B. Proses Mastikasi
Proses mastikasi merupakan suatu proses gabungan gerak antar dua rahang yang terpisah,
termasuk proses biofisik dan biokimia dari penggunaan bibir, gigi, pipi, lidah, langit-langit
mulut, serta seluruhstruktur pembentuk oral, untuk mengunyah makanan dengan tujuan
menyiapkan makan agar dapat ditelan. lidah berfungsi mencegah tergelincirnya makanan,
mendorong makanan kepermukaan kunyah,membantu mencampur makanan dengan saliva,
memilih makananyang halus untuk ditelan, membersihkan sisa makanan, membantu proses
bicara dan membantu proses menelan. Pada waktu mengunyahkecepatan sekresi saliva 1.0-
1.5 liter/hari PH 6-7.4. Salivaa berfungsi mencerna polisakarida, melumatkan makanan,
menetralkanasam dari makanan, melarutkan makanan, melembabkan mulut dananti bakteri.
Pada proses mastikasi terjadi beberapa stadium antara lain stadium volunter dimana makanan
diletakkan diatas lidah kemudian didorong ke atas dan belakang pada palatum lalu masuk
ke pharyng, di mana hal ini dapat dipengaruhi oleh kemauan.Selanjutnya pada stadium
pharyngeal bolus pada mulut masuk ke pharyng dan merangsang reseptor sehingga timbul
refleks-refleksantara lain terjadi gelombang peristaltik dari otot-otot konstriktor pharyng
sehingga nafas berhenti sejenak. Proses ini sekitar 1-2/detik dan tidak dipengaruhi oleh
kemauan. kemudian pada stadium oesophangeal terjadi gelombang peristaltik primer yang
merupakan lanjutan dari gelombang peristaltik pharyng dan gelombang peristaltik sekunder
yang berasal dari dinding oesophagus sendiri.Proses ini sekitar 5-10 detik dan tidak
dipengaruhi oleh kemauan.Setelah melalui proses ini makanan siap untuk ditelan.
2. P e n y a k i t D a l a m r o n g g a M u l u t
berbagai macam unsur fisik terlibat dalam proses makan khususnya unsur- unsur
dalam rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, dan tenggorokan, sistem saraf dan
otak,s i s t e m h o r m o n a l / e n d o k r i n , d a n e n z i m ya n g b e r k a i t a n d e n g a n p e n e r i
m a a n m a k a n a n d a n proses metabolisme tubuh.Oleh karena itu, jika terdapat kelainan
atau penyakit pada unsur-unsur organik tersebut, padaumumnya akan disertai dengan
terdapatnya gangguan/kesulitan mengunyah.
1. adapun kelainan/penyakit pada gigi geligi dan unsur-unsur lain
dalam rongga mulut,yaitu :
a. Kelainan bawaan
b. b. labioschizis (bibir sumbing), frenulum lidah pendek, makroglosia, dll.
2.penyakit infeksi
Stomatitis, gingivitis, tonsilitas, dll.
3 . K e l a i n a n / p e n y a k i t n e u r o m u s k u l e r paresis/paralisis lidah dan otot-otot sekitar
pharynx dan larynx
4.penyakit/kelainan non infeksi)
a.penyakit bawaan di luar rongga mulut dan saluran pernaan.
5.penyakit jantung bawaan, Sindroma down
b.penyakit neuromuskuler : palsi serebral
3.faktor psikologis
Selain karena faktor fisik, masalah gangguan fungsi mastikasi juga disebabkan karena proses
perkembangan selera dan kemampuan makan yang berkembang sejalan
dengan perkembangan organ-organ fisik termasuk sistem pencernaan. disinilah sering timbul
masalah sulit makan yang kerap kali dibarengi dengan gangguan psikologis.
Oklusi akan berjalan normal dan kedudukan mandibula akan stabil apabila tiap komponen
yang terlibat dapat menjalankan aktifitasnya secara normal, dan antara semua komponen
terdapat interaksi yang serasi, dan seimbang. Apabila ada perubahan-perubahan kecil dalam
hubungan kontak oklusi yang menghambat dicapainya oklusi normal dapat memicu
timbulnya gangguan sendi temporomandibula. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya
penyimpangan dalam aktifitas salah satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi
sistem mastikasi yakni kelainan posisi dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot mastikasi
(Ramfjord, 1983; Mardjono, 2001).
Penyebab terjadi gangguan sendi temporomandibula sangat kompleks dan multifaktor yaitu
meliputi perubahan morfologi atau fungsi permukaan artikulasi sendi rahang dan perubahan
fungsi sistem neuromuskular. Gangguan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai gangguan
intrinsik apabila menampilkan perubahan patologis, atau gangguan ekstrinsik, apabila
menunjukkan gangguan sistem neuromuskular. Etiologi gangguan intrinsik adalah internal
derangements, rheumatoid arthritis, kelainan pertumbuhan, ankilosis sendi rahang dan lain
sebagainya. Sedangkan gangguan ekstrinsik biasanya disebabkan oleh penggunaan otot yang
berlebihan (Okeson, 2008).
Dalam sistem stomatognati, fungsi fisiologis dari pergerakan rahang ditunjang oleh
keharmonisan oklusi gigi. Oklusi yang baik dibentuk oleh susunan gigi dan lengkung rahang
yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik. Kondisi ideal tercapai apabila susunan gigi
mengikuti pola kurva Spe dan kurva Monson. Perubahan oklusi dapat disebabkan berbagai
hal, antara lain hilangnya gigi karena proses pencabutan. Kehilangan gigi yang dibiarkan
tanpa segera disertai pembuatan protesa, dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola
oklusi karena terputusnya integritas atau kesinambungan susunan gigi. Pergeseran atau
perubahan inklinasi serta posisi gigi, disertai ekstrusi karena hilangya posisi gigi dalam arah
berlawanan akan menyebabkan pola oklusi akan berubah, dan selanjutnya dapat
menyebabkan tarjadinya hambatan atau interference pada proses pergerakkan rahang (Odaci,
2005).
Kehilangan gigi dapat berupa kehilangan gigi anterior maupun posterior, baik sebagian gigi
atau seluruh gigi. Kehilangan gigi akan menyebabkan kondisi-kondisi seperti migrasi gigi
menuju daerah tak bergigi, gangguan fungsi mastikasi berupa mengunyah satu sisi, resorpsi
tulang alveolar pada daerah tak bergigi, kehilangan dimensi vertikal oklusi serta gangguan
pada sendi temporomandibula (Kayser, 1996).
Gigi anterior serta struktur anatomis dari sendi temporomandibula menentukan pergerakan
mandibula sehingga kehilangan gigi anterior akan menyebabkan perubahan pola gerakan
mandibula (Okeson, 2003). Menurut Ramfjord dan Ash (1983) kehilangan gigi posterior
menyebabkan tekanan yang lebih besar pada sendi temporomandibula akibat menggigit
dengan menggunakan gigi anterior serta perubahan dimensi vertikal dan posisi distal
mandibula.
Gerakan fungsional rahang akan mengalami perubahan pada keadaan kehilangan gigi dan
penurunan dimensi vertikal, hal ini akan mengakibatkan peningkatan tekanan biomekanik
pada sendi temporomandibula (Tallents dkk., 2002). Tekanan berlebih pada sendi
temporomandibula dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan perubahan adaptif
dan degenaratif pada sendi (Hiltunen, 2004; Moffet 1966 cit. Laskin, 1992). Tekanan yang
berlebihan pada pergerakan sendi temporomandibula dapat menyebabkan keausan pada
daerah eminensia artikularis. Dengan melalui radiograf panoramik, kondisi flattening pada
eminensia artikularis akan tampak jelas (Glass, 1995). Perubahan degeneratif adalah
perubahan jaringan atau organ menjadi suatu bentuk yang kurang aktif fungsinya, sedangkan
perubahan adaptif adalah perubahan jaringan sebagai suatu penyesuaian terhadap perubahan
lingkungan (Anonim, 1999).
Remodeling merupakan proses adaptasi biologis jaringan untuk mengimbangi keadaan lingkungan
dengan merubah morfologi dari jaringan yang terkait. Proses ini bermanfaat untuk menahan efek
akumulatif dari tekanan biomekanik yang berasal dari pergerakan fungsional rahang ( Laskin, 1992).
Temporomandibular Disorder (TMD) dapat diklasifikasikan dari berbagai macam aspek, secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu gangguan otot pengunyahan dan gangguan
persendian (Wright, 2010). Penyebab dari gangguan atau kelainan temporomandibula meliputi
banyak faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu, kondisi oklusal, trauma, stress emosional dan aktivitas
parafungsional (Okeson, 2008). Umumnya temporomandibular disorder (TMD) ditandai dengan
timbulnya rasa nyeri pada otot-otot mastikasi dan sendi saat dilakukan perabaan (palpasi), rasa nyeri
juga dapat timbul di daerah wajah, leher dan
3 kepala, keterbatasan ruang gerak rahang bawah dan terdengar bunyi sendi seperti bunyi klik
(clicking) atau bunyi pop (popping) pada saat membuka dan menutup mulut (Okeson, 2008).
Gangguan temporomandibula (TMD) dapat di ukur tingkat keparahannya dengan melakukan
anamnesis menggunakan
Anamnestic index dan pemeriksaan fisik menggunakan Dysfunction index yang dikemukakan oleh
Helkimo (Scully, 2008).