Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Di susun oleh :

SONIA FERANIKA JELI


NIM : 18012014

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES HANG TUAH PEKANBARU
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun penulisan. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam bidang
pendidikan kesehatan dan bermanfaat bagi diri penulis maupun orang lain.

Pekanbaru, 21 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................iv

A. Latar Belakang......................................................................................................iv

B. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja................................................................v

C. Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.....................................................vi

D. Pengenalan Bahaya Pada Area Kerja...................................................................vii

BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................................viii

A. Kecelakaan Kerja................................................................................................viii

B. Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja.........................................................viii

C. Kasus Kecelakaan Kerja........................................................................................xi

BAB III PENUTUP......................................................................................................xvi

A. Kesimpulan............................................................................................................xvi

B. Kritik dan Saran...................................................................................................xvi

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................xvii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan


bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat
terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan.
Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena
kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang
kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak
menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan
undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan
antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar
tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami
sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan
lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan
dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan
untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.

B. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja

Dari pemahaman diatas sasaran keselamatan kerja adalah:

1. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.


2. Mencegah timbulnya penyakit akibat suatu pekerjaan.

3. Mencegah/ mengurangi kematian.

4. Mencegah/mengurangi cacat tetap.

5. Mengamankan material, konstruksi, pemakaian, pemeliharaan bangunan,


alat-alat kerja, mesin-mesin, instalasi dan lain sebagainya.

6. Meningkatkan produktivitas kerja tanpa memeras tenaga kerja dan menjamin


kehidupan produktifnya.

7. Mencegah pemborosan tenaga kerja, modal, alat dan sumber sumber


produksi lainnya.

8. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman sehingga dapat
menimbulkan kegembiraan semangat kerja.

9. Memperlancar, meningkatkan dan mengamankan produksi industri serta


pembangunan

Dari sasaran tersebut maka keselamatan kerja ditujukan bagi:

1. Manusia (pekerja dan masyarakat)


2. Benda (alat, mesin, bangunan dll)

Lingkungan (air, udara, cahaya, tanah, hewan dan tumbuh tumbuhan)

C. Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja

Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 pasal 3 syarat-syarat


keselamatan kerja ayat 1 bahwa dengan peraturan perundang-undangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja untuk:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan


2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

3. Mencegah dan mengurang bahaya peledakan

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan

6. Memberi alat perlindungan diri kepada para pekerja

7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebar luasnya suhu,


kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau
radiasi, suara dan gelora.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik


maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;


11. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

12. Memelihara kebersihan, keselamatan dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja dan alat kerja.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang-orang, binatang, tanaman


atau barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan


penyimpanan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya


kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

D. Pengenalan Bahaya Pada Area Kerja

Bila ditinjau dari awal perkembangan usaha keselamatan kerja


diperusahaan/industri, manusia menganggap bahwa kecelakaan terjadi karena
musibah, namun sebenarnya setiap kecelakaan disebabkan oleh salah satu faktor
sebagai berikut, baik secara sendirisendiri atau bersama-sama, yaitu:

a. Tindakan tidak aman dari manusia itu sendiri (unsafe act)

1. terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan.

2. Tidak menggunakan pelindung diri yang disediakan.

3. Sengaja melanggar peraturan keselamatan yang diwajibkan.

4. Berkelakar/bergurau dalam bekerja dan sebagainya.

b. Keadaan tidak aman dari lingkungan kerja (unsafe condition)


1. Mesin-mesin yang rusak tidak diberi pengamanan, kontruksi kurang
aman, bising dan alat-alat kerja yang kurang baik dan rusak.

2. Lingkungan kerja yang tidak aman bagi manusia (becek atau licin,
ventilasi atau pertukaran udara , bising atau suara-suara keras, suhu
tempat kerja, tata ruang kerja/ kebersihan dan lain-lain)

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan
tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu
aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta
benda. Syarat-syarat keselamatan kerja ditetapkan salah satu untuk mencegah
dan mengurangi kecelakaan dan termasuk di tempat kerja yang sedang
dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya (UU No 1 Tahun
1970).Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dapat dikatakan telah
mengalami kemajuan dan mendapat porsi yang seimbang dengan perkembangan
sektor industri yang lain. Keseimbangan tersebut diindikasikan oleh peran serta
sektor konstruksi dalam aktivitas pembangunan di Indonesia. Semakin
berkembangnya industri konstruksi juga menunjukkan tantangan yang semakin
ketat dan kompleks di bidang konstruksi. Industri konstruksi memberikan
kontribusi yang esensial terhadap proses pembangunan di Indonesia. Hasil
pembangunan dapat dilihat dari semakin banyaknya gedung bertingkat, sarana
infrastruktur jalan dan jembatan, sarana irigasi dan bendungan, perhotelan,
perumahandan sarana prasarana lain (Pio, 2012).

B. Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Suatu kecelakan kerja dapat terjadi disebabkan faktor-faktor berikut ini :


1. Kesalahan lingkungan tempat kerja, seperti adanya susunan tata
ruang yang membahayakan
2. Perlengkapan dan material yang membahayakan, seperti material
kasar dan tajam, konstruksi kurang sempurna
3. Penggunaan peralatan yang tidak berpengalaman secara sempurna
4. Penggunaan bahan yang berbahaya seperti bahaya racun atau
bahan yang merusak organ tubuh
5. Manusianya sendiri, seperti sifat, mental, pengetahuan dan
keterampilan serta sikap yang tidak menunjang
Kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan dan gangguan
kesehatan kerja ini digambarkan ukurannya seperti dibawah ini:
 Lingkungan
 Kesalahan manusia
 Tindakan/kondisi tidak aman
 Kecelakaan dan gangguan kesehatan
 Luka,sakit, kerusakan alat dan bahan

Di negara Indonesia, penyelenggaraan konstruksi telah banyak


menimbulkan masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dan termasuk
ke dalam salah satu jenis pekerjaan yang berisiko terhadap kecelakaan kerja.
Tenaga kerja di bidang konstruksi yang mencakup sekitar 7-8 persen atau
sekitar 4,5 juta orang dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor yang terdapat di
Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari tenaga kerja di bidang konstruksi yang
kebanyakan belum pernah mendapatkan pendidikan formal dan sebagian
merupakan pekerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki kontrak
kerja secara formal terhadap perusahaan yang akan mempersulit penanganan
masalah K3 (Warta Ekonomi, 2006). Industri jasa konstruksi merupakan salah
satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi.
Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-
hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat
unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu
pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi,
serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan
manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja
bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi. Untuk
memperkecil risiko kecelakaan kerja, sejak awal tahun 1980an pemerintah telah
mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor
konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-
01/Men/1980 (Reini, 2005) Setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus
diusahakan pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat
kerja terhadap tenaga kerjanya. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk
menjamin bahwa peralatan perancah, alat-alat kerja, bahan-bahan, dan benda-
benda lainnya tidak dilemparkan, diluncurkan atau dijatuhkan ke bawah dari
tempat yang tinggi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/1980) DiIndonesia tingkat
kecelakaan kerja merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Sedikitnya
terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia pada periode
tahun 2007. Namun hal itu dipercaya hanya sekitar 50% dari jumlah yang
sebenarnya, karena data tersebut dapat diambil dari jumlah claim kepada
Jamsostek. Dan hanya sekitar 50% perusahaan saja yang mengasuransikan
pekerjanya kepada Jamsostek. Dari sekian banyakjumlah tersebut, penyumbang
terbanyak berasal dari kecelakaan kerja konstruksi yang mencapai 30% dari total
keseluruhan jumlah kecelakaan kerja(Anshori, 2008). Berdasarkan data yang
tercatat di PT Jamsostek, menunjukkan bahwa untuk tahun 2002 terdapat
103.804 kasus kecelakaan kerja di Indonesia, angka ini mencakup 1.903
meninggal dunia dan 10.345 cacat tetap. Khusus untuk sektor jasa konstruksi,
terdapat 1.253 kasus kecelakaan kerja (Reini, 2005) Salah satu komponen
penting dalam pengerjaan struktur suatu proyek konstruksi adalah
perancah/scaffoldingyang dipakai dari awal hingga akhir proyek sebagai
material support yang harus digunakan pada semua kegiatan konstruksi untuk
melindungi para pekerja di sektor konstruksi.

Telah diperkirakan 2,3 juta dari pekerja konstruksi atau 65 persen dari
seluruh pekerja konstruksi bekerja pada scaffolding/perancah. Tanpa disadari
seringkali scaffoldingkurang menjadi perhatian bagi para kontraktor. Bahkan,
kecelakaan fatal dan serius dapat diakibatkan oleh pemasangan scaffolding yang
keliru. sekitar 72 persen pekerja yang terluka dalam sebuah kecelakaan yang
bekerja dengan menggunakan scaffolding yang disebabkan oleh papan tempat
mereka bekerja atau tertimpa oleh barang/bahan yang jatuh dari atas perancah
(Biro StatistikTenaga Kerjadalam skripsi mahasiswa FKM UI, 2009).

C. Kasus Kecelakaan Kerja

Kasus kecelakaan kerja juga terjadi di proyek swalayan Tembilahan


yang menyebabkan empat buruh terjatuh dari lantai II. Buruh yang terjatuh
mengalami luka lecet dan satu orang buruh mengalami patah tulang
belakang. Penyebab jatuhnya pekerja akibat pasangan batu padas di atas
gedung tiba-tiba terjatuh. Batu padas tersebut kemudian mengenai
scaffoldingyang digunakan buruh untuk melaksanakan pekerjaan(Denpost,
2011). Penggunaan scaffolding juga digunakan pada proyek pembangunan
Hotel Gatot Subroto setinggi 5 lantai yang terletak di Jalan Gatot Subroto
Tembilahan. Proyek pembangunan hotel ini menggunakan jasa
konstruksidari PT MJS yang bergerak di bidang civil engineering,
architectural, mechanical dan electrical. Proses pembangunan hotel yang
sudah berjalan 2 tahun hingga saat ini menggunakan scaffoldingbingkai
yang dipasang pada bagian depan dan belakang bangunan. Scaffolding
adalah bangunan peralatan (platform) yang dibuat untuk sementara dan
digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada
setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan
pembongkaran.Scaffolding yang sesuai dan aman harus disediakan untuk
semua pekerjaan dan harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat sehingga
dapat menahan dengan aman tenaga kerja, peralatan dan bahan yang
dipergunakan. Lantai scaffolding harus diberi pagar pengaman, apabila
tingginya lebih dari 2 meter. Para pekerja memanfaatkan scaffolding yang
dipasang untuk menaiki bangunan serta melakukan pekerjaan seperti
memasang bata, memplester dan mengaci. Satu scaffolding memiliki tinggi
170 cm dan untuk satu lantainya menggunakan dua scaffolding, berarti
untuk pembangunan hotel yang setinggi 12 lantai digunakan sekitar 24
scaffolding dengan tinggi 40,8 m. Tentu saja tingkat risiko dari scaffolding
ini besar apabila tidak dipasang dengan benar terlebih pekerja dapat bekerja
dan berada di atas bangunan selama berjam-jam untuk melakukan pekerjaan
mereka ditambah lagi scaffolding yang digunakan untuk proyek
pembangunan hotel tersebut banyak yang berkarat dan sudah bengkok.
Bukan hanya itu saja tetapi pekerja juga berpijak di atas scaffolding dengan
menggunakan kayu triplek, memanjat dan menuruni scaffolding melalui
besi-besi yang terdapat di kanan dan kiri main frame tanpa menggunakan
alat pelindung diri apa pun, padahal hal tersebut justru dapat membahayakan
keselamatan pekerja. Aspek keselamatan dalam hal ini sangat perlu
diupayakan agar pekerja dapat bekerja dengan rasa aman, nyaman dan
selamat. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dibahas mengenai
penilaian risiko kecelakaan kerja pada pengguna scaffoldingdi proyek
pembangunan Hotel Gatot Subroto Tembilahan.

Baru-baru ini kita membaca di media bahwa telah terjadi kecelakan kerja
yang berhubungan dengan proses peledakan di PT Adaro, sebuah tambang batu
bara di Kalimantan Selatan. Memang kasusnya tidak terlalu menyita perhatian
masyarakat di Indoensia, tapi kecelakaan kerja yang mengakibatkan kematian
merupakan suatu kecelakaan yang sangat serius di industri pertambangan.
Kasusnya adalah seorang juru ledak meninggal dunia akibat terkena batuan oleh
suatu peledakan dari hasil peledakan yang dikelolanya. Tragis memang, sebuah
gambaran begitu tidak sempurnanya apa yang telah direncanakan dan apa yang
mereka ingin hasilkan dari rencana yang telah dibuatnya. Selain dari itu, Dinas
Pertambangan dan Energi Kalimantan Selatan saat ini meminta PT Adaro untuk
menghentikan aktivitas yang berhubungan dengan peledakan sampai dalam
batas waktu yang belum ditentukan. Ini berarti aktivitas pertambangan batubara
di Adaro secara tidak langsung mengalami gangguan yang tentunya akan
berpengaruh pada produksi batubara yang hendak dicapai.
Kasus seorang juru ledak yang tewas memang tidak banyak terjadi di
Indonesia, namun kejadian atau kecelakaan kerja yang berpotensi untuk menjadi
kejadian yang lebih serius banyak terjadi di tambang-tambang di Indonesia.
Sebuah makalah yang dibuat oleh peneliti dari US Mine Safety and Health
Administration pada tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat empat kategori
utama kecelakaan kerja yang berhubungan dengan peledakan, yaitu (1)
keselematan dan keamanan lokasi peledakan; (2) batu terbang atau flyrock, (3)
peledakan premature (premature blasting) dan (4) misfre (peledakan mangkir)
[1]. Kasus yang terjadi di Adaro merupakan salah satu jenis kecelakaan kerja
yang ditenggarai disebabkan oleh arah peledakan (keselamatan peledakan) dan
terkena batuan hasil peledakan yang dapat dikategorikan sebagai flyrock (pada
jarak yang dekat). Ini merupakan situasi yang masuk akal karena seorang juru
ledak memang berada di daerah yang paling dekat dengan pusat kegiatan
peledakan. Hal ini merupakan salah satu contoh perlunya pengetahuan yang
lebih mendalam dalam hal blasting management system (system pengaturan atau
pengontrolan peledakan) terhadap semua yang terlibat di dalam kegiatan
peledakan. Dalam suatu peledakan terdapat banyak hal-hal yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang diinginkan
oleh tambang yang bersangkutan. Batuan yang diledakkan dalam hal ini bisa
berwujud batu bara itu sendiri dan batuan penutup (overburden and
interburden). Dalam tambang emas kita mempunyai istilah waste (sampah) dan
ore (bijih emas) yang harus diledakkan untuk memudahkan pengangkutan dan
pencucian atau proses permurnian bahan galian yang ditambang. Kegiatan
peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan yang dianggap mempunya
resiko cukup tinggi. Tapi bukan berarti kegiatan tersebut tidak dapat dikontrol.
Proses pemgontrolan kegiatan ini dapat dimulai dari proses pencampuran
ramuan bahan peledak, proses pengisin bahan peledak ke lubang ledak, proses
perangakain dan proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan
penting adalah kontrol terhadap proses penembakan.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagi berikut :


1. Desain peledakan.
Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan
kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan
peledakan yang memadai akan mengidentifikasi jarak aman; jumlah isian
bahan peledak per lubang atau dalam setiap peledakan; waktu tunda
(delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau waktu
tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang
dikehendaki. Jika arah peledakan sudah dirancang sedemikian rupa, juru
ledak dan blasting engineer harus berkordinasi untuk menentukan titik
dimana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak aman yang
diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami potensi
bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan and batu
terbang (flyrock) yang mungkin terjadi.
2. Training kepada juru ledak.
Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang
peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang yang
membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan
Menteri[2], yang mengharuskan setiap juru ledak harus mendapatkan
training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk oleh Kepala
Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat melakukan peledakan.
Juru ledak dari tambang tertentu tidak diperbolehkan untuk melakukan
peledakan di tambang yang lain karena karakterisktik suatu tambang
yang berbeda-beda.
3. Prosedur kerja yang memadai.
Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini
memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang
berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu
mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun
peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat
berdasarkan pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh
tambang tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini
mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian bahan peledak
curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan (firing)
termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi peledakan.

4. Jarak Aman Peledakan

Menyimak dari kecelakaaan yang terjadi di Adaro, tanpa bermaksud


mendahului tim investigasi yang bekerja di sana, terdapat dua hal yang
menjadi penyebab langsung (immediate causes) yang menyebabkan
kejadian tersebut, yaitu, jarak aman dan arah peledakan. Jarak aman pada
suatu peledakan (safe blasting parameter) saat ini memang tidak
mempunyai standard yang dibakukan, termasuk tambang-tambang di
Australia. Di dalam Keputusan Menteri-pun, tidak dijelaskan secara
detail berapa jarak yang aman bagi manusia dari lokasi peledakan. Hal
ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai metode peledakan yang
berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang akan diledakkan dan tentu
saja hasil peledakan yang dikehendaki. Akan tetapi bukan berarti setiap
juru ledak boleh menentukan sendiri jarak aman tersebut. Keputusan
mengenai keselamatan khususnya jarak aman tersebut berada pada
seorang Kepala Teknik Tambang yang ditunjuk oleh perusahaan setelah
mendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang. Di
tambang-tambang terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap manusia
boleh dikatakan hampir mempunyai kesamaan yaitu dalam kisaran 500
meter. Jarak aman dari hasil risk assessment inilah yang seharusnya
menjadi acuan bagi pembuatan prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan
peledakan di lapangan. Walaupun ada beberapa tambang yang membuat
standard yang lebih kecil dari 500 meter; tapi hal itu diperbolehkan
sepanjang risk assessment sudah dilakukan dan sudah disetujui oleh
Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan. Biarpun tidak menutup
kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap jarak aman dari
peledakan, akan tetapi seorang juru ledak yang kompeten semestinya
akan mentaati aturan dan prosedur kerja. Pelanggaran prosedur kerja
akan berakibat fatal, baik bagi diri dia sendiri, teman kerja maupun ada
perusahaan tempat dia bekerja.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemampaan makalah ini saya dapat menyimpulkan bahwa proteksi atau
perlindungan perusahan terhadap karyawan sangat penting dilakukan proteksi atau
perlindungan ini akan semakin mengingkatkan kesejahteraan, kesehatan dan
terutama keselamatan kerja karyawan.

Keselamatan kerja menunjuk kepada kondisi – kondisi fisiologis-fisikal dan


pisiologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan – tindakan keselamatan
yang efektif, maka tidak akan ada lagi kecelakaan dalam pekerja hal ini akan lebih
mempercepat kesejahtraan karyawan yang nantinya juga berimbas pada hasil – hasil
produksi perusahaan ini.
Peranan departemen sumber daya manusia dalam keselamatan kerja merupakan
peranan yang sangat vital dalam perusahaan, departemen inilah yang merencanakan
program keselamatan kerja karyawan sampi dangan pelaksanaannya.

B. Kritik dan Saran


Sebagai penulis saya menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, sebagai penulis saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Direktur Pengawasan Norma K3. (2013). Himpunan Peraturan Perundang

Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Undang-Undang No. 1. Jakarta:


Kemenakertrans RI.

Direktur Pengawasan Norma K3. (2013). Himpunan Peraturan Perundang

Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Undang-Undang No. 13 Tahun


2003 Tentang Ketenagakerjaan. Jakarta: Kemenakertrans RI.

Direktur Pengawasan Norma K3. (2013). Himpunan Peraturan Perundang

Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Peraturan Pemerintah No. 50


Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3). Jakarta: Kemenakertrans RI.

Tarwaka. 2012. Dasar-dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan


Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press

Tarwaka. (2016). Dasar-dasar Keselamatan Kerja Serta Pencegahan Kecelakaan


Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press

Anda mungkin juga menyukai