Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN SKENARIO 2 BLOK FUNGSI SISTEM STOMATOGNASI

Oklusi

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. drg. Didin Erma Indahyani, MKes.

Kelas Tutorial 8

DISUSUN OLEH :

Ramadhanti Utami 181610101079


Mokhamad Setya Bayu U. 181610101080
Alvira Dwi Damayanti 181610101081
Fransisca Wulan Widiastuti 181610101082
Alief Ratu Fauziah K. 181610101084
Naufal Aditya Tarma 181610101086
Esti Maulidya Suryaningrum 181610101087
Diana Ajeng Yusnita 181610101088

KEMENTRIAN RISET , TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER

2019

Jl. Kalimantan 37 Jember Telp. (031)333536, Fax. (0331) 331 991


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial 2 ini dengan judul “Oklusi”.

Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas laporan mata kuliah
fungsi sistem stomatognasi. Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
bantuan yang telah diberikan secara langsung maupun tidak langsung selama penyusun
menyusun makalah ini. Rasa terima kasih ini disampaikan khususnya kepada :

1. Dr. drg. Didin Erma Indahyani, M.Kes dosen pengampu Mata Kuliah Blok 6 yaitu
fungsi sistem stomatognasi yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam
penyusunan laporan tutorial 2 ini.
2. Orang tua dan seluruh anggota kelas tutorial 8 yang telah bekerja sama dalam
menyusun laporan tutorial ini serta memberikan kritik, saran, dan masukan untuk
penyelesaian laporan ini.

Penyusun sadar bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, untuk itu penyusun
berharap kritik dan saran yang membangun untuk dapat menyempurnakan laporan ini.Terakhir
penyusun berharap laporan tutorial 2 blok fungsi stomatognasi dengan tema “Oklusi” ini dapat
memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi penyusun dan pembaca.

Jember, 12 April 2019

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oklusi adalah kontak antara gigi geligi yang saling berhadapan
selama terjadi satu rangkaian gerakan mandibula. Oklusi yang normal
bergantung pada kesesuaian antara lengkung gigi, hubungan gigi geligi rahang
atas dan gigi rahang bawah, serta berkaitan dengan otot, sendi dan skeletal yang
berpengaruh terhadap fungsional (Thomson 1994; Singh 2007).
Menurut Andrews (1972) di dalam buku Singh(2007), Cobourne (2011),
dan Foster (2012), terdapat enam kunci oklusi normal yaitu hubungan molar
yang memperlihatkan puncak cusp mesiobukal molar pertama permanen rahang
atas berkontak dengan lekuk bukal (buccal groove) yang berada diantara mesial
dan sentral dari molar pertama permanen rahang bawah pada bidang sagittal,
angulasi dan inklinasi mahkota gigi geligi yang tepat, tidak terdapat rotasi gigi,
kontak antara gigi geligi rapat, tidak ada celah ataupun berjejal, serta memiliki
curve of spee yang datar.
1.2 Skenario

Oklusi
(Dr.drg. Tecky Indriana, M.Kes)

Oklusi adalah hubungan kontak antara gigi geligi bawah dengan gigi geligi atas
waktu mulut ditutup. Oklusi dikatakan normal, jika susunan gigi dalam
lengkung gigi teratur baik, serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi
atas dengan gigi bawah, hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang
terhadap tulang tengkorak dan otot di sekitaraya, serta ada keseimbangan
fungsional sehingga memberikan estetika yang baik. Oklusi dari gigi geligi
bukanlah suatu keadaan yang statis, karena mandibula dapat bergerak dalam
berbagai posisi yang disebut sebagai keadaan yang dinamik.

1.3 Kata Sulit dan Rumusan Masalah

Oklusi: hubungan timbal balik dari permukaan berlawanan antara gigi


maksila dan mandibula yang terjadi selama pergerakan mandibula kontak penuh

Kontak antara gigi geligi yang saling berhadapan secara langsung/ tanpa
perantara dalam suatu hubungan biologisyang dinamis antara semua komponen
stomatognasi

Oklusi adalah gerakan mutup ke atas sedangankan klusi adalah gerakan menutup
sehiingga dapat diartikan bahwa gerakan mandibula menutup ke atas kontak
tanpa adanya perantara dengan cups palatal bertemu dengan fosa mandibula
Sebagai hubungan yang harmonis antara gigi geligi rahang atas dengan rahang
bawah dan memilik bidang inklinasi oklusal yang dapat mencegah pergeseran
gigi geligi dari posisinya saaat kedua rahang menutup.

Keadaan statis: ketika keadan tertutup dan keadaan tidak bergerak. Pada
keadddan statis ini ada overjet,overbite,dan deepbite. Jika ada kelainan akan
terjadi openbite.

Keadaan dinamik: merupakan kondisi dimana hubungan atara RA dan RB saat


mandibula bergerak ke arah lateral / anterior posterior

Keseimbangan fungsional: adalah oklusi gigi yang normal selama mandibula


melakukan gerakan sesuai fungsinya

Lengkung gigi: suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan


gigi pada rahang atas dan rahang bawah. Faktor yang dapat mempengaruhi
lengkung gigi ras jenis kelamin gen lingkungan seperti kebiasaan oral dan jenis
makanan. Lengkung gigi ini sangat berpengaruh . normal, tajam,terbalik, two
level,. Dan normalnya insisiv sampai premolarnya datar yang porterior lainya
bervariasi

Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari oklusi?


2. Apa syarat terjadinya oklusi?
3. Bagaimana saja jenis posisi maksila dan mandibula saat oklusi?
4. Apa saja klasifikasi oklusi?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan dari oklusi?
6. Apa saja ciri ciri terjadinya oklusi?
Jawab

2. syarat terjadinya oklusi

 Lengkung gigi rahang atas lebih besar dari rahang bawah


 Tiap gigi memiliki fungsi dan bentuk anatomis yang baik.
 Dalam satu lengkung gigi mempunyai kontak interproximal yang baik.
 Adanya hubungan yang seimbang antara gigi RA dan RB . dan ada susunan
gigi dalam lengkung gigi teratur dan baik.
 Adanya lebih dari 2 kontak gigi antargonis
 Tiap gigi dalam lengkung rahang atas mempunyai kontak yang baik dengan
tiap gigi rahang bawah

3. ada 4 jenis

Hub maksila ada 3


Fisiologi restposision

Relasi sentrik

Relasi eksentrik: gerakan selain sentrik seperti protusi retrusi dan ke arah lateral.
Bisa dilihat dengan arah pandang frontal, horizontal dan sagital. Relasi sentrik dapat
berubah jika terjadi ketidak kesimbangan yang menyebabkan nyeri pada fossa
akibat posisi kondilus mandibula yang berubah

Oklusi dinamik

Icp: kontak maksimal antara gigi geligi dengan antargonisnya

RCP: kontak maksimal antara gigi geligi pada saat mandibula berada lebih posterior
dari ICP. Namun rahang bawah masih bisa bergerak terbatas ke arah lateral.

PCP: kontak gigi geligi saat mandibula di gerakan ke arah anterior

WSCP: kontak gigi geligi saat RB digerakan ke lateral. Pada saat gigi geligi
digerakan ker lateral sisi samping disebut B.SCP

4.

1. bilateral occklusion: dijumpai bila gigi geliigi posterior pada sisi kerja dan sisi
keseimbangan keduanya dalam keaadan kontak:

2. unilateral balanced occlution

3. mutually banalced occutio

Ada 3 tipe

Ideal: posisi gigi teratata dalam lengkung gigi sehingga dapat berfungsi dengan
haronmis. Bisa deperoleh jika cup ridge dan groove gigi geligi ideal namun sangat
sulit di capai karena pada proses penggunaanya sering kali gigi geligi tersebut
mengalami berbagai perubahan yaitu atrisi (keausan gigi akibat faktor fisiologi
misalnya gesekan antara gigi geligi) abrasi dan abfraksi.

Oklusi normal diliat dari molar 1 RA dan RB.

Sentrik: posisi kontak maksimal gigi geligi pada saat mandibula pada posisi sentrik
yaitu pada saat kedual kondil berada pada posisi bilateral dan simetri dan paling
posterior di fossanya

Normal: adalah hubunagn gigi geligi di rahang yang sama dan gigi pada gigi pada
rahang yang berlawanan dimana gigi geligi pada kotak sebesar besarnya dan
kondilus mandibula berada di fosa glenoida yang berlawanan statis(dianterior ada
overjet dan pverbite) dan dinamik
5. gen :Penting untuk menentukan ukuran rahanng

Lingkungan : tekstur makanan , terjadi pada pre natal( diet ibu hamil dan post
natal(cedera pada sendi TMJ)

Kebiasaan oral: seperti menghisap ibu jari

1.4 Mind Map

Komponen oklusi oklusi

Tidak berartikulasi berartikulasi

statik sentrik Dinamik

Gerakan mandibula Pola oklusi

ICP bilateral

RCP unilateral

PCP mutually

WSCP dan BSCP Tidak dapat ditentukan

1.5 Learning Outcome

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengkaji definisi , komponen, syarat


dari oklusi
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengkaji hubungan maksila dengan
mandibula
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengkaji klasifikasi oklusi
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengkaji faktor yang mempengaruhi
oklusi
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan mengkaji lengkung gigi secara normal
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi, Komponen, dan Syarat


A. Definisi Oklusi

a) Kamus kedokteran Rickett Dorlands mendefinisikan oklusi adalah suatu


tindakan penutupan atau proses ditutup.

b) Dalam kedokteran gigi, oklusi adalah hubungan timbal balik dari


permukaan yang berlawanan antara gigi maksila dan mandibula yang terjadi
selama pergerakan mandibula dan kontak penuh yang berulang-ulang pada
lengkung gigi maksila dan mandibula

c) Angle menyatakan oklusi adalah hubungan normal bidang oklusal gigi


ketika rahang ditutup.

d) Oklusi dikontrol oleh komponen neuromuskular dan sistem mastikasi, yaitu


gigi, struktur periodontal, rahang atas dan rahang bawah, sendi
temporomandibular, otot dan ligamen.

Oklusi adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan gigi, ligamen


periodontal, sendi temporomandibula, otot dan sistem syaraf.

B. Komponen Oklusi

Komponen oklusi: gigi, rahang atas dan rahang bawah, sendi


temporomandibular, otot dan sistem syaraf, serta struktur periodontal.

1) TMJ

TMJ merupakan persendian yang menghubungkan antara rahang


bawah (kondilus mandibula) dengan rahang atas (glenoid fossa & articular
eminence os temporal).
2) Otot Masseter

a. Saraf : nervus trigerminus divisi mandibulae (N. V3)

b. Persarafan : saraf melalui saraf mandibula masseteric yang


memasuki permukaan yang mendalam.

c. Fungsi : Mengangkat mandibula untuk merapatkan gigi


sewaktu mengunyah dan mendorong rahang bawah ke depan (protrusi).

3) Otot Temporalis

a. Saraf : nervi teempirales profundi (N. V3) saraf mandibular

b. Fungsi : Kontraksi satu sisi : gerakan mengunyah (pemindahan capaut


mandibulae pada posisi keseimbangan kea rah depan) dan mengangkat
rahang bawah (adduksi) dengan bantuan semua serabut, terutama serabut
vertical

c. Menarik rahang bawah ke dalam (retrusi) dengan bantuan serabut horizontal


dorsal

d. Elevasi dan retrusi mandibula.

4) Otot Pterigoid Medial

a. Saraf : nervus trigerminus divisi mandibularis.

b. Persarafan: N. mandibula melalui saraf pterygoideus medial.

c. Fungsi : Untuk membantu mengangkat mandibula, elevasi mandibula dan


menutup mulut.

5) Otot Pterigoid Lateral

a. Saraf : divisi anterior dari n. trigerminus divisi mandibularis.

b. Persarafan : saraf melalui saraf mandibula pterygoideus lateral dari


batang anterior, yang masuk itu permukaan dalam

c. Fungsi : Kontraksi dua sisi : mengarahkan pembukaan mulut melalui


gerakan rahang bawah ke depan (protusi ) dan pemindahan discus articularis
kearah ventral
d. Kontraksi satu sisi : Gerakan rahang bawah ke sisi yang berlawanan pada
waktu mengunyah

e. Untuk menuntun pergerakan posterior disc dan condylus seperti kembali ke


posisi sentrik.

6) Jaringan periodontal

Jaringan periodontal adalah jaringan yang mendukung dan


mengelilingi gigi, yang mencakup gingiva, sementum, ligamen periodontal,
dan tulang alveolar (Fiorellini dkk., 2012).

C. Syarat Oklusi

Andrew menyebutkan enam kunci oklusi normal berdasarkan hasil


penelitian, yaitu:

1) Hubungan yang tepat dari gigi molar pertama permanen pada bidang sagital.
2) Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.
3) Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital.
4) Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.
5) Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing
lengkung gigi, tanpa diastema maupun berjejal.
6) Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.

Oklusi dikatakan normal, jika :

1) Susunan gigi di dalam lengkung gigi teratur dengan baik.


2) Gigi dengan kontak proksimal dan marginal ridge baik.
3) Hubungan seimbang antara gigi dan tulang rahang terhadap kranium dan
muskular sekitarnya.
4) Kurva spee normal.
5) Cusp mesio-bukal molar 1 maksila berada di groove mesio-bukal molar 1
mandibula.
6) Cusp disto-bukal molar 1 maksila berada di embrasure antara molar 1 dan 2
mandibula.
7) Seluruh jaringan periodontal secara harmonis dengan kepala dan wajah.
2.2 Hubungan Maksila Terhadap Mandibula

Relasi maksila dan mandibula dapat dilihat dalam dua arah yaitu secara
vertikal dan secara horizontal. Secara vertikal relasi maksila dan mandibula dapat
dibagi menjadi Dimensi Vertikal Istirahat (RVD) dan Dimensi Vertikal Oklusi
(OVD). Sedangkan secara horizontal dapat dibagi menjadi Relasi Sentrik dan
Relasi Eksentrik.

A. Relasi Vertikal

Dimensi vertikal didefinisikan sebagai sepertiga panjang wajah bagian


bawah.Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms Journal of Prosthetic
Dentistry Volume-94 no. 1, dimensi vertikal adalah the distance between two
selected anatomic or marked points (usually one on the tip of the nose and the other
upon the chin), one on a fixed and one on a movable member. Dan juga dapat
didefinisikan sebagai jarak dari maksila dan mandibular pada bidang frontal, jarak
dari makasila dan mandibular tersebut sangat bergantung kepada sendi
temporomandibular dan tonus tonus otot mastikasi, apabila berubah, maka dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman yang hebat pada sendi temporomandibular dan
otot otot pasien.

Faktor faktor yang mempengaruhi dimensi vertikal adalah seperti gigi yang
masih ada dan otot pasien, dimana gigi berefungsi sebagai vertikal stop yang alami,
dan otot biasanya berperan dalam proses membuka dan menutup dari kedua rahang
itu sendiri, perubahan dari dimensi vertikal, dapat berupa penambahan maupun
pengurangan dari dimensi vertikal tersebut, dan masing masingnya dapat
menimbulkan masalah tersendiri.

Akibat dimensi vertikal terlalu tinggi :


a. dapat menyebabkan trauma pada daerah penyangga gigi tiruan
b. penambahan tinggi wajah bagian bawah
c. cheek biting
d. kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara
e. terdapat rasa sakit dan clicking pada sendi temporomandibular
f. otot otot muka terasa tegang
g. penambahan volume dari rongga mulut (cubical space of the oral cavity)
h. resorpsi tulang

Akibat dimensi vertikal terlalu rendah :


a. terdapat trauma pada daerah penyangga gigi tiruan, namun tidak separah apabila
dimensi vertikal terlalu tinggi.
b. kurangnya tinggi wajah.
c. dapat menimbulkan angular chelitis karena ujung bibir terlipat.
d. kesulitan menelan.
e. terdapat rasa sakit dan clicking pada sendi temporomandibular biasanya diikuti
oleh sakit kepala dan neuralgia.
f. terdapat kesan ukuran bibir yang berkurang, vermillion border berkurang.
g. menimbulkan obstruksi pada pembukaan Eustachian tube akibat peninggian
palatum yang disebabkan oleh peninggian letak lidah dan mandibula.
h. kehilangan tonus otot.
i. sudut mulut menjadi turun.
j. berkurangnya volume dari rongga mulut.

Pada umumnya, terdapat dua jenis dimensi vertikal yang dapat diukur, yaitu
dimensi vertikal oklusal, DVO (occlusal vertical dimension) dan dimensi vertikal
fisiologis, DVF (rest vertical dimension). DVO adalah jarak vertikal rahang saat
gigi-geligi beroklusi. Sedangkan DVF adalah jarak vertikal saat otot-otot pembuka
dan penutup mandibula dalam kondisi istirahat pada tonic contraction, di mana gigi-
geligi tidak saling berkontak.Oleh karena itu, DVF selalu lebih besar daripada DVO
Selisih antara DVF dengan DVO disebut freeway space atau interocclusal gap atau
interocclusal clearance. Besar rata-rata freeway space yang dianggap normal adalah
2sampai 4 mm.

Dimensi vertikal istirahat (DVF), didefinisikan sebagai tinggi wajah pada


saat mandibular dalam keadaan istirahat, posisi ini dipengaruhi oleh otot
pengunyahan, berbicara, penelanan, dan benafas, sangatlah penting untuk
menentukan ukuran dari dimensi vertikal istirahat karena akan berfungsi sebagai
acuan utama dalam menetukan dimensi vertikal oklusi pasien, pada pasien yang
mengalami kehilangan gigi pada kedua rahang dan akan dilakukan perawatan
complete denture, maka keadaan mandibulanya akan bergeser pada posisi habitual
rest, sangatlah penting dalam pembuatan complete denture pengukuran yang
dilakukan adalah menggunakan dimensi vertikal istirahat, bukan menggunakan
posisi habitual rest
Posisi istirahat fisiologis harus ditentukan sebelum menentukan dimensi
vertikal istirahat dari mandibula, posisi keadaan istirahat fisiologis ini dapat dilihat
ketika adanya gerakan fungsional seperti menelan atau membasahi bibir, dimana
mandibular akan berada pada posisi istrahat fisiologis sebelum akhirnya berpindah
ke posisi habitual rest, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika
menetukan posisi istirahat fisiologis, seperti:
a. gravitasi, dalam penentuan posisi istirahat fisiologis, pasien diintruksikan agar
posisi kepala tegak lurus dan pandangan kedepan agar reid’s base line dapat
parallel dengan lantai.
b. instruksikan pasien untuk merilekskan keadaan mental otot otot pada wajahnya,
karena rasa gugup dan tegang pada otot dapat mempengaruhi dari posisi istirahat
fisiologisnya.
c. Keberadaan dari penyakit neuromuscular dapat mempengaruhi dari posisi
istirahat fisiologis.
d. Pasien tidak dapat mempertahankan posisi istirahat fisiologis dalam waktu lama,
oleh karena itu pengukuran harus dilakukan secepatnya.

Dalam menentukan ukuran dimensi vertikal istirahat (DVF) ada beberapa cara,
yaitu :
a. Pengukuran wajah setelah melakukan gerakan menelan atau membasahi bibir
- Instruksikan pasien untuk rileks
- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien.
- Intruksikan pasien untuk melakukan gerakan fungsional seperti menelan atau
membasahi bibir.
- Instruksikan pasien untuk merilekskan bahunya agar otot supra dan infrahyoid
ikut rileks
- Ketika pasien telah menelan atau membasahi bibirnya, maka mandibular akan
berada pada posisi istirahat fisiologis sebelum bergeser ke posisi habitual rest,
ukur secepatnya ketika mandibular masih berada pada posisi istirahat fisiologis.

b. Pengukuran dengan sensasi taktil

- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu.


- Instruksikan pasien untuk membuka mulutnya lebar lebar hingga merasaa ada rasa
tidak nyaman pada ototnya.
- Instruksikan pasien untuk menutup mulutnya secara perlahan dan segera berhenti
ketika merasa ototnya telah rileks dan nyaman kembali.
- Hitung jarak dari titik acuan, bandingkan dengan hasil pengukuran menggunakan
metode menelan dan membasahi bibir, karena metode ini dapat bervariasi antar
individu karena persepsi rileks yang relatif, oleh sebab itu metode ini memerlukan
perbandingan.

c. Pengukuran dengan landmark anatomis


- Ukur jarak dari pupil mata ke sudut mulut pasien (rima oris), dan jarak dari bagian
anterior tulang nasal ke batas bawah mandibular.
- Sesuaikan pembukaan rahang agar didapat jarak yang sama
- Apabila jaraknya telah sama maka itulah posisi istriahat fisiologisnya
- Metode ini tidak dapat digunakan pada pasien yang wajahnya tidak simetris

d. Pengukuran dengan cara bicara


- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien
- Instruksikan pasien untuk melafalkan bunyi menggumam “mmmmm”
-Atau dapat juga dilakukan dengan operator yang mengajak pasien untuk berbicara
- Lakukan pengukuran segera setelah pasien berhenti menggumam atau berhenti
bicara
- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien
- Instruksikan pasien untuk melafalkan bunyi menggumam “mmmmm”
- Atau dapat juga dilakukan dengan operator yang mengajak pasien untuk berbicara
- Lakukan pengukuran segera setelah pasien berhenti menggumam atau berhenti
bicara

e. Pengukuran dengan ekspresi wajah


- Pengukuran dilakukan dengna memperhatikan keadaan dimana kulit di
sekitar mata dan dagu dalam keadaan rileks, tidak tertarik, berkilap maupun keriput.
- Perhatikan keadaan lubang hidung dalam keadaan rileks dan tidak terdapat
hambatan atau obstruksi dalam bernafas
- Perhatikan posisi bibir, dimana bibir atas dan bawah berkontak secara ringan
dalam satu bidang.

B. Relasi Horizontal

Relasi Horizontal meliputi relasi sentrik dan relasi eksentrik. Relasi Sentrik,
Pengertian relasi vertikal : Jarak vertikal rahang atas dan rahang bawah yang dapat
memberikan ekspresi normal pada wajah seseorang. Relasi sentrik sangat penting
untuk kenyamanan gigi, periodonsium, otot penguyahan dan nervus yang
berasosiasi, banyak konsep dari oklusi berdasarkan dari ke harmonisan relasi
sentrik (Pantaleao, et all., 1993)

Menurut Gerard (2001), relasi sentrik merupakan lokasi akhir yang baik
untuk mengunyah dan nyaman posisi normal bagi semua orang yang memiliki sendi
rahang relatif sehat. Seth (2004) mengatakan bahwa kehilangan hubungan sentries,
dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot dengan otot meningkat, overactivity
otot, kejang, dan nyeri akibat perubahan posisi condylar di fosa.

Istilah relasi sentrik diartikan secara berbeda-beda dalam penerapannya


pada pengembangan restorasi dental. Tetapi untuk meningkatkan komunikasi antar
bidang kedokteran gigi perlu digunakan satu definisi yang sama.

Relasi sentrik didefinisikan sebagai (1) posisi mandibula yang sesuai


dengan posisi oklusi median, (2) posisi mandibula yang ditentukan oleh refleks
neuromuskular yang dipelajari ketika gigi-gigi sulung beroklusi, (3) posisi
mandibula yang terjadi ketika pusat gerakan vertikal dan lateral berada pada posisi
engsel paling posterior, (4) hubungan mandibula terhadap maksila saat mandibula
bertahan ketika menelan, (5) posisi mandibula yang sama dengan posisi istirahat
fisiologis, (6) posisi mandibula saat menelan. Kerancuan dalam terminologi ini
diperburuk dengan adanya perbedaan pendapat tentang hubungan antara relasi
sentrik dan posisi interkuspal. Beberapa penulis menganggap bahwa ini adalah
posisi muskular berdasarkan anggapan bahwa posisi ini merupakan yang paling
sering digunakan dalam fungsi. Kedudukan ini didefinisikan sebagai posisi yang
dicapai setelah mandibula bergerak menutup secara relaks dari posisi istirahat, dan
biasanya bertepatan dengan posisi interkuspal (atau hubungan gigi-geligi) pada
geligi asli. Meskipun demikian, riset menunjukkan bahwa posisi muskular sangat
bervariasi dan tidak dapat dicatat dengan ketepatan yang sama seperti posisi retrusi.

Kerancuan ini dapat dihilangkan dengan menerima satu definisi : Relasi


sentrik ialah posisi mandibula paling mundur terhadap maksila pada dimensi
vertikal yang telah ditetapkan. Semua posisi mandibula yang lain dalam bidang
horizontal adalah eksentrik dan dapat diberlakukan pada relasi sentrik tanpa
mengubah atau mengacaukan pengertiannya. Persaingan yang jelas antara relasi
sentrik/posisi kontak mundur dan posisi muskular yang dipakai unutuk mencatat
hubungan horizontal antar-rahang supaya telah dimenangkan oleh konsep pertama
(setidak-tidaknya, menurut literatur prostodontik)

1) Konsep relasi sentrik :

a) Konsep pertama :

Pencatatan harus dilakukan dengan tekanan penutupan minimal sehingga


jaringan yang mendukung basis gigi tiruan tidak akan bergeser pada saat catatan
diambil. Tujuan konsep ini adalah supaya gigi geligi yang berlawanan dapat
menyentuh secara merata dan serentak pada saat terjadi kontak pertama. Kontak
gigi secara merata tidak akan merangsang pasien untuk menggertakkan giginya dan
merelasikan otot-otot penutup pada periode antara pengunyahan.

b) Konsep kedua :

Pencatatan harus dilakukan dengan tekanan penutupan yang kuat sehingga


jaringan dibawah lempeng pencatat akan bergeser pada saat pencatat dilakukan.
Tujuan dari konsep ini adalah untuk menghasilkan perubahan bentuk jaringan
lunakyang sama seperti yang akan terjadi bila ada tekanan penutupan yang berat
pada gigi tiruan. Jadi, tekanan-tekanan oklusal akan dibagi sama rata pada tulang
alveolar bila gigi tiruan menerima beban oklusal yang berat. Tetapi bila pembagian
tekanan di jaringan lunak tidak sama berat, gigi-geligi tidak akan berkontak merata
pada saat kontak pertama terjadi (Zarb dkk., 2001).

Bermacam-macam metode yang dipakai untuk mencatat relasi sentrik dapat


diklasifikasikan sebagai cara static dan cara fungsional.

Cara Statik

Meliputi pertama menempatkan mandibula dalam hubungan relasi sentrik


terhadap maksila, kemudian mencatat hubungan kedua galengan gigit satu sama
lain. Metode ini memiliki keuntungan karena pergeseran basis pencatat terhadap
tulang penghubung hanya minimal. Pencatatan static intra-oral dilakukan dengan
malam atau gips, dengan atau tanpa jarum pencatat di tengah, serta dengan atau
tanpa alat pencatat (tracing devices) intra-oral atau extra-oral guna menunjukkan
hubungan relative antara kedua rahang.

2) Cara Fungsional

Melibatkan aktifitas atau gerakan fungsional mandibula pada saat dibuat


pencatatan. Cara-cara ini mempunyai keburukan, karena menyebabkan pergeseran
basis pencatat ke lateral dan anteroposterior terhadap tulang pendukung pada saat
pencatatan dilakukan. Pencatatan pada cara fungsional meliputi bermacam-macam
teknik mengunyah yang dianjurkan oleh Needles, House, serta Essig dan Patterson.
Termasuk pula cara menelan untuk menempatkan dan mencatat posisi relative
kedua rahang.

Kedua metode untuk mencatat relasi selasi sentrik diatas, masing-masing dapat
dilakukan secara intra-oral maupun extra-oral.

3) Pencatatan Grafis Extra-Oral

Goreskan ujung jarum pada meja pencatat yang dilapisi oleh karbon atau
malam dapat dipakai untuk menunjukkan posisi RB relative terhadap RA pada
bidang horizontal. Goresan ini berbentuk kira-kira seperti lengkung gothic sehingga
diberi nama Goresan Lengkung Gothic, atau dikenal pula sebagai goresan
bertbentuk ujung anak panah.

Untuk membuat goresan berbentuk anak panah atau goresan ujung jarum,
satu kondilus bergerak ke depan dan ke dalam saat mandibula bergerak ke lateral
dan kondilus yang lain berotasi dan bergerak ke arah yang berlawanan. Gerakan-
gerakan ini mendekati rotasi secara berganti-ganti sekeliling kedua kondilus.
Gerakan ini memotong garis yang terbentang ke suatu titik yang menunjukkan
posisi paling mundur dari kedua kondilus. Karena itu bila kedua kondilus sedang
beristirahat dalam posisinya yang paling mundur, ujung jarum pencatat akan
beristirahat pada puncak goresan yang terbentuk. Goresan ujung jarum pada
dasarnya adalah suatu gambaran tunggal dari posisi mandibula dan gerakan-
gerakannya pada bidanag horizontal.

4) Fungsi Relasi Sentrik

a. Agar gigi posterior dapat mencapai hubungan antar tonjol yang sangat tepat
sehingga penyimpangan dalam mulut mudah dideteksi. Gigi dengan
kemiringan tonjol 30o dapat lebih efektif untuk memeriksa kecermatan
hubungan rahang dibandingkan gigi dengan kemiringan tonjol 20o atau 0o.
tonjol dengan kemiringan 30o memperbesar kemungkinan kesalahan oklusi.
b. Merupakan salah satu persyaratan fisiologis untuk memperoleh
kenyamanan stabilitas dan efisiensi di dalam rongga mulut.
c. Agar beberapa tahap prosedur restorasi gigi geligi dapat dipindahkan ke
laboratorium. Keakuratan pencatatan interoklusi tergantung dari metode
dan bahan yang dipakai

Relasi Eksentrik adalah relasi antara mandibula terhadap maksila yang selain relasi
sentrik, meliputi relasi protrutive (gerakan ke depan) dan relasi lateral (gerakan ke
samping).

Relasi protrutive adalah ketika kedua prosesus kondiloideus bergerak kedepan dan
ke bawah pada eminensia artikularis dan gigi geligi, akan tetapi pada kontak
meluncur.

Relasi Lateral adalah saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi lainya
untukmendapat gerak pengunyahan antara permukaan oklusal premolar dan molar,
prosesus kondiloideus pada sisi tujuan arah mandibula yang bergerak akan ditahan
tetap pada posisi istirahat oleh serabut posterior muskulus temporalis.

2.3 Klasifikasi Oklusi


2.3.1 Oklusi Tidak Berartikulasi
1) Oklusi Sentrik
Oklusi sentrik adalah kontak dari gigi-geligi RB terhadap gigi geligi RA
pada waktu mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondili berada dalam
posisi bilateral simetris dan paling posterior di dalam fossanya. Kadang oklusi
sentrik bertepatan dengan posisi kontak maksimal (maximal intercuspal
position). Posisi kontak maksimal terhadap gigi geligi yang berlawanan dalam
posisi kondili bebas. Posisi sentriesatau tidaknya mandibula sangat ditentukan
oleh panduan yang diberikan oleh kontak antara gigi pada saat pertama
berkontak. Keadaan ini akan berubah bila terdapat gigi supra-posisi ataupun
restorasi yang berlebih/overhanging restoration.

2) Oklusi Ideal

Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis


berdasarkan anatomi gigi dan jarang ditemukan di alam. Konsep bahwa ada
yang ideal untuk setiap komponen oklusi gigi geligi, dari suatu pengetahuan di
mana variasi, atau maloklusi bisa diukur, dimulai dari hasil penelitian Angle.
Angle mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi interkuspal,
mendefinisikan hubungan ideal dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah
tetap pada bidang sagital.1,15 Houston et al. menyebutkan beberapa konsep
oklusi ideal pada gigi permanen, yaitu:

a. Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal
dan bukolingual yang ideal dan hubungan aproksimal gigi yang benar pada
setiap area kontak interdental.

b. Hubungan antar lengkung yang sedimikian rupa sehingga gigi geligi


rahang bawah berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi
insisivus sentralis).

c. Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula


harus berada pada posisi sentrik relasi, yaitu kedua kondilus mandibula
berada pada posisi yang simetris dan terletak paling retrusi/posterior dalam
fossa glenoidalis.

d. Hubungan fungsional pada pergerakan mandibula harus ideal. Khususnya


ketika pergerakan lateral, harus ada kontak oklusal pada sisi kerja dengan
tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada oklusi protrusi,
kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi molar.

3). Oklusi Normal

Angle merupakan orang pertama yang menjelaskan definisi oklusi


normal. Oklusi normal menurut Angle adalah ketika gigi molar rahang atas
dan rahang bawah berada dalam suatu hubungan di mana puncak cusp
mesiobukal molar rahang atas berada pada groove bukal molar rahang
bawah, serta gigi tersusun rapi dan teratur mengikuti garis kurva oklusi.
Sedangkan oklusi normal menurut Houston et al. adalah oklusi ideal yang
mengalami penyimpangan yang masih dapat diterima dan tidak
menimbulkan masalah estetik dan fungsional.15

Andrew menyebutkan enam kunci oklusi normal berdasarkan hasil


penelitian yang dilakukannya terhadap 120 model studi pasien tanpa
perawatan ortodonti dengan oklusi normal. Bila satu atau beberapa ciri ini
tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah normal. Keenam ciri-
ciri oklusi normal tersebut adalah:

1). Hubungan yang tepat dari gigi molar pertama permanen pada bidang sagital.

2). Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.

3). Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital.

4). Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.


5). Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung
gigi, tanpa diastema maupun berjejal.
6). Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.

Leory Johnson menggambarkan oklusi normal sebagai suatu kondisi


oklusi yang berfungsi secara harmonis dengan proses metabolic untuk
mempertahankan struktur penyangga gigi dan rahang berada dalam keadaan
sehat.
Oklusi gigi-geligi secara normal dapatdikelompokkan dalam 2 jenis,

a. Oklusi statik merupakan hubungan gigi geligi rahang atas (RA) dan
rahang bawah (RB) dalam keadaan tertutup atau hubungan daerah
kunyah gigi-geligi dalam keadaan tidak berfungsi (statik). Pada oklusi
statik, hubungan cusp fungsional gigi geligi posterior (premolar) berada
pada posisi cuspto marginal ridge dan cusp fungsional gigi molar pada
posisi cusptofossa. Sedang pada hubungan gigi anterior dapat
ditentukan jarak gigit (overjet) dan tinggi gigit (overbite) dalam satuan
milimeter (mm). Jarak gigit (overjet) adalah jarak horizontal antara
incisaledge gigi incisivus RA terhadap bidang labial gigi insisivus
pertama RB. Dan tinggi gigit (overbite) adalah jarak vertikal antara
incisaledge RB sampai incisaledge RA.

Jarak gigit adalah jarak horizontal antara insisal gigi insisif pertama
RA terhadap bidang-labial gigi insisif pertama RB. Jarak gigit yang
dianggap normal adalah 2-3 mm.
Jarak gigit (overjet) adalah tumpang tindih horizontal dari gigi insisif
pertama rahang atas terhadap gigi insisif pertama rahang bawah. Jumlah
overjet diukur menggunakan probe secara horizontal.
Tumpang gigit (overbite) adalah tumpang tindih vertikal dari tepi
insisal (incisal edge) gigi insisif pertama RA terhadap tepi insisal gigi insisif
pertama RB. Overbite diukur menggunakan probe secara vertikal. Tumpang
gigit yang dianggap normal adalah 2-3 mm atau sekitar 20-30% dari tinggi
gigi insisif pertama RB.
2.3.2 Oklusi Berartikulasi Dinamik
2.3.2.1 Gerakan Mandibula
Kontak gigi geligi karena gerakan mandibula dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Intercuspal Contact Position (ICP), adalah kontak maksimal antara gigi
geligi dengan antagonisnya.
2) Retruded Contract Position (RCP), adalah kontak maksimal gigi geligi
pada saat mandibula bergerak lebih ke posterior dari ICP, namun RB
masih mampu bergerak secara terbatas ke lateral.
3) Protrusif Contact Position (PCP) adalah kontak gigi geligi anterior pada
saat RB digerakkan ke anterior.
4) Working Side Contact Position (WSCP) adalah kontak gigi geligi pada
saat RB digerakan ke lateral.
2.3.2.2 Pola Oklusi
A. Bilateral Balanced Occlusion

1) Oklusi seimbang adalah kontak bilateral, kontak bersamaan dari semua


gigi pada intercusp maksimum dan selama semua gerakan eksentrik
mandibula.
2) Jenis oklusi ini sangat ideal untuk pembuatan gigi palsu lengkap, karena
meningkatkan stabilitas gigi palsu.
3) Skema oklusal ini membantu mendistribusikan kekuatan lateral ke
seluruh gigi dan kondilus selama mastikasi.
4) Memiliki keseimbangan antar gigi dan lintas lengkung (gambar 28-1).
5) Balanced occlusion didasarkan pada tiga teori oklusi klasik: tiga poin
keseimbangan oklusal Bonwilli, kurva Spee dari Spee dan Teori oklusi
bola Monson.
6) Jenis oklusi ini digunakan dalam perawatan gigit pasien.
7) Hal ini secara luas digunakan oleh B.B McCollum dan E.R Granger tetapi
dikritik oleh H. Stallard dan C.E Stuart
8) Permukaan oklusal aus karena area kontak yang berlebihan, dianggap
sebagai penyebab utama kegagalan dari bilateral balanced occlusion.
9) Sangat sulit menemukan oklusi seimbang dalam pertumbuhan gigi alami
(Prakash, 2017).

Sumber: Prakash, Vijay and Ruchi Gupta. 2017. Concise Prosthodontics. New Delhi:
Elsevier.

Posisi sentris dan eksentrik melibatkan oklusi secara simultan antara gigi
yang terletak di kedua sisi. Untuk bilateral balanced minimal, setidaknya ada tiga
titik kontak (dua posterior dan satu anterior) diperlukan. Balanced occlusion
bilateral dipengaruhi oleh artikulasi dan faktor yang berhubungan dengan pasien
(Yasemin, 2017).
a. Selama Gerakan Lateral
Pada working side, buccal cusp ridges bawah berkontak secara
artikulasi dengan puncak buccal karena bubungan puncak lingual bawah
berkontak dengan puncak lingual cusp ridges. Cusps rahang atas dan rahang
bawah saling bertemu dengan gaya angkat minimal atau perubahan dimensi
vertikal oklusal di working side selama gerakan ini.

Sumber: Thomson, Hamish. 2016. Occlusion. Elsevier.

Pada balancing side, puncak bukal yang lebih rendah dan pada oklusal
berkontak artikular dengan puncak cusps lingual dan oklusal nya. Ketinggian
pergerakan ini menyebabkan pemisahan antara balancing side yang berlawanan
yang ditentukan oleh ridge ke arah dalam diikuti oleh balancing side.
Pada segmen anterior, caninus bawah dan mesial cusp ridge meluncur di
sepanjang permukaan distal-lingual gigi caninus di working side dan melewati
antara canine dan cusp ridge bicuspid. Gigi insisivus lateral dan sentral yang bekerja
mempertahankan kontak, sedangkan pada balancing side kontak hilang.
b. Selama Gerakan Protrusif
Pada segmen anterior, tepi insisal gigi seri bawah dan gigi caninus
melakukan kontak artikular dengan insisiv lingual atas dan gigi taring. Pada
segmen posterior, punggung buccal dan lingual cusp mesial gigi bawah
membuat kontak artikular dengan buccal distal dan ridge cusp lingual gigi atas
(Thomson, 2016).
B. Unilateral Balanced Occlusion (Fungsi Kelompok)
1) Clyde Schuyler (1929) menganjurkan oklusi fungsi kelompok.
2) Jenis oklusi ini terjadi dengan semua gigi yang hanya bersentuhan di
working side tanpa kontak di balancing side.
3) Oklusi ini telah sering diamati pada gigi-geligi alami.
H.L Beyron (1969) mencantumkan karakteristik jenis oklusi ini:
a. Sebuah gigi harus menerima tekanan sepanjang sumbu panjangnya.
b. Stres total harus didistribusikan di antara segmen gigi dalam gerakan
lateral.
c. Tidak ada gangguan yang terjadi dari penutupan ke posisi intersuspal.
d. Jaga kebersihan interoklusal yang tepat.
e. Kontak gigi dalam gerakan lateral tanpa gangguan (Prakash, 2017).

Sumber: Prakash, Vijay and Ruchi Gupta. 2017. Concise Prosthodontics. New Delhi:
Elsevier.

Unilateral balanced occlusion melibatkan oklusi bersamaan antara permukaan


oklusal gigi yang terletak di satu sisi (Yasemin, 2017).
a. Selama gerakan lateral
Pada working side, kontak artikular adalah untuk artikulasi seimbang
bilateral. Kemudian pada balancing side, tidak ada kontak artikular. Sedangkan
pada segmen posterior, tidak ada artikulasi.
Artikulasi segmen anterior juga disebut sebagai oklusi mutually protected
dan terdapat di banyak gigi asli (Thomson, 2016).
Sumber: Thomson, Hamish. 2016. Occlusion. Elsevier.

C. Mutually Protected Occlusion


Ketika mandibula bergerak maju ke kontak protrusi, kekuatan horisontal
yang merusak dapat terjadi pada gigi. Seperti halnya gerakan lateral, gigi
anterior merupakan gigi geligi yang paling baik menerima gaya ini. Oleh
karena itu, selama gerakan protrusi, gigi anterior harus memberikan kontak
atau panduan yang memadai untuk mendisartikulasikan posisi luar. Kontak
protrusi posterior tampak memberi gaya yang tidak menguntungkan pada
sistem pengunyahan karena jumlah dan arah gaya yang terjadi.
Fungsi gigi anterior dan posterior cukup berbeda. Gigi posterior berfungsi
secara efektif dalam menerima kekuatan yang diberikan selama penutupan
mulut. Menerima kekuatan ini dengan baik, terutama karena posisi mereka di
lengkung sedemikian rupa sehingga tekanan dapat diarahkan dan dengan
demikian tekanan berhenti secara efisien. Gigi anterior, bagaimanapun, tidak
berada pada posisi yang tepat untuk menerima kekuatan berat. Mereka
biasanya diposisikan pada sudut labial ke arah penutupan, sehingga keadaan
aksial hampir tidak mungkin. Jika gigi anterior rahang atas menerima kontak
oklusal yang berat selama penutupan, ada kemungkinan besar bahwa struktur
pendukungnya tidak akan mampu mentolerir tekanan, dan tekanan akan
dipindahkan kea rah labial. Ini umum pada pasien yang kehilangan dukungan
pada gigi posterior.

Sumber: Okeson, Jeffrey P. 2013. Management of Temporomandibular Disorder and


Occlusion. Elsevier.

Gigi anterior berada dalam posisi yang tepat untuk menerima kekuatan
gerakan mandibula eksentrik. Secara umum, dapat dinyatakan bahwa gigi
posterior berfungsi paling efektif dalam menghentikan mandibula selama
penutupan, sedangkan gigi anterior berfungsi paling efektif dalam memandu
mandibula selama pergerakan eksentrik. Dengan adanya fungsi ini, menjadi
jelas bahwa gigi posterior perlu lebih berkontak daripada gigi anterior ketika
gigi-geligi dalam posisi intercuspal. Kondisi ini digambarkan sebagai mutually
protected occlusion (Okeson, 2013).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Oklusi


Oklusi adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan gigi, ligamen
periodontal, sendi temporomandibula, otot dan sistem syaraf. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan oklusi dibagi menjadi dua kelompok yaitu
faktor lokal dan faktor umum.
Faktor lokal yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan oklusi
antara lain posisi perkembangan gigi yang berjejal (crowded) gigi
supernumerary dan hipodonsia.
Faktor umum terdiri dari faktor skeletal, faktor otot dan faktor dental.
Hubungan skeletal merupakan hubungan antero-posterior dari bagian basal
rahang bawah dan rahang atas dengan gigi-gigi pada keadaan oklusi.
Klasifikasi hubungan skeletal dibagi menjadi tiga, yaitu klas I, klas II dan klas
III skeletal (Foster, T.D., 2012).

Faktor otot dilihat dari bentuk dan fungsi otot yang mengelilingi gigi dapat
memberikan pengaruh terhadap erupsi gigi. Faktor umum ketiga yang dapat
mempengaruhi perkembangan oklusi adalah hubungan ukuran mesiodistal gigi
dan ukuran rahang tempat terletaknya gigi tersebut. Bentuk dan ukuran
mesiodistal gigi berperan penting dalam menentukan ruang yang tersedia untuk
gigi. Gigi geligi harus memiliki cukup ruang dalam lengkung basal rahang agar
dapat erupsi tanpa berjejal atau bertumpuk (Santoro dkk, 2000).

(Novarini, 2016)

Hubungan skeletal dan faktor otot dapat mempengaruhi ukuran lengkung


rahang menjadi lebih besar atau lebih kecil. Hal tersebut berpengaruh terhadap
posisi gigi dalam rongga mulut dan mengakibatkan terjadinya maloklusi gigi.
(Foster, T.D., 2012)

Novarini Prahastuti , Perubahan Tipe Bentuk Lengkung Gigi Paska


Perawatan Ortodontik Cekat dengan Pencabutan Premolar Pertama , Bagian
Ortodonsia, Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran, Universitas
Muhammmadiyah Yogyakarta Korespondensi , Insisiva Dental Journal, Vol. 5
No.1 Bulan Mei Tahun 2016.
2.5 Lengkung Gigi Normal

Salah satu organ yang berperan penting dalam menunjang metabolisme


tubuh adalah gigi. Gigi yang tersusun pada tulang rahang membentuk struktur
lengkung yang berbeda secara alami, dari segi ukuran maupun bentuk yang
dipengaruhi oleh bentuk tulang penyokong lengkung gigi, erupsi, dan kerusakan
pada gigi. Garis yang menghubungkan titik kontak antar gigi satu dengan gigi yang
lain disebut sebagai lengkung gigi. Lengkung gigi didukung oleh setiap gigi yang
terletak di dalam suatu basis tulang.
Bentuk lengkung gigi pada awal per-kembangannya mengikuti bentuk
tulang basal rahang tetapi kemudian bersamaan dengan bertambahnya waktu dan
jumlah gigi yang bererupsi maka bentuk lengkung tersebut kemudian dipengaruhi
oleh keseimbangan kekuatan otot-otot jaringan lunak (lidah, bibir dan pipi)
disekitarnya serta tulang rahang. Faktor lain yang berpengaruh terhadap bentuk
lengkung gigi sehingga bervariasi dalam batas normal adalah ras, tipe karakter
individu, keadaan tulang kraniofasial, tipe maloklusi dan jenis kelamin.
Bentuk lengkung gigi akan berubah karena proses tumbuh-kembang dan
perawatan ortodontik. Lengkung gigi berbeda pada setiap individu karena
dipengaruhi oleh lingkung-an, nutrisi, genetik, ras dan jenis kelamin. Beberapa
peneliti menyatakan bahwa kestabilan bentuk dan ukuran lengkung gigi rahang
bawah merupakan faktor stabilitas dari hasil perawatan.

Gambar 1. Lengkung gigi pada oklusi normal

Bentuk lengkung berdasarkan bagian anterior kurva dikategorikan menjadi


tiga, yaitu ovoid, tapered, dan square. Ketiga bentuk lengkung memiliki kemiripan
yang cukup tinggi sehingga sulit untukdibedakan. Variabel terpenting dalam
menentukan ketiga bentuk lengkung gigi ini adalah lebar interkaninus, yang
berjarak sekitar 5 mm. Bagian posterior dari ketiga bentuk lengkung gigi ini pada
umumnya hampir sama, dan dapat melebar atau meyempit sesuai yang dibutuhkan.

Gambar 2. Bentuk lengkung gigi

Raberin telah melakukan penelitian untuk menetapkan ukuran dan bentuk


lengkung gigi yang ideal pada bangsa Perancis yang mempunyai oklusi normal dan
ditetapkan dalam lima klasifikasi bentuk lengkung gigi yaitu narrow (sempit), wide
(lebar), mid (sedang), pointed (runcing/tajam) dan flat (datar).

Gambar 3. Bentuk lengkung gigi menurut Raberin

Menurut Raberin, lebar lengkung gigi adalah yang diukur dalam arah transversal
yang dikategorikan atas:
1). L33 yaitu jarak yang diukur antara puncak tonjol kaninus kiri ke kaninus kanan
(lebar interkaninus)
2). L66 yaitu jarak yang diukur antara puncak tonjol mesio-bukal molar pertama
permanen kiri ke molar pertama permanen kanan (lebar intermolar pertama)
3). L77 yaitu jarak yang diukur antara puncak tonjol disto-bukal molar kedua
permanen kanan ke molar kedua permanen kiri (lebar intermolar kedua).
Menurut Uysal, lebar lengkung gigi rahang bawah dapat diukur dari:
1). Lebar interkaninus rahang bawah, yaitu jarak antara puncak tonjol kaninus kiri
dan kanan rahang bawah.
2). Lebar interpremolar rahang bawah, yaitu jarak antara puncak tonjol premolar
pertama kiri dan kanan rahang bawah.
3). Lebar intermolar rahang bawah, yaitu jarak antara tepi groove bukal molar
pertama kiri dan kanan rahang bawah.

Gambar 4. Pengukuran lebar lengkung gigi rahang bawah menurut Uysal

Thu dan Winn mengukur panjang lengkung anterior dengan menarik garis
tegak lurus dari bagian depan labial insisivus sentralis sampai terhubung dengan
garis yang ditarik dari titik terdalam fisur kedua premolar permanen pertama.

Gambar 5. Pengukuran panjang lengkung rahang maksila menurut Thu dan Winn

Menurut Raberin, panjang lengkung gigi adalah jarak yang diukur dalam arah
sagital yang dikategorikan atas:
1). L31 yaitu jarak yang diukur dari pertengahan insisivus sentralis tegak lurus
terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol kaninus kiri dan kanan
(kedalaman kaninus).
2). L61 yaitu jarak yang diukur dari pertengaham insisivus sentralis tegak lurus
terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol mesiobukal molar pertama
permanen kiri dan kanan (kedalaman molar pertama).
3). L71 yaitu jarak yang diukur dari pertengahan insisivus sentralis tegak lurus
terhadap garis yang menghubungkan puncak tonjol distobukal molar kedua
permanen kiri dan kanan (kedalaman molar kedua).

Menurut Poosti dan Jalali, panjang lengkung gigi diukur dari garis tegak
lurus titik kontak antara gigi insisivus sentral permanen ke garis yang
menghubungkan permukaan distal gigi molar pertama permanen.

Gambar 6. Pengukuran panjang lengkung gigi menurut Poosti dan Jalali

A. Kurva Kompensasi Oklusi dan Gigi

Semua permukaan lengkung gigi sesuai dengan lekukan. Jika dilihat dari
aspek oklusal, setiap lengkung gigi berbentuk huruf U. Tepi insisal dan ujung cusp
bukal mengikuti garis melengkung di sekitar tepi luar dari lengkung gigi; ujung
cusp lingual gigi posterior mengikuti garis melengkung hampir sejajar dengan
ujung cusp bukal. Antara cusp bukal dan lingual adalah alur sulcular, yang berjalan
anteroposterior seluruh panjang gigi posterior.
Lengkung mandibula cekung, sementara dan lengkung rahang atas
cembung. Antara satu lengkungan dengan lengkungan dikompensasi oleh
lengkungan lain, maka disebut kurva kompensasi. Dari sisi lateral, penyusunan
morfologis ini disebut kurva Spee atau disut juga kurva kompensasi dimulai dari
kaninus hingga molar.
Secara fisiologis, terdapat kecenderungan alami bahwa kurva ini akan
semakin dalam pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan RB ke arah bawah dan
depan terkadang berlangsung lebih cepat dan lama daripada RA. Jadi, selama masa
pertumbuhan, kedalaman kurva Spee masih akan berubah-ubah hingga kurva
menjadi relative stabil pada dewasa muda.
Perubahan Kurva Spee secara patologis dapat menyebabkan berbagai hal.
Perubahan ini terjadi pada beberapa situasi seperti adanya geligi yang rotasi, tipping
maupun ekstrusi. Melakukan rotasi terhadap gigi yang sudah mengalami perubahan
pada bidang oklusal dapat mengakibatkan terjadi gangguan gerak protrusive
posterior. Gangguan tersebut selanjutnya akan memulai terjadinya aktivitas
abnormal levator mandibula terutama otot masseter dan temporal yang selanjutnya
dapat menyebabkan keausan, fraktur rotasi dan disfungsi TMJ.
Tiga dimensi lengkung kurva pada gigi manusia, yaitu:
1) Kurva Spee (kurva anteroposterior dari bidang oklusal)
Graf Von Spee menggambarkan kelengkungan permukaan oklusal gigi dari
ujung caninus mandibula yang berjalan posterior mengikuti cusp bukal gigi
posterior mandibula. Kurva ini berada dalam bidang sagital saja. Efek dari Kurva
Spee ditentukan dengan membandingkan bidang tiap gigi dalam kurva dengan jalur
putaran condycle. Lebih menyimpang bidang tiap gigi dari arah jalur putaran
condycle, semakin besar tinggi puncak. Lebih sejajar bidang tiap gigi dari jalur
putaran condycle, semakin pendek tinggi puncak.

Gambar 7. Kurva Spee

Pengukuran kurva spee menurut Trevisi (2007) didasarkan pada tonjol


mesiobukal molar pertama rahang bawah. Gigi molar pertama rahang bawah pada
oklusi normal, bagian oklusalnya akan berkontak dengan molar pertama dan
premolar kedua rahang atas. Kelengkungan kurva spee dilihat dari lateral tampak
sebagai suatu garis yang terbentuk dari hasil kontak antara dataran oklusal rahang
atas dan rahang bawah.
Kedalaman kurva Spee dan kurva kompensasi merupakan hal yang penting
dalam prosedur perawatan. Kurva Spee dapat dijadikan referensi dalam
merekonstruksi oklusal pada kasus kehilangan gigi posterior sebagian atau
seluruhnya. Tujuan utama yang paling penting adalah dalam hal ini untuk
mendapatkan stabilitas gigi tiruan. Perlu diperhatikan jika pada pasien yang telah
mengalami penurunan dimensi vertical, maka pembuatan cusp gigi yang tajam
dengan kurva yang datar adalah kontraindikasi karena dapat mengurangi freeway
space. Pembuatan cups yang tajam, dalam, dan curam yang tidak mengikuti kurva
spee dalam bentuk fisiologis yang sebelumnya mengakibatkan pengaruh traumatik
pada jaringan penyangga sehingga jaringan periodontal dan tulang resopsi, dan
kehilangan lebih lanjut pada gigi sisa.

2) Kurva Wilson (kurva dari sisi ke sisi)

Gambar 8. Kurva Wilson


Kurva wilson adalah kurva imajiner, medio-lateral dalam arah pada setiap sisi
lengkung berisi tips titik puncak pada gigi rahang bawah. dalam oklusi sentrik, gigi
anterior rahang atas tumpang tindih dengan gigi rahang bawah sekitar 2 mm.

3) Kurva Monson

Gambar 9. Kurva Monson

Monson pada tahun 1920 menghubungkan kurva spee atau kelengkungan di


bidang sagital dengan lekukan kompensasi terkait dalam bidang vertikal dan
mengusulkan bahwa pada rata-rata pada orang dewasa bentuk lengkung mandibula
sesuai sendiri ke suatu bagian dari lingkup 10,16 cm dengan jari-jari tengahnya di
glabella tersebut. kurva Monson didasarkan pada teori bola oklusi. itu menunjukkan
bahwa gigi mandibula bergerak di atas permukaan gigi rahang atas seperti pada
permukaan lingkaran dengan diameter 20,32 cm (8 inchi).
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oklusi adalah kontak antara gigi geligi yang saling berhadapan selama
terjadi satu rangkaian gerakan mandibula. Oklusi yang normal bergantung pada
kesesuaian antara lengkung gigi, hubungan gigi geligi rahang atas dan gigi rahang
bawah, serta berkaitan dengan otot, sendi dan skeletal yang berpengaruh terhadap
fungsional.
Relasi maksila dan mandibula dapat dilihat dalam dua arah yaitu secara
vertikal dan secara horizontal. Secara vertikal relasi maksila dan mandibula dapat
dibagi menjadi Dimensi Vertikal Istirahat (RVD) dan Dimensi Vertikal Oklusi
(OVD). Sedangkan secara horizontal dapat dibagi menjadi Relasi Sentrik dan
Relasi Eksentrik.
Oklusi dibagi menjadi oklusi berartikulasi dan tidak berartikulasi, dimana
oklusi tidak berartikulasi dibagi lagi menjadi oklusi sentrik, oklusi normal, dan
oklusi ideal. Sementara pada oklusi dinamis terdapat perbedaan pada gerakan oklusi
mandibula dan pola oklusi nya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi oklusi antara lain adalah
lingkungan seperti makanan, lalu ada genetis, kebiasaan, dan dapat juga terjadi bila
ada trauma fisik.

Gigi yang tersusun pada tulang rahang membentuk struktur lengkung yang
berbeda secara alami, dari segi ukuran maupun bentuk yang dipengaruhi oleh
bentuk tulang penyokong lengkung gigi, erupsi, dan kerusakan pada gigi. Garis
yang menghubungkan titik kontak antar gigi satu dengan gigi yang lain disebut
sebagai lengkung gigi.

3.2 Saran

Tentunya dalam tutorial kali ini terdapat banyak kekurangan-kekurangan,


terutama dalam berpendapat dan penyampaiannya. Semoga kedepannya diskusi
tutorial kami dapat terfokus dengan materi yang mendalam dan sesuai dengan
tujuan sehingga dalam menjalankan tutorial dapat berjalan dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra. 2004. Textbook of Dental and Oral Anatomy Physiology and


Occlusion. New Delhi: Jaypee Brothers Publishers.
Cobourne MT, DiBiase AT. 2011. Handbook of Orthodontics. 1st ed. Philadelphia:
Mosby p.269.
D.L. Saranda. 2007. Textbook of Complete Denture Prosthodontics: Jaypee
Brothers Medical Publisher.

Forter T.D. 1999.Buku Ajar Orthodonsi. Jakarta: EGC

Foster TD. A Textbook of Orthodontics. Dalam: Yuwono L, editor. Buku Ajar


Ortodonsi. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2012. hal. 25, 29.
Hamzah, Zahreni drg, dkk. 2009. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Blog
Stomatognatik. Jember: Unej.
Inka. 2015. Ukuran dan bentuk lengkung gigi rahang bawah pada suku
Mongondow [Skripsi]. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
J.J. Sharry. 1974. Complete Denture Prosthodontics

Langland E.Olaf, Anglais P. Robert, Preece W. John. 2002. Principles of Dental


Imaging. Lippincott Williams & Walkins.

M. Lovely. 2005. Review of Complete Dentures. Jaypee Brothers Medical


Publisher.
Okeson, Jeffrey P. 2013. Management of Temporomandibular Disorder and
Occlusion. Elsevier.

Ozkan, Yasemin K. 2017. Complete Dentur Prosthodontics: Planning and


Decision-Making. Istanbul: Springer

Prakash, Vijay and Ruchi Gupta. 2017. Concise Prosthodontics. New Delhi:
Elsevier.

Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee; 2007. p.43-5, 53,
163-7, 179-201.
Thomson H. Occlusion. 2nd ed. Dalam: Sumawinata N, editor. Oklusi. 2nd ed.
Jakarta: EGC; 1994. hal. 1-3, 31.
Thomson, hamis. 2007. oklusi edisi 2. Jakarta ;EGC

Thomson, Hamish. 2016. Occlusion. Elsevier.

Widyanto RM, Puspasari S. 2008. Piranti lunak untuk analisis bentuk lengkung gigi
dengan jaringan saraf tiruan. J Informatika, 1(9): 8-14.

Anda mungkin juga menyukai