Anda di halaman 1dari 7

CBL 1

A 14-year-old man came to the dentist to treat anterior teeth that he felt protrusive. Intraoral
examination showed that the overjet was 5.5 mm and overbite was 4.8 mm. The relations of the upper
and lower permanent first molar is Class II Angle. The Simon line examination at the maxilla through
1/3 of the distal labial surface of the upper canine, while in the mandible through interdental between
canines and lateral incisors. The dentist plans to improve the relation of the anterior teeth, but he wants
to improve the relation of the first permanent molars first with a removable orthodontic appliance in
accordance with the patient’s request.

1. Apa yang dimaksud maloklusi Class II Angle?

 Maloklusi class II Angle atau disebut juga dengan distoclusion, pada kelas ini cusp
distobukal molar satu atas permanen beroklusi pada bukal groove molar satu bawah
permanen.atau adanya Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak pada ruangan
di antara tonjol mesiobukal M1 dan tepi distal tonjol bukal gigi premolar rahang bawah
(relasi gigi distoklusi), ada 2 divisi dalam klas II angle :

a) Klas II Angle Divisi I : dengan ciri-ciri gigi-gigi anterior di RA inklinasi ke


labial atau protrusi.

b) Klas II Angle Divisi II : Klas II Angle dengan ciri-ciri inklinasi insisivus sentralis
atas ke lingual dan inklinasi insisivus lateral ke labial (Singh, 2007).

(repository unimus http://repository.unimus.ac.id/3841/4/7.%20BAB%20II.pdf)

(https://www.gelarsramdhani.com/2019/11/klasifikasi-maloklusi-angle-
dewey.html#:~:text=Maloklusi%20Kelas%20II%20atau%20disebut,groove%20molar
%20satu%20bawah%20permanen)

2. Etiologi dari maloklusi Class II Angle?

 Sulit dalam menentukan secara pasti faktor etiologi dari setiap tipe maloklusi, faktor yang
mungkin berperan terhadap terjadinya maloklusi Klas II dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
faktor pre-natal, faktor natal, faktor post natal dan faktor fungsional :

• Faktor pre-natal.

1. Genetik dan kongenital : Penelitian yang dilakukan pada orang tua dan
anaknya yang memiliki tipe maloklusi yang sama menunjukkan bahwa
dimensi wajah pada dasarnya ditentukan secara herediter melalui gen.
Dengan demikian dimensi tulang basal yang berperan pada maloklusi Klas
II skeletal merupakan hal yang diwariskan.

2. Obat-obatan tertentu yang diberikan saaat kehamilan dapat menyebabkan


perkembangan yang abnormal yang mengarah pada maloklusi Klas II.
3. Terapi radiasi selama masa kehamilan dapat menjadi faktor penyebab
maloklusi Klas II.

4. Posisi janin pada saat dalam kandungan misalnya tangan yang diletakkan
didepan wajah janin tampaknya akan mempengaruhi pertumbuhan
kraniofasial terutama bila terjadi pada mandibula.

• Faktor Natal

Aplikasi forceps yang tidak tepat saat melahirkan dapat menyebabkan kerusakan atau
fraktur dari kondilus sehingga terjadi pendarahan pada area sendi dan mungkin dapat
menjadi ankilosis atau fibrosis pada daerah temporo mandibular joint yang mengarah pada
terhambatnya pertumbuhan mandibula.

• Faktor Post Natal

Kondisi-kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi perkembangan normal kraniofasial adalah

1. Kebiasaan tidur dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dari rahang.

2. Kebiasaan buruk seperti mengisap jari dan menggigit bibir bawah juga dapat menjadi
penyebab maloklusi Klas II.

3. Trauma saat bermain. Setiap trauma pada mandibula yang dapat menyebabkan kerusakan
pada daerah kondilus memiliki potensi untuk menghambat pertumbuhan mandibula.

4. Terapi radiasi jangka panjang.

5. Penyakit-penyakit tertentu seperti Rheumatoid arthritis juga dapat mempengaruhi


pertumbuhan mandibula.

6. Penyakit-penyakit lain yang dapat menjadi presdiposisi yang mungkin dapat


mempengaruhi pertumbuhan normal termasuk tonsilitis akut, rhinitis alergi dan polip nasal.

7. Anomali gigi geligi juga dapat menyebabkan terjadinya maloklusi Klas II, misalnya
kehilangan gigi secara kongenital, malformasi bentuk gigi, kehilangan dini gigi desidui, dan
persistensi.

8. Pada maloklusi Klas II divisi 2, mandibula tidak dapat berkembang karena retroklinasi
insisivus maksila.

• Faktor Fungsional

Berdasarkan teori fungsional matriks ada hubungan antara bentuk anatomis dan fungsi fisiologis,
sehingga kelainan pada hubungan tersebut terutama selama masa pertumbuhan dapat menjadi faktor
yang berperan pada terjadinya suatu maloklusi, misalnya bila terjadi kerusakan pada fungsi yang
normal seperti fungsi pernafasan, pola penelanan, posisi lidah dan posisi bibir dapat berperan pada
terjadinya maloklusi.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49554/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y )

3. Apa yang dimaksud dengan garis simon?

Definisi Garis Simon:

Menurut harty (1995) Garis simon atau orbital plane merupakan permukaan datar ataugaris
khayal yang berfungsi membagi tubuh menjadi bagian-bagian dalam satu arah ataupunarah-
arah lainya tepatnya pada bagian titik infraorbita. Garis simon merupakan
bidang transfersalyang memotong bidang sagital tegak lurus frankfurt horizontal sedang
bidang sagital

Menurut Dorlan (2011) bidang vertikal yang melewati tubuh sejajar dengan sutura sagitalis
sehinggamembagi tubuh menjadi kanan dan kiri.

(https://id.scribd.com/doc/217413689/Definisi-Garis-Simon)

4. Fungsi garis simon?

Menurut Ardhana (2010), Garis simon berfungsi untuk mementukan tipe dari maloklusi yang
berupa dental,sekeletal dan dentosekeletal adapaun penentuan tipe-tipe maloklusi dapat
dilakukan dengan cara antara lain :
A. Analis Profil Klinis
1. Mengamati rahang atas dan tahang bawah secara langsung pada pasien dari sisi
lateral dengan tegak lurus bidang sagital sebagai acuan dan dalam keadaan normal
diamati dari orbital plane, garis akan melewati permuakaan labial gigi di 1/3 bagian
distal gigi caninus rahang atas kanan dan kiri. Pada rahang bawah caninus akan
melewati daerah interdental gigi caninus dan permolar pertama pada sisi distal
caninus bawah.
2. Apabila bidang orbita pasien berada pada distal posisi normal maka posisi maksila
atau mandibula pasien menjadi protusif sedangkan apabila terdapat pada sisi mesial
posisi normal makan maksila atau mandibula retrusif.

B. Analisis model study


 Analisis model study dapat dilihat melalui analisisn klinis yang telah dilakukan atau
dengan menggunakan penggaris siku-siku. Pastikan terlebih dahulu posisi orbital
kemudia penggaris siku-siku diletakan pada posisi frankfurt horisontal plane (FHP)
kemudian sisi yang panjang menggambarkan bidang orbita, kemudia pasiean diminta
untuk oklusi sentrik dan catat hasil proyeksi vertikal sisi penggaris siku pada
permukaan gigi
 Tentukan posisi maksila dan mandibula pada saat posisi oklusi gigi pasien dengan garis
simon yang telah diproyeksikan dan ditandai pada model study
 Penentuan posisi garis simon bisa terjadi kesalahan apabila pengamatan profil pasien
dari sisi samping tidak tepat tegak lurus terhadap bidang sagital pasien
 Hasil dari proyeksi tersebut terdapat hasil yang menentukan pasien mengalami
maloklusi atau normal
(https://id.scribd.com/doc/217413689/Definisi-Garis-Simon)

5. Dimanakah posisi garis simon yang tepat pada maksilaa dan mandibula
- Pada maksila berada pada 1/3 distal permukaan labial gigi kaninus atas
- sedangkan pada mandibula terletak pada interdental kaninus dan p1bawah,
tepatnya di distal kaninus bawah. Jika posisi garis Simon di depan normal, maka
terjadi retrusive. Dan jika garis Simon di belakang normal, maka protrusive.

6. Macam macam alat fungsional

Macam alat fungsional sebelumnya digunakan untuk memperbaiki maloklusi kelas II seperti

- Aktivator merupakann suatu alat fungsional yang dapat menghasilkan daya ortodoti
dan ortopedik

(http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/10/pustaka_unpad_perawa
tan_maloklusi_kelas_Ii_keletal.pdf )

- regulator fungsional,

- twin block : merupakan piranti fungsional yang digunakan untuk mendorong rahang
bawah ke depan agar sejajar dengan rahang atas. Dinamakan “twin block” karena
alat ini terpisah antara rahang atas dan rahang bawah, pada plat yang terpisah
terdapat blok pada daerah oklusal gigi posterior. Ketika menggigit,bloktersebut akan
menyesuaikan diri seperti halnya posisi rahang bawah ke depan. Seiring
dengan berjalannya waktu, rahang bawah akan secara permanen pada posisi
tersebut

(makassar dental journal, 2016. twin block)

7. Keuntungan dan kerugian dari pemakaian aktivator

Keuntungan :
1. Efektif untuk perawatan maloklusi kelas II divisi 1 dengan retrognati mandibula dan
pada masa geligi sulung atau geligi campuran.

2. Pemakaiannya tidak terlalu merusak jaringan lunak.

3. Karena hanya digunakan malam hari, maka baik untuk estetik dan kebersihan mulut.

4. Menolong memperbaiki kebiasaan buruk seperti cara penelanan yang salah, bernafas
melalui mulut dan lain-lain.

Kerugian :

1. Dibutuhkan kooperatif pasien.

2. Pada kasus crowding, pemakaian aktivator kurang efektif.

3. Penggunaannya tidak efektif pada pasien dewasa.

4. Pengontrolan daya pada masing-masing gigi tidak seteliti alat ortodontik cekat.

( pustaka unpad perawatan maloklusi skeletal kelas II)

8. Indikasi dan Kontraindikasi pemakaian activator

Indikasi :

- pola pertumbuhan yang baik dan normal atau mengurangi tinggi muka bawah,
hubungan lengkung gigi dengan dasar apikal (apical base) yang sesuai, mutlak
diperlukan.

- Ditinjau dari susunan gigi, Incisivus atau seharusnya protrusi dan Incisivus bawah
retrusi atau pada posisi yang paling baik.

- Tidak ada crowding yang hebat, spacing atau rotasi. Perawatan yang rajin dari
indikasi ini penting unguk meminimalkan jumlah kegagalan dan memaksimalkan
keberhasilan.

- adanya kooperatif yang pasien atau kerjasama antara dokter pasien baik.
Kerjasama pasien juga harus dipertimbangkan. Herren dan Demisch (1973) telah
melaporkan bagaimana mereka mendekati agat didapat kerjasama pada periode
observasi sebelum perawatan.

- Pasien yang ideal adalah pada pertengahan periode gigi bercampur, dengan
lengkung yang baik dan relasi maxillomandibular yang abnormal. Untuk anak
perempuan, itu biasanya pada usia antara 7 dan 11 tahun; untuk anak laki-laki
antara umur 8 dan 12 tahun. Jika semua gigi permanen (kecuali gigi molar 3) telah
erupsi, angka keberhasilan adalah minimal, dengan koreksi yang dicapai oleh
aktivator terbatas pada regio dentoveolar.

Kontra indikasi

untuk perawatan aktivator apat dibagi dalam faktor-faktor berikut :

• Faktor skeletal :

- Kurang nya pertumbuhan

- Pola pertumbuhan yang tidak baik (sudut mandibular plane tinggi, rotasi mandibula ke
belakang, dll)

- Tinggi muka bawah berlebihan

- Ketidak seimbangan sagital yang berlebihan

• Faktor dento skeletal :

- Ketidak seimbangan sagital

- Ketidak seimbangan transversal

• Faktor dental :

- Incisivus atas retrusi

- Incibus bawah protrusi

- Crowding yang hebat

- Spacing yang parah

- Rotasi yang parah

- Bila diperlukan extrusi atau intrusi yang aktif

(buku ajar ortodonsia I KGO I, FKG UGM, 2008)

9. Bagian bagian dari activator

a. Plat dasar

b. Plat oklusal
- Pada RA menutupi permukaan oklusal gigi-gigi posterior sebatas fissura dan
incisal gigi-gigi anterior.

- Pada RB menutupi seluruh permukaan oklusal gigi-gigi posterior dan incisal


gigi-gigi anterior.

c. Guide wire Lengkung Labial pada Aktivator disebut juga Guide Wire ada 3 macam:

1) Maxillary Guide Wire

2) Mandibulary Guide Wire

3) Intermaxillary Guide Wire

Pemakaian macam Guide Wire tergantung dari tujuan perawatan, misalnya Untuk
Maloklusi Angle Klas I : Maxillary Guide wire atau Mandibulary Guide Wire atau
keduanya, sedangkan Maloklusi Angle Klas II : Maxillary Guide Wire atau Maxillary
Guide wire dengan Mandibulary Guide wire; Maloklusi Angle Klas III :
Intermaxillary Guide wire atau Mandibullary Guide Wire. Basis Guide wire terletak
pada daerah embrasure antara C dan P1 tengah plat oklusal, dengan tujuan tidak
mengganggu pengurangan plat pada waktu penyesuaian atau pengurangan Aktivator

(buku ajar ortodonsia I KGO I, FKG UGM, 2008)

Anda mungkin juga menyukai