Anda di halaman 1dari 8

Abstrak

Latar Belakang : Obesitas merupakan penyakit metabolik yang memiliki prevalensi cukup
tinggi di Indonesia dan terus meningkat setiap tahunnya. Obesitas merupakan penyumbang
utama terhadap beban global penyakit kronis dan kecacatan. Apabila obesitas tidak segera
ditangani dapat berkembang menjadi berbagai penyakit lain seperti karsinoma, diabetes
melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, diperlukan inovasi pencegahan
dan terapi guna mengurangi angka obesitas di Indonesia. Tujuan : Paper ini bertujuan untuk
mengkaji potensi kombinasi Coffea Canephora dan Piper betle sebagai terapi obesitas.
Pembahasan : Obesitas merupakan hasil dari penimbunan berlebih trigliserida intraseluler di
dalam sel adiposit yang memicu terjadinya Low-Grade Inflammation dan Mitochondrial
lipotoxicity pada jaringan adiposit. COPER (Coffea Piper Betle) merupakan inovasi
pencegahan dini dan terapi obesitas yang dikemas dalam bentuk produk Kopi Robusta
(Coffeacanephora) yang dikombinasikan dengan daun Sirih Hijau (Piper betle leaf). Salah
satu kandungan dari kopi robusta adalah polifenol, yang memiliki sifat anti-inflamasi.
Polifenol bekerja dengan menghalang infiltrasi makrofag pada jaringan adiposit sehingga
mencegah Low Grade Inflammation. Hidroksikavicol dalam Piper betel merupakan senyawa
antioksidan yang berperan dalam mencegah stres oksidatif akibat akumulasi trigliserida
dalam adiposit, sehingga dapat mencegah Mitochondrial lipotoxicity. Kesimpulan :
Konsumsi COPER yang mengandung polifenol dan Hidroksikavicol berpotensi sebagai
inovasi pencegahan dini dan terapi obesitas di Indonesia. Diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai efek kopi sirih secara invivo dan invitro terhadap obesitas.
Kata Kunci: obesitas, inflamasi, stres oksidatif, antioksidan

PENDAHULUAN

Obesitas telah mencapai proporsi epidemi secara global, dengan lebih dari 1 miliar
orang dewasa kelebihan berat badan. Setidaknya 300 juta di antaranya mengalami obesitas
secara klinis dan merupakan penyumbang utama terhadap beban global penyakit kronis dan
kecacatan.Prevalensi obesitas abdominal menunjukkan angka yang tinggi pada penduduk
Barat dan Timur. Prevalensi obesitas abdominal pada laki-laki AS meningkat dari 37%
(periode 1999–2000) menjadi 42,2% (periode 2003–2004), sedangkan prevalensi obesitas
abdominal pada perempuan AS meningkat dari 55,3% menjadi 61,3% pada periode yang
sama (Li et al., 2007). Di Indonesia, prevalensi obesitas abdominal pada penduduk usia ≥ 15
tahun adalah 18,8% (Balitbangkes Depkes RI, 2008). Data Riset Kesehatan dasar (riskesdas)
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2013 menunjukkan
kecenderungan status gizi dewasa mengalami peningkatan untuk masalah pendek-gemuk dan
normal-gemuk. Di indonesia prevalensi obesitas pada laki-laki dewasa sebanyak 19,7% pada
tahun 2013, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan 2010 (7,8%). Permasalahan obesitas di
Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Konsekuensi obesitas terhadap kesehatan
bervariasi mulai dari kematian prematur sampai kualitas hidup yang rendah. Pada umumnya,
obesitas dikaitkan dengan non- communicable disease seperti non-insulin-dependent diabetes
melitus (NIDDM), penyakit kardiovaskuler, kanker, dan berbagai gangguan psikososial.
Selain komplikasi fisik dari obesitas, komplikasi sosial dan emosional mayor juga dapat
terjadi. Beberapa penderita obesitas mengeluhkan masalah kecemasan, depresi, dan penarikan
diri dari sosial karena masalah berat badan mereka.
Indonesia merupakan Negara agraris yang cukup subur untuk lahan pertanian dan
perkebunan termasuk untuk pengembangbiakan tanaman kopi, maka merupakan suatu hal
yang wajar ketika Indonesia menjadi negara pengekspor kopi terbesar di dunia. Kopi
merupakan komoditas utama perdagangan terbesar kedua setelah gas dan minyak. Sejak
tahun 2011, konsumsi kopi meningkat sejumlah 2,4% setiap tahunnya (Mohd Zain et al,
2017) . Salah satu jenis kopi yang banyak ditanam di Indonesia adalah Coffea canephora atau
biasa disebut dengan kopi robusta. Sampai saat ini, perkebunan kopi di Indonesia didominasi
oleh kopi jenis robusta dan telah diproduksi massal terutama di Jawa dan Sumatra (Van
Steenis et al,2008). Kopi memiliki kandungan beberapa senyawa yang bermanfaat bagi
tubuh, salah satunya adalah polifenol. Polifenol memiliki sifat anti inflamasi yang dapat
dimanfaatkan dalam mencegah terjadinya inflamasi dalam patogenesis obesitas (Candiracci
et al 2014).

Piper betle atau sirih hijau merupakan tanaman merambat yang banyak ditemukan di
daerah tropis salah satunya di Indonesia. Sirih telah dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan
herbal di Indonesia sejak sekitar tahun 600 sebelum masehi. Daun sirih memiliki berbagai
macam kandungan senyawa yang bermanfaat bagi tubuh yang meliputi bethel phenol dan
beberapa derivatnya Seperti Euganol Allypyrocatechine, Cineol, Methyl Euganol,
Caryophyllen, butrigliserida yang berlebihan di sel adiposit. Pemanfaatan hidroksikavicol
yang diperoleh dari daun piper betle dapat digunakan sebagai terapi obesitas (Choudharry et
al, 2002)

Zat polifenol pada Coffea canephora dan hidroksikavicol pada piper betle dinilai
bermanfaat dalam mencegah inflamasi dan stres oksidatif dalam patogenesis obesitas. Oleh
karena itu, Coffe canephora dan Piper betle berpotensi sebagai terapi dan pencegahan
obesitas yang ekonomis dan mudah didapat oleh masyarakat.

PEMBAHASAN

Obesitas merupakan penyakit metabolik kronis yang memiliki etiologi multifaktorial


dan kompleks, dan juga meliputi faktor eksternal dan internal seperti lingkungan, stress, gaya
hidup, dan genetik. Obesitas ditandai dengan tingginya akumulasi jaringan adiposit di regio
abdominal Yang mengakibatkan peningkatan nilai waist-hip ratio (Emdin et al, 2017). WHO
(2015) mengelompokkan orang dengan nilai Body Mass Index (BMI) lebih dari atau sama
dengan 25 sebagai kategori overweight dan BMI lebih dari atau sama dengan 30 sebagai
kategori obesitas. Beberapa penelitian mengenai obesitas menunjukkan bahwa individu
dengan obesitas memiliki kecenderungan mengalami inflamasi dan stress oksidatif yang lebih
tinggi (Huang et al, 2015; Keaney et al, 2003).
Obesitas memiliki efek pada perkembangan penyakit lain, baik penyakit fisik maupun
psikis. Masalah fisik seperti ortopedik sering disebabkan karena obesitas, termasuk nyeri
punggung bagian bawah, dan osteoarthritis (terutama di daerah pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki). Seseorang yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif
lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dibuang
secara efisien dan keringat yang dikeluarkan lebih banyak. Sering juga ditemukan oedema
(pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan pergelangan kaki.
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun, meliputi diabetes
melitus tipe 2 , tekanan darah tinggi, stroke, serangan jantung, gagal jantung, kanker (jenis
kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar), batu kandung empedu, batu
kandung kemih, gour, arthritis, Osteoastritis, dan Sleeping ahphnea (kegagalan bernafas
secara normal ketika tidur, menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah).

Mekanisme Obesitas

Mekanisme obesitas sampai sekarang masih menjadi bahan penelitian intensif.


Naiknya pertambahan berat badan pada penderita obesitas merupakan hasil dari diet tinggi
lemak dan diet tinggi gula yang tidak diseimbangkan dengan aktivitas fisik yang cukup
(Calcott et al, 2018).

Obesitas dapat diakibatkan oleh proses inflamasi (Low grade inflammation) dan stres
oksidatif yang merupakan akibat dari adanya lipotoksisitas di mitokondria (Meijel et al, 2018;
Calcott et al 2018).

Gambar 1. Patogenesis obesitas melalui jalur inflamasi dan stres oksidatif


Tingginya intake lipid yang didapatkan dari diet mengakibatkan akumulasi
trigliserida pada sel adiposit. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya ukuran jaringan
adiposit yang ditandai dengan adanya hipertrofi sel adiposit (Gambar 2). Proses
meningkatnya ukuran jaringan adiposit ini akan mengakibatkan nekrosis dan apoptosis sel
adiposit (Cinti et al, 2005). Pada pathogenesis obesitas, kematian sel adiposit akan memicu
rekrutmen leukosit dan juga memicu dirilisnya Damage-Associated Molecular Patterns
(DAMP) yang akan mengaktivasi inflammasome di dalam makrofag (Sun et al, 2012;
Vandanmagsar et al, 2011). Inflammasome merupakan kompleks multimerik yang terdiri dari
sensor dan adapto rmolekul dan pro-caspase-1, yang apabila distimulasi akan menyebabkan
aktivasi prekursor inflamasi dan akan menyebabkan kematian sel (Sharma et al, 2016).

Gambar 2. Disfungsi jaringan adiposa yang ditandai dengan hipertrofi sel adiposit, kematian sel
adiposit, dan inflamasi (Meijel et al, 2018)

Di dalam makrofag, inflammasome yang teraktivasi akan melepaskan caspase-1 yang


kemudian menstimulasi prekursor sitokin, prointerleukin (IL) -1β dan pro-IL-18 untuk
menjadi IL-1β dan IL-18 yang aktif secara biologis dan selanjutnya akan disekresikan yang
memperkuat respons inflamasi pada jaringan adipose (Stienstra et al, 2010). Ciri khas
ekspansi jaringan adiposa pada proses inflamasi adalah adanya struktur mirip mahkota yang
berada di sekitar jaringan adipose yang nekrosis atau apoptosis. Struktur ini merupakan sel
fagositik yang berfungsi untuk menghilangkan debris sel-sel adiposit. Pada individu dengan
berat badan normal, jumlah Adipose Tissue Macrophage (ATM) adalah sekitar 10% dari sel
dalam jaringan adiposa. Jumlah ATM secara drastis akan meningkat pada individu obesitas
yaitu sebesar 30% -40% dari sel dalam jaringan adiposa. Hal ini membuktikan adanya peran
inflamasi pada disfungsi jaringan adiposa (Weiberg et al, 2003). Selain itu, kenaikan ukuran
jaringan adiposa juga berakibat pada terjadinya akumulasi lipid ektopik. Hal ini disebabkan
karena sel adiposit yang tidak memadai untuk menyimpan trigliserida yang berlebih sehingga
selanjutnya lipid berakumulasi di sel-sel lain, seperti hepatosit, myosit, dan sel beta pankreas.
Akumulasi lipid pada sel-sel tersebut dapat mengganggu fungsi sel sehingga memicu
terjadinya penyakit lain (Meijel et al, 2018).

Pada sel adiposit, akumulasi trigliserida intraselular yang berlebih juga menginisiasi
terjadinya Mitocondhrial Lipotoxicity yang dapat berlanjut pada kegagalan fungsi
mitokondria. Disfungsi mitokondria berperan pada patogenesis obesitas. Pada mitokondria
normal, terjadi metabolisme glukosa melalui siklus asam trikarboksilat. Pada siklus ini,
dihasilkan donor elektron yang selanjutnya akan memasuki rantai transpor electron di
mitokondria. Namun, meningkatnya ukuran adiposit akibat dari diet yang tidak sehat akan
meningkatkan jumlah glukosa yang dioksidasi dalam siklus asam trikarboksilat, yang
berpengaruh pada kenaikan pembentukan Adenosine Triphosphate (ATP) di mitokondria. Hal
ini mengakibatkan berkurangnya level Adenosine Diphosphate (ADP) dan juga menurunkan
efisiensi fosforilasi oksidatif. Selanjutnya, mitokondria akan melepaskan Reactive Oxygen
Species (ROS) dan juga elektron (Savini et al, 2013).

Kandungan Coffea canephora dan Piper betle sebagai anti inflamasi dan antioksidan

Coffea canephora atau yang biasa disebut dengan kopi robusta merupakan salah
satu spesies tanaman kopi yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia. Apabila
dibandingkan dengan spesies Coffea arabica, Coffea canephora memiliki kandungan kafein
yang lebih rendah, dengan perbedaan sebesar 0,1-0,2%. Namun, Coffea canephora memiliki
aktivitas antioksidan dua kali lebih besar dari Coffea arabica (Richelle et al, 2001).
Biji Coffea canephora terdiri dari dari beberapa komponen, meliputi karbohidrat,
protein, lipid, tannin, polifenol dan mineral (Belitz et al, 2009). Polifenol adalah salah satu
senyawa kimia yang terkandung dalam biji Coffea canephora yang memiliki manfaat bagi
tubuh. Polifenol memiliki struktur berupa beberapa gugus hidroksil yang melekat dengan
cincin aromatik. Senyawa ini didapatkan oleh tubuh melalui intake makanan, seperti sayuran,
buah-buahan, dan minuman seperti teh, kakao, kopi, dan jus buah (Richelle et al, 2001;
Scalbert 2000).
Berdasarkan penelitian oleh Candiracci et al (2014), polifenol merupakan senyawa
antioksidan yang memiliki efek anti inflamasi dalam tubuh. Suplementasi polifenol dapat
menghambat produksi sitokin pro-inflamasi di jaringan adiposa. Pada penelitian oleh Calcott
et al (2018), didapatkan hasil bahwa efek anti inflamasi polifenol juga berdampak pada
penurunan ukuran sel adiposit pada individu obesitas.
Piper betle merupakan tanaman yang telah lama dimanfaatkan oleh manusia
sebagai tanaman obat. Menurut penelitian terdahulu, ekstrak daun Piper betle terbukti
memiliki kemampuan untuk melidungi sel tubuh terhadap kerusakan akibat proses stres
oksidatif. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terkandung dalam Piper betle dapat
meningkatkan status antioksidan tubuh. Hidroksikavicol merupakan salah satu senyawa yang
terkandung dalam Piper betle. Menurut penelitian oleh Choudharry et al (2002), suplementasi
ekstrak daun Piper betle dapat menghambat terjadinya stres oksidatif dengan menaikkan level
Nonprotein Sulfihydril (NPSH) dan Superoxide Dismutase (SOD) serta menurunkan
peroksidasi lipid (Gambar 3) .
Gambar 3. Efek pemberian ekstrak Piper betle dengan konsentrasi berbeda (1 mg/kg, 5 mg/kg, 10
mg/kg) terhadap Reduced Glutathione (GSH), Lipid peroxidation (LPO), dan Superoxide Dismutase
(SOD) (Choudharry et al, 2002)

Berdasarkan grafik tersebut, pemberian ekstrak daun Piper betle berdampak pada
naiknya level Reduced glutathione (GSH) dan Superoxide Dismutase (SOD) yang diketahui
memiliki peran penting dalam detoksifikasi dan mengkontrol proses oksidatif dalam sel.
Pemberian ekstrak daun Piper betle juga berdampak pada menurunnya proses peroksidasi
lipid. Naiknya level GSH dan SOD menunjukkan potensi Piper betle untuk menaikkan status
antioksidan tubuh. Dapat disimpulkan bahwa Piper betle bekerja dengan cara menghambat
rantai reaksi radikal bebas.

Mekanisme COPER sebagai anti-inflammatory agent dan antioksidan pada


pathogenesis obesitas

COPER (Coffea Piper betle) merupakan suatu inovasi pencegahan dan terapi obesitas
yang disajikan berupa produk kopi yang dikombinasikan dengan dengan daun sirih. COPER
memanfaatkan kandungan Polifenol dalam Coffea canephora dan kandungan Hidroksikavicol
dalam Piper betle sebagai pencegahan dan terapi obesitas. Polifenol yang terkandung dalam
Coffea canephora memiliki potensi sebagai anti-inflammatory agent. Polifenol bekerja
dengan mengurangi produksi dari sitokin pro-inflamatori, yaitu TNF-a, IL-6 dan iNOS pada
jaringan adiposit dan juga menurunkan ukuran sel adiposit sehingga dapat mendukung proses
weight loss.
Polifenol juga bekerja sebagai antioksidan yang berperan pada proses inflamasi
pada mekanisme obesitas dengan menghambat jalur MAPK dan menurunkan ekspresi 5-
lipooksigenase yang berefek pada menurunnya signaling dalam tubuh, salah satunya yaitu
ekspresi dari adhesi molekul-1 intraseluler yang nantinya akan berpengaruh pada
berkurangnya infiltrasi neutrofil pada jaringan (Amano et al., 2014; Weisberg et al., 2003; Xu
et al., 2003).
Hidroksikavicol yang terkandung dalam Piper betle merupakan senyawa antioksidan
yang berperan dalam menghambat terjadinya stres oksidatif pada mitokondria.
Hidroksikavicol bekerja dengan menaikkan level SOD yang berdampak pada terhambatnya
proses produksi Reactive Oxygen Species (ROS) oleh mitokondria. Hidroxikavicol juga
berperan dalam menurunkan peroksidasi lipid sehingga dapat mencegah terjadinya
lipotoksisitas pada mitokondria (Choudharry et al, 2002). Mekanisme kerja COPER dalam
mencegah dan terapi obesitas dengan cara mengurangi inflamasi dan stres oksidatif dapat
dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme COPER dalam menghambat inflamasi dan stres oksidatif pada patogenesis
obesitas

Proses pembuatan COPER diawali dengan pembuatan bubuk Coffea canephora dan
bubuk Piper betle. Pengolahan biji Coffea canephora menjadi bentuk bubuk diawali dengan
proses penyangraian biji kopi dengan suhu 149˚C - 213˚C. Penyangraian dihentikan apabila
biji kopi sudah mudah dipecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa kopi sangrai telah siap
digiling untuk mendapatkan kopi bubuk . Setelah melalui proses penyangraian, biji kopi lalu
digiling menggunakan mesin penggiling hingga dihasilkan bubuk kopi yang halus
(Nopitasari, 2010).
Pembuatan bubuk daun Piper betle diawali dengan pembersihan daun dari kotoran yang
menempel dan pembuangan bagian-bagian yang tidak perlu. Selanjutnya daun Piper betle
diangin-anginkan dalam suhu kamar untuk selanjutnya dilakukan pemotongan menjadi
ukuran yang lebih kecil. Selanjutnya pengeringan dilakukan di dalam ruang pengering
tertutup dengan suhu 30˚C-35˚C selama kurang lebih 48 jam hingga kadar air menjadi 5%.
Daun Piper betle kering ditepungkan dengan alat penepung stainless steel hingga diperoleh
serbuk dengan derajat kehalusan tertentu (Rivai et al, 2014) .
Bubuk Coffea canephora dan bubuk daun Piper betle lalu dicampurkan menggunakan
mixer hingga menjadi satu kesatuan bubuk yang selanjutnya dikemas dalam aluminium foil
dengan takaran 100 gram. Kemasan aluminium foil lalu dimasukkan kedalam kemasan paper
bag dengan ukuran 8 cm x 12 cm agar terlindung dari paparan cahaya. Pada kemasan paper
bag tercantum logo produk, komposisi, dan netto (Gambar 5) .

Gambar 5. Desain produk COPER

Keunggulan COPER ialah memiliki efek anti inflamasi dan antioksidan sehingga
dapat digunakan sebagai terapi dan pencegahan dini obesitas. Selain itu, penggunaan bahan
Coffea Canephora dan Piper betle membantu pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia
menjadi lebih maksimal. Pengemasan dan prosedur pemakaian COPER yang praktis
menjadikan COPER sebagai alternatif terapi dan pencegahan obesitas yang lebih mudah dan
efisien.

KESIMPULAN

COPER merupakan produk kombinasi kopi dan sirih yang berbahan dasar biji Coffea
Canephora dan daun Piper betle yang mengandung bahan aktif berupa polifenol dan
hidroksikavicol. COPER memiliki keunggulan yaitu dapat mencegah terjadinya inflamasi dan
stres oksidatif pada jaringan adiposit pada penderita obesitas serta memiliki pengemasan dan
prosedur pemakaian yang praktis. Oleh karena itu, COPER berpotensi digunakan sebagai inovasi
terapi dan pencegahan obesitas yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat.

SARAN

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar masing-masing kandungan


senyawa polifenol dan hidroksikavicol dan juga dosis mengkonsumsi COPER sehingga
memiliki efek yang optimal terhadap obesitas.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai