Anda di halaman 1dari 46

BBDM Skenario 1

Modul 7.1
Kelompok 4
Nama Kelompok

1. Fransiska Megatri Pardosi (22010217120002)


2. Nadia Salsabila (22010217120003)
3. Anindita Yasmine B (22010217120005)
4. Shafira Nur Amalia Zulva (22010217130025)
5. Syamsiar Cahayati (22010217130028)
6. Sheila Yasmin Mumtaz (22010217130039)
7. Tasyakarina Ayu K. S. (22010217130050)
8. Natassja Azalea Alliesza Burhany (22010217130062)
9. Hafidz Indra Pradipta (22010217130066)
10.Mahira Taqiya (22010217140030)
2
Sasbel 1
Klasifikasi Maloklusi Angle
Dasar : Hubungan mesiodistal yang normal antara gigi-geligi rahang atas dan
rahang bawah. Sebagai kunci oklusi digunakan gigi M1 atas.
Dasar pemilihan :
1. Merupakan gigi terbesar
2. Merupakan gigi permanen yang tumbuh dalam urutan pertama
3. Tidak mengganti gigi desidui
4. Bila pergeseran gigi M1 maka akan diikuti oleh pergeseran poros gigi
lainnya
5. Jarang mengalami anomali 4

Klas I Angle
Jika mandibula dengan lengkung giginya dalam hubungan
mesiodistal yang normal terhadap maksila.
Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak pada celah bagian
bukal (buccal groove) gigi M1 bawah.
b. Gigi C atas terletak pada ruang antara tepi distal gigi C
bawah dan tepi mesial P1 bawah.
c. Tonjol mesiolingual M1 atas beroklusi pada Fossa central
M1 bawah.

5
6
7
Klas II Angle
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan
mesiodistal yang lebih ke distal terhadap maksila.
▪ Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal M1 atas terletak pada ruangan diantara tonjol
mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal gigi P2 bawah.
b. Tonjol mesiolingual gigi M1 atas beroklusi pada embrasur dari
tonjol mesiobukal gigi M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2
bawah.
c. Lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya sendiri terletak
dalam hubungan yang lebih ke distal terhadap lengkung gigi di
maksila sebanyak 1/2 lebar mesiodistal M1 atau selebar mesiodistal
gigi P 8
Kelas II Angle dibagi menjadi:

 Kelas II Angle Divisi 1 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya ke


labial atau protrusi
 Kelas II Angle Divisi 2 : Jika gigi-gigi anterior di rahang atas inklinasinya
tidak ke labial atau retrusi. Disebut sub divisi bila kelas II hanya dijumpai satu
sisi atau unilateral.

9
Kelas III Angle subdivisi:

▪ Kelas II subdivisi divisi 1 ▪ Kelas II subdivisi divisi 2


Jika hubungan molar kelas II Jika hubungan molar kelas II
di satu sisi lengkung dan di satu sisi lengkung dan
hubungan molar kelas I di hubungan molar kelas I di
sisi lengkung yang lain sisi lengkung yang lain
dengan gigi anterior rahang dengan gigi anterior rahang
atas proklinasi atas yang retrusi

10
Kelas II Divisi 1 Kelas II Divisi 2

11
12

Klas III Angle
Jika lengkung gigi di mandibula dan mandibulanya
sendiri terletak dalam hubungan yang lebih ke mesial
terhadap lengkung gigi di maksila.

Tanda-tanda :
a. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal
gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial tonjol mesial gigi M2 bawah.
b. Terdapat gigitan silang atau gigitan terbalik atau cross bite anterior pada
relasi gigi anterior.
c. Lengkung gigi mandibula dan mandibulanya sendiri terletak dalam
hubungan yang lebih mesial terhadap lengkung gigi maksila.
d. Tonjol mesiobukal gigi M1 atas beroklusi pada ruangan interdental antara
bagian distal gigi M1 bawah dengan tepi mesial tonjol mesial gigi M2
bawah.
13
Klasifikasi Kelas III:
▪ True Class III
Maloklusi dengan hubungan dental dan
skeletal kelas III.
▪ Pseudo Class III
Maloklusi dengan hubungan dental kelas
III, namun hubungan skeletal Kelas I.
▪ Clas III subdivisi
Hubungan molar kelas III di satu sisi dan
kelas I di sisi lengkung gigi lain.

14
Sasbel 2
Macam bedah orthognatik

Pengertian
• Perawatan bedah ortognati adalah pembedahan untuk
mengkoreksi kelainan skeletal wajah yang berhubungan dengan
kelainan rahang atas maupun rahang bawah.
• Perawatan ini tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus
disertai dengan perawatan ortodonti untuk mendapatkan hasil
yang maksimal .
• Pasien dewasa  yang telah melewati masa pertumbuhan lebih
banyak memilih perawatan kamuflase karena lebih tidak invasif
dibanding bedah ortognati

16
• Bedah ortognatik adalah tindakan pembedahan pada kelainan yang terjadi
pada maksila, mandibula atau keduanya. Kelainan ini dapat terjadi kongenital
dan akan terlihat jelas ketika masa tumbuh kembang ataupun juga akibat
trauma.

• Istilah ortognatik berasal dari bahasa Yunani, ortho yang berarti meluruskan,
dan gnathia, yang berarti rahang. Bedah ortognatik oleh karenanya
bermakna sederhana “meluruskan rahang”.

Bedah Ortognatik pada Maksila


Pembedahan pada tulang maksila terdiri atas 2 jenis pembedahan, yaitu
1. Osteotomi segmental yaitu pembedahan tulang maksila hanya pada segmen-segmen tertentu.

Osteotomi segmental maksila terbagi atas Osteotomi satu gigi, Kortikotomi, Osteotomi segmen
anterior maksila, dan Osteotomi subapikal posterior maksila (Teknik Kufner, Schuchardt, dan Perko
dan Bell).
Osteotomi segmen anterior maksila terbagi lagi antara lain: Teknik Wassmund, Teknik Wunderer,
Osteotomi anterior maksila Teknik Epker, dan Teknik Cupar

17
2. Osteotomi total maksila yaitu pembedahan tulang maksila seluruhnya.
Sedangkan Osteotomi total maksila terbagi menjadi :
Osteotomi Lefort I
Osteotomi Lefort II
Osteotomi Lefort III

18
Bedah Ortognatik pada
Mandibula
Pembedahan pada tulang mandibula digolongkan dalam:
 Osteotomi pada ramus (Osteotomi ramus vertikal ekstraoral, Osteotomi ramus
vertikal intraoral, Osteotomi split sagital)
 Osteotomi subapikal (Osteotomi anterior subapikal, Osteotomi posterior
subapikal, dan Osteotomi subapikal total)
1. Genioplasti (Osteotomi horisontall) dengan reduksi antero posterior, Osteotomi
horisontal double sliding,
2. Genioplasti dengan reduksi vertikal dan augmentasi aloplastik).
19
Sasbel 3
Indikasi dan Kontraindikasi
Bedah Orthognathic
Klas III
skeletal
Openbite
anterior dan Klas II
peningkatan skeletal
overbite

Maloklusi
Diskrepa Diskrepa
nsi nsi
antero- Transver
posterior sal
Diskrepa
nsi
INDIKASI
Vertical
Asimetri
Gangguan Gangguan
wajah dan
psikososial bicara
oklusal

Disfungsi
Post-
Cleft lip dan saluran
traumatic jaw
cleft palate nafas/sleep
deformities
apnea

Hemifacial Bedah
TMJ disorder
macrosomia preprosthetic

INDIKASI
22
Pasien usia tua

Kasus minor

Kondisi medis buruk dan psikologi tidak stabil

Alasan keuangan juga dapat mengarah keputusan untuk


tidak melakukan bedah ortognatik pada saat itu juga

Pada pasien muda, dianjurkan untuk memungkinkan


pertumbuhan yang lengkap sebelum dilakukan
intervensi bedah.
KONTRAINDIKASI
23
Sasbel 4
Cara Analisis dan
Pengukuran Foto Sefalometri
Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar
hasil penapakan sefalogram

Alat dan Bahan : - Sefalogram lateral - Kertas asetat, tebal


- Pensil keras 3H/4H
yang runcing agar
ukuran 8X10 inc. 0,003 inc., 8X10 inc. diperoleh titik dan garis
dengan cermat dan teliti.

- Scotch tape, untuk


- Cephalometric
melekatkan kertas asetat - Illuminator/negatoscope
protractor
pada sefalogram.

- Karet penghapus
Bagian-bagian yang perlu ditapak pada sefalogram
lateral antara lain Bagian 2:
Bagian 1:
Bagian 1:
Kontur internal kranium
Profil jaringan lunak
Atap orbita
Kontur eksternal kranium
Sella tursika atau fossa
Vertebra servikalis pertama pituitari
dan kedua
Ear rod

Bagian 3:
Bagian 4:
Tulang nasal dan sutura
frontonasalis Simfisis mandibula
Rigi infraorbital Tepi inferior mandibula
Fisura pterigomaksilaris Kondilus mandibula
Spina nasalis anterior
Mandibular notch dan prosesus
Spina nasalis posterior koronoideus
Molar pertama atas dan insisivus
sentralis atas Molar pertama bawah dan
insisivus sentralis bawah
Titik, garis & bidang referensi

1. Titik-titik pada sefalogram lateral :


 Nasion (Na/N) : titik paling anterior sutura frontonasalis pada bidang sagital tengah
 Spina nasalis anterior (ANS) : ujung tulang spina nasalis anterior, pada bidang tengah
 Subspinal (A) : titik paling dalam antara spina nasalis anterior dan Prosthion
 Prosthion (Pr) : titik paling bawah dan paling anterior prosessus alveolaris maksila, pada
bidang tengah, antara gigi insisivus sentral atas
 Insisif superior (Is) : ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentral atas
 Insisif inferior (Ii) : ujung mahkota paling anterior gigi insisivus sentral bawah
 Infradental (Id) : titik paling tinggi dan paling anterior prosessus alveolaris mandibula, pada
bidang tengah, antara gigi insisivus sentral bawah
 Supramental (B) : titik paling dalam antara Infradental dan pogonion
 Pogonion (Pog/Pg) : titik paling anterior tulang dagu, pada bidang tengah
 Gnathion (Gn) : titik paling anterior dan paling inferior dagu
 Menton (Me) : titik paling inferior dari simfisis atau titik paling bawah dari mandibula
 sela tursika (S) : titik tengah fossa hipofisial
 spina nasalis posterior (PNS) : titik perpotongan dari perpanjangan dinding anterior fossa
pterigopalatina dan dasar hidung
 Orbital (Or) : titik yang paling bawah pada tepi bawah tulang orbita
 Gonion (Go) : titik perpotongan garis singgung margin posterior ramus assenden dan basis
mandibula
 Porion (Po) : titik paling luar dan paling superior ear rod
2. Garis referensi :
Garis adalah yang menghubungkan dua titik, sedangkan bidang adalah
garis-garis yang menghubungkan paling sedikit tiga titik.

 Sela-Nasion (S-N) : garis yang menghubungkan Sela tursika (S)


dan Nasion (N), merupakan garis perpanjangan dari basis kranial
anterior
 Nasion-Pogonion (N-Pg) : garis yang menghubungkan Nasion (N)
dan Pogonion (Pg), merupakan garis fasial
 Y-Axis : garis yang menghubungkan sela tursika (S) dan gnathion
(Gn), digunakan untuk mengetahui arah/jurusan pertumbuhan
mandibula
3. Bidang referensi
 Frankfurt Horizontal Plane (FHP) : bidang yang melalui kedua porion
dan titik orbital, merupakan bidang horizontal
 Bidang mandibula (mandibular plane/MP) terdapat 3 cara
pembuatannya:
- bidang yang melalui gonion (Go) dan gnathion (Gn)
(Steiner)
- bidang yang melalui gonion (Go) dan Menton (Me)
- bidang yang menyinggung tepi bawah mandibula
dan menton (Me) (Downs)
 Bidang oklusal (Occlusal Plane) terdapat 2 definisi:
- garis yang membagi dua overlapping tonjol gigi molar pertama
dan insisal overbite (Downs)
- garis yang membagi overlapping gigi molar pertama dan gigi premolar pertama (Steiner)

 Bidang Palatal (Bispinal) : bidang yang melalui spina nasalis anterior (ANS) dan spina
nasalis posterior (PNS)
 Bidang Orbital (dari Simon) : bidang vertikal yang melalui titik orbital dan tegak lurus
FHP
Analisis Dental
1. Maxillary Incisor Position
▪ Letak dan inklinasi aksial gigi insisif atas ditentukan dengan menghubungkan
gigi tersebut ke garis N-A.
▪ Gigi insisif atas terhadap garis N-A dibaca dalam derajat untuk menentukan
hubungan angular gigi – gigi insisif atas, sedangkan apabila dibaca dalam
mm, memberikan informasi posisi gigi insisif lebih didepan / belakang dari
garis N-A.
▪ Jarak permukaan gigi insisif paling labial terhadap garis N-A sebesar 4 mm di
depan garis N-A dan inklinasi aksialnya membentuk sudut 22o dengan garis
N-A.
▪ Pembacaan sudut tidak cukup, demikian juga apabila hanya pembcaan jarak
saja.
▪ Maxilllary Incisor Angle ini untuk mengetahui posisi insisif terhadap facial
skeleton.
2. Mandibular Incisor Position
▪ Letak gigi insisif bawah dalam arah antero-posterior dan angulasinya
ditentukan dengan menghubungkan gigi tersebut dengan garis N-B.
▪ Pengukuran gigi insisif bawah terhadap garis N-B dalam mm
menunjukkan posisi gigi didepan / belakang garis N-B. Pembacaan gigi
insisif sentral bawah terhadap garis N-B dalam derajat menentukan
inklinasi aksial gigi tersebut.
▪ Titik paling labial gigi insisif sentral bawah terletak 4 mm didepan garis
N-B, sedangkan inklinasi aksial gigi ini terhadap garis N-B sebesar 25 o.
3. Interincisal Angle
▪ Untuk mengetahui inklinasi gigi insisif dan relasi gigi
insisif atas dan bawah. Merupakan perpanjangan
garis dari tepi insisal dan apeks akar gigi insisif atas
dan bawah.
▪ Rentang 130o – 150o, rerata 135,4o.
Analisis Skeletal
Sudut SNA Sudut ANB
Sudut SNB • Menentukan
• Sudut SNB untuk
• Sudut SNA untuk hubungan maksila dan
mengetahui apakah mandibula.
menentukan apakah mandibula protrusif
maksila protrusif atau • Rerata sudut ANB 2o;
atau retrusif terhadap jika >2o menunjukkan
retrusif terhadap basis kranial. kecenderungan
basis kranial. • Rerata sudut SNA 82o; skeletal kelas II; jika
• Rerata sudut SNB >82o berarti maksila <2o dan terbaca
80 ; <80
o o
protrusif; <82o maksila kurang dari 0o (-1o, -2o,
menunjukkan -3o) menunjukkan
retrusif. mandibula didepan
mandibula resesif;
>80o mandibula maksila atau
hubungan skeletal
prognatik. kelas III.

Facial Angle
Sudut ini menunjukkan derajat retrusi atau protrusi dari pogonion Pog).
Dibentuk oleh perpotongan garis FHP – Npog dengan rerata 87,8 o.

Angle of Convexity
Sudut ini menunjukkan derajat protrusi dari maxila ditinjau dari seluruh profil, dibentuk oleh titik N-A – Pog
dengan rerata 0o.

a. FHP – Npog b. N-A-Pog


Analisis Jarigan Lunak
Penilaian adaptasi jaringan lunak terhadap profil tulang dengan pertimbangan ukuran, betuk, dan postur bibir.
Steiner line / S-line = menentukan keseimbangan wajah jaringan lunak (sering digunakan). Bibir dalam
keseimbangan yang baik = menyentuh perpanjangan garis dari kontur jaringan lunak dagu ke pertengahan S
yang dibentuk oleh tepi bawah hidung (S-line).
 
Esthetic line / E-line (Ricketts)
Garis yang ditarik dari ujung hidung ke tepi dagu. Garis referensi ini dapat digunakan untuk menerangkan facial
esthetic dan posisi dari bibir.
Rerata untuk bibir atas 1 mm dan bibir bawah 0,3 mm didepan E-line dengan sd 3mm.
Sasbel 5
Sistem Rujukan
Sistem rujukan

Suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan


pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit/masalah
kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik vertical dalam
arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun horizontal dalam arti antara strata
sarana pelayanan kesehatan yang sama
Kriteria pasien yang dirujuk
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan


layak untuk dirujuk.
▪ Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan
tidak mampu diatasi
▪ Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan
penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi
▪ Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang
lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai
pasien yang bersangkutan
▪ Apabila telah diobati dan dirawat ternyata
memerlukan pemeriksaan,pengobatan dan
perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Prosedur standar merujuk pasien
▪ Prosedur klinis


 Melakukan anamesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang medik
 Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus
 Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan
 Untuk pasien gawat darurat harus didampingi
petugas medis / paramedis yg berkompeten
dibidangnya
 Apabila pasien diantar dengan kendaraan
puskesmas sebaiknya petugas dan kendaraan
tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai ada
kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan
dan kesimpulan dirawat inap atau rawat jalan
Prosedur Administratif
 Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra-rujukan
 Membuat catatan rekam medis pasien
 Memberi informed consent (persetujuan / penolakan rujukan)
a) Membuat surat rujukan pasien rangkap 2
lembar pertama dikirim ke tempat rujukan bersama pasien yang
bersangkutan
b) Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
 Mencatat identitas pasien pada buku regist rujukan pasien.
 Menyiapkan sarana transportasi dan sedapat mungkin menjalin
komunikasi dengan tempat rujukan.
 Pengiriman pasien sebaiknya dilaksanakan setelah diselesaikan administrasi yang bersangkutan
Keuntungan sistem rujukan

 Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien


 Adanya pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan yang menangani
kasus berkompetensi dalam hal tersebut
 Memudahkan masyarakat memperoleh tenaga ahli dan fasilitas kesehatan
dari jenjang yang lebih
tinggi sesuai permasalahan yang dihadapi
Thanks!

46

Anda mungkin juga menyukai