bandara, stasiun dan
sebagainya.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour
Organization: ILO.) Definisi kecelakaan kerja termasuk kecelakaan yang terjadi
"saat terlibat dalam kegiatan ekonomi, atau di tempat kerja, atau menjalankan
bisnis majikan." Tercatat lebih dari 337 juta kecelakaan terjadi di tempat kerja
setiap tahun, yang mengakibatkan, bersama dengan penyakit akibat kerja, lebih
dari 2,3 juta kematian setiap tahun. Dalam Indonesia sendiri Menurut data PT.
Jamsostek, kecelakaan kerja di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Faktor
penyebab kecelakaan kerja bisa karena Human Error atau Unsafe Behavior yang
akhirnya dapat memicu kecelakaan.
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi merupakan
langkah preventif dan pengurangan Kecelakaan Kerja dalam lingkungan bekerja
di Indonesia.
1.2 Identifikasi Masalah

1) Kasus kecelakaan kerja yang terjadi Indonesia.


2) Penyebab kecelakaan kerja terjadi dan meningkat di tiap tahunnya.
3) Peraturan yang mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4) Hukum yang berlaku dalam aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
5) Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Makalah

Selain dari pemenuhan tugas kuliah, makalah ini bertujuan juga sebagai
alat untuk bukti bahwa Saya telah memahami teori atau ilmu dari modul yang
telah diberikan, mengenai gambaran umum Pengantar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Makalah ini juga merupakan pengandaian analisa betapa pentingya
pemahaman teori dan ilmu dalam mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada ruang lingkup kerja di lapangan nanti. Dan gambaran, bagaimana Saya dan
mungkin teman-teman pembaca lainnya dapat sadar akan pentingnya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada ruang lingkup kerja agar senantiasa mengingat dan
menerapkan peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bidang yang terkait


dengan kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di
sebuah institusi maupun lokasi proyek. Pengertian K3 Menurut Filosofi
Mangkunegara, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani
tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya
menuju masyarakat adil dan makmur. Pengertian K3 Menurut
Keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua Ilmu dan
Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja
(PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan. Pengertian K3
Menurut OHSAS 18001:2007 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah
semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan
kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan
tamu) di tempat kerja.
Pada pelaksanaannya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dikhususkan pada
ruang lingkup (Rachman, 1990):

1. Keselamatan dan kesehatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di


dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat
kerja dan usaha yang dikerjakan.
2. Aspeknya meliputi:

 Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian.


 Peralatan dan bahan yang dipergunakan.
 Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
 Proses produksi.
 Karakteristik dan sifat pekerjaan.
 Teknologi dan metodologi kerja:
o Penerapannya dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun
jasa.
o Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan
ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usahanya.

2.2 Sejarah Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Usaha K3 di Indonesia dimulai tahun 1847 ketika mulai dipakainya mesin


uap oleh Belanda diberbagai industri khususnya industri gula. Tanggal 28
Februari 1852, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No. 20 yang
mengatur mengenai keselamatan dalam pemakaian pesawat uap yang
pengawasannya diserahkan kepada lembaga Dienst Van Het Stoomwezen.
Selanjutnya, penggunaan mesin semakin meningkat dengan berkembangnya
tekonologi dan perkembangan industri. Untuk itu, pada tahun 1905 dengan Stbl
No. 521 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan perundangan keselamatan
kerja yang dikenal dengan Veiligheid Regelement disingkat VR yang kemudian
disempurnakan pada tahun 1930 sehingga terkenal dengan stbl 406 tahun 1930
yang menjadi landasan penerapan K3 di Indonesia.
Perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan kerja di Indonesia juga
telah mengarungi perjalanan sejarah yang panjang, telah dimulai lebih dari satu
abad yang lalu, usaha penanganan keselamatan kerja di Indonesia dimulai sejalan
dengan pemakaian mesin uap untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda yang
semula pengawasannya ditujukan untuk mencegah kebakaran. Pada mulanya
pengaturan mengenai pesawat uap belum ditujukan untuk memberi perlindungan
kepada tenaga kerja, karena hal itu bukan merupakan sesuatu yang penting bagi
masyarakat Belanda. Baru pada tahun 1852 untuk melindungi tenaga kerja di
perusahaan yang memakai pesawat uap, ditetapkan peraturan perundangundangan
tentang pesawat uap, Reglement Omtrent Veiligheids Maatregelen bij het
Aanvoeden van Stoom Werktuigen in Nederlands Indie (Stbl No. 20), yang
mengatur tentang pelaksanaan keselamatan pemakaian pesawat uap dan
perlindungan pekerja yang melayani pesawat uap. Upaya peningkatan
perlindungan dimaksud telah dilakukan dan terus ditingkatkan dari waktu ke
waktu, sejalan dengan semakin banyaknya dipergunakan mesin, alat pesawat baru,
bahan produksi yang diolah dan dipergunakan yang terus berkembang dan
berubah. Di akhir abad ke-19 penggunaan tenaga listrik telah dimulai pada
beberapa pabrik. Sebagai akibat penggunaan tenaga listrik tersebut banyak terjadi
kecelakaan oleh karenanya maka pada tahun 1890 ditetapkan peraturan
perundangan di bidang kelistrikan yaitu Bepalingen Omtrent de Aanlog om het
Gebruik van Geleidingen voor Electriciteits Verlichting en het Overbrengen van
Kracht door Middel van Electriciteits in Nederlands Indie.
Pada awal abad ke-20, sejalan dengan perkembangan di Eropa, Pemerintah
Hindia Belanda kemudian mengadakan berbagai langkah perlindungan tenaga
kerja denganmenerbitkan Veilegheids Reglement (Undang-undang Keselamatan.)
Yang ditetapkan pada tahun 1905 Stbl. No. 251, kemudian diperbaharui pada
tahun 1910 (Stbl. No. 406.) Undang-Undang yang terakhir ini, telah berlaku
dalam waktu yang sangat lama, lebih dari 60 tahun, sampai kemudian dicabut oleh
Undang Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain itu, untuk
mengawasi berbagai hal khusus, telah pula diterbitkan 12 peraturan khusus
Direktur Pekerjaan Umum No. 119966/Stw Tahun 1910, yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Stbl. No. 406 Tahun 1910. Setelah itu, diterbitkan pula
ketentuan tentang Pengangkutan dengan Trem Dalam Jumlah yang Besar (Stbl.
No. 599 Tahun 1914.)
Pada tahun 1926 dilakukan perubahan atas beberapa pasal dari Burgerlijke
Wetbook oud (KUH Perdata Lama) ke dalam KUH Perdata Baru, ketika dalam
ketentuan baru dimaksud, perlindungan terhadap tenaga kerja dimuat dalam Buku
III Titel tujuh A. Isinya mulai mengatur tentang kewajiban pengusaha untuk
melindungi pekerjanya. Beberapa ketentuan itu telah mewajibkan kepada
pengusaha agar pekerja yang tinggal bersamanya diberi kesempatan menikmati
istirahat dari pekerjaannya dengan tidak dipotong upahnya (Pasal 1602u KUH
Perdata). Kewajiban untuk mengatur pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pada
hari minggu dan hari-hari yang menurut kebiasaan setempat pekerja dibebaskan
dari pekerjaannya (Pasal 1602v KUH Perdata). Kewajiban pengusaha untuk
mengatur dan memelihara ruangan, piranti atau perkakas, menyuruh pekerja untuk
melakukan pekerjaan sedemikian rupa agar melakukan pekerjaan dengan baik dan
mengadakan aturan serta memberikan petunjuk sehingga pekerja terlindungi jiwa,
kehormatan, dan harta bendanya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi didefinisikan
sebagai “Upaya dan pemikiran untuk menjamin keutahan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohaniah dari manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada
khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera.” Secara keilmuan, K3 didefinisikan sebagai “Ilmu dan
penerapan secara teknis dan tenologis untuk melakukan pencegahan terhadap
munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang
dilakukan”. Dari sudut pandang illmu hukum, K3 didefinisikan sebagai “Suatu
upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat
kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber
proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif”. Menurut
Tarwaka, (2007).
Dari berbagai literature yang ada, dapat diberikan gambaran secara ringkas
tentang sejarah perkembangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai berikut:
 Sekitar tahun 1700 Sebelum Masehi, Raja Hamurabai dari kerjaan
Babylonia dalam kitab Undang-Undangnya , salah satu pasalnya
menyatakan bahwa “Bila seorang ahli bangunan membuat rumah
untuk seseorang dan pembuatannya tidak dilaksanakan dengan baik,
sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati,
maka ahli bangunan tersebut akan dibunuh.
 Pada zaman Mozal lebih kurang 5 abad setelah Raja Hamurabi, dalam
Undang-Undangnya dinyatakan bahwa, “Ahli bangunan bertanggung
jawab atas keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, dengan
menetapkan pemasangan pagar pengaman pada setia sisi luar dari atap
rumah.”
 Setikar tahun 80 sesudah Masehi, seorang ahli Encyclopedia dari
bangsa Roma yang bernama PLINIUS, mensyaratkan agar para
pekerja tambang harus memakai tutup hidung atau masker karena
banyaknya debu ditempat kerja tambang tersebut.
 Pada tahun 1450 Masehi, Dominico Fontana diserahi tugas penting
untuk membangaun Obelisk di tengah lapangan St. Pieter Roma.
Untuk hal tersebut ia selalu mensyaratkan agar para pekerjanya
memakai topi baja untuk melindungi kepalanya. Demikian seterusnya,
komitmen para ahli terus berlajut untuk memberikan perlindungan
keselamatan dana kesehatan bagi orang yang terlibat dalam setiap
usaha yang dilakukannya.
 Sejak terjadinya revolusi industry di Negara Inggris Raya, di mana
begitu banyak terjadi kasus-kasus kecelakaan yang membawa banyak
korban, maka para pengusaha pada waktu itu berpendapat bahwa hal
tersebut merupakan bagian dan pekerjaan yang harus ditanggung oleh
para pekerja itu sendiri. Pada mulanya tidak ada langkah yang diambil
untuk mengurangi dan penderitaan para korban.
 Pada tahun 1931, Heinrich, H.W. Dalam bukunya yang sangat terkenal
berjudul, “INDUSRIAL ACCIDENT PREVENTION.” Membuat
gerakan dan memperkenalkan prinsip-prinsip mendasar bagi program
keselamatan kerja yang berlaku hingga saat sekarang ini. Berangkat
dari pemikiran Heinrich tersebut, maka gerakan keselamatan dan
kesehatan kerja selanjutnya dapat dilakukan secara terorganisir dan
terarah.
 Pada tahun 1970, pemerintah Indonesia mengundangkan suatu
Undang-Undang yaitu Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja. Hal ini menunjukan bahwa perlindungan hak
untuk dapat bekerja secara aman, sehat dan produktif merupakan hak
semua orang yang harus dijunjung tinggi.
 Pada tahun 1991, Amerika Serikat memverlakukan undang-undang
Worl’s Compensation Law, dimana dalam undang-undang tersebut
disebutkan bahwa tidak memandang apakah kecelakaan terjadi akibat
kesalahan korban atau tidak, dan yang bersangkuran akan mendapat
ganti rugi, bila kecelakan yang menimpanya terjadi dalam pekerjaan.
Sementara itu, pemerintah Indonesia pada tahun 1992, melakukan hal
serupa dengan mengeluarkan undang-undang tentang Jaminan Sosial
Tenanga Kerja.
2.3 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi

Timbul dari masalah dalam Keselamatan dan kesehatan kerja dalam


organisasi, pemerintah membentuk Undang-Undang yang harus dipatuhi bagi
instansi pemerintah itu sendiri dan sektor-sektor swasta demi keselamatan dan
kesehatan kerja para karyawan.

Adanya keselamatan dan kesehatan kerja juga berangkat dari adanya hak
dan kewajiban dari tenaga kerja yang diatur dalam pasal 12 UU No.1 tahun
1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, kewajiban dan hak tenaga
kerja adalah sebagai berikut :

1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai


pengawas atau ahli keselamatan kerja.
2. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
3. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan yang diwajibkan.
4. Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan
dan kesehatan yang diwajibkan.
5. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggung-jawabkan.

Menurut data dari Infodatin-Kesja. Masalah kesehatan potensial pada


pekerja ada pada:
 Kecelakaan kerja.
 Penyakit akibat kerja.
 Penyakit tidak menular.
 Penyakit menular.
Jumlah kasus kecelakaan akibat kerja pada tahun 2011-2014 yang paling
tinggi pada 2013 yaitu 35.917 kasus kecelakaan kerja (Tahun 2011 = 9.891 Tahun
2012 = 21.735; Tahun 2014 = 24.910.) Provinsi dengan jumlah kasih kecelakaan
akibat kerja tertinggi pada tahun 2011 adalah provinsi Banten, Kalimantan Tengah
dan Jawa Timur; tahun 2012 adalah provinsi Jambi, Maluku dan Sulawesi Tengah
tahun 2013 adalah provinsi Aceh, Sulawesi Utara dan Jambi, dan tahun 2014
adalah provinsi Sulawesi Selatan, Riau dan Bali.
Untuk jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-2014 terjadi
penurunan (Tahun 2011 = 57.929; Tahun 2012 = 60.322; Tahun 2013 = 97.144
Tahun 2014 = 40.694.) Provinsi dengan jumlah kasus penyakit akibat kerja
tertinggi pada tahun 2011 adalaha provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Utara dan
Jawa Timur tahun 2012 adalah provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan
Jawa Barat; tahun 2013 adalah provinsi Banten, Gorontalo dan Jambi dan tahun
2014 adalah provinsi Bali, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.)
Prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM.) Penduduk di usia produktif
akan berpengaruh pada produktivitas kerja kelompok penduduk angkatan kerja
dan bekerja. Di bawah ini tujuh penyakit tidak menular tertinggi menurut
Riskesdas tahun 2013 yang akan memengaruhi pada produktivitas kerja kelompok
penduduk angkatan kerja dan bekerja.

Penyakit Tidak Menular % *Tabel


Prevalensi
Hipertensi 25.8
Penyakit Tidak
Diabetes mellitus 2.1 Menular di
Indonesia Tahun
Penyakit Paru Obstruktif Kronik 3.8 2013.
Kanker 1.4

Obesitas Sentral 26.6

Penyakit Jantung Koroner 1.5

Stroke 1.21

Faktor Risiko % *Tabel Prevalensi Faktor


Kurang aktifitas 52.8 Risiko Penyakit Tidak
Kebiasaan merokok 21.2 Menular di Indonesia
Konsumsi sayur dan buah tiap Tahun 2013.
10.7
hari

Dalam penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pemerintah telah


menuangkan ke dalam beberapa Undang-Undang yang mengatur mengenai K3,
yaitu:

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.


Undang-Undang terkenal sebagai aturan pokok K3. UU ini mengatur
kewajiban perusahaan dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan
kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 4 tahun 1987 tentang  Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3.)
3. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-
Undang ini memberi kewajiban bagi perusahaan untuk memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik pekerja yang
baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai
dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta
pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga
berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan
benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.  
4. Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga
Kerja yang saat ini telah diubah menjadi Sistem Jaminan Sosial
Nasional Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 yang mengatur
jaminan sosial tenaga kerja salah satunya adalah jaminan kecelakaan
kerja. 
5. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang
Timbul Akibat Hubungan Kerja.
6. Peraturan Menteri Nomor 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3.)
7. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam
pasal 86 menegaskan hak pekerja untuk memperoleh perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja. 
8. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3.)
9. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2019 tentang Penyakit Akibat
Kerja.
10. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang K3
Lingkungan Kerja.
Berikut adalah jenis risiko dalam bekerja apabila tidak menerapkan K3:

Tempat Bekerja Jenis Kecelakaan

• Teriris, Terpotong.

• Terlindas, Tertabrak.
• Berkontak dengan bahan kimia atau bahan
Elektronik (Manufaktur)
berbahaya lainnya.
• Kebocoran gas.
• Menurunnya daya pendengaran dan
penglihatan.
• Terjepit, Terlindas

• Tertusuk, Terpotong, Tergores.


Produksi Metal
(Manufaktur)
• Jatuh Terpeleset.
• Terjadinya kontak antara kulit dengan cairan
metal, cairan non-metal.
• Terjepit, Terlindas

• Teriris, Terpotong, Tergores.

Petrokimia (minyak dan • Jatuh Terpeleset.


produksi batu bara,
produksi karet, produksi • Tertabrak.
karet, produksi plastik)
• Terkena benturan keras.
• Terhirup atau terjadinya kontak antara kulit
dengan hidrokarbon dan abu, gas, uap steam,
asap dan embun yang beracun.
• Kemungkinan jatuh dari ketinggian.

• Kejatuhan barang dari atas.


Konstruksi
• Terinjak.

• Terkena barang yang runtuh, roboh.


• Berkontak dengan suhu panas, suhu dingin,
lingkungan yang beradiasi, bising.
• Terjatuh, terguling.

• Terjepit, Terlindas

• Tertabrak.

• Terkena benturan keras.

• Bahaya kebakaran.

• Jari tangan terpotong/tergores.

• Jari tangan terkena jarum.

Industri Garmen • Tergencet mesin kancing.

• Tersengat arus listrik pendek.

• Bahaya terjatuh atau kejatuhan.


• Bahaya menghirup partikel debu dalam bahan
baku kain.

Dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam


organisasi diperlukan prosedur yang mesti diperhatikan dan ditaati dalam
penerapannya. Prosedur K3 ini merupakan tahap atau proses suatu kegiatan
untuk menyelesaikan aktivitas atau metode, langkah demi langkah secara
pasti dalam pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan, kesehatan, dan
keamanan (K3). Perusahaan dapat melakukan prosedur pelaksanaan K3
dengan:

1. Menetapkan standar K3
2. Menetapkan tata tertib yang harus dipatuhi
3. Menetapkan peraturan-peraturan
4. Mensosialisasikan peraturan dan perundang-undangan K3 ini kepada
seluruh tenaga kerja.
5. Memonitor pelaksanaan peraturan-peraturan

Prosedur K3 seperti di atas pada tingkat yang lebih rinci disebut juga
dengan Sistem Manajemen K3 (SMK3). Undang-undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan menyebut sistem ini harus diterapkan dan menjadi
bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1970, K3 wajib


diterapkan seluruh tempat kerja (tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap), di mana pekerja bekerja atau yang sering
dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber
bahaya. Namun, tak jarang aka nada kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanaan perjanjian kerjasama dalam penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, yaitu:

1. Pemahaman karyawan mengenai isi Perjanjian Kerja Bersama: Cara


mengatasi perlunya pembinaan atau koordinasi dan sosialisasi antara
pengurus Serikat Pekerja dengan para pekerja melalui musyawarah.

2. Penanganan keselamatan kerja tidak optimal: Cara mengatasi adalah


apabila terjadi kecelakaan berarti tindakan pecegahan tidak berhasil,
maka pihak manajemen perusahaan mempunyai kesempatan untuk
mempelajari apa yang salah.

3. Kebijakan perusahaan yang tidak tegas: Cara mengatasi adanya


tindakan yang tegas apabila terjadi ketidakdisiplinan pegawai dalam
bekerja.

Dalam perjanjian kerjasama yang dibuat tentu harus mengacu pada


Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang baru, yang diterbitkan oleh
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 tahun 2018 tentang K3
Lingkungan Kerja. Permenaker ini memberikan pedoman baru mengenai
nilai ambang batas (NAB) faktor fisika dan kimia, standar faktor biologi,
ergonomi, dan psikologi serta persyaratan kebersihan dan sanitasi, termasuk
kualitas udara dalam ruangan untuk terwujudnya tempat kerja yang aman,
sehat, dan nyaman. Faktor psikologi yang belum pernah diatur sebelumnya,
menandai standar baru dalam pengukuran K3.

Standar baru yang dibuat menitikberatkan pada faktor psikologis.


Karena, sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Psikologis
seseorang sangat berpengaruh pada konsentrasi dalam melakukan suatu
pekerjaan. Bila terjadi stress kerja dapat mempengaruhi tindakan-tindakan
yang akan dilakukan pekerja ketika bekerja. Sehingga kecelakaan kerja
sangat mungkin terjadi. Stress akibat kerja dalam jangka panjang juga dapat
mengakibatkan gangguan mental pekerja. Faktor psikologis yang dimaksud
dalam Permenaker 5 tahun 2018 adalah faktor yang mempengaruhi aktivitas
pekerja, diakibatkan oleh hubungan antar personal di tempat kerja, peran
dan tanggung jawab terhadap pekerjaan. Pengukuran dan pengendalian
faktor psikologi harus dilakukan pada tempat kerja yang memiliki potensi
bahaya faktor psikologi. Potensi bahaya faktor psikologi meliputi:
1. Ketidakjelasan/ketaksaan (ambigu) peran atau uraian pekerjaan
2. Konflik peran
3. Beban kerja berlebih secara kualitatif
4. Beban kerja berlebih secara kuantitatif
5. Pengembangan karier
6. Tanggung jawab terhadap orang lain.

Setelah serangkaian prosedur dan perjanjian telah dilakukan. Ada


beberapa usaha yang organisasi perlu dilakukan untuk menciptakan
keselamatan kerja. Yaitu dengan beberapa prinsip berikut:

1. Menyediakan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja.


2. Menyediakan buku petunjuk penggunaan alat atau isyarat bahaya.
3. Menyediakan peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
4. Menyediakan tempat kerja yang aman sesuai standar syarat-syarat
lingkungan kerja (SSLK). Contohnya, tempat kerja steril dari debu
kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan,
kebisingan; aman dari arus listrik; memiliki penerangan yang
memadai; memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang seimbang; dan
memiliki peraturan kerja atau aturan perilaku di tempat kerja.
5. Menyediakan penunjang kesehatan jasmani dan rohani di tempat
kerja.
6. Menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap di tempat kerja.
7. Memiliki kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
8. Membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Dalam pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja perusahaan


juga harus memiliki kewajiban-kewajiban di dalam manajemen keselamatan
kerja, yaitu:
1. Safety Policy: Mendefinisikan kebijaksanaan umum suatu perusahaan di
dalam hal keselamatan kerja.
2. Organisation/Management Commitment:         Merinci komitmen
manajemen di setiap level dan dalam bentuk tindakan sehari-hari.
3. Accountability: Mengindikasikan hal-hal yang dapat dilaksanakan oleh
bawahan untuk menjamin keselamatan kerja.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara
normatif sebagaimana terdapat pada PER.05/MEN/1996 pasal 1, adalah bagian
dari sistem manajemen keseluruhan  yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja yang aman, efisien dan produktif.
Sedangkan menurut OHSAS 18001, SMK3 (OH&S Management System)
adalah bagian dari sistem manajemen organisasi yang digunakan untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan K3 dan mengelola resiko
K3 dalam organisasi.

Dalam pelaksanaan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pun


harus ada memberi arahan, menjembatani, memberi bantuan dan mengawasi
praktik penerapannya tersebut. Berdasarkan Permenaker RI Nomor
PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja, Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah badan pembantu di tempat
kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk
mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Pada pasal 3 Permenaker RI
Nomor PER.04/MEN/1987 disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3
terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua
sekretaris dan anggota. Sebagai sekretaris P2K3 adalah Ahli K3 yaitu
tenaga teknis berkeahlian khusus yang membantu pimpinan perusahaan atau
pengurus untuk menyelenggarakan dan meningkatkan usaha keselamatan
kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja, membantu pengawasan di
bidang K3.

Pengurus/Pengawas merupakan orang yang mempunyai tugas


memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri
sendiri. 

Berdasarkan pasal 8, 9, 11 dan 14 Undang - Undang No. 1 tahun


1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pengurus bertanggung
jawab untuk:

1. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan


fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun dipindahkan
sesuai dengan sifat - sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
2. Memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya,
secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur.
3. Menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:
4. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta apa yang dapat timbul
dalam tempat kerjanya.
5. Semua pengamanan dan alat - alat perlindungan yang diharuskan
dalam semua tempat kerjanya.
6. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
7. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
8. Bertanggung jawab dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama dalam
kecelakaan.
9. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
10. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-
undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi
tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
kesehatan kerja.

2.4 Dampak Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Organisasi

1. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.


2. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.
3. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja
merasa aman dalam bekerja.
4. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.
5. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.
Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat
umur alat semakin lama.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran

3.1.1 Kesimpulan

Dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di suatu


organisasi mengharuskan mengikuti aturan yang berlaku sesuai dengan ruang
lingkup masing-masing. Pihak organisasi wajib menegaskan perihal aturan K3
demi kenyamanan dan keselamatan serta kesehatan kerja bagi karyawan. Pada
kewajiban dan hak masing-masing karyawan serta penyelenggara kerja/organisasi
harus patuh dan mengikuti aturan yang berlaku agar terhindar dari segala macam
kerugian dan kecelakaan dalam bekerja dan ruang lingkupnya.

3.1.2 Saran

Adanya sanksi tegas bagi para penyelenggara kerja/organisasi dan


karyawan yang tidak menaati aturan.
DAFTAR PUSTAKA

Kecelakaan kerja, (Online,)


(https://id.wikipedia.org/wiki/Kecelakaan_kerja#:~:text=Kecelakaan
%20kerja%2C%20atau%20kecelakaan%20di,menyebabkan%20cedera
%20fisik%20atau%20mental., diakses 28 Februari 2022.)
Kesehatan dan keselamatan kerja, (Online,)
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan_dan_keselamatan_kerja., diakses
28 Februari 2022.)
"PENGERTIAN DAN PENTINGNYA KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA." 01 April 2020.
<https://disnakertrans.bantenprov.go.id/Berita/topic/288> [Diakses, 28
Februari 2022.]
"Pengertian dan Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3.)"
24 Mei 2016. <https://surabaya.proxsisgroup.com/pengertian-dan-ruang-
lingkup-kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3/#:~:text=Ruang%20Lingkup
%20K3,kerja%20dan%20usaha%20yang%20dikerjakan> [Diakses, 28
Februari 2022]
Juraida, Anita. 2020. Safety, Health and Environment. Bandung:
Universitas Widyatama.
Situasi Kesehatan Kerja. 2015. Diakses pada 28 Februari 2022, dari
file:///C:/Users/hp/Downloads/infodatin-kesja.pdf.
WageIndicator. 2022. Aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Indonesia. https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/keselamatan-dan-
kesehatan-kerja/pertanyaan-mengenai-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-di-
indonesia-1. Diakses pada 28 Februari 2022.
"K3 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA
PERUSAHAAN." 09 Mei 2019.
<https://bdiyogyakarta.kemenperin.go.id/news/post/2019/05/15/143/k3-dan-
pengaruhnya-terhadap-produktivitas-kerja-perusahaan> [Diakses, 28
Februari 2022]

Anda mungkin juga menyukai