Anda di halaman 1dari 287

Bab

Pentingnya Radiografi Sefalometri

Pada bidang pekerjaan ortodontik didapatkan prosedur-prosedur rutin,


diantaranya obtaining, tracing, dan analyzing dari radiografi sefalometri. Pada
gambar 1.1 didapatkan gambaran tracing dari dua individu dan akan terlihat
informasi apa yang bisa dihasilkan oleh sefalometri lateral ataupun frontal.
Gambar 1a menggambarkan profil wajah yang harmonis dengan oklusi
normal dan otot-otot wajah seimbang. Pada posisi istirahat, bibir mengatup tanpa
adanya otot wajah yang menegang atau disebut bibir kompeten. Gambar 1.1b
menggambarkan profil wajah yang tidak harmonis dengan maloklusi kelas II divisi
1. Saat posisi istirahat, Bibir atas dan bawah tidak dapat mengatup dan apabila bibir
dikatupkan, akan terlihat ketegangan pada otot wajah.
Faktor yang mungkin berpengaruh pada disharmoni wajah seperti pada Gambar
1.1b adalah:
1. Maksila relatif besar dan/atau posisinya jauh ke depan.
2. Mandibula relatif kecil dan/atau retroposisi.
3. Kombinasi 1 dan 2.
4. Protrusif insisif atas dan/atau linguoversi insisif bawah, sedangkan hubungan
rahang normal.

1
Jika bibir seperti pada Gb. 1.1b dikatupkan, akan terlihat otot bibir yang
sangat tegang (Gb. 1.2b). Pada penderita dengan kasus tersebut, ketebalan bibir
antara mahkota gigi insisifus dengan permukaan bibir luar lebih kecil dari ketebalan
bibir di antara bagian atas dari proses alveolar rahang dengan permukaan bibir luar,
sehingga terjadi tarikan otot bibir.

Gambar 1.1 (a) Harmoni wajah yang seimbang dengan bibir


yang kompeten. (b) Otot wajah yang tidak seimbang dengan
bibir yang tidak kompeten.

Keterbatasan Klasifikasi Maloklusi dari Cetakan Gigi


Relasi molar dan kaninus rahang atas dan rahang bawah cukup
menunjukkan penilaian yang baik dari hubungan rahang anteroposterior, asalkan
gigi pada posisi yang benar dalam lengkung gigi. Menurut konsep Angle, jika tonjol
mesiobukal molar pertama atas terletak pada buccal groove molar pertama rahang
bawah, maka disebut maloklusi kelas I atau neutroklusi. Konsep ini berdasar pada
asumsi bahwa molar pertama rahang atas dan bawah normal dalam posisi antero
posterior di lengkung gigi masing-masing. Sehingga dapat dikatakan, basis tulang
rahang atas dan bawah berada dalam hubungan normal.

2
Gambar 1.2 (a) Bibir tidak kompeten pada posisi istirahat
(b) Ketengangan otot pada saat bibir mengatup. Ketebalan
bibir pada bidang B lebih kecil dari bidang A, sehingga
terjadi tarikan otot bibir.

Jika cusp mesiobukal molar pertama rahang atas terletak di antara premolar
kedua dan molar pertama rahang bawah, atau gigi-gigi bawah berada pada posisi
distal gigi-gigi rahang atas, maka disebut kelas II atau distoklusi. Jika tonjol
mesiobukal molar pertama rahang atas terletak pada distobukal gigi molar pertama
rahang bawah atau berada di antara molar pertama dan molar kedua rahang bawah,
maka disebut kelas III atau mesioklusi.
Tiga jenis maloklusi tersebut diilustrasikan pada Gb. 1.3. Jika gigi-gigi
terletak baik, selaras dalam lengkung masing-masing, hubungan anteroposterior
dari rahang biasanya dapat ditentukan dengan mudah. Penilaian yang paling akurat
dari hubungan rahang, dapat ditentukan dengan radiografi, dan bukan hanya dari
cetakan gigi. Cetakan gigi hanya merupakan gambaran hubungan anteroposterior
antara rahang atas dan rahang bawah. Bentuk rahang atas yang retrusif atau
protrusif tidak bisa dipastikan dari cetakan saja.

3
Gambar 1.3 kiri ke kanan: (a) Profil jaringan lunak maloklusi Angle kelas I, II, dan III;
(b) Relasi molar dan insisif maloklusi Angle kelas I, II, dan II.

Inklinasi Insisif
Inklinasi gigi insisif tidak dapat diamati dari cetakan gigi. Derajat inklinasi
gigi insisif yang terbentuk pada cetakan gigi bisa menipu karena inklinasi insisif
pada cetakan gigi diukur dari dasar model yang berbeda dengan kondisi dasar
rahang sebenarnya.
Pada ilustrasi dua cetakan gips gigi rahang bawah yang berasal dari pasien
yang sama (Gb. 1.4), didapatkan efek cetakan gigi yang berbeda pada dasar
basisnya. Jika menilai inklinasi gigi insisifdari dasar basis, pada Gambar 1.4a insisif
terlihat lebih vertikal, sedangkan insisif yang sama pada Gambar 1.4b tampak lebih
miring ke arah labial.

4
Gambar 1.4 (a) Penempatan cetakan gigi dengan dasar basis gips sejajar dengan bidang oklusal
(b) Penempatan cetakan gigi dengan dasar basis gips lebih keatas dari bidang oklusal

Kemiringan gigi insisif dapat ditentukan dari satu set cetakan gigi yang
diartikulasikan. Cetakan gigi hanya memberikan gambaran hubungan antero-
posterior rahang satu terhadap lainnya, tetapi tidak dapat menunjukan kelainan
maksila & mandibula retrusif atau protrusif. Oleh karena itu, untuk mendiagnosis
suatu kasus maloklusi tidak bisa dilakukan hanya dengan analisis cetakan gigi saja,
tetapi perlu adanya analisis radiografi sefalometri.

Pentingnya Differential Diagnosis pada maloklusi Klas II dan Klas III


Terdapat kesalahpahaman berhubungan dengan kelainan maloklusi Kelas II
divisi 1 yang dapat “dikoreksi” dengan penarikan semua gigi secara intermaxilar.
Efek yang diharapkan dari penarikan tersebut adalah semua gigi rahang atas
bergerak ke distal dan gigi pada rahang bawah bergeser maju sampai gigi-gigi pada
kedua rahang beroklusi menjadi oklusi Kelas I atau neutroklusi. Teori ini tidak
memberikan hasil yang serupa pada kenyataannya.
Efek dari penarikan intermaxilar gigi pada displasia rahang anteroposterior
tergantung pada beberapa faktor seperti tingkat keparahan displasia, durasi dan arah
aplikasi gaya, usia, serta pola pertumbuhan tiap individu. Pengaruh perawatan gigi
pada tiap penderitasangat bervariasi meskipun prosedur perawatannya hampir
sama. Penyebab terjadinya variasi dari efek perawatan adalah pola pertumbuhan
individu itu sendiri.
Efek yang ditimbulkan selama fase pergerakan gigi intermaksilar ini
bergantung pada keadaan dentoalveolar. Efek sekunder dari fase pergerakan gigi

5
tersebut adalah adanya gigi insisif rahang atas dan gigi molar rahang bawah yang
menyebabkan terjadinya tipping ke bidang oklusal anterior rahang bawah, sehingga
meningkatkan dimensi vertikal wajah bagian bawah. Selain itu, jika kekuatan itu
diterapkan dengan kekuatan yang besar dan secara terus menerus dapat
menyebabkan gigi insisif rahang bawah bergerak berlebihan ke arah labial.
Efek sekunder dari pergerakan intermaksilar dapat diminimalkan hingga
tingkat tertentu, dengan mengurangi sudut kemiringan dari gaya elastis
intermaksilar, menggunakan high-pull headgear gigi seri rahang atas dan / atau
geraham, atau menambahkan kekuatan torsi untuk brackets yang melekat pada gigi.
Prosedur perawatan secara umum tidak dapat digunakan dan diterapkan
untuk semua maloklusi kelas II atau kelas III. Penerapan prosedur secara umum
mungkin dapat menunjukkan oklusi yang tampak normal pada hasil cetakan gigi,
namun hasil yang sebenarnya pada pasien mungkin berbanding terbalik. Tidak
mungkin untuk mengevaluasi hasil perawatan hanya dari cetakan gigi saja. Cetakan
gigi tidak menghasilkan informasi yang berkaitan dengan sejauh mana terjadi
displasia pada anteroposterior (atau vertikal) rahang, inklinasi aksial gigi seri,
angulasi bidang oklusal, atau keseimbangan jaringan lunak kontur wajah. Meskipun
didapatkan cetakan gigi dengan hasil oklusi yang normal pada akhir perawatan,
profil jaringan lunak yang terbentuk mungkin tidak seimbang karena prosedur
perawatan yang kurang tepat.
Penelitian tentang cetakan gigi sendiri tidak memberikan informasi yang
memuaskan mengenai hubungan anteroposterior (atau vertikal) rahang atas dan
rahang bawah atau status anteroposterior rahang di kompleks skeletal kraniofasial.
Kedua faktor tersebut penting untuk diagnosis dan perencanaan perawatan dari
semua kasus ortodontik. Menjelaskan tentang masalah ini, perawatan untuk pasien
dengan maloklusi Kelas II divisi 1 yang disertai prognatisme pada rahang atas akan
terfokus pada retropositioning gigi-gigi seri rahang atas (Gb. 1.5 dan 1.6).

6
Gambar 1.5 Maloklusi klas II Gambar 1.6 Perawatan yang tepat,
divisi I. Maksila prognati dan dimana dilakukan retraksi maksila
insisif protrusi. Mandibula posisi dan insisif, sehingga garis S-Line
normal.
dengan bibir berhimpit (normal).

Pilihan perawatan yang sama pada kasus maloklusi Kelas II divisi 1 disertai
mandibula yang retrusif dan maksila normal tidak dibenarkan karena dapat
membuat rahang atas yang normal menjadi retroposisi dan beroklusi dengan
mandibula yang retrognati sehingga meskipun inklinasi dan oklusi normal, profil
wajah cenderung rata atau cekung (Gb. 1.7 dan 1.8).

Gambar 1.7 Maloklusi klas II divisi Gambar 1.8 Perawatan yang tidak
I. Maksila normal dan mandibula tepat, dimana dilakukan retraksi
retroposisi. gigi maksila sehingga garis S-Line
jauh lebih kedepan dari bibir.

7
Prinsip yang sama berlaku untuk koreksi maloklusi Kelas III atau
prognatisme mandibula. Pada kasus dengan pertumbuhan maksila yang tidak
maksimal, protraksi maksila akan menjadi terapi pilihan dibandingkan dengan
retraksi mandibula. Oleh karena itu, sangat perlu untuk mengidentifikasi rahang
mana yang mengakibatkan maloklusi tersebut. Selain itu, karena jaringan lunak
menutupi permukaan gigi insisif, kontur wajah pada regio tersebut secara langsung
dipengaruhi oleh kemiringan gigi insisif. Kontur profil wajah dapat dipertahankan,
disesuaikan, atau diubah dengan memantau posisi dan inklinasi aksial dari gigi
insisif selama perawatan ortodontik.
Gambar 1.9 adalah analisa pasien di mana jaringan lunak yang menutup
gigi-geligi secara harmonis dan seimbang tidak sebaiknya dirawat ortodontik.
Gambar 1.10, di sisi lain, adalah analisa pasien yang profil wajahnya terpengaruh
oleh protrusi dari gigi seri rahang atas dan bawah, yang menyebabkan bibir menjadi
lebih maju. Koreksi Ortodontik membutuhkan pencabutan gigi seri, yang akan
meningkatkan kontur bibir secara bersamaan. Sebagai panduan untuk menilai bibir
yang terletak menonjol (prominence), bibir normal seharusnya terletak mendekati
garis yang bersinggungan dengan dagu dari batas tengah bawah hidung yang biasa
disebut dengan S-Line(Steiner Line). Pencabutan pada rencana perawatan yang
tidak seharusnya menggunakan ekstraksi dapat menyebabkan profil menjadi
cekung atau datar (Gb. 1.11).

Gambar 1.9 Keseimbangan Gambar 1.10 Profil wajah


wajah baik dengan bibir cembung karena protrusi insisif
bersinggungan dengan S-Line. pada maksila dan mandibula.

8
Gambar 1.11 Profil wajah
cekung. S-Line terlalu jauh
didepan bibir.

Gambar 1.12 Proporsi tubuh bayi (kiri) jauh


berbeda dari tubuh dewasa
(kanan).

Pertumbuhan dan Maturasi


Secara konvensional, pertumbuhan dianggap sebagai pertambahan ukuran.
Pemikiran ini kurang tepat, karena jika memang demikian, bayi akan tumbuh
seperti balon yang mengembang, dan orang dewasa hanya akan menjadi versi bayi

9
dalam ukuran besar. Salah satu cara untuk menguji kebenaran tersebut adalah
dengan mengamati tengkorak bayi dan membandingkannya dengan yang orang
dewasa dan akan didapatkan perbedaan yang sangat jauh berbeda (Gambar 1.12).
Tengkorak dari bayi kira-kira tujuh kali lebih besar dari wajah. Sebaliknya, rasio
tengkorak dan wajah pada orang dewasa adalah sekitar 3: 1 karena pertumbuhan
wajah yang lebih besar.
Hal yang sama juga tampak pada perbandingan proporsi tubuh bayi dan orang
dewasa. Tinggi bayi adalah sekitar 25% dari orang dewasa. Jika pertumbuhan
hanya merupakan pertambahan ukuran, kepala bayi akan tidak proporsional yaitu
lebih besar dari anggota badan lainnya. Kepala bayi, misalnya, merupakan
seperempat dari berat total.Saat masih janin, kepala berukuran hampir 50% dari
total panjang tubuh. Kepala orang dewasa berukuran seperdelapan dari tinggi
dewasa. Akibatnya, meskipun kepala bertambah besar, namun ukuran kepala
tersebut relatif berkurang dibandingkan dengan pertambahan ukuran tubuh
(diferensial pertumbuhan). Berbeda dengan kepala, kaki relatif bertambah panjang
35% pada bayi dan sekitar 50% pada orang dewasa.perbedaan tingkat pertumbuhan
organ dan struktur lain di dalam tubuh mempengaruhi proporsi normal orang
dewasa.

Gambar 1.13 Tingkat pertumbuhan limfoid, saraf,


umum, dan genital.

10
Sejauh ini telah dibahas dua aspek pertumbuhan, yaitu: pertambahan ukuran
dan diferensial pertumbuhan. Yang merupakan faktor ketiga adalah: pertumbuhan
juga bias berupa penurunan dalam ukuran (pertumbuhan negatif). Sebagai bagian
dari pertumbuhan normal, berbagai struktur dan jaringan tubuh menjadi lebih kecil
setelah masa remaja. Misalnya massa limfoid seperti adenoidal atau jaringan tonsil,
timus, usus, dan sebagian besar organ yang terdiri dari jaringan limfoid.
Ketiga aspek ini diilustrasikan dalam kurva pertumbuhan Scammon, yang
menunjukkan pertumbuhan dari empat sistem jaringan utama tubuh (Gambar 1.13).
Besar pertumbuhan pada setiap rentang usia dinyatakan sebagai persentase dari
pencapaian dewasa di usia 20 tahun. Perhatikan kurva untuk jaringan limfoid.
Kurva ini mencapai hampir 200% dari ukuran dewasa pada usia 12 tahun dan
kemudian mengalami penurunan tajam menjadi 100% saat dewasa. Dalam kurva
limfoid, yang menunjukkan penurunan ukuran, kurva pertumbuhan untuk jaringan
saraf, tubuh secara umum, dan organ seks menunjukkan sebaliknya.
Kurva pertumbuhan saraf, yang mewakili otak, sumsum tulang belakang, dan
bola mata, dengan cepat mencapai ukuran akhir. Otak telah mencapai sekitar 90%
dari ukuran dewasa pada saat seorang anak berusia 6 tahun. Kurva pertumbuhan
untuk tubuh umumnya berlangsung lebih lambat dan tidak mencapai 100% sampai
mendekati usia dewasa. Kurva kelamin menunjukkan bahwa organ seks primer dan
sekunder pada dasarnya tidak menunjukkan perubahan dalam ukuran sejak sekitar
2 tahun sebelum usia remaja, namun setelah itu baru terdapat peningkatan pesat,
yang mengarah ke pencapaian dewasa. Ketiga aspek pertumbuhan tersebut merujuk
baik pada perubahan dimensi atau volumetrik dalam jaringan, organ, maupun
struktur tubuh.Oleh karena itu pertumbuhan merupakan fenomena kuantitatif. Hal
ini mudah diukur, baik dengan linear ataupun skala volumetrik. Tengkorak dapat
dibagi menjadi dua struktur utama: tengkorak dan bagian wajah. Bagian wajah
terdiri dari hidung, rahang atas, rahang bawah dan bagian dentoalveolar tengkorak
(Gambar 1.14). Pertumbuhan otak atau calvarium berkolerasi dengan pertumbuhan
otak itu sendiri, sedangkan pertumbuhan tulang wajah atau pengunyahan mengikuti
pertumbuhan somatik.

11
Gambar 1.14 Area anatomis:
A=cranial area; B=nasal area;
C=maxillary dental area; D=
mandibular dental area.

Gambar 1.15 Pada bayi baru lahir, ukuran tempurung kepala


delapan sampai sembilan kali lebih besar dari bagian wajah,
sedangkan ukuran wajah dewasa sekitar 50% dari besar
tempurungnya.

Pada bayi yang baru lahir, ukuran tempurung kepala delapan sampai sembilan
kali lebih besar dari bagian wajah. Ukuran ini berubah hingga mencapai wajah
dewasa yaitu sekitar 50% dari ukuran tempurung kepala, seperti yang jelas terlihat
pada Gambar 1.15. Perbedaan dalam tingkat pertumbuhan tetap ada meskipun
tulang tengkorak dan wajah berada dalam daerah yang kontak satu dengan lainnya.
Wilayah atau daerah kontak antara tengkorak dan tulang dentofasial, sebelumnya
disebut sebagai zona hafting, sekarang dikenal sebagai basis kranial. Tulang
pembentuk dasar tengkorak adalah bagian basilar dari tulang occipital, sphenoid,
dan ethmoid. Aspek intrakranial mengikuti pertumbuhan saraf dan bagian wajah
mengikuti kurva pertumbuhan umum. Pada individu berkembang, basis kranial
digunakan untuk menilai perubahan yang terjadi di kompleks dentofacial.

12
Maturasi merupakan pasangan dari pertumbuhan. Istilah ini sering digunakan
untuk menunjukkan kematangan atau ketidakmatangan perilaku sosial. Dalam
lingkungan biologi, maturasi mengacu pada tumbuhnya jaringan baru, organ, dan
struktur yang berlangsung secara teratur dan dapat diprediksi sepanjang hidup
organisme.
Gambar 1.16 menunjukkan dengan jelas sifat dan pentingnya maturasi.
Kedua anak laki-laki tersebut berusia 13 tahun: satu anak mengalami hambatan
perkembangan karena kekurangan hormon tiroid (kretinisme) dan akibatnya
memiliki fisik seperti bayi. Kekurangan hormon tiroid menyebabkan terjadinya
perubahan kualitatif yang mengenai sistem tubuh secara keseluruhan.

Gambar 1.16 Perbedaan maturasi ditunjukan dengan


membandingkan pertumbuhan dari anak yang Athyrotic dengan anak
yang maturasinya sesuai dengan pola normal.

Pada sistem skeletal, selama rentang kehidupan, dihasilkan 806 discrete bone
centers. Saat lahir, kerangka terdiri dari 270 tulang. Pada anak-anak jumlahnya
meningkat menjadi 443 kemudian cenderung berkurang saat usia dewasa muda
hingga berjumlah 206 dan terus menurun sampai usia tua, menjadi kurang dari 200
tulang. Dengan demikian jumlah tulang bervariasi sesuai dengan tingkat maturasi;
saat beberapa bone centers menyatu bersama, beberapa lainnya tidak. Radiografi

13
pada pergelangan tangan sering digunakan untuk menentukan umur tulang dari
seseorang. Tangan bayi yang baru lahir mempunyai susunan tulang berstruktur
sederhana yang berjumlah banyak. Pada anak yang berusia lebih tua, tangan
memiliki struktur yang lebih kompleks sebagai akibat dari penambahan beberapa
bone centers yang baru. Bahkan, dari lahir sampai berusia 6 tahun, 28 bone centers
bertambah di tangan dan pergelangan tangan. Sebenarnya, ada 21 tulang di tangan
dan pergelangan tangan saat lahir, 49 pada usia 12 tahun, dan 31 di usia dewasa
muda.
Tulang frontal pada kepala bayi baru lahir terdiri dari dua tulang; fontanela
anterior terletak diantara dan di belakang dua tulang tersebut. Pada dewasa muda,
tulang frontal menjadi satu dan fontanel tertutup sebagai akibat dari pertumbuhan
tulang yang berdekatan. Maturasi adalah perubahan kualitatif yang tidak dapat
diukur, dan bertambah dari bayi sampai usia tua. Maturasi dari setiap sistem tubuh
mengikuti urutan yang dapat diprediksi. Tulang tidak tumbuh begitu saja atau
dengan cara yang tidak menentu; sebaliknya, tulang tersebut tumbuh bergilir satu
sama lain dengan baik dan tertib. Apabila seseorang telah mencapai tingkat
maturasi tertentu, ia tidak bisa mengulang kembali. Maturasi tidak bisa diubah.
Urutan perubahan maturasi tadi terjadi pada semua manusia, tanpa memandang ras
atau jenis kelamin. Karena maturasi adalah fenomena kualitatif dan tidak terukur
dalam satuan dimensi, maka status tersebut ditekankan dari segi usia di mana tiap
individu mencapai tingkat kematangan yang berbeda. Melalui suatu penelitian
dengan populasi besar pada anak-anak dan dewasa, telah ditetapkan suatu standar
untuk menilai tingkat maturasi. Dengan membandingkan timbulnya jaringan baru,
kita dapat mengevaluasi seberapa cepat atau lambat kematangan seseorang
menjadi stabil dan apakah tingkat kematangannya terlambat atau justru terlalu
cepat.
Variasi waktu maturasi untuk mencapai kestabilan telah diketahui
sebelumnya, dan dapat diperkirakan dengan waktu. Sedangkan pada pertumbuhan,
titik akhir tidak diketahui, tetapi pertambahan ukuran dapat diukur dengan skala
dimensi. Sebuah aspek penting dari pola pertumbuhan, atau proses maturasi adalah
suatu hal yang dapat diprediksi. Perubahan pola pertumbuhan, seperti munculnya
jaringan baru, merupakan bagian dari proses maturasi. Urutan terjadinya maturasi

14
ini dapat diprediksi dan diukur dengan cara membandingkan kondisi saat ini dengan
sebelumnya untuk kelompok pada populasi tertentu.
Aspek penting kedua dari maturasi adalah bahwa maturasi bervariasi pada
setiap individu. Setiap orang berbeda proses pertumbuhannya. Pola perkembangan
individu tidak dapat dikatakan normal atau abnormal; hal tersebut mungkin hanya
merupakan pola variasi biasa (variabilitas normal). Kisaran variabilitas ditentukan
dengan mengukur kelompok besar anak-anak pada usia pertumbuhan. Daripada
menggolongkan individu normal atau abnormal, perlu dipikirkan istilah
penyimpangan dari pola biasa dan untuk melihat variabilitas secara kuantitatif.
Misalnya, sejauh mana anak menyimpang dari rekan-rekan nya pada pertumbuhan
grafik standar? Gambar 1.17 adalah contoh dari grafik tinggi dan berat badan untuk
anak laki-laki dan perempuan. Seorang individu yang berada di titik tengah dari
distribusi normal akan terletak pada garis 50% dari grafik. Anak yang besarnya
lebih dari 90% populasi akan terletak di atas garis 90%; anak yang lebih kecil dari
10% populasi akan terletak di bawah garis 10%. Individu yang berada di luar
rentang 2% atau 98% (rentang A4 atau B4) harus dipelajari terlebih dahulu sebelum
dinyatakan mengalami penyimpangan yang ekstrim dari populasi normalnya.
Pertumbuhan anak harus di plot sepanjang garis persentil yang sama pada semua
umur dalam grafik pertumbuhan. Jika posisi persentil menunjukkan perubahan
yang nyata, diduga ada kelainan pertumbuhan dan diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut.

15
Gambar 1.17 Persentase pertumbuhan fisik anak laki-laki (kiri) dan anak perempuan (kanan) dari
umur 2-20tahun. Didapat dari National Center for Health Statistics.

Tingkat pertumbuhan dan/atau maturasi berbeda pada tiap individu dan


menurut jenis kelamin. Skeletal, gigi, fisiologis, emosional, dengan usia pada
individu tidak selalu sama. Seorang anak 12 tahun mungkin memiliki gigi seperti
anak pada usia 9 tahun, secara fisik besar, dan memiliki usia emosional seperti
kurang dari 10 tahun. Anak perempuan rata-rata mencapai menarche pada umur 13
tahun, 5 bulan, terlepas dari kronologi usia. Dua pertiga dari anak perempuan mulai
menstruasi dalam waktu 5 bulan dari periode tersebut. Anak perempuan di usia
yang sama dapat menunjukkan rentang perbedaan 20 bulan pada masamenarche.
Oleh karena itu, dengan mengetahui usia tubuh, kita dapat memprediksi waktu
menarche dua kali lipat lebih akurat dibanding yang mungkin didapat hanya dari
mengetahui usia kronologi.
Periode pertumbuhan tercepat pada manusia terjadi pada tahun pertama
postnatal. Selama 7 bulan pertama setelah kelahiran, laju pertumbuhan anak laki-
laki sedikit lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Pada titik ini, ada reversal

16
pada tingkat pertumbuhan, yang berlangsung sampai usia 4 tahun. Sejak saat itu
sampai pubertas, kecepatan untuk anak laki-laki tumbuh sama seperti pada anak
perempuan. Rata-rata anak laki-laki lebih tinggi dari anak perempuan sampai
pubertas. Pada masa pubertas, pola pertumbuhan berubah drastis. Ketika mereka
berumur 10 sampai 11 tahun, anak perempuan mulai melonjak tinggi dan dalam
waktu yang singkat dapat melebihi anak laki-laki, yang biasanya baru memulai
lonjakan pertumbuhan mereka pada usia 12 sampai 13 tahun. Percepatan
pertumbuhan selama masa pubertas berlangsung 2 sampai 2,5 tahun pada kedua
jenis kelamin. Perlambatan pertumbuhan pubertas dimulai pada usia 13 tahun pada
sebagian besar anak perempuan, dan 15 tahun pada anak laki-laki. Pertumbuhan
sepenuhnya berhenti pada usia 17 sampai 19 tahun pada anak perempuan, tetapi
dapat terus berlangsung pada anak laki-laki sampai usia dua puluh tahun.

17
Bab
2

20 Abad Sefalometri

Manusia telah mempelajari ilmu tentang peradabannya sejak dahulu dan


secara berkelanjutan, sesuai dengan pedoman bahwa terdapat hubungan yang erat
antara aspek spiritual dan fisik. Pada tahapan awal, variasi hubungan antar manusia
ditentukan oleh penilaian secara Physiogonomy dimana penilaiannya banyak
melibatkan aspek emosional.
Menurut sejarah, bentuk tubuh manusia sejak lama telah diukur untuk
berbagai alasan.Salah satunya bertujuan untuk mengabadikan bentuk diri melalui
pahatan patung, ataupun lukisan. Selain itu, untuk meneliti hubungan antara bentuk
tubuh manusia dengan kesehatannya, temperamen, sikap dan kebiasaannya.
Ortodontist, Dokter Bedah Mulut dan Maksilofasial serta Dokter Bedah
Plastik telah berkontribusi dalam penelitian terhadap bentuk wajah dan profil
manusia, mereka menemukan panduan yg digunakan dalam merekonstruksi
kelainan-kelainan fasial dan koreksi maloklusi. Batasan-batasan dari masing-
masing bidang studi tersebut telah ditentukan, termasuk usaha untuk menguraikan
cara merubah pola perilaku seseorang.

Mengklasifikasikan Bentuk Fisik


Pada tahun 500 SM, seorang ilmuwan dari Yunani, sekaligus bapak dari
ilmu kedokteran, Hippocrates, menggolongkan bentuk tubuh manusia menjadi dua
jenis: 1. Phthisicus habitus dengan bentuk tubuh tinggi dan kurus, dengan resiko
penyakit tuberkulosis, dan 2.Apoplecticus habitus, dengan bentuk tubuh pendek dan
gemuk, merupakan individu rentan terhadap penyakit pembuluh darah dan

18
apoplexy. Kemudian studi tersebut dilanjutkan oleh Aristoteles (400 SM), Galen
(200 M) dan terakhir Rostan (1828), yang merupakan peneliti pertama yang
menyertakan massa otot sebagai bagian dari komponen fisik. Menurut Viola (1909)
terdapat tiga jenis morfologi. Kretschmer (1921) berpegang pada tiga istilah
Yunani: the pyknic (tubuh yg padat), asthenic (tanpa kekuatan) dan atletik.
Kretschmer juga menyertakan jenis fisik displastik yang kemudian digunakan
kembali oleh Sheldon pada tahun 1940.
Pada abad 20, Sheldon memperkenalkan metode somatotyping, berdasarkan
tiga komponen fisik. Masing-masing komponen dinilai dengan skala tujuh poin
yang berkelanjutan dan dinyatakan oleh tiga digit angka yang disebut somatotype.
Tingkat displasia di lima bagian tubuh juga termasuk didalamnya. "Displasia secara
harfiah merupakan bentuk yang buruk. Menurut Carter dan Heath, somatotyping,
displasia mengacu kepada ketidakharmonisan atau distribusi yang tidak merata dari
sebuah komponen atau beberapa komponen yang terdapat dalam beberapa bagian
tubuh yang berbeda.
Carter Dan Heath membagi bentuk tubuh manusia menjadi 3 golongan
somatotip yaitu bentuk tubuh yang relatif gemuk atau endomorfik, bentuk tubuh
yang relatif memiliki ketahanan muskuloskeletal yang baik atau mesomorfik, dan
relatif kurus, atau ektomorfik. Somatotip kemudian dipakai sebagai penilaian
kuantitatif untuk keseluruhan bentuk tubuh dan komposisinya, sebuah identifikasi
antropologi meruapakan deskripsi yang sangat berguna untuk tubuh manusia.Heath
dan Carter juga mempelajari secara mendalam instruksi Sheldon tentang
somatotyping dan menyempurnakan metode tersebut dengan memperkenalkan
modifikasi yang dirancang untuk menghindari keterbatasan sistem Sheldon.
Komponen temperamen menurut Sheldon; viscerotonia, somatotonia, dan
cerobrotonia, mengemukakan bahwa perilaku seseorang umumnya berhubungan
dengan ciri fisiknya. Dengan skala tujuh poin untuk setiap komponen somatotipnya,
terdapat distribusi yang luas dari ciri fisik termasuk dalam nilai rata-rata sekitar tipe
4-4-4 ;sehingga hubungan yang semestinya erat antara somatotip dan
temperamen/perilaku menjadi lemah. Meskipun demikian, dalam banyak kasus,
pengetahuan umum pun dapat mengenali ciri-ciri perilaku yang dominan, dan
informasi tersebut dapat memberikan pemahaman tentang sifat seseorang pada

19
umumnya.Hal ini menjadi relevan dalam perawatan ortodontik. Dengan
mengetahui gambaran mengenai karakter pasien, ortodontis dapat mengetahui
ekspektasi dan sejauh mana kontribusi perawatan yang bertujuan untuk kesehatan
dirinya sendiri, dan bahkan pemahaman mereka serta kesediaan untuk menerapkan
disiplin dan kerja sama yang diperlukan untuk mendapatkan hasil perawatan yang
maksimal.

Gambar 1.1 Lukisan Di Lucio Vitruuio Pollione. De


erchtectura libri dec. (1521), artist Vitruvius
Pollio

PENGUKURAN DAN PROPORSI


Awal sejarah - Kanon
Penggambaran bentuk tubuh manusia tidak hanya memerlukan
keterampilan artistik dan kemampuan teknis tetapi juga disiplin dan gaya yang
stabil. Untuk memastikan ketentuan ini, ketika memulai dan melaksanakan

20
penggambaran para raja dan dewa, orang Mesir kuno mengembangkan sistem
kuantitatif yang rumit yang mendefinisikan proporsi dari tubuh manusia.Ini dikenal
sebagai sistem kanon.
Teori proporsi, menurut Panofsky, adalah sistem penyusunan hubungan
secara matematis antara berbagai anggota makhluk hidup, khususnya manusia,
yang sejauh ini dianggap sebagai subjek yang dapat direpresentasikan secara
artistik. Hubungan secara matematis dapat dinyatakan dengan pembagian dari
keseluruhan maupun oleh perbanyakan bagian bagiannya; upaya untuk
menentukannya dapat dipandu oleh naluri keindahan dan juga oleh suatu
kepentingan standar, atau oleh kebutuhan untuk menciptakan sebuah ketentuan;
dan, yang terpenting, proporsi dapat ditemukan dengan mengacu kepada objek yang
mewakili.
Kanon digambarkan dengan kepala, kaki bawah dan kaki atas pada profil
dan batang tubuh dilihat dari depan. Unit pengukuran menentukan ketinggian
manusia, serta menentukan bagian anatomi seperti lutut, batang, poros, dan bahu,
adalah panjang kaki (Gb. 2.1). panjang Kaki bawah adalah 2/ 5 dari panjang kaki.
Garis horisontal ditarik tegak lurus vertikal yang membagi tubuh menjadi dua
bagian. Kanon kemudian masuk ke dalam sistem grid dengan kotak yang berukuran
sama, dan 18 garis horisontal, dengan 18 garis digambar melalui garis rambut (Gb.
2.2).
Proporsi tubuh manusia diukur dengan penggaris pengukur "ell", diciptakan
pada tahun 3000 SM, Panjangnya menunjukan jarak dari siku ke ibu jari terentang
(448,8 mm) dan termasuk tanda-tanda untuk kepalan tangan, pergelangan tangan,
dan jari-jari yang direntangkan. penandaan tersebut memiliki fungsi praktis –yakni
berhubungan dengan lengan dan tangan para pekerja yang menciptakan gambar-
gambar dan patung-patung tersebut.
Penerapan sistem kanon dalam seni Mesir yaitu, penggambaran subjek
secara proposional, diciptakan dari pengukuran standar tubuh, terlampir dalam
sistem grid dari 22 garis horizontal, dengan garis ke 21 ditarik melalui kelopak mata
atas (Gb. 2.3).

21
Gambar 2.1 Gambar 2.2

Gambar 2.3 Gambar 2.4

Setelah gambaran manusia dibuat pada daun papirus, norma ikonografi,


atau kanon, dipergunakan untuk memasukkan gambaran tersebut ke dalam jaringan
kotak yang sama (Walaupun terdapat baris dalam jaringan tersebut yang bertumpuk
dengan gambar organ penting lainnya dalam tubuh). Gambar tersebut dapat
ditampilkan pada pusara makam atau di dinding, dalam ukuran yang dibutuhkan,
dengan terlebih dahulu menggambar sistem koordinat dengan ukuran yang
tepat;.gambar kemudian bisa dengan mudah dibuat kembali dengan akurat.
Prosedur ini dikenal sebagai mise au correou, dan masih umum digunakan untuk
memperbesar atau memperkecil ilustrasi apapun.
Banyak contoh karya seni Mesir juga menggambarkan bahwa tiga kotak
jaringan teratas yang dibagi oleh garis-garis horizontal menjadi lima bagian, untuk
membantu menggambar wajah secara rinci dan akurat. Sistem hubungan

22
proporsional sangatlah berguna, untuk membuat patung dari balok batu atau
marmer (Gb. 2.4).
jaman Yunani klasik menolak sistem Mesir yang kaku yang dalam
menciptakan gambar dari sosok manusia .Dalam seni Mesir, teori proporsi lebih
berarti daripada subjek.Orang-orang Yunani,membutuhkan kebebasan untuk
memperhitungkan dimensi pergeseran dari gerakan organik dan penggambaran
relatif bagian atas patung terhadap bagian bawahnya (misalnya, kaki panjang dan
tubuh bagian atas yang pendek, terlihat jelas ketika berdiri di dekat patung yang
dibangun di atas basis).
Konsep Mesir tidak diarahkan kepada variabel, tetapi bersifat konstan, tidak
menuju simbolisasi yang penting dari jaman sekarang tetapi menuju realisasi dari
keabadian dan bersifat abadi.Sebaliknya, patung Yunani dibangun untuk
memperingati kehidupan manusia.Karyaseni Yunani berada di dalam lingkup
idealistis estetika.Namun bagi bangsa Mesir, hal itu tetap berada di alam realitas
magis.
Ikonometri India, dipelajari secara berkelanjutan oleh Ruelius, disebarkan
melalui literatur berbahasa Sansekerta dan diulas secara berkelanjutan dalam
literatur-literatur atau pada arsitektur bangunan India. Kanon proporsional dari
sistem tersebut telah dibahas secara detil dalam sumber-sumber terdahulu dan tidak
berubah secara material seiring dengan berjalannya waktu. Tinggi wajah digunakan
sebagai modul oleh system proporsional Sariputra dan Alekhyalaksana, yang
mencerminkan hubungan alami bagian tubuh yang erat satu sama lain. Sistem
Sariputra, 1200 M, dikenal karena pembuatan patung-patung Buddha (Gb. 2.5
sampai 2.9). Sistem sariputra mengandung 139 instruksi tertulis yang sangat
spesifik untuk memastikan ketelitian sampai rincian terkecil selama pelaksanaan
pembuatan patung Buddha.

23
Gambar 2.5 Gambar 2.6

Gambar 2.7

Gambar 2.8 Gambar 2.9

Variasi catatan ikonometrik budha yang telah diterjemahkan dalam bahasa


tibet sudah dimodifikasi sudah dibagi serta diadopsi dan bahkan disaring sesuai

24
dengan seni Tibet. sistem Indian juga mencapai Burma tetapi telah dimodifikasi
ukurannya
Dalam kekaisaran Bizantium, bentuk persegi panjang kanon digantikan oleh
skema tiga lingkaran konsentris, dengan panjang hidung sebagai lingkaran untuk
menggambar dua lingkaran berturut-turut. Lingkaran kecil sebagai tempat untuk
alis dan pipi. Lingkaran kedua, dengan radius dua panjang hidung, mendefinisikan
pengukuran luar kepala, termasuk rambut dan batas bawah wajah. Lingkaran terluar
memotong melalui lubang tenggorokan dan membentuk lingkaran (Gb. 2.10)

Gambar 2.10

Era Renaissance Abad ke-20


Pada abad kelima belas pemiikiran artistik, konsep, serta teknik
dicontohkan dengan oleh prestasi Leonardo da Vinci (1459-1519) dan Albrecht
Dorer (1471-1528). Warisan Leonardo da Vinci sebagai seorang seniman dan
lengkungan eksponen dari High Renaissance disampaikan melalui lukisan The Last
Supper dan Mona Lisa. Gambarnya termasuk studi tentang proporsi wajah (Gb. 3.1)
dan proyeksi sistem koordinat pada wajah seorang penunggang kuda (Gb. 3.2).
Kedua contoh menunjukkan adanya preferensi untuk analisa proporsional, dan
harus diingat bahwa setiap wajah yang digambarkan adalah dalam posisi Natural
Head position.

25
Gambar 3.1 Gambar 3.2

Albrecht Durer adalah seorang seniman yang luar biasa produktif dan
memiliki keahlian besar, serta seniman pertama dan ilmuwan seni termasyhur
dalam dalam seni visualNorth Renaissance.Durer adalah pengamat yang sabar
meniliti rincian seni dan terpikat oleh garis ukiran tembaga.studi lanjutan Durer
pada perspektif proporsi manusia tiada bandingnya sampai saat ini; pada
kenyataannya, empat buku Durer tentang proporsi manusia "menandai klimaks
yang belum pernah dicapai oleh teori proporsi sebelumnya atau bahkan untuk
selamanya."
Menggunakan metode geometris, Durer memberikan analisa proporsional
tentang wajah leptoprosopic (panjang) dan wajah euryprosopic yang (luas) dalam
sistem koordinat, di mana garis horizontal dan vertikal yang ditarik melalui titik
atau fitur wajah yang sama (Gb. 3.3). Metodenya yang berupa tiga dimensi dan
proporsi konversi wajah diperlihatkan pada Gambar 3.4.
Selain sistem koordinat, Dorer memanfaatkan dua garis - satu diambil dari
dahi lalu menyinggung hidung, lalu menyinggung dagu dan bagian atas bibir yang
bersama-sama menghasilkan konfigurasi karakteristik berupa segitiga garis profil
atau "sudut wajah " (Gb. 3.5).

26
Gambar 3.3 Gambar 3.4

Gambar 3.5

Gambaran Durer ini membuktikan adanya upaya berkelanjutan untuk


menentukan variasi morfologi wajah. Satu gambar sangat signifikan dianggap
sebagai kunci untuk evolusi analisa sefalometri seperti yang dikenal sampai saat
ini. Di dalamnya, perbedaan antara profil wajah retroklinasi dan proklinasi

27
ditunjukkan oleh perubahan sudut antara sumbu vertikal dan sumbu horisontal dari
sebuah sistem koordinat berbentuk empat persegi panjang, untuk menggambarkan
konfigurasi wajah setiap subjek. Dengan demikian, satu sudut menjadi kunci untuk
mengungkapkan perbedaan dalam pembentukan wajah antara dua individu (Gb.
3.6).

Gambar 3.6

Petrus Camper (1722-1789), seorang ahli anatomi. dokter, dan ilmuwan


membuat kajian lanjutan tentang tengkorak. Spesimen tengkorak ini bisa diperoleh
setelah pencarian ekstensif dan usaha keras. Kunci untuk metodologi Camper
adalah untuk orientasi tengkorak di ruang horizontal dari tengah porus akustikus ke
titik di bawah hidung. "Gysel" mempertegas bahwa dua landmark menentukan
bidang horisontal Camper tidak didefinisikan secara pasti, tetapi Camper dipandu
oleh arah prosesus zygomaticus. Dalam sebagian besar ilustrasi nya, horizontal
ditarik melalui spina nasalis anterior.
Garis Horizontal Camper ini menjadi garis panduan untuk pengukuran
sudut untuk mengkarakterisasi tren evolusi dalam studi morfologi wajah dan
penuaan. Karena rata-rata bidang oklusal sejajar, garis horizontal Camper masih
digunakan dalam ilmu prostodontik untuk memperkirakan kemiringan bidang
oklusal untuk pasien edentulous. Karena rata-rata bidang oklusal sejajar dengan
bidang horizontal. Denden telah menerbitkan sebuah laporan penelitian yang
komprehensif tentang Camper dan prestasinya.
D’Archy Thompson mengamati bahwa Camper hanya menarik sumbu
tanpa mengisi jaringan sistem koordinat seperti yang dilakukan Durer.Camper jelas
melihat fakta penting “bahwa satu sudut jelas menggambarkan profil garis

28
karakteristik wajah”.wajah bervariasi secara keseluruhan, tetapi sudut wajah adalah
indeks untuk perubahan bentuk secara umum.
Penelitian tentang Sudut wajah menurut Camper ini , telah diterima sebagai
standar pengukuran dalam ilmu kraniologi. Istilah prognathic dan orthognathic,
diperkenalkan oleh Retsius, terkait ilustrasi Camper tentang bentuk wajah pada
manusia dan primata.Hasilnya, sudut antara garis horizontal dan garis nasion-
prosthion menjadi metode antropologi yang dipercaya untuk menentukan jenis
wajah. Bentuk dari wajah atau rahang relatif maju kedepan daripada dahi disebut
sebagai prognathous dan profil wajah lurus menjadi disebut sebagai orthognathous.
Camper juga menyajikan berbagai variasi perbedaan lain dalam bentuk
wajah dengan membandingkan morfologi tengkorak Simian berekor, orang utan,
dewasa muda ras Afrika asli, dan Kalmuck (Gb. 2.18). Perubahan usia dalam
fisiognomi manusia ditampilkan diawali dengan bayi baru lahir, diikuti oleh anak
berusia sekitar 8 tahun (dilihat dari kelengkapan delapan gigi seri), orang dewasa,
dan orang tua. Perubahan ini menggambarkan peningkatan tinggi wajah bagian
bawah dengan usia, vis-a-vis garis referensi, dan penurunan setelah kehilangan
semua gigi (Gb. 2.19).

Gambar 2-18

Gambar 2.19

Camper juga mempelajari bagian frontal dari orangutan muda, Kalmuck,


penduduk pribumi Afrika, penduduk Eropa, dan wajah Apollo Pythius (Gb. 2.20).
Perbedaan proporsional paling menarik adalah tinggi panjang wajah penduduk asli
Afrika, yang juga dilaporkan baru-baru ini oleh Faustini dengan analisa diagram
mesh (lihat bab 15).

29
Gambar 3.10

Spix (1815) mengusulkan untuk memodifikasi horisontal Camper dengan


menarik garis dari prosthion bersinggungan dengan kondilus oksipital. Karena
kondilus oksipital berada di bawah porus acousticus wajah diputar ke atas
menghasilkan prognatisme wajah sedikit lebih besar (Gb. 2.21).

Gambar 2.20 Gambar 2.22

30
Studi lanjutan Welcker’s (1862) tentang pertumbuhan dan perkembangan
tengkorak manusia memperlihatkan efek dari bermacam-macam manipulasi selama
masa kanak-kanak yang memodifikasi bentuk neurokranium. Welcker juga
memperlihatkan penurunan dan rotasi dari mandibula selama ontogenesis melalui
konfigurasi sebuah konfigurasi segitiga dari basion menuju ke gnation (Gb. 2.23).
Skema segitiga tersebut kemudian akhirnya dimodifikasi menjadi poligon oleh
Hellman untuk menggambarkan pertumbuhan wajah dan untuk menguji perbedaan
antar individual dengan maloklusi Klas II dan Klas III. Setelah Hellman, poligon
digunakan oleh Korkhaus dan kemudian juga digunakan oleh Björk untuk disertasi
doktornya pada “wajah dalam profil”.

Gambar 2.23

Björk mengembangkan metode poligonnya menjadi apa yang disebut


sebuah analisa ruang-bentuk dari tulang wajah. Analisa ini secara jelas
mengilustrasikan konfigurasi wajah di bawah basis tengkorak ke mandibula plane
dan dari sendi temporomandibula ke profil. Gambaran yang didapat dari thesis
doktoralnya secara jelas menggambarkan perbedaan individual pada wajah dari dua
individual dengan oklusi normal, dan wajah dengan bentuk-ruang yang agak aneh
pada individu dengan prognati mandibula dan retrognati basis alveolar maksila.
Selain itu, Thesis tersebut juga menyebutkan bahwa wajah yang terletak dalam
posisi kepala alami. Sayangnya, garis nasion-sella tursica menjadi horizontal pada
laporan selanjutnya, gambaran 3 macam kasus yang menjelaskan konfigurasi
bentuk ruang disajikan dalam Gambar 2.24.

31
Gambar 2-24

Gambar 2.24

Abad 20
Evolusi sefalometri di abad dua puluh secara universal terhubung dengan
publikasi milik Edward Angle tentang klasifikasi maloklusi (1899). Skema ini
menggunakan hubungan antara lengkung maksila dan mandibula., dapat dijelaskan
dengan contoh hubungan cusp antar dua molar pertama permanen sebagai dasar
untuk menentukan jenis maloklusi. Karakterisasi tersebut disajikan sebagai
diagnosis maloklusi dan ditambah dengan aturan non-ekstraksi menurut Angle
sebagai panduan untuk terapi maloklusinya. Tetapi dogma tentang “sekolah baru”
dikritik gagal karena untuk menetukan diagnosis banding dari profil wajah pasien
Klas III dan khususnya maloklusi Klas II seperti yang diperlihatkan pada kasus
cetakan gips dari wajah.
Sebuah konsep nyata dibuat tahun 1951 oleh van Loon. Van Loon
menyatakan untuk mengasilkan sebuah diagnosis yang benar dan rencana
perawatan yang tepat maka diperlukan tiga sistem dimensi untuk mengelompokkan
relasi geligi pada wajah (Gb. 2.25).

32
Gambar 2.26

Selanjutnya van Loon mengembangkan metode dimana gigi dan wajah


dapat dipelajari secara terpisah dalam hubungannya satu dengan yang lain. Metode
ini terdiri dari membuat cetakan sebagian dari dahi, hidung, bibir atas dan
permukaan labial gigi insisif sentral rahang atas, dimana cetakan gigi rahang atas
tersebut dapat dilekatkan. Lalu kunci cetakan positif yang diperoleh dimasukkan ke
cetakan wajah. Masker wajah yang telah terpasang gigi yang disusun dengan
benardilekatkan pada sebuah papan pijakan lalu dimasukkan ke dalam kubus
kranioporus (Gambar 2.26), kubus craniophorus merupakan suatu peralatan yang
digunakan oleh antropologis untuk mempelajari tengkorak dengan acuan referensi
bidang Frankfort horizontal yaitu tragus telinga dan landmark orbitale sebagai suatu
standar yang menetapkan posisi kepala alami.
Van Loon mengarahkan kepala pasien dalam arah yang benar pada tiga
ruang dimensi sesuai posisi kepala alami. Kondisi tersebut dapat diperoleh dengan
merendahkan kubus kranioporus melewati kepala pasien sejajar bidang horizontal.
Tiga batang dikalibrasi kemudian disesuaikan ntuk menentukan bidang Frankfort
horizontalpada pasien dengan posisi kepala alami. hasil orientasi kepala pasien
tersebut lalu dipindahkan ke cetakan gips dari wajah untuk memberikan orientasi
yang sama pada geligi ke wajah di dalam kubus kraniporus sebelum dilakukan
analisa.
Meskipun prosedur Van Loon dianggap kompleks, rumit, menghabiskan
waktu dan tidak praktis namun prossedur tersebut merupakan suatu langkah evolusi
menuju metode trimming cetakan gigi dalam tiga biang ruang yang sebenarnya,
dimana bidang oklusal gigi geligi diletakkan dalam posisinya sesuai bidang
midsagital, Frankfort dan orbital.

33
Prosedur ini dikembangkan lai oleh Simon (1922) dari Berlin yang tidak
lagi menggunakan kubus kranioporus tetapi menggantinya dengan face bow yang
dilekatkan pada batang kalibrasi untuk menentukan bidang Frankfort pasien, Simon
juga mengurangi cetakan gips gigi pasien. Gigi geligi disusun dalam tiga sistem
dimensi sesuai bidang Frankfort, midsagital, dan orbital yang tegak lurus bidang
horizontal. BIdang orbital memotong melewati puncak mahkota gigi kaninus
rahang atas ketika posisi standar dan optimal dari gigi geligi dengan wajah
ortognatik (Gambar 2.27). Jarak permukaan atas dari cetakan gigi mewakili jarak
dari bidang oklusal terhadap Frankfort horizontal. Permukaan posterior dari cetakan
gigi tegak lurus terhadap bidang midsagital kepala sedangkan tepi pemotongan
lateral cetakan gigi mewakili bidang orbital (Gambar 2.28).

Gambar 2.27 Gambar 2.28

Pada tahun 1922, Pacini memperkenalkan metode untuk menstandarisasi


radiografi kepala yang membawa dampak kemajuan pesat dalam ilmu sefalometrik
serta untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan wajah. Metodenya yang
agak primitif membutuhkan jarak cukup jauh dari sumber x-ray ke kaset. Kepala
pasien ditempatkan berdekatan dengan alat pemegang kaset dan bidang midsagital
secara hati-hati diorientasi sejajar dengann kaset, lalu kepala pasien diimobilisasi
agar tidak berubah letaknya dengan balutan kasa melilit wajah dan kaset.
Pada tahun 1931, metodologi radiografi sefalometri mencapai puncaknya
ketika Broadbent dari US dan Hofrath dari Jerman secara berkelanjutan
mempublikasikan metode untuk memperoleh standarisasiradiografi kepala masing-

34
masing di Angle Orthodontist dan Fortschritte der Orthodontie. Perkembangan ini
memungkinkan seorang ortodontis untuk memperoleh gambaran sefalometri kepala
dari anatomis dan antropologis yang telah mempelajari terlebih dahulu studi
kraniometri pada abad kesembilan belas.
Prinsip standarisasi radiografi kepalamelibatkan jarak yang konstan dari
titik fokal ke obyek (5 kaki di Amerika Serikat an 5 meter di Eropa), dan sebaliknya
jarak konstan dari obyek ke film. Perubahan lebar kepala anak-anak pada masa
pertumbuhan merubah prinsip radiografi tersebut, jarak sebenarnya anatar kaset dan
bidangmidsagital harus dicatat untuk setiap paparan atau mistar yang telah
dikalibrasi perlu ditandai pada bidang midsagital. Mistar ini harus tercatat selama
eksposur radiografi untuk menghitung pembesaran aktual dari setiap gambaran
radiografi pasien.
Sefalometer Broadbent menyediakan informasi pada kedua perhitungan
karena mampu membaca jarak bidang midsagital ke film dan jarak film ke ear-rod
untuk mendapatkan radiograf pada norma frontalis dengan skala vernier 0,1 mm.
Broadbent bersikeras bahwa penemuannya lebih bersifat sefalometer daripada
sefalostat. Faktor pembesaran dapat diinterpretasikan ke dalam komputer untuk
setiap radiograf dimana sangat penting ketika catatan yang diperoleh untuk
keperluan studi individual, misalnya untuk menganalisa peningkatan pertumbuhan
pada wajah dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui efek perawatan ortodonti.
Sebagai sebuah alternatif, jarak kaset ke bidang midsagital dapat ditetapkan pada 9
cm.
Setelah penemuan radiografi sefalometrik, de coster adalah orang pertama
yang mempublikasikan analisa didasarkan pada hubungan proporsional wajah
sesuai dengan prinsip-prinsip yang digunakan di zaman kuno (Gb. 2.29). Setelah
Thompson, de coster menggunakan distorsi dari sistem koordinat Cartesian untuk
menggambarkan perbedaan lokasi landmark dibandingkan dengan standar dan
metode ini dinilai cukup sukses.

35
Gambar 2.29

Proporsi Ideal
Dari catatan awal yang tersedia, penggambaran tubuh manusia telah
dipandu oleh sistem proporsionalitas antara bagian-bagiannya. Prosedur ini
memastikan hubungan yang harmonis antara fitur wajah, batang tubuh, lengan, dan
kaki. Zeising menerbitkan sebuah risalah yang luas pada hukum dasar yang berlaku
untuk semua prinsip-prinsip morfologi dari proporsi tubuh manusia.
Matematikawan Yunani mengembangkan proporsi ideal yaitu panjang garis dibagi
menjadi dua bagian sedemikian rupa sehingga bagian kecil dibagi dengan bagian
utama sama dengan bagian utama dibagi dengan total. Pembagian total menjadi
bagian-bagian yang tidak sama untuk muncul sebagai proporsional, bagian yang
lebih kecil harus berhubungan dengan yang lebih besar sebagaimana bagian yang
lebih besar berhubungan dengan keseluruhan bagian. Sebaliknya, hubungan dari
bagian keseluruhan dengan bagian utama harus sama dengan bagian utama dengan
bagian kecil. bagian utama dari posisi ideal atau golden cut, adalah 1,61803 kali
lebih besar dari bagian kecil. Huruf phi dari Yunani, merupakan huruf awal dari
nama depan Phidias Pythagoras, telah diadopsi untuk menggambarkan rasio emas.
Selain memiliki aplikasi matematika, bagian emas ini merupakan suatu yang ideal
yang menginformasikan penilaian estetik. Huntley berhak menganggap proporsi
ideal -sebuah persegi panjang emas, segitiga, balok, dan elips- untuk mewakili
keindahan matematika dan harmoni.
Pada 1509, Luca Pacioli, Pastor, Tutor dan professor dari Holly theologi
mempresentasikan orasi tentang proporsi emas dalam ilmu matematika.Publikasi

36
tersebut berisi gambar profil wajah, berorientasi pada posisi kepala alami dan
tertulis dalam sebuah segitiga emas dan persegi panjang emas (Gb. 2.30)

Gambar 2.30

Dalam desain wajah manusia, alam ternyata menererjemahkan proporsi


ideal ke dalam pola hubungan yang harmonis antara jaringan lunak dan keras.
Paradies menunjukkan bahwa bagian emas adalah kunci untuk menentukan
ketinggian wajah bagian bawah pada perawatan rehabilitasi pasien edentulous.
Untuk itu caliper khusus dirancang, digunakan, dan dipatenkan oleh Goeringer pada
tahun 1893.
Ricketts adalah yang pertama dalam sejarah menjelaskan secara rinci pada
proporsi ideal dan rangkaian Fibonacci yang berkaitan dengan wajah dalam
frontalis norma dan lateralis norma, dan pertumbuhan wajah.
The sectio aurea, atau proporsi ideal, diamati di banyak kreasi alam juga
berkaitan dengan berbagai dimensi wajah dalam norma-norma diagram mesh pada
wanita Amerika Utara berumur 18 tahun.

37
Gambar 2.31

Dalam pencarian untuk menentukan pedoman diagnosis dan rencana


perawatan sesuai dengan prinsip-prinsip estetik harmoni wajah, Brons yang
mempelajari hubungan yang ideal antara bagian-bagian dari jaringan lunak profil
garis muka pada orang dewasa (Gb. 2.32). Mereka melaporkan bahwa dalam profil
garis muka yang harmonis, rasio tinggi wajah bagian atas dengan ketinggian
alveolar rahang atas (subnasale ke stomion) dengan tinggi muka mandibula (jarak
dari stomion ke gnathion) adalah 1: 0.62: 1-proporsi emas.

38
Gambar 2.32

Pencarian yang ideal


Analisa proporsional dan sistem koordinat telah digunakan sejak jaman
dahulu. Dengan berbagai motif dan metode, di Mesir, Yunani, India, dan
Byzantium semua menerapkan pengukuran secara matematis pada wajah manusia
dan bentuk. Kontak dengan pemikiran klasik membantu memicu pembaharuan
budaya di abad kelima belas di Eropa, di mana pencarian terus dilakukan untuk
mengetahui cara untuk menghubungkan jumlah yang ideal dan proporsi fisik yang
sebenarnya.
Pencarian ini berkembang melalui kontribusi besar dan produktif oleh da
Vinci dan khususnya Buku terkenal yg dibuat oleh Durer berjudul Books of
Proportions. Pada abad kedelapan belas, Camper menyuling salah satu aspek
penting dari ilustrasi di mana Durer telah menunjukkan bahwa perbedaan profil
antara dua individu dapat ditentukan oleh perubahan dalam angulasi vertikal
dengan sumbu horisontal dari sistem koordinat.Bagi Camper, sudut tersebut yang
menjadi kunci untuk karakterisasi perbedaan profil wajah. Sudut wajah dan banyak
pengukuran sudut lainnya masih digunakan di mayoritas analisa sefalometri.
Output berlimpah dari sefalometrik yang terkomputerisasi menentang pemahaman
mudah mengenai informasi penting untuk perencanaan perawatan.
Sebaliknya, analisa diagram mesh, pada dasarnya adalah sistem koordinat
Cartesian berubah sesuai dengan metode Thompson, menampilkan aspek sagital
dan vertikal dysmorphology wajah secara grafis dan secara bersamaan. Oleh karena
itu, temuan dapat segera ditafsirkan.

39
Norma Individu
Bila dimanfaatkan, dengan baik radiografi sefalometrik dapat
meningkatkan keakuratan diagnosis ortodontik dan perencanaan perawatan. Tetapi
radiografi sefalometri digunakan terutama untuk tujuan deskriptif. Penelusuran
individual (individual tracing) dibandingkan dengan pola wajah rata-rata dan
perbedaan antara mereka banyak membutuhkan interpretasi.
Namun variasi individu dalam lokasi landmark (titik tanda) dalam norma
mesh menekankan fakta bahwa pola wajah rata-rata adalah abstraksi terbaik yang
sangat berguna. Seburuk-buruknya, itu bisa menjadi kesalahan yang dapat
disederhanakan.Namun, tidak bisa mengharapkan pola wajah pasien ortodontik
agar sesuai dengan rata-rata ketika individu dengan oklusi normal berbeda dari rata-
rata itu tersebut.
Analisa sefalometrik pertama di Amerika Serikat oleh Downs dirancang
untuk menggambarkan penyebaran semua pengukuran individu dengan
merencanakan nilai-nilai ini pada tabel dengan standar deviasi ± 1 dan ± 2 sekitar
vertikal mewakili titik tengah dari distribusi semua variabel. Karena distribusi
berbeda jauh besarnya, grafik norma Downs dikenal sebagai "wiggle" (Gb. 2.33).
Analisa ini menekankan arah, lingkup, dan konsistensi perbedaan individu dalam
lokasi landmark (titik tanda) dan menyarankan garis tren dalam pengembangan
wajah individu yang sering menyebabkan interpretasi yang lebih realistis dari
temuan sefalometri.

40
Gambar 2.33

Karena koreksi dismorfologi didasarkan pada premis bahwa normalisasi


gigi-geligi dan wajah dapat meningkatkan baik fungsi psikologis dan fisiologis,
rehabilitasi sebenarnya dikondisikan oleh karakteristik individu pada pola wajah
pasien. Dengan kata lain, standar individu, sebagaimana ditekankan pada 1931 oleh
Andersen, menentukan rencana perawatan yang sebenarnya dari pasien.
Setelah konsep norma individu diketahui, proses diagnostik menjadi proses
persamaan yang kompleks. Banyak yang tidak diketahui harus diidentifikasi untuk
menentukan indikasi dan kontraindikasi dalam perawatan dan tujuan perawatan
dalam hal kebutuhan dan manfaatnya.Selain itu, fitur yang berbeda dan dapat
dimodifikasi dari maloklusi harus dipahami berdasarkan kemampuan klinisi untuk
mencapai koreksi yang tetap stabil dari waktu ke waktu (Gb. 2.34).

41
Gambar 2.34

Masalahnya menjadi kompleks karena orthodontist harus menilai dampak


psikososial dari cacat dentofasial; dampak fisiologis maloklusi pada fungsi bibir,
gerakan rahang, pernapasan, pertumbuhan dan perkembangan, fungsi bicara,
pengunyahan, dan kesehatan mulut; dan aspek anatomi gigi yang tidak sejajar,
oklusi, hubungan lengkung gigi dan basis, bentuk wajah, konfigurasi jaringan
lunak, ketidakharmonisan wajah, dan asimetri wajah, gigi geligi, dan morfologi
gigi.
Singkatnya, diagnosis adalah ketentuan tertulis dari total pasien (Tabel 2.1).
Pendekatan ini memberikan fokus/perhatian berlapis pada tiga pertimbangan
penting untuk menilai kebutuhan individu pasien yang berhubungan dengan oklusi
dan perkembangan wajah. Rencana perawatan harus didasarkan pada pencapaian
estetika dan fungsi yang optimal untuk setiap pasien daripada kepatuhan terhadap
norma-norma anatomi ketat oklusi dan konfigurasi wajah. Pengalaman telah
mengajarkan bahwa oklusi ideal dan proporsi ideal jaringan keras dan lunak adalah
nilai terbaik untuk dapat menentukan arah rencana perawatan; harus dilakukan
dalam batas-batas norma individu yang berasal dari karakteristik khusus dan
spesifik dari pasien yang sebenarnya.

42
Tabel 2.1

43
Bab
3

Teknik Radiografi Sefalometri

Pentingnya radiografi sebagai alat diagnosis dalam ortodontik dikemukakan


oleh W. A. Price pada tahun 1900, 5 tahun setelah sinar x ditemukan. Metode dari
radiografi sefalometri kemudian dikembangkan dari studi tentang antropologi
kraniometri yang telah lama ada dan penggunaan dari alat sefalometer Broadbent-
Bolton pada 1931. Sefalometer pemosisi kepala (lebih umum dikenal saat ini
sebagai sefalostat) memungkinkan serangkaian hasil radiografi tengkorak secara
lateral diperoleh dalam standar yang seragam, hal tersebut menciptakan sorotan
sinar / film / proyeksi geometri pasien yang dapat digandakan. Hasilnya,
standarisasi dari proyeksi radiografis ini memungkinkan pengukuran dan
pembandingan yang tepat dari struktur rongga mulut dan kraniofacial, baik secara
langsung dari radiograf, maupun melalui penggunaan dari tracing yang mengikuti
anatomi landmark tulang yang diperoleh dari radiograf.
Radiograf sefalometri lateral, juga dikenal sebagai lateral “cephs”, telah
menjadi hal yang sangat diperlukan oleh ortodontis dalam perawatan pasien.
Mereka penting dalam analisa perkembangan ortodontik, diagnosis, rencana
perawatan, mengamati terapi, dan evaluasi dari hasil akhir perawatan.
Posteroanterior (PA) sefalograf menyediakan informasi radiograf tambahan secara
mediolateral, yang berguna khususnya pada pra-bedah dan evaluasi pertumbuhan
yang asimetris (Gb. 3.1). Perlengkapan dasar yang diperlukan untuk memperoleh
gambar baik lateral dan posteroanterior sefalometri terdiri dari sumber sinar x,
sebuah sefalostat yang dapat diatur, sebuah kaset film dengan layar intensifying
radiografis, dan sebuah pemegang kaset film. Semua komponen tersebut diletakkan

44
secara tepat terhadap satu sama lain pada jarak yang ditentukan, hingga
menciptakan unit radiografi sefalometri.
Sementara radiograf periapikal dan panoramik juga tidak kalah penting,
terutama dalam menentukan urutan dari erupsi gigi dan kondisi dari sendi tempuro
mandibular, informasi mengenai teknik pencitraan ini dapat ditemukan dalam buku
ajar lain dan tidak akan dijelaskan disini.

Gambar 3.1 Radiograf sefalometri, dengan orientasi film vertikal: proyeksi lateral dengan
sorotan sinar x memasuki tengkorak dari sisi kiri (gambar kiri) dan proyeksi
PA (gambar kanan).

Faktor Yang Mempengaruhi Radiograf Sefalometri


Pasien diposisikan dalam sefalostat menggunakan bilateral ear rods yang
dapat disesuaikan yang ditempatkan diantara masing-masing auditory meatus,
biasanya saat pasien dalam posisi berdiri (Gb. 3.2). Bidang midsagital dari pasien
adalah vertikal dan tegak lurus terhadap arah datang sinar x. Ia juga sejajar terhadap
bidang film, yang pada gilirannya juga tegak lurus terhadap arah datang sinar x.
Bidang Frangfurt dari pasien (garis yang mempertemukan batas superior dari
auditory meatus eksternal dan infraorbital rim) diorientasikan sejajar terhadap
lantai. Pengaturan posisi untuk PA sefalogram adalah sama dengan lateral

45
sefalogram hanya saja pasien diputar 90 derajat, dengan kata lain, menghadap ke
film.

Gambar 3.2 Relasi dari sumber sinar x dan film untuk radiograf sefalometri lateral.
Perhatikan bahwa sorotan sinar divergen memperbesar gambaran lebih
sedikit ketika film ditempatkan pada posisi A dibandingkan ketika film
diletakkan pada posisi B.

Oleh karena foton sinar x keluar dari tube-head sumber sinar x dalam pola
yang berbeda, maka selalu ada jumlah yg bervariasi dari pembesaran objek pada
semua radiograf. Tingkat pembesaran ditentukan oleh rasio dari sumber sinar x -
terhadap - jarak objek serta sumber - terhadap - jarak film. Semakin besar jarak dari
sumber yang sedang dicitrakan terhadap bidang film, semakin besar
pembesarannya. Untuk meminimalisir efek ini, jarak dari sumber sinar x terhadap
bidang midsagital dari kepala pasien di unit sefalometri adalah 5 kaki. Ini
memastikan bahwa foton sinar x berjalan menuju objek/film lebih sejajar terhadap
satu sama lainnya, sehingga mengurangi pembesaran.
Namun, pembesaran masih akan ada pada sebagian besar dari struktur
rongga mulut dan kraniofasial yang berkisar dari hampir nol pada objek yang dekat
dengan film dan pada tepat di tengah-tengah dari arah datang sinar x sampai 24%
pada daerah 60 mm dari ear rods dan setelahnya. Pembesaran ini, sayangnya, tidak
konstan untuk semua radiografi bidang sagital yang dimungkinkan pada pasien.
Struktur yang terletak paling dekat dengan film akan membesar lebih sedikit

46
dibandingkan yang terletak pada bidang sagital, dan yang terletak paling dekat
dengan sumber sinar x akan membesar paling parah. Apabila sorotan sinar
memasuki kepala pasien dari arah kanan, contohnya, gambar dari sisi kanan
mandibula pasien akan lebih besar dari mandibula yang disebelah kiri. Juga,
struktur anatomi bawaan, seperti sudut dari mandibula kanan, akan tampak lebih
jauh dari objek yang berada di tengah dari citra orofacial lalu akan menjadi sudut
dari mandibula kiri (Gb. 3.3). Dengan banyaknya unit sefalometri, sorotan sinar
memasuki sebelah kiri dari kepala dan hasil dari magnifikasinya adalah
berlawanan. Dalam kasus seperti itu, pembesaran gambar dan jarak dari auditory
meatus akan lebih besar pada struktur sebelah kiri.
Tingkat pembesaran struktur yang terletak di tengah bidang midsagital
pasien dapat diperkirakan sampai batas tertentu dengan meletakkan sebuah
penggaris radiopak pada pemosisi nasal di unit dan menghitung persentase
peningkatan pada panjang citra penggaris. Ini dapat menyediakan perhitungan tepat
yang relatif akurat dari jarak antara sella tursica ke nasion, sebagai contoh. Namun,
dalam mengukur jarak antara sebuah struktur lateral dan sebuah titik anterior,
seperti misalnya jarak dari gonion ke gnathion, gambar pada sisi terdekat dari film
akan menghasilkan perhitungan paling akurat.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, faktor pembesaran adalah di
pengaruhi lebih lanjut oleh jarak dari kaset film ke bidang midsagital dari pasien,
dengan pembesaran yang meningkat sepanjang film digerakkan. Untuk
meminimalisir variasi dalam pembesaran dari pasien ke pasien dan untuk
memperoleh perhitungan yang konsisten pada pasien yang sama sepanjang waktu,
banyak ortodontis memilih untuk menjaga agar jaraknya tetap konstan. Jarak 15 cm
dari bidang midsagital pada sefalostat ke kaset film sering digunakan. Ini
memperbaiki pembesaran akibat jarak menjadi lebih konsisten, dalam batas yang
dapat ditoleransi, dan memungkinkan untuk pasien dengan lebar kepala rata-rata.
Namun, banyak praktisi memilih untuk meletakkan kaset film sedekat mungkin
dengan kepala pasien untuk memperoleh ketajaman yang maksimal dan
mengurangi pembesaran pada struktur dental.

47
Gambar 3.3 Radiograf sefalometri lateral mendemonstrasikan pembesaran yang tidak
sama dari sisi kiri dan kanan struktur. Sisi kiri pasien diposisikan dekat ke
kaset film dengan sorotan sinar masuk dari sebelah kiri. Oleh karenanya,
sisi kiri dari struktur (R) lebih membesar dan tampak terletak lebih jauh dari
struktur dibagian tengah dari gambaran orofacial dibandingkan dengan
struktur pada sisi kiri pasien (L).

Parameter paparan pada radiografi sefalometri biasanya terdiri dari


beberapa variabel yaitu kilovoltase (kVp), miliamperes (mA), dan lama paparan.
Yang mempengaruhi pilihan dari pengaturan paparan yang tepat adalah usia dan
ukuran pasien, jarak sumber sinar x ke jarak film, dan tipe dari kombinasi film/layar
yang digunakan dalam kaset film. Karena jarak yang relatif besar dari sumber sinar
x ke film dalam radiografi sefalometri, energi dari sorotan sinar yang keluar dari
tubehead berkurang banyak saat ia mencapai film sinar x. Pada suatu waktu, ini
diatasi dengan menggunakan tubehead sefalometri khusus yang dioperasikan pada
pengaturan miliampere yang sangat tinggi. Saat ini, film kecepatan tinggi
digunakan dalam kombinasi dengan layar intensifying yang telah dikembangkan
membutuhkan jauh lebih sedikit radiasi untuk menghasilkan gambar yang lebih
baik dari sebelumnya. Ini telah mengurangi tuntutan yang ditujukan kepada
tubehead, memungkinkan penggunaan pengaturan kilovoltase, miliampere, dan
paparan menjadi kurang lebih sama dengan yang digunakan pada radiografi
intraoral konvensional. Informasi yang lebih mendetail tentang kombinasi
film/layar dan generator sinar x akan dipresentasikan nanti pada bab ini.
Secara umum, variasi dari miliampere dan lama paparan hanya berpengaruh
pada kepekatan (tingkat kehitaman secara keseluruhan dari gambar yang

48
dihasilkan), tidak berefek pada kontras visual (tingkat warna abu-abu).
Menggandakan pengaturan miliampere pada unit sefalometri memungkinkan lama
paparan sinar x menjadi terpotong setengahnya maupun sebaliknya. Variasi pada
pengaturan kilovoltase akan, bagaimanapun juga, mempengaruhi baik kepekatan
maupun kontras. Semakin tinggi kilovoltase, semakin besar kepekatan film dan
semakin rendah kontras visualnya (banyak bayangan abu-abu); semakin rendah
kilovoltase, semakin tinggi kontras visualnya (biasanya menegaskan hitam dan
putih). Untuk menembus struktur tulang dari tengkorak, bagaimanapun juga,
pengaturan dibawah 70 kVp sebaiknya tidak digunakan, bila dimungkinkan. Selain
itu, lama paparan dibawah 1 detik diperlukan untuk mengurangi terjadinya
kekaburan yang disebabkan oleh pergerakan pasien. Ini mungkin dapat dicapai
dengan menggunakan pengaturan miliampere tertinggi yang tersedia dan / atau
kombinasi layar/film kecepatan tinggi.

MENGATUR POSISI PASIEN


Radiografi Sefalometri Lateral
Radiografi sefalometri lateral menampilkan banyak citra struktur kranial,
wajah, dan anatomi rongga mulut dari sisi lateral. Sebagai tambahan, titik struktural
dari referensi yang mengarah ke sudut dan pengukuran jarak untuk menilai pola
pertumbuhan mungkin terlihat. Pembahasan lebih mendetail mengenai poin ini
akan diulas pada bab berikutnya.
Tampilan dari suatu struktur pada citra radiografi sangat bergantung pada
pensejajaran arah sorotan sinar dan pasien yang baik. Penjajaran yang baik dari
sorotan sinar relatif terhadap sefalostat dapat dievaluasi dengan memaparkan
sebuah film percobaan ke head-stabilizing ear rod tanpa pasien yang diposisikan
dalam sefalostat. Penjajaran yang baik disebut terjamin apabila lingkaran radiopak
yang menggambarkan ear rod pada sisi film berada ditengah seperti seharusnya
didalam gambaran dari ear rod sisi arah sorotan sinar. Ini membantu untuk
memastikan bahwa bidang midsagital akan menjadi tegak lurus dengan arah sorotan
sinar x saat pasien diposisikan diantara ear rod.
Sebuah kaset film 8 x 10 inci yang dilengkapi dengan film yang sesuai dan
layar intensifying (dibahas nanti) diletakkan baik secara horisontal maupun vertikal

49
pada pemegang kaset sefalostat. Kolimator sorotan sinar x yang tepat harus dipilih
berdasarkan dari orientasi kaset film. Batas anterior dari film harus ditempatkan
agar garis tepi jaringan lunak dari hidung dapat tertangkap pada gambaran di film.
Pasien kemudian diposisikan diantara ear rods pada sefalostat dengan memberikan
tekanan sedang pada auditory meatus eksternal (Gb. 3.4a). Pergerakan bebas secara
horisontal yang berlebihan pada kepala didalam sefalostat akan menghasilkan
variasi pada kesejajaran sorotan sinar/objek, menyebabkan analisa dan
pembandingan gambar yang tidak akurat saat superimposisi sefalometri di masa
depan dibuat.
Bidang Frankfurt pasien (garis dari bagian superior dari auditory meatus
eksternal ke batas inferior dari orbita) diposisikan sejajar terhadap lantai (Gb. 3.4b).
Beberapa teknisi sinar x memilih untuk memposisikan garis canthomeatal pasien
(garis dari tengah auditory meatus eksternal ke arah cantus terluar dari mata) 10
derajat keatas terhadap lantai. Kedua metode penempatan posisi tersebut akan
menyebabkan bidang oklusal pasien berorientasi kebawah dengan tepat. Nasal
positioner (pemosisi hidung) dengan pengunci dikeratkan pada batang hidung
pasien untuk mencegah rotasi disekeliling ear rod pada bidang sagital dan untuk
referensi masa depan saat paparan berikutnya. Pada poin ini kaset film diarahkan
ke jarak yang diinginkan dari bidang midsagital pasien seperti yang telah dibahas
sebelumnya. Bagian tengah dari sorotan sinar x akan masuk dan keluar dari pasien
dekat sumbu horisontal dari auditory meatus.

50
Gambar 3.4a Pasien diposisikan Gambar 3.4b Tampilan profil dari pasien
didalam sefalostat untuk proyeksi yang diposisikan didalam sefalostat untuk
sefalometri lateral. Pemosisi hidung proyeksi sefalometri lateral. Bidang
diamankan dan direferensikan untuk Frangfurt sejajar terhadap lantai. Sebuah
paparan di masa depan. Kaset film pelindung atau attenuator jaringan lunak
diletakkan 15 cm dari midline pasien dan telah diposisikan didalam tubehead.
diorientasikan horisontal. Bidang
midsagital sejajar dengan bidang film.

Jumlah dari energi sinar x yang dibutuhkan untuk menembus beberapa area
padat dari tengkorak manusia akan, pada beberapa kasus, “membakar” jaringan
lunak dari hidung, bibir, dan dagu, hal itu menghasilkan gambaran kepadatan
berlebih pada area-area tersebut. Menangkap gambar dari profil jaringan lunak
pasien tanpa kehilangan detail tekstur tulang mungkin dapat dicapai dengan
menghaluskan atau menghalangi sebagian dari kelebihan energi sorotan sinar pada
area tersebut dengan sebuah pelindung jaringan lunak. Pelindung ini biasanya
berupa seiris aluminium yang diletakkan pada kaset film sinar x menutupi
utamanya area dibelakang profil jaringan lunak pasien. Pada beberapa mesin,
sebuah aluminium attenuator (penghalus) kecil diletakkan dalam sorotan sinar x
didalam tube head. Konfigurasi tipe ini memiliki keuntungan tambahan mengurangi
dosis radiasi terhadap area jaringan lunak pasien dan juga memproduksi gambaran
irisan aluminium lebih samar dibandingkan dengan yang dibuat ketika pelindung
diletakkan dalam kontak langsung dengan kaset film. Ketelitian harus selalu
dilakukan bukan untuk mengurangi energi sorotan sinar sampai pada titik
menghilangkan gambaran opak dari tulang hidung, anterior nasal spine, dan sumbu
panjang dari insisif maxilla dan mandibula yang terletak dekat dengan area yang
diberi pelindung (Gb. 3.5).

51
Gambar 3-5 Sefalogram lateral dibuat dengan
penggunaan pelindung atau attenuator jaringan
lunak tipe wedge untuk meningkatkan tampilan
profil wajah pasien. Perhatikan bahwa
pengurangan dari paparan film lebih besar pada
batas anterior dari jaringan lunak dengan porsi
posterior wedge yang lebih tipis ke arah distal
menjadi hampir tidak terlihat pada area
premolar.

Saat posisinya sudah tepat, pasien sebaiknya diinstruksikan untuk menutup


hingga posisi sentris dan menelan, menahan badan lidah pada daerah posterior dari
soft palatal. Ini akan mengurangi bayangan pita radiolusen yang merepresentasikan
pharyngeal air space yang biasanya menumpuk sepanjang sisi mandibula pada
gambar hasil. Pasien kemudian diinstruksikan untuk tetap diam selama paparan
berlangsung.

Radiografi Sefalometri Posteroanterior


Proyeksi sefalometri posteroanterior (PA), juga disebut proyeksi Caldwell,
menyediakan informasi mengenai lebar tengkorak, simetri, dan proporsi vertikal
dari tengkorang, kompleks kraniofasial, dan struktur rongga mulut. Seperti halnya
dengan proyeksi lateral, sefalogram PA digunakan untuk menilai abnormalitas
pertumbuhan dan trauma serta dalam merencanakan urutan perawatan dalam
ortodontik/bedah. Teknik radiografi klinis yang tepat sekali lagi penting apabila
ingin mendapatkan gambaran radiografi yang optimal.
Dalam sefalogram PA, kaset film 8 x 10 diletakkan secara vertikal diantara
komponen pemegang kaset dari sefalostat dan kedua sisi ear rod diputar 90 derajat
terhadap orientasi keduanya selama prosedur proyeksi lateral; dengan kata lain,
pasien sekarang akan menghadap ke film (Gb. 3.6). Kaset film harus ditempatkan
di tengah-tengah dalam relasinya dengan titik rotasi dari sefalostat dan kolimator
yang tepat dipilih untuk membatasi sorotan sinar x. Sebuah penanda panduan harus
dipasangkan pada salah satu dari sudut atas kaset film di dalam arah datangnya

52
sorotan sinar x untuk mengindikasikan sisi kanan atau kiri pasien dalam film yang
telah diproses.
Pasien ditempatkan diantara ear rod menghadap ke kaset film. Bidang
midcoronal dari pasien harus tegak lurus terhadap sorotan sinar x dan sejajar dengan
bidang film. Bidang Frankfurt harus sekali lagi sejajar dengan lantai, dengan
proyeksi canthomeatal anterior diarahkan 10 derajat keatas. Langkah ini lebih
kritikal saat membuat sefalogram PA dibandingkan proyeksi lateral. Orientasi dari
bidang Frankfurt harus sedemikian rupa sehingga bagian keras dari tulang temporal
digambarkan diatas maksila dan di bagian atas dari rongga sinus maksila,
meletakkannya di bagian bawah dari orbita. Adalah juga penting bahwa pemosisi
hidung dipasang pada batang hidung dan posisinya dicatat. Ini penting bila
pandangan posteroanterior pasien di masa depan akan di bandingkan waktu ke
waktu. Bagian tengah sinar harus memasuki bagian posterior dari tengkorak pada
regio occipital dan keluar pada bagian paling anterior dan inferior dari tulang
hidung. Pelindung jaringan lunak tidak diperlukan dalam proyeksi ini dan
seharusnya disingkirkan dari kaset ataupun arah datangnya sorotan sinar.

Grid Sinar X
Foton sinar x manapun yang arah awalnya terpencar ketika keluar dari
tubehead sefalometri atau oleh jaringan keras maupun lunak pasien meciptakan
noise pada gambar atau kabut radiografi pada hasil gambaran sinar x. Oleh karena
itu, semua noise yang masuk kedalam gambar membuat visualisasi dari struktur
anatomi yang halus menjadi lebih sulit dengan menutupi kontras film. Radiasi yang
terpencar dalam radiografi sefalometri dapat menjadi signifikan karena kepadatan
dari tengkorak, total volume dari jaringan yang teradiasi, dan terkadang dari
pengaturan kilovoltase tinggi yang digunakan dalam menghasilkan film ini. Selain
karena overexposure atau underexposure dari film, faktor tunggal yang paling
utama dalam menurunkan kualitas diagnosa dari radiografi sefalometri adalah
radiasi yang terpencar.
Tujuan dari grid sinar x adalah untuk mengurangi jumlah dari radiasi
terpencar yang mencapai film dan kemudian meningkatkan kontras dari film serta
menyediakan gambaran yang lebih detail dari struktur radiografi. Sebuah grid sinar

53
x terdiri dari strip timah kecil yang tersusun sejajar satu sama lainnya atau dalam
pola bersilangan dengan pengatur jarak radiolusen diantaranya. Pola dari strip pada
grid dapat saja linear (semua strip ter-orientasi vertikal atau horisontal) atau
menyilang pada sudut 90 derajat. Grid diletakkan diantara objek yang sedang
diambil gambarnya dan kaset film sinar x. Kebanyakan foton sinar x tidak berjalan
dalam arah yang sama karena sorotan cahaya utama menabrak strip timah dan
kemudian terserap (Gb. 3.7). Grid sebaiknya diletakkan sedekat mungkin ke kaset
film.

Gambar 3-7 Fungsi dari sebuah grid sinar x. Sinar x yang terpancar akan diserap
sedangkan sorotan sinar utama dibiarkan mencapai film, mencegah
penurunan ketajaman dan detail gambar yang terjadi pada radiograf
oleh karena radiasi yang terpencar.

Kebanyakan grid sinar x yang digunakan dalam radiografi sefalometri


adalah tipe dimana sudut strip meningkat menuju arah sumber sorotan sinar x dari
bagian tengah grid menuju ke luar. Grid tipe ini dikenal sebagai focused grid.
Dengan grid tipe ini, terdapat jarak focus yang tepat dari sumber sinar x ke grid
yang harus dipertahankan agar grid dapat menjadi efektif. Juga, bagian tengah dari
grid harus diposisikan secara tepat terhadap sinar tengah tubehead. Grid dengan
strip yang tersusun paralel satu sama lainnya dibanding dengan yang terfokus lebih

54
tidak dipilih karena mereka menyerap proporsi energi yang lebih besar di bagian
luar dari sorotan sinar dimana foton lebih divergen. Ini menghasilkan film dengan
kepadatan yang berkurang sedikit demi sedikit dari tengah menuju ke luar film.
Efektivitas dari grid dalam menghilangkan radiasi terpencar dari sorotan
sinar x ditentukan dari rasio antara panjang dari stripnya sendiri dengan ukuran dari
jarak antar grid/jala. Semakin besar rasio grid, semakin besar tingkat dari
penyerapan dan hasilnya pada kontras gambar. Rasio grid yang paling umum
digunakan dalam radiografi sefalometri adalah 8, dengan 80 sampai 100 pasang
baris atau jarak per inci.
Namun, ada 2 kerugian yang dijumpai saat menggunakan grid sinar x.
Pertama, pola radiopak samar dari grid tampak dalam gambar film. Pola ini dapat
menjadi masalah bagi sebagian praktisi ketika mencoba untuk mengidentifikasi
struktur tulang dan membuat tracing sefalometri dengan tangan. Namun, grid yang
didesain dengan baik dengan strip yang relatif panjang, namun sangat tipis,
menghasilkan gambaran serupa yang minimal sehingga sebagian besar praktisi
dapat beradaptasi dengan pola visual tersebut. Semakin banyak jarak jala diantara
strip per inci, semakin sedikit gambaran jala yang terlihat. Terdapat juga grid yang
bergerak sedikit saat paparan dan karenanya menghasilkan pola jala yang tidak
terlihat pada radiograf. Tipe dari grid bergerak ini dikenal sebagai grid Potter-
Bucky.
Sebagai tambahan, karena jumlah sedang dari kepadatan gambar normalnya
dihasilkan oleh radiasi yang terpencar, pengaturan paparan dari unit sefalometri
harus ditingkatkan ketika menggunakan grid. Energi paparan unit harus digandakan
atau bahkan menjadi 3 kali lipat untuk menghasilkan radiograf yang menyamai
kepadatan dari foto yang tidak menggunakan grid, tergantung dari desin grid.
Namun, ketelitian harus dilakukan ketika menyesuaikan tubehead sefalometri dan
film/sistem layar untuk sistem grid tertentu.

Kombinasi Film/Layar
Semua peralatan radiografi cephalometri menggunakan kaset kedap cahaya
yang dilegkapi dengan 2 layar intensifying sinar x imternal. Film extraoral, Sebuah
film extraoral, yang didesain khusus untuk digunakan dengan layar intensifying,

55
diletakkan didalam kaset antara 2 layar dibawah kondisi kamar gelap. Layar
tersebut memancarkan lampu biru atau hijau ketika diradiasi dengan energi sinar-
x. Gambar radiografi sefalometri yang belum terlihat kemudian dihasilkan oleh
cahaya dari kedua layar, lebih baik daripada foton sinar x sendiri. Kontak yang ketat
antara mereka adalah penting untuk mendapatkan radiograf dengan dengan
ketajaman gambar yang optimal. Ketelitian juga harus dilakukan untuk menjamin
bahwa sisi paparan dari kaset diorientasikan menghadap ke pancaran sinar x sesusai
dengan spesifikasi pabrikan.
Layar “pemancar cahaya” disebut intensifying” karena kemampuannya
untuk menghasilkan gambar film dengan kepadatan yang tepat dengan energi
paparan yang lebih rendah daripada yang dibutuhkan bila gambar diproduksi
dengan foton sinar-x saja. Dalam kesempatan ini, hal ini sangat mengurangi dosis
radiasi yang diterima oleh pasien.
Saat ini, terdapat 2 kelompok dari layar intensifying yang digunakan untuk
prosedur radiografi extraoral. Layar yang dilapisi dengan kalsium tungstat, yang
memancarkan cahaya dari bagian biru spektrum cahaya tampak ketika diberi energi
oleh foton sinar x, telah lazim digunakan. Layar ini disebut sebagai konvensional
atau layar pemancar biru (blue-emitting screen) dan digunakan secara kombinasi
dengan film ekstraoral biru. Sebagai `pembanding dengan sistem lain, kebanyakan
dari kombinasi film/layar biru menggunakan kecepatan film yang relatif bebas yaitu
200.
Kebanyakan unit sinar x yang lebih baru menggunakan layar intensifying
yang dilapisi dengan gadolinium dan lanthanum, yang memancarkan sinar hijau
dan dikenal sebagai layar bahan tambang langka (rare earth screen). Kombinasi
film/layar bahan tambang langka 8 kali lebih efisien dalam merubah energi sinar x
menjadi cahaya dibandingkan sistem kalsium tungstat konvensional. Kebanyakan
sistem rare earth membutuhkan satu setengah dari energi sinar x yang dibutuhkan
oleh sistem layar konvensional untuk menghasilkan sebuah radiograf dengan
kepadatan yang sama. Oleh karenanya, adalah umum kita menjumpai kombinasi
rare earth high-speed dijelaskan memiliki kecepatan film relatif 400

56
Tabel 3-1 Kombinasi Film-Layar dan Kecepatan Sistem Relatif
Layar Intensifying Tipe Film Kecepatan Karakteristik
Film Relatif
Kodak Lanex Kodak T-Mat G 400 Detail maksimum; kontras tinggi
layar biasa Kodak T-Mat L 400 Detail maksimum; lintang lebar;
(memancarkan hijau) kontras tinggi; tampilan jaringan
lunak baik
Kodak T-Mat H 400* Detail baik; kontras tinggi;
gunakan dua sekaligus untuk
mendapatkan dua radiograf asli
Kodak Ortho G 400 Detail sangat baik; kontras tinggi
Kodak Ortho L 400 Detail sangat baik; lintang lebar;
gambar jaringan lunak sangat baik
Kodak Lanex Kodak T-Mat G 250 Detail maksimum; kontras tinggi
layar medium Kodak T-Mat L 250 Detail maksimum; lintang lebar;
(memancarkan hijau) kontras tinggi; tampilan jaringan
lunak baik
Kodak T-Mat H 250* Detail sedang; kontras tinggi;
gunakan dua film sekaligus untuk
mendapatkan dua radiograf asli
Kodak Ortho G 250 Detail sangat baik; kontras tinggi
Kodak Ortho L 250 Detail sangat baik; tampilan
jaringan lunak baik
Kodak X-Omatic Kodak X-Omat 200 Detail maksimum; kontras tinggi
layar intensifying biasa RP
(memancarkan biru) Kodak Blue 200 Detail maksimum; kontras tinggi;
Brand hanya prosesing manual
Kodak SB 200† Detail maksimum; kontras tinggi;
emulsi ganda pada satu sisi; dua
film untuk mendapatkan dua
radiograf asli; hanya prosesing
manual
Kodak Ektamat 100 Detail maksimum; kontras tinggi
G
*Kecepatan sistem masing-masing adalah 800 atau 500, ketika hanya satu film yang paparkan.
†Kecepatan sistem adalah 200 baik single-loaded maupun double-loaded.

Sistem film/layar berbeda juga tergantung pada kemampuan mereka untuk


menghasilkan detail visual tinggi dari struktur kecil dan berbagai tingkat warna abu,
yaitu, kontras. Teknologi kristal baru telah menghasilkan kemerataan, kristal silver-
halide berbentuk simetris, seperti pada seri film Kodak T-Mat, yang lebih efisien
dibandingkan dengan kristal pebble-shaped konvensional. Oleh karenanya, film ini
memberikan detail gambar dan katajaman yang superior dengan tetap
mempertahankan keuntungan dari kecepatan tinggi. Film yang menyediakan
gambaran dengan sudut pandang luas, memberikan banyak tingkatan warna abu,
juga tersedia. Film ini memiliki kontras visual lebih sedikit untuk menggambarkan
struktur tulang, namun menghasilkan gambaran jaringan lunak superior.

57
Pemilihan dari kombinasi film/layar harus didasarkan dari karakteristik
gambar yang dikehendaki oleh praktisi. Hal ini sangatlah penting untuk
mencocokkan dengan tepat film radiografis dengan sistem layar yang baik ketika
mencoba menghasilkan radiografi sefalometri. Baik lama waktu paparan atau
pengaturan miliampere unit sinar x harus dikurangi hingga 50% ketika mengubah
pengaturan waktu dari 200 ke 400. Juga, tipe pengaturan paparan yang digunakan
memberikan beberapa batasan dan ketentuan tertentu dalam prosedur dan peralatan
ruang gelap. Hal ini akan dibahas secara mendetail dalam bagian selanjutnya pada
bab ini.
Tidak seperti radiografi intraoral, menempatkan 2 film ekstraoral didalam
kaset film untuk menghasilkan 2 radiograf original tanpa mengganti parameter
paparan menghasilkan 2 radiograf dengan setengah kepadatan yang diinginkan. Ini
berdasarkan fakta dimana 2 film yang dimasukkan ke dalam kaset secara bersamaan
memungkinkan cahaya dari hanya 1 layar intensifying yang mencapai masing-
masing film. Namun, ada 3 sistem film dimana 2 radiograf original dapat dihasilkan
tanpa menggandakan energi paparan yang diperlukan. Yang pertama adalah film
blue-emitting konvensional dengan 2 lapisan berupa emulsi pada 1 sisi film dan
tanpa emulsi di sisi lainnya. Film ini biasanya dipaparkan pada hanya 1 sisi saja
pada saat paparan radiografi. Jika 2 dari film ini ditempatkan sekaligus dalam kaset,
keduanya dengan sisi emulsi menghadap ke layar, maka 2 film radiograf original
akan tercipta. Kecepatan film/layar tetap sama yaitu 200. Juga tersedia kombinasi
film/layar rare earth dengan kecepatan 500 dan 800. Sistem ini didesain khusus
untuk memungkinkan praktisi untuk menempatkan 2 film ekstraoral kedalam kaset
yang sama tanpa menambah paparan pada pasien. Saat kaset film dimasukkan 2
sekaligus, kecepatan film yang dihasilkan menurun menjadi masing-masing 250
dan 400, dan akan membutuhkan faktor paparan yang sama seperti halnya sistem
rare earth kecepatan 250 dan 400 saat diisi dengan 1 film.

Generator Sinar X
Di masa lalu, unit radiografi sefalometri dengan tubeheads yang canggih
dan mahal lebih umum digunakan dalam radiografi medis penting untuk
memperoleh radiograf sefalometri yang optimal. Penggunaan tubehead seperti itu,

58
yang dapat dioperasikan pada level 100 mA keatas, sangat diperlukan untuk
menjaga lama paparan cukup pendek untuk mengurangi artefak akibat pergerakan
pasien. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, besarnya jumlah energi sinar x
ini diperlukan karena kombinasi layar/film konvensional yang relatif lamban (blue-
emitting kalsium tungstat). Penggunaan dari pengaturan miliampere setinggi itu
mampu untuk menjaga lama paparan tetap dibawah 0.5 detik. Namun, miliampere
tinggi secara bersamaan menghasilkan temperatur yang sangat tinggi pada titik
fokus anoda tubehead saat pengambilan gambar. Anoda berputar digunakan untuk
mengurangi panas yang dihasilkan ke satu target area terbatas dan hal tersebut
melindungi tubehead dari kerusakan. Dalam unit tubehead seperti itu, tubehead
didedikasikan hanya untuk 1 jenis pemeriksaan radiografis, yaitu sefalometri.
Banyak unit sefalometri seperti itu digunakan sekarang. Sebagai tambahan, unit
sefalometri dengan anoda berputar seperti itu juga mampu menghasilkan tomografi
linear dari tempuro mandibular joint (Gb. 3.8).
Banyak praktisi sekarang menggunakan unit panoramickdengan dengan
kemampuan sefalometri yang biasanya disebut unit pan/ceph (Gb. 3.9). Ketika
menggunakan sistem film rare earth yang lebih cepat yang tadi disinggung, lama
paparan menggunakan pengaturan 12 mA dan 75 kVp dapat dipertahankan pada
atau dibawah 0.5 detik dengan unit ini. Lama paparan ini mampu menjaga artefak
gerakan ke minimum ketika tidak menggunakan sistem grid. Tubehead pa/ceph,
selain lebih murah dari unit khusus yang disinggung sebelumnya, juga berfungsi
dengan menghasilkan panoramik, pada beberapa kasus, pemeriksaan radiografi
tempuro mandibular joint. Kedua proyeksi tersebut umum digunakan untuk analisa
radiografis ortodontik. Unit pan/ceph paling maju saat ini menyelaraskan dirinya
sendiri secara otomatis (termasuk memilih kolimator sorotan sinar yang tepat)
untuk mode panoramik dan lateral atau posteroanterior sefalometri. Seperti yang
telah dibahas sebelumnya, beberapa unit dari tipe ini juga memiliki attenuator atau
tameng pelindung yang terletak didalam atau dalam jarak yang dekat ke tubehead.

59
Gambar 3.8 Tubehead sinar x
dengan anoda berputar dan
adjustable rectangular collimator.
Unit ini juga memiliki kemampuan
untuk menghasilkan tomografi
tempuro mandibular joint.

Gambar 3.9 Unit kombinasi pan/ceph


Planmeca ProMax. Perhatikan bahwa
sorotan sinar memasuki sisi sebelah
kiri pasien ketika unit dalam mode
sefalometri.

Juga tersedia adapter sefalometri yang menggunakan tubehead


konvensional yang umum digunakan dalam radiografi intraoral (Gb. 3.10). Dalam
satu konfigurasi, tubehead konventional tersebut terpasang permanen pada kolom
yang melintang vertikal yang juga terhubung ke sefalostat/pemegang film dan dapat
digerakkan ke atas dan ke bawah untuk pengaturan tinggi pasien. Pada beberapa
kasus, tubehead tetap terikat pada lengan pemosisi yang terpasang di dinding dan
dapat dilepas dari sistem pengunci tubehead sefalometri yang memungkinkan
pengambilan radiograf periapikal dan bitewing. Konfigurasi lain yang umum
digunakan terdiri dari sebuah tubehead konvensional yang terpasang permanen dan
memisahkan sefalostat dengan pemegang kaset terhadap dinding dalam kesejajaran
yang tetap. Sebuah kursi yang digerakkan motor kemudian digunakan untuk

60
menaikkan maupun menurunkan pasien menuju posisi yang tepat terhadap sorotan
sinar x dan sefalostat.

Gambar 3.10 Sistem sefalometri


dengan tubehead intraoral konvensional
dipasangkan pada sebuah lengan yang
mensejajarkan sorotan sinar x dan
sefalometer secara kaku. Perhatikan
bahwa kolimator tubehead harus diputar
90 derajat untuk melakukan sefalografi
PA.

Prossesing Film
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, film ekstraoral yang digunakan dengan layar
intesifying merekam gambar tersembunyi dari flourescent cahaya tampak pada
tingkatan yang lebih besar daripada dengan foton sinar x sendiri. Karena itu, mereka
lebih sensitif terhadap cahaya yang bocor dalam ruang gelap tempat prosesing
daripada film intraoral tanpa layar. Oleh karena itu, kehati-hatian harus dilakukan
untuk memastikan bahwa semua kebocoran cahaya, bahkan yang terkecil sekalipun,
dihilangkan dari ruang gelap untuk mencegah film fogging. Untuk alasan yang
sama, film sefalometri tidak dapat dimasukkan dengan aman ke dalam pemroses
otomatis menggunakan mesin pemuat cahaya siang berwarna paling “amber”
sekalipun tanpa menggunakan penutup buram. Bahkan dengan penanganan khusus,
kemungkinan terjadinya paparan sinar yang tidak disengaja dari film sangatlah
tinggi ketika menggunakan alat ini sebagai pengganti dari ruang gelap.
Keselamatan ruangan gelap juga harus digunakan dengan cara yang tepat, termasuk
mencocokkan filter safelight yang tepat dengantipe kombinasi layar/film yang
digunakan. Filter film . Filter film intraoral berwarna amber seperti Kodak ML-2
adalah tidak aman untuk semua film ekstraoral dan akan menyebabkan fogging film
yang signifikan. Jika film dengan kombinasi dari layar blue-emitting kalsium
tungstate yang digunakan, filter safelight merah seperti Kodak Wratten 6B yang
diperlukan. Sistem film rare earth membutuhkan penggunaan dari filter berwarna

61
rubi seperti Kodak GBX-II (Tabel 3-2). GBX-II aman untuk semua dental film yang
tersedia saat ini. Namun, penting untuk diingat bahwa film tidak sepenuhnya kebal
terhadap cahaya, bahkan dari yang terpancar dari safelight yang tepat. Terlepas dari
filter yang digunakan, safeligth harus diletakkan setidaknya 4 kaki dari daerah kerja
dan bola lampu didalam safelight harus tidak lebih dari 15 W. Waktu kerja dibawah
safelight harus juga dibatasi menjadi sesingkat mungkin. Ketika menggunakan
sistem dengan emulsi double-thickness pada satu sisi film, seperti film Kodak SB,
harus menggunakan bola lampu 7.5 W.

Tabel 3-2 Kombinasi Film – Safelight


Filter Safelight Warna Film
Kodak ML-2 Amber Film D-speed intraoral
Kodak 6-B Merah Film F-speed intraoral
X-Omat DBF
Kodak GBX-2 Ruby Kodak T-Mat G
Kodak T-Mat L
Kodak Ektavision G
Kodak Ektavision L

Filter seperti GBX-II menghasilkan cahaya yang sangat sedikit sehingga


dalam beberapa kasus, waktu yang cukup lama dibutuhkan oleh mata teknisi untuk
beradaptasi terhadap kondisi safelight. Kecuali menggunakan teknisi kamar gelap
full-time, film yang telah terpapar biasanya dimasukkan kedalam pemroses dan film
yang belum terpapar diletakkan didalam kaset kosong sebelum safelight
menyediakan pencahayaan yang cukup berguna.
Saat ruang gelap benar-benar tidak tembus cahaya dan diberi pencahayaan
yang tepat, prosesing film dapat dimulai. Apabila tersedia juga, nama pasien dan
tanggal dari exposure film harus dicatat pada daerah yang tidak terpapar pada film
dengan sebuah imprinter sumber cahaya. Prosedur pemroses otomatis terdiri dari
tahap-tahap berikut: development, fiksasi,pencucian film, dan pengeringan film.
Ketika film di proses secara manual, harus ada siklus bilas singkat diantara

62
development dan fiksasi. Lama dari development bervariasi tergantung dari suhu
processing solution. Radiograf harus selalu di proses menggunakan metode
waktu/suhu yang tepat seperti yang direkomendasikan oleh petunjuk pabrikan
kimia dan processor.
Secara umum, pemrosesan manual dari radiograf sefalometri pada 70°F
membutuhkan siklus development selama 5 menit yang diikuti oleh bilas 30 detik
dan siklus fiksasi 10 menit. Setidaknya siklus pencucian selama 20 menit
diperlukan untuk menghasilkan film dengan kualitas yang baik. Jika tidak dicuci
secara merata, fixer solution akan terus bekerja pada film setelah prosesing dan pada
akhirnya mewarnai atau merubah warna pada gambar dan dapat menghancurkan
konten diagnostiknya.
Pemroses otomatis biasanya menghasilkan sebuah film kering yang telah
diproses dalam sekitar 5 menit. Seperti halnya dengan pemrosesan manual,
parameter waktu dan suhu yang direkomendasikan oleh pabrikan harus tetap
dipertahankan dengan tepat. Variasi dari rekomendasi ini dapat menghasilkan film
yang secara sekilas tampak optimal, namun dengan waktu dan pengamatan yang
lebih seksama mungkin didapatkan perubahan warna, ketajaman, dan kontras yang
kurang baik. Juga, karena film melewati processing solution melalui sistem
transport roller yang sangat halus, pembersihan yang baik dan konsisten serta
penggantian bahan kimia adalah penting jika ingin menghasilkan gambar optimal
secara terus menerus.
Processing solution otomatis dikonfigurasikan secara khusus untuk
digunakan pada suhu lebih tinggi (sekitar 80°F) dan waktu development yang lebih
singkat. Cairan kimia processing manual tidak boleh digunakan pada processor
otomatis dan sebaliknya. Tes penjamin kualitas dental processing tersedia dan
sebaiknya digunakan setiap hari sebelum memproses film pasien.
Pemrosesan film yang optimal harus diikuti oleh pengamatan film yang
optimal. Gambaran radiografis dari struktur tulang yang baik dan garis luar jaringan
lunak harus divisualisasikan untuk melacak dan menafsirkan radiograf sefalometri.
Idealnya, sebuah kotak pengamatan dengan beberapa intensitas cahaya sebaiknya
digunakan. Permukaan untuk mengamati sebaiknya di buat sesuai dengan ukuran
radiograf, memungkinkan hanya cahaya yang melewati film yang dapat mencapai

63
mata. Juga, penerangan ruangan sebaiknya terdiri dari cahaya belakang saja, yang
mana tidak menciptakan pantulan cahaya luar pada permukaan film.

Prinsip Perlindungan Radiografis


Semua jaringan tubuh manusia dapat terpengaruh oleh radiasi terionasi,
terutama sel dengan tingkat mitosis tinggi seperti yang terdapat pada jaringan
pemroduksi darah dan organ reproduksi. Namun, keuntungan yang diberikan
kepada pasien dari paparan sefalometri yang dilakukan dengan aman jauh lebih
besar dari resiko kecil yang terlibat apabila dokter gigi menggunakan radiasi dengan
bijaksana. Praktisi harus meyakinkan pasien, teknisi, dan semua personel kantor
lainnya bahwa kebersihan radiasi optimal telah dilakukan. Semua tindakan telah
dilakukan untuk mengurangi dosis paparan dan raditasi yang terpencar kepada
pasien juga menyediakan perlindungan kepada semua orang lain dia area terdekat.
Perlengkapan radiografi juga harus dipasang sesuai dengan standar pemerintah dan
di tes secara berkala untuk keamanan oleh negara dan/atau petugas kesehatan
masyarakat lokal. Sebelum pasien diberi paparan, praktisi harus mengetahui
panduan kemanan radiasi dan prosedur didalam negara tersebut. Karena banyaknya
jumlah perbedaan dari negara satu ke negara lain seputar aturan ini, pembahasan ini
tidak akan mengarah ke informasi tersebut secara spesifik, tetapi akan mencakup
beberapa tindakan yang penting dalam kemanan radiasi.
Kebutuhan dan preskripsi untuk melakukan radiografi sefalometri harus
selalu ditentukan oleh praktisi setelah pengecekan klini dan historis menyeluruh
dari pasien. Saat ini tidak lagi dapat diterima untuk melakukan pemeriksaan
radiografi secara rutin, berdasarkan waktu saja, namun juga secara kasus per kasus
berdasarkan kriteria yang telah dipilih secara tepat. Setelah praktisi merasa bahwa
pasien tersebut mungkin dapat diuntungkan dari pemeriksaan radiografi, radiograf
yang diinginkan seharusnya didapatkan.
Sebagian besar pasien dan praktisi sering menyalahartikan bahwa karena
film sefalometri besar dan karena sorotan sinar harus memasuki seluruh tengkorak
maka akan terdapat lebih banyak resiko yang diterima tubuh ketika melakukan
radiografi sefalometri dibandingkan dengan radiografi intraoral. Hal tersebut keliru.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, film radiografi yang menggunakan layar

64
intensifying rare earth adalah lebih cepat dan karenanya membutuhkan jauh lebih
sedikit radiasi untuk mencapai kepadatan film optimal daripada film intraoral.
Sebagai tambahan, karena jarak sumber ke objek yang terlibat pada radiografi
sefalometri jauh lebih besar dibanding pada radiografi intraoral, foton sinar x
berjalan relatif sejajar terhadap satu sama lainnya dan pola pancaran sinar lebih
seragam. Ini mengurangi jumlah dari banyaknya jaringan lunak tambahan yang
terpapar dan juga mengurangi radiasi yang terpencar. Selain itu, intensitas dari
pancaran sinar yang mencapai pasien berkurang oleh faktor 14 ketika jarak 60 inci
sumber ke objek untuk radiografi sefalometri digunakan daripada jarak 16 inci yang
umum digunakan untuk intaoral radiografi. Bahkan ketika mengingat bahwa pola
paparan facial ketika menggunakan kolimasi sefalometri adalah sebuah daerah 8 x
10 inci, telah ditemukan bahwa paparan dari sistem sefalometri modern mungkin
setara dengan dua sampai empat radiograf periapikal ketika volume jaringan yang
dihitung.

Gambar 3.11 Instalasi sefalometri dengan menggunakan tembok yang


dilapisi timah secara permanen serta jendela observasi dari
kaca ber-timah untuk melindungi operator dari sinar x
terpencar.

Walaupun paparan sefalometri rendah, perlindungan radiasi untuk pasien


harus selalu mengikuti prinsip ALARA. Prinsip ini mengharuskan untuk menjaga
dosis radiasi “As Low As Reasonably Achievable” (serendah yang dapat dicapai).

65
Perlindungan yang masuk akal dipraktekkan seperti, menggunakan kombinasi
layar/film tercepat, menjaga kolimasi pancaran cahaya yang tepat (tidak lebih besar
dari film itu sendiri), dan menggunakan pelindung timah baik apron ataupun
tameng, harus dilaksanakan kecuali praktek ini menyebabkan usaha memperoleh
film dengan kualitas diagnostik tinggi menjadi tidak mungkin. Meskipun jumlah
dari radiasi terpencar yang mencapai organ reproduksi hampir tidak dapat terukur
dalam radiografi sefalometri, apron timah hanyalah beban tambahan kecil dan
mengurangi 90% dari pencaran yang mungkin mencapai jaringan tersebut. Akan
tetapi, dalam banyak kasus, kerah tiroid dapat menghilangkan daerah yang justru
diinginkan pada daerah jaringan lunak servikal dan penggunaannya mungkin tidak
berguna. Juga, seperti yang telah disinggung sebelumnya, keuntungan dari
penggunaan sistem grid sinar x dan peningkatan kontras gambar yang dihasilkan
harus ditimbang terhadap fakta bahwa paparan pasien harus ditingkatkan untuk
meraih kepadatan film yang tepat.
Perlindungan terhadap operator sinar x dan pegawai disediakan oleh praktek
perlindungan pasien yang dijelaskan diatas dan dengan berlindung dibalik dinding
kerja serta menjaga jarak operator yang tepat. Operator harus dapat untuk berdiri
setidaknya sejauh 6 kaki dari sumber pencaran sinar x (kepala pasien) dan jauh dari
pancaran sinar utama. Jika operator tidak memungkinkan untuk berdiri pada jarak
yang diinginkan, maka sebuah penghadang untuk berlindung harus disediakan yang
sebaiknya juga memungkinkan operator untuk melihat pasien selama paparan
(Gambar 3.11). Dinding dan jendela kaca dari ruang kerja tidak harus memerlukan
lapisan timah, terutama pada bagian yang tidak terkena sorotan sinar utama.
Ketebalan tertentu dari material pembangunan gedung konvensional dapat
memberikan perlindungan yang relatif sama dengan dinding timah yang setara.
Persyaratan konstruksi ruangan bergantung pada beberapa faktor seperti jarak dari
unit ke dinding, arah dari sorotan sinar utama, kekuatan maksimal dari unit sinar x,
ruangan berpenghuni yang bersebelahan, dan jumlah pemeriksaan film yang
dilakukan perhari. Lembaga kesehatan radiologi lokal sebaiknya diajak
berkonsultasi ketika ruang kerja sedang dibangun atau peralatan radiografi baru
sedang dipasang.

66
Terdapat aturan yang dikeluarkan pemerintah tentang tingkatan dari iradiasi
maksimum untuk perlindungan dari orang yang pekerjaannya melibatkan
penggunaan harian dari peralatan radiografi. Dosis sinar x maksimum efektif yang
diperbolehkan saat ini (MPD / Maximum Permissible X-Ray Dose) untuk pegawai
yang pekerjaannya terpapar adalah 20 mSv per tahun. Orang dibawah usia 19 tahun
tidak boleh melakukan pekerjaan yang terpapar iradiasi. Mungkin juga diinginkan
pada awalnya untuk mengukur paparan pada pegawai kantor melalui perangkat
pengamat sinar x yang umumnya disebut sebagai film badges. Namun, bila prinsip
perlindungan yang diajukan dalam pembahasan ini serta pedoman lokal dan negara
diikuti, paparan terhadap operator akan ditemukan jauh dibawah tingkatan MPD
yang ada. Tingkatan sangat rendah dari paparan pada operator peralatan sinar x
dental juga akan menjadi argumen tentang jaringan janin pada operator yang sedang
hamil. Apabila jumlah total paparan seorang operator sinar x yang sedang hamil
tetap dibawah MPD pekerja, maka jaringan janin yang terlibat akan secara otomatis
tetap dibawah batas yang berkurang karena perlindungan alami yang disediakan
oleh dalamnya jaringan reproduksi didalam tubuh.

Rangkuman
Tracing sefalometri serta pengukuran dan analisa dengan menggunakan
radiograf sefalometri sangatlah berguna dalam merancang suatu rencana perawatan
ortodontik yang dapat berhasil dengan baik. Teknik yang tepat dan perhatian pada
detail ketika exposing dan processing dari survey radiograf tersebut akan
menghasilkan gambar dengan kepadatan, kontras, dan ketajaman yang optimal
yang diperlukan untuk meraih hasil perawatan yang baik.

Bacaan Yang Disarankan


Goaz PW, White SC. Oral Radiology: Principles and Interpretation, ed 3. St. Louis:
Mosby-Year Book; 1994.
Kasle MJ. An Atlas of Dental Radiographic Anatomy, ed 4. Philadelphia: WB
Saunders; 1994

67
Bab
4

Teknik Tracing dan


Identifikasi Landmark

Teknik Tracing
Sebelum melakukan tracing film radiografi sephalometri, hal penting yang
harus diketahui adalah pemahaman menyeluruh tentang anatomi kepala, terutama
tulang kranium dan wajah. Teksbuk standar apapun tentang subjek ini dapat
digunakan. Pemahaman anatomis tengkorak kering sangat membantu
mengidentifikasi titik-titik pada sefalogram dengan benar.
Hal yang penting yang perlu diketahui adalah bahwa sefalogram 2-D ini
menggambarkan obyek 3-D dan struktur-struktur bilateral obyek tersebut
diproyeksikan pada film. Klinisi harus mampu membedakan struktur-struktur
bilateral dan tracing struktur tersebut secara terpisah, karena struktur kanan-ke-kiri
tersebut tidak superimpose secara sempurna karena adanya asimetri wajah,
perbedaan perbesaran pada sisi kranium yang paling jauh dari film, dan posisi tidak
sempurna pasien pada sefalostat. Posisi tidak sempurna tersebut merupakan
kesalahan paling banyak dalam sefalometri sehingga perlu perhatian khusus dalam
memeriksa posisi kepala sebelum expose film. Sebagai tambahan, median wajah
harus sesuai dengan garis vertikal pada sefalostat.
Secara kesepakatan, struktur bilateral (seperti rami dan batas bawah
mandibula) mula-mula di-tracing secara terpisah. Kemudian, “rata-rata” digambar
dengan pendekatan visual, yang digambarkan dengan garis putus-putus (Gb. 4.1).

68
Semua struktur bilateral akan ditempatkan pada garis “rata-rata” pada
tulang tertentu, seperti mandibula.

Gambar 4.1 Garis putus-putus yang digunakan sebagai garis “rata-rata” dari
struktur atau gambaran bilateral pada tracing

Alat dan Bahan Tracing


Alat-alat dan bahan-bahan yang direkomendasikan untuk melakukan
tracing ialah
a. Lateral cephalogram, umumnya berukuran 8 x 10 inchi (pasien dengan
asimetris wajah sering memerlukan film frontal anteroposterior)
b. Kertas tracing / kertas acetate (0,003 x 8 x10 inchi)
c. Pensil gambar 3H tajam
d. Pita perekat
e. Beberapa lembar kertas tebal (diutamakan hitam) 6 x 12 inchi dan tabung kertas
tebal yang berlubang
f. Protractor dan tooth symbol tracing template. Umumnya template (misalnya:
Unitek Corp) mempunyai lubang bulat untuk tracing outline ear rods
g. Cetakan gigi yang telah dirapikan sesuai oklusi intercups maksimal
h. Viewbox
i. Peraut pensil dan penghapus

69
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Melakukan Tracing
Dimulai dengan menempatkan sefalogram pada viewbox dengan gambar
menghadap kanan. Keempat ujung radiograf direkatkan pada viewbox. Dengan
menggunakan bolpoin hitam ujung tipis, 3 tanda silang digambar pada radiograf: 2
di dalam kranium dan 1 pada cervical vertebrae (Gb. 4.2). Tanda silang ini
digunakan untuk reorientasi tracing pada film untuk pemeriksaan selanjutnya atau
jika film tergeser pada prosedur tracing. Selanjutnya, kertas tracing ditempatkan di
atas radiograf dan direkatkan. Sisi kertas tracing yang mengkilat menghadap ke
bawah. Setelah merekatkan kertas tracing, 3 tanda silang di-tracing. Nama pasien,
nomor registrasi, umur dalam bulan dan tahun, tanggal pengambilan sefalogram,
dan nama operator ditulis pada pojok kiri bawah kertas tracing. Tekanan yang
ringan dan kontinyu digunakan pada pensil; jika mungkin, tracing garis-garis tanpa
berhenti dan/atau mengangkat pensil dari kertas tracing. Penggunaan penghapus
sebaiknya dihindari. Cetakan gigi perlu dilihat ketika menggambar garis molar dan
insisif.
Garis bayangan tipis pada outline profil jaringan lunak (seperti: anterior
nasal spine, nasion) dapat divisualisasi lebih jelas dengan menutup lampu, area
radioopak pada radiograf dengan 1 atau lebih kertas tebal hitam.
Untuk keperluan tertentu seperti studi serial atau pasca perawatan, tracing
sebanyak mungkin struktur anatomi sangat membantu pada daerah basis kranial,
palatum dan mandibula (termasuk, jika terlihat, kanalis mandibula) sebagai dasar
superposition radiograf serial.

Gambar 4.2 Penempatan 3 tanda silang

70
Tahap-tahap Teknik Tracing
Dalam buku ini terdapat duplikasi dari sefalograf pasien dan template
untuk membandingkan hasil tracing dengan hasil tracing penulis. Template ini
dibuat secara tahap demi tahap, mulai dari profil jaringna lunak, hingga stuktur
tulang pada basis kranial, maksila dan mandibula. Nomor langkah-langkah sesuai
dengan nomor area anatomis pada Gambar 4.3 dan 4.4.
Setelah menyelesaikan setiap tahap, template harus dibandingkan pada
tracing untuk dibandingkan. Jika terdapat perbedaan, perbedaan itu harus
dipecahkan sebelum lanjut ke tahap berikutnya. Dengan cara ini, kemajuan dapat
diawasi dan dikoreksi jika dibutuhkan.

Bagian 1: Proyeksi jaringan lunak, kranium luar & vertebra


1. Gambar 3 tanda silang (Gambar 4.2).
2. Trace profil jaringan lunak. Terkadang perlu menutup cahaya dari struktur
radioopak struktur tulang untuk melihat bayangan jaringan lunak dengan lebih
jelas.
3. Trace kontur luar cranium mulai dari tulang frontalis hingga tulang nasalis dan
oksipital. Outline prosessus mastoid bilateral pada tulang temporal sering
menutupi outline kondilus oksipital. Prosessus mastoid lebih besar dan
menonjol pada laki-laki daripada perempuan.
4. Trace outline vertebra servikalis 1 (atlas) dan 2 (axis). Dens atau prosesus
odontoid pada axis dapat berguna kemudian sebagai petunjuk untuk
menentukan basion, yaitu titik paling posterior dan inferior pada batas anterior
foramen magnum. Prosesus odontoid menunjuk pada basion.

71
(a) (b)
Gambar 4.3 (a) Landmark anatomi sefalometri; (b) Template 1

Bagian 2: Basis kranii, batas dalam kranium, sinus frontalis dan ear rods
5. Trace batas dalam cranium, yang parallel terhadap batas luar tulang frontalis,
parietalis dan oksipitalis pada bagian 1. Bagian dalam cranium lebih tidak jelas
dibandingkan dengan outline eksternal karena permukaan internal yang
irregular sesuai dengan bentuk otak dan suplai darahnya, dan lebih
dibingungkan lagi dengan gambar bilateral. Garis tracing digambar pada
perbatasan antara struktur radioopak dan radiolusen. Menggambar struktur
internal kraium dengan detail sangat membantu dalam orientasi longitudinal
atau sefalogram serial dalam memonitor perubahan pertumbuhan dan efek
terapi ortodonti. Hal ini dimungkinkan karena kranium hanya mengalami
sedikit perubahan setelah umur 7 tahun.
6. Trace atap orbita, yang memisahkan bola mata dengan fossa kranium anterior.
Struktur ini dapat sulit dilihat karena tipis, samar, bilateral, dan irregular
(mengikutsertakan garis opak sekitar orbita dapat berguna dalam superposisi
radiograf serial). Lanjut tracing ke posterior seoanjang aspek superior pada
tulang sfenoid hingga fossa pituitari.
7. Trace outline fossa pituitari atau sella tursica, dan spine-like anterior dan
prosesus clinoid posterior.

72
8. Trace planum sphenoidale, yang terletak anterior dari sella tursica. Lanjutkan
trace, bila terlihat, permukaan superior dari cribiform plate pada tulang
ethmoidalis. Struktur ini, jika tampak sepanjang midline, sering terhalang
oleh tulang pada atap orbita yang tampak sebagai garis opak ireguler. Ketika
tracing, struktur ini biasanya digambar dengan garis putus-putus, yang lebih
menggambarkan konfigurasi sebenarnya.
9. Trace outline sinus frontalis bilateral (sinus forontalis lebih besar dan
menonjol pada laki-laki daripada perempuan, dan membesar ketika
mendekati dewasa).
10. Trace dorsum sella, bila terlihat (sering tertutup oleh clinoid posterior).
Lanjutkan turun posteroinferior pada bagian superior basis kranii atau clivus.
11. Trace ke posterior pada bagian superior tulang oksipitalis hingga batas
anterior foramen magnum.
12. Trace outline lantai fossa kranii medialis bilateral (batas superior dari sayap
besar tulang sfenoidalis).
13. Trace ear rod kanan dan kiri, jika tampak pada sefalogram, menggunakan
template yang tersedia. Beberapa klinisi beranggapan ear rods yang
konsentrik penting dalam sefalogram yang baik jika meatus akustikus
eksternus simetris bilateral, yang jarang ditemui. Beberapa radiographer
beranggapan bahwa batas superior dari meatus ekternus (porion) hanya dapat
diidentifikasi dengan mudah pada spesimen tengkorak kering tetapi hanya
dapat diperkirakan secara kasar dengan ear rods. Beberapa peneliti
menyarankan menggunakan hanya 1 ear rod untuk orientasi posisi pasien,
kemudian memposisikan pasien pada natural head position (lihat Bab 13).
Karena tujuan utama identifikasi porion ialah untuk menentukan Frankfurt
horizontal dan menimbang kesulitan akurasi posisi porion, Moorrees
menyarankan untuk tidak menggunakan porion dan menggunakan batas
superior kepala kondilus untuk menentukan garis Frankfurt horizontal.

73
Gambar 4.4 (a) Landmark anatomis sefalometri; (b) Template 2

Bagian 3: Maksila dan struktur yang berhubungan termasuk nasal & fissura
pterigomaksilaris
14. Trace outline tulang nasalis. Morfologi sebenarnya dari ujung anterior-
inferior tulang nasalis sering sulit dilhat karena tipis. Melihat area ini melalui
tabung kertas dapat membantu dalam menentukan morfologi yang tepat.
Berikutnya, trace sutura nasofrontalis.
15. Trace, bila terlihat, tulang nasalis dan maksila yang membatasi hidung atau
apertura piriformis. Kadang stutura nasomaksila dapat diidentifikasi.
16. Trace batas lateral orbita dan infraorbital ridges; keduanya ialah struktur
bilateral, yang jarang dilukiskan dengan outline tunggal.
17. Trace outline prosesus zygomaticus pada maksila. Seringkali susah
ditentukan outlinenya, sama seperti batas lateral dan dasar orbita karena
sering bertumpuk. Terlebih, segmen maksila dari struktur ini lebih merupakan
penebalan tulang daripada struktur terpisah.; hal ini menyebabkan outline
menjadi tidak jelas. Outline posterior atas bergabung dengan orbita dorsal
pada fossa infratemporal. Outline-nya parallel dengan batas lateral orbita dan
dapat disalah artikan.

74
18. Trace outline bilateral fissura pterigomaksilaris. Outline ini
menggambarkan pertemuan dari bagian paling posterior maksila dengan
prosesus pterigoideus pada tulang sfenoidalis. Berbentuk airmata, fisura
pterigomaksilaris penting untuk menentukan spina nasalis posterior (PNS)
19. Trace spina nasalis anterior dari maksila, yang ujungnya sangat tipis dan
dapat tidak terlihat pada radiograf. Tabung kertas atau masking dapat
digunakan untuk menentukan morfologinya.
20. Trace outline superior dari dasar hidung yang memisahkan rongga mulut
dan rongga hidung. Trace struktur yang paling radioopak.
21. Trace spina nasalis posterior, yaitu batas posterior dari palatum durum.
22. Trace outline molar pertama rahang atas, yang seringkali superimpose dan
sering sulit ditentukan karena densitasnya yang tinggi. Perlu melihat cetakan
gigi dan menggambar molar atas dan bawah. Jika relasi molar tidak simetris,
gambar dengan garis titk-titik. Batas semento-enamel, jarang
divisualisasikan, tetapi dapat digambar jika perlu. Premolar atau molar
sulung sebaiknya di-tracing untuk menentukan bidang oklusi fungsional.
23. Trace outline anterior maksila dari ANS ke bawah, termasuk tulang maksila
tipis yang menutupi akar insisif rahang atas.
24. Trace outline insisif rahang atas. Insisif yang paling anterior di-tracing,
tetapi jika gigi yang paling anterior sangat tidak normal letaknya, trace
insisif yang lebih normal. Beberapa klinisi menyertakan kanal pulpa untuk
menentukan inklinasi gigi.

Gambar 4.5 (a) Landmark anatomis sefalometri; (b) Template 3

75
Bagian 4: Mandibula
25. Trace batas anterior symphisis mandibula, termasuk lapisan tipis tulang yang
menutupi akar insisif rahang bawah.
26. Trace bagian dalam dari symphisis. Beberapa klinisi menggunakan morfologi
symphisis untuk menentukan support tulang apical untuk memposisikan
insisif. Beberapa menggunakan area ini untuk superimpose sefalogram serial.
27. Trace batas inferior mandibula bilateral.
28. Trace bagian posterior ramus, yang sering terlihat sebagai struktur bilateral.
29. Trace kondilus, seringkali tidak terlihat pada sefalogram karena densitas
tulang sekitarnya dan ear rods. (Bjork menyatakan bahwa dalam tracing
outline kondilus, sefalogram tambahan dapat diambil ketika pasien membuka
mulut sehingga kondilus dapat bergerak ke inferior dan lebih jelas terlihat).
30. Trace, bila terlihat, mandibula notch dan prosesus koronoid.
31. Trace bagian anterior ramus sampai prosesus alveolaris. Struktur ini tampak
secara bilateral dan kadang samar. Jika terlihat, trace outline kanalis
mandibularis. Struktur ini penting untuk superposisi radiograf serial.
32. Trace molar pertama mandibula, melihat cetakan gigi yang menggambarkan
relasi molar pada pasien. Gigi di anterior molar pertama juga di-trace untuk
menentukan bidang oklusi dan memperkirakan kurva spee.
33. Trace gigi insisif rahang bawah yang paling anterior. Jika gigi yang paling
anterior sangat tidak normal letaknya, trace insisif yang lebih normal. Trace
juga saluran akar jika telihat.

Gambar 4.6 (a) Landmark anatomis sefalometri; (b) Template 4

76
Identifikasi Cephalometric Landmarks
Setelah menyelesaikan tracing dan membandingkan pada template 1 sampai
4, tracing dipindah dari viewbox dan radiograf. Seperti digambarkan pada Gambar
4-1, outline bilateral harus di-“rata-rata” dengan garis putus-putus. Seluruh
landmark bilateral sebaiknya ditunjukkan dengan garis “rata-rata”.
Sebagai aturan umum, hanya titik-titik yang menunjukkan landmark
diletakkan di atas tracing aslinya. Jika landmark sudah ditetapkan, beberapa kopi
tracing dapat dibuat. Menggambar berbagai garis dan tulisan pada tracing asli
sebaiknya dihindari karena dapat menghalangi detail yang diperlukan untuk
keperluan selanjutnya. Analisis lebih dari satu sering dibutuhkan untuk menetapkan
diagnosis klinis yang tepat. Terlebih, beberapa analisis menggunakan bidang dan
poin yang unik, sehingga setiap analisis sebaiknya ditempatkan pada kopi yang
terpisah untuk menghindari kesalahan (distorsi juga dapat terjadi pada beberapa
mesin fotokopi).

Landmark Sefalometri
Mula, mula, landmark yang sering digunakan dalam sefalometri harus
ditetapkan. Pada bab-bab berikutnya, analisis individual seperti Steiner, Downs,
Mesh, Ricketts, Wits dan McNamara akan dibahas lebih mendetail.
 ANS (spina nasalis anterior): Ujung anterior dari ujung tulang pada proesesus
maksila pada batas bawah nasalis anterior.
 Ar (articulare): Tititk pada batas posterior ramus dan batas bawah basis cranii
posterior (tulang oksipitalis).
 Ba (basion): Titik terbawah dari batas anterior foramen magnum.
 Bo (poin Bolton): Interseksi outline kondilus dan foramen magnum pada titik
tertinggi notch posterior dari kondilus oksipital.
 Go (gonion): Titik pada kurvatur sudut mandibula, yang ditentukan dengan
membagi sudut yang terbentuk dari garis yang menyentuh ramus posterior dan
batas bawah mandibula.
 Gn (gnathion): Titik pada tengah-tengah antara anterior (pogonion) dan inferior
(menton) pada tulang dagu.

77
 Me (menton): Titik terbawah pada bayangan simfisis mandibula pada sefalograf
lateral.
 N (nasion): Titik paling anterior pada sutura frontonasalais pada bidang
midsagital.
 Or (orbitale): Titik terbawah dari batas bawah orbita.
 PNS (spina nasalis posterior): Spina poterior pada tulang palatum yang
membentuk palatum durum.
 Pog (pogonion): Titik paling anterior pada dagu.
 Po (porion): Titik paling superior pada meatus akustikus eksternus, ditentukan
menggunakan ear rods pada sefalostat (porion mekanis).
 Point A (subspinale): Titik tengah paling posterior pada kecembungan diantara
spina nasalis anterior dan prosthion (titik paling inferior pada tulang alveolar
yang menutupi insisif rahang atas).
 Poin B (supramentale): Titik tengah paling posterior pada kecembungan
mandibula diantara titik paling superior pada tulang alveolar yang menutupi
insisif rahang atas.
 Ptm (pterygomaxillare): Kontur fisura pterigomaksila yang dibentuk oleh
tuberositas retromolar maksila di sebelah anterior dan kurva anterior prosesus
pterigoid tulang sfenoidalis di sebelah posterior. Titik terbawah tersebut yang
digunakan.

Langkah-langkah Identifikasi Landmarks

Gambar 4.7 Template 5

78
Terdapat perbedaan tentang lokasi pasti dari deskripsi yang telah ada
tentang landmark sefalometri, yang umum ditemukan pada buku teks ortodonti.
Kenyataannya, hal tersebut masih menjadi kontroversi. Terlebih, lokasi beberapa
landmark seperti pogonion dan menton tergantung pada orientasi kepala.
Contohnya, jika kepala terlalu menunduk, menton, titik terbawah pada simfisis
mandibula, dan pogonion, titik paling anterior pada simfisis, menjadi lebih anterior
atau superior. Poin A dan B juga dipengaruhi posisi kepala. Oleh karena itu, dalam
menstandarisasi landmark sefalometri, sebaiknya sefalogram diorientasikan
menurut bidang Frankfurt horizontal (FH). Bidang ini ditunjukkan dengan garis
yang melewati porion dan orbitale. Jika bidang ini telah digambar, landmark yang
terpengaruh perubahan posisi kepala dapat ditentukan dengan menggunakan garis
yang paralel atau tegak lurus dengan FH. Contohnya, pogonion, titik paling anterior
pada dagu, dapat ditentukan dengan garis tegak lurus dari FH pada aspek paling
menonjol pada dagu. Titik pada garis yang pertama kali menyentuh dagu ialah
pogonion (Gambar 4-6). Dengan cara ini, ambiguitas dalam menentukan landmark
tertentu dapat dikurangi. Posisi kepala tidak mempengaruhi lokasi landmark lain,
yang dapat langsung diidentifikasi. (Klinisi sebaiknya mengetahui bahwa
penggunaan FH untuk menentukan landmark tidak cocok untuk semua sefalogram
karena fitur morfologis individu yang berbeda-beda.)
Mula-mula, porion dan orbitale ditentukan untuk menentukan bidang FH.

 Orbitale: Untuk menentukan orbitale, tempatkan ujung penggaris pada ujung


atas ear rod dan geser ujung lain penggaris ke atas hingga menyentuh
infraorbital rim pada orbita. Titik ini ialah orbita.
 Porion: Dengan menggunakan orbitale sebagai titik referensi, pegang ujung
lurus pada tempatnya, dan ujung paling luar dan superior ear rod sebagai porion.
Jika porion dan orbitale telah ditentukan, FH digambar. Jika posisi ear rods
meragukan atau tidak digunakan, FH digambar dengan garis melalui orbitale atau
menyentuh titik superior kepala kondilus.

79
Landmark pada basis kranii dan daerah sekitarnya ditentukan.
 Sella: Titik tengah fossa pituitari, dilihat secara visual.
 Nasion: Terletak pada bagian paling anterior sutura frontonasalis.
 Basion: Menggunakan garis lurus paralel dengan FH, basion ialah titik
persentuhan pertama kali dengan batas anterior foramen magnum.
Kemudian, landmark sefalometri pada maksila ditentukan.
 Ptm: Apeks dari fissura pterigomaksila yang berbentuk air mata.
 ANS: Ujung anterior spina nasalis.
 PNS: Menggunakan garis tegak lurus dengan FH, PNS berada pada ujung
posterior tulang palatina.
 Point A: Menggunakan garis yang tegak lurus dengan FH, Poin A terletak pada
ujung posterior kurva diantara ANS dan prosesus alveolaris maksila.
 Point B: Pada garis yang tegak lurus dengan FH, Poin B terletak pada titik paling
posterior pada kurva dagu dan prosesus alveolaris mandibula.
 Pogonion: Garis yang tegak lurus dengan FH digeser ke depan, kemudian ke
belakang dimana pertama kali menyentuh dagu.
 Menton: Menggunakan garis yang paralel dengan FH, garis digeser lurus ke atas
hingga menyentuh batas bawah simfisis mandibula.
 Gnathion: Merupakan titik tengah diantara pogognion dan menton pada outline
symphisis.
 Gonion: Menggunakan 2 garis, garis 1 menyentuh batas bawah mandibula dan
lainnya menyentuh batas posterior ramus. Gonion ditentukan pada kurva pada
sudut mandibula dengan membagi sudut mandibula menjadi 2 sudut sama besar
(lihat Gambar 4-5).
 Articulare: Articulare terletak pada batas posterior ramus dan batas bawah basis
kranii.

80
Setelah menggambar landmark, bandingkan hasil tracing dengan template
5. Beberapa kopi disiapkan untuk melakukan berbagai analisis pada bab-bab
berikutnya.

Gambar 4.8 (a) Menentukan gonion; (b) Menentukan pogonion

81
Bab
5

Analisa Down
Tipe Dasar Wajah
Pada saat melakukan pengamatan pada profile muka manusia, WB Down
menemukan bahwa,umumnya posisimandibula dapat digunakan untuk menentukan
apakah muka seseorang tersebut tampak seimbang atau tidak. Sebuah profile yang
dikatakan “ideal”, yang merupakan gambaran keindahan dan keharmonisan tata
wajah seseorang, menurut pandangan kebanyakan orang adalah mandibula yang
tampak orthognathous, yaitu tidak retrusif maupun protrusif.
Meskipundemikian, Down menyadari bahwa profil wajah seseorang dapat
saja tampak protrusive maupun retrusif, namun porposinya tetap harmonis. Pada
beberapa individu, wajahnya dapa tmenonjol melebihi cranium namun tetap tampak
harmonis, mereka inilah yang disebut memiliki mandibula yang prognati.
Down kemudian mengelompokkan lebih jauh hasil pengamatannya dalam
empat tipe dasar wajah:
1. Retrognatic, mandibulanya lebihke posterior
2. Orthognatic, merupakan bentuk mandibula yang ideal
3. Prognatic, mandibulanya lebih ke anterior
4. True prognatism, wajahbagian bawah tampak menonjol secara nyata
Keempat tipe wajah ini dapat saja memiliki oklusi normaldan profil wajah yang
harmonis baik dalam bentuk maupun porporsi. Down menggunakan FH plane
sebagai patokan untuk menentukan apakah profil wajah seseorang tersebut
retrognatism, orthognatism atau prognatism karena bidang FH posisinya sejajar
dengan bidang horizontal.

82
Rentang Normal Down
Subjek penelitian yang dipakai sebagai control group oleh Down diperoleh
dari 20 subjek orang kulit putih berusia 12-17 tahun yang secara klinis memiliki
oklusi ideal dengan jumlah subjek wanita dan laki-laki sama banyak. Masing2
subjek memiliki Dental cast, model studi , foto, cepalometric dan foto intraoral.

83
POLA SKELETAL
Sudut Wajah
Sudut facial digunakan untuk mengukur derajat retrusi atau protrusi dari
rahang bawah. Sudut fasial merupakan sudut inferior dalam dimana garis fasial
(nasion-pogonion) memotong bidang FH (Gb. 5.5). Nilai rata-rata dari sudut ini
dalam Gambar 5.5 adalah 87.7 derajat (SD 3.6) dengan rentang antara 82-95 derajat.
Dagu yang meruncing (prominen) akan membuat nilai sudut fasial meningkat,
sementara nilai yang lebih kecil dari pembacaan normal berarti dagu akan lebih
retrusif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sudut fasial dapat mewakili derajat
retrusi atau protrusi sebuah mandibula dilihat dari relasinya dengan wajah bagian
atas, dalam hubungannya antara FH dengan garis fasial (nasion-pogonion).
Besarnya sudut fasial akan meningkat dengan semakin prominennya dagu.

Sudut Kecembungan
Beberapa landmark dan pengukuran bidang diperlukan untuk mengukur
beberapa hal ini antara lain : derajat keprotrusifan dan keretrusifan suatu profil
mandibula, relasi rahang terhadap satu sama lain, kecekungan mandibula dan
inklinasi mandibula. Pengukuran landmark skeletal berikut ini digunakan untuk
menilai kriteria berikut ini : sudut kecembungan dibentuk oleh perpotongan garis

84
N-titik A terhadap titik A-Pogonion (AP) Gambar 5.6. Sudut ini dipakai untuk
mengukur lengkung basal maksila pada batas anterior (titik A) terhadap profil fasial
secara keseluruhan nasion –pogonion).

Nilai sudut ini berkisar antara nilai negatif dan postif dari 0. Jika garis
pogonion – titik A dipanjangkan ( lihat garis putus-putus pada Gb. 5.6) dan terletak
di anterior garis N-A maka sudut yang terbentuk bernilai positif. Nilai positif sudut
ini memiliki makna bahwa basis maksila lebih prominen terhadap mandibula.
Sehingga sudut kecekungan yang memiliki nilai negatif berhubungan erat dengan
adanya profil yang prognati. Nilai sudut ini bervariasi dari nilai minimal yaitu -
8.5derajat sampai nilai maksimum +10 derajat dengan nilai rata-rata 0 derajat.

A-B Plane
Titik A dan titik B dihubungkan dengan sebuah garis dan saat garis tersebut
dipanjangkan, sudut yang terbentuk dengan garis nasion-pogonion dibaca dengan
cara yang sama dengan determinasi sebelumnya (Gb. 5.7). Bidang A-B adalah
merupakan sebuah ukuran hubungan batas anterior basis apikal terhadap satu sama
lain dalam hubunganya dengan garis fasial. Garis ini merepresentasikan estimasi

85
tingkat kesukaran dalam mendapatkan nilai inklinasi aksial yang tepat dan relasi
insisive ketika menggunakan terapi ortodonti.

Karena titik B posisinya berada dibelakang titik A, maka sudut yang


terbentuk biasanya nilainya negatif, kecuali pada kelas III atau kelas I dengan
mandibula yang prominen. Pembacaan nilai negatif yang besar memiliki
intrepretasi pola fsial kelas II. Nilai sudut ini memiliki nilai maksimal 0 derajat dan
minimal -9 derajat dengan nilai rata-rata -4.6 derajat.

Sudut bidang mandibula


Menurut Down bidang mandibula (MP) merupakan bidang yang
bersinggungan dengan sudut gonion dan titik terendah dari symphysis (Gb. 5.8).
Sudut bidang mandibular dibentuk dengan menghubungkan MP terhadap bidang
FH.

86
Sudut bidang mandibula pada kasus retrusi dan protrusi biasanya
mempunyai nilai yang tinggi dan ini merupakan pola fasial hyperdivergent yang
kurang menguntungkan. Sudut bidang mandibula menyebabkan perawatan dan
prognosanya menjadi sedikit rumit, namun meskipun demikian, ini bukan satu-
satunya hal yang dapat menentukan sulit tidaknya perawatan yang dilakukan. Nilai
pembacaan sudut ini bervariasi dari nilai minimal 17 derajat sampai maksimal 28
derajat dengan nilai rata-rata 21,9 derajat.

Y-(growth ) Axis
Y axis ini diukur sebagai sudut kritis yang dibentuk oleh persilangan sebuah
garis dari sela tursika ke gnation dengan bidang FH (Gb. 5.9). Nilai sudut ini lebih
besar pada pola fasial kelas II dibanding dengan tendensi kelas III. Axis Y ini
mengindikasikan derajat pertumbuhan posisi dagu kearah bawah, samping dan atas
terhadap muka bagian atas.

87
Penurunan nilai sumbu Y pada foto radiografi yang diambil secara serial
dapat diinterpretasikan sebagai adanya sebuah pertumbuhan arah horizontal yang
lebih besar dibandingkan pertumbuhan arah vertikal. Sedangkan peningkatan nilai
sumbu Y menandakan adanya pertumbuhan vertikal mandibula yang melebihi
pertumbuhan horizontal (atau ke arah depan). Variasi pertumbuhan ini berkisar
antara nilai minimal yaitu 53 derajat dan maksimal 66 derajat dengan nilai rata-rata
adalah 59,4 derajat.

DENTAL PATTERN
Kemiringan bidang oklusal
Down awalnya mendefinisikan bidang oklusal sebagai garis yang
memotong overlaping cups dari molar pertama dan overbite insisal. Pada kasus-
kasus dimana gigi –gigi insisal malposisinya sangat parah, Down menyarankan
untuk menggambar bidang oklusal melalui regio cups premolar dan molar yg
overlaping. Kemiringan bidang oklusal merupakan ukuran lereng bidang oklusal
dengan bidang FH (Gb. 5.10). Sudut ini diukur dengan cara yang sama dengan
metode yang digunakan untuk mengukur sudut dari bidang mandibula ke bidang
FH. Kedua bidang ini, jika diparalelkan maka nilainya adalah 0 derajat. Jika bagian

88
anterior dari bidang ini lebih rendah daripada bagian posterior, maka sudut yang
akan dibentuk bernilai positif. Pola fasial kelas II biasanya memiliki sudut positif
yang besar. Percabangan yang panjang akan menurunkan pembacaan nilai sudut.
Nilai minimal sudut ini adalah +1.5 derajat, maksimalnya +14 derajat dengan rata-
rata 9,3 derajat.

Sudut interinsisal
Sudut interinsisal ini dibentuk dengan melewati sebuah garis melalui tepi
insisal dan apekgigi dari insisif sentral RA dan RB (Gb. 5.1) . Sudut ini nilainya
cenderung kecil pada individu-individu yang memiliki gigi insisif yang tiping
kedepan pada basis dental. Nilai minimalnya 130 derajat, maksimal 150 derajat dan
rata-ratanya 135.4 derajat.

89
Sudut bidang insisal-oklusal
Sudut bidang insisal oklusal menghubungkan insisal RB dengan bidang
oklusal. Sudut bawah dalam dibaca positif atau negatif tergantung dari deviasi
terhadap sudut yang benar (Gb. 5.11). Nilai sudut positif ini akan meningkat jika
gigi insisif semakin terinklinasi kedepan. Nilai minimalnya +3.5, max 20 derajat
dengan rata-rata 14.5 derajat.

90
Sudut bidang insisif-mandibula
Sudut ini dibentuk dengan memotongkan bidang mandibular dengan garis
yang melewati tepi insisal dan apek gigi insisif sentral rahang bawah (Gb. 5.11).
Nilai sudut ini positif jika gigi insisif tipping kedepan terhadapsumbugigi. Nilai
minimal -8,5, maksimal +7 dan rata-rata 1.4.

Protrusi insisif maksila


Protrusi insisif maksila diukur sebagai jarak antara tepi insisal gigi insisif
sentral maksila dengan garis dari titik A-pogonion (Gb. 5.12). Jarak ini nilainya
positif jika tepi insisal lebih anterior dibanding garis A-pogonion dan merupakan
indikasi derajat protrusi gigi maksila.
Sementara nilai jarak ini negatif apabila tepi insisal berada di belakang garis
A-pogonion dan merupakan indikasi derajat retrusi gigi insisif RA. Nilai
minimalnya -1.0mm, maksimal +5mm dan rata-ratanya +2.7mm.

91
THE POLYGON
Karena sulitnya membuat kesimpulan yang berupa tabel atau gambar dari
beberapa cefalometric yang dapat dipahami dengan mudah, Vorhies dan Adam
(1951) lantas membuat sebuah struktur poligon atau “wiggle” yang
menggambarkan cephalometric dalam bentuk grafik (Gb. 5.13)
Sebuah poligon memiliki garis tengah vertikal, yang mewakili nilai rata-rata
dari beberapa pengukuran sefalometri. Semua yang berada pada sisi kiri atau kanan
garis tengah ini mewakili beberapa parameter dengan nilai lebih besar atau lebih
kecil dari nilai rata-rata.
Untuk membuat poligon sefalometrinya, Vand A mengunakan nilai
maksimum dan minimum dari pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh Down
(Tabel 5.1) dan mereka kemudian menuliskan nilai-nilai ini pada kedua sisi nilai
rata2 yang berupa garis tengah vertikal tadi. Hasilnya adalah berupa pola zigzag.
Dengan membalik beberapa bacaan maksimum dan minimum, dimungkinkan
untuk didapatkan semua bacaan yang akan memberikan gambaran trend kelas II
dalam hal ini semua bacaan yg berada pada sisi kiri, sementara bacaan pada sisi
kanan menunjukkan trend kelas III.

92
Poligon ini kemudian dibagi lagi menjadi dua bentukan poligon lain yang
berbeda dalam grafik tersebut, dengan meletakkan hasil pengukuran pola skeletal
pada sisi sebelah atas dan hasil pengukuran pola dental pada sisi sebelah bawah.
Panah vertikal yang terletak di tengah melambangkan nilai rata-rata normal dan
garis tebal dari poligon ini menunjukkan variasi hasil pengukuran yang extrem.
Polygon merupakan gambaran analisa sefalometri yg efektif secara kuantitatif yang
merupakan metode yang tepat yang dapat digunakan klinisi dalam menganalisa dan
mempressentasikan data dengan cepat dan tepat.

Interpretasi Tracing Headfilm Cephalometric


Gambar berikut ini memperlihatkan hasil tracing seorang pria kulit putih
dengan maloklusi dengan menggunakan metode Down.

93
Tracing profil jaringan lunak dari pasien tersebu tmemperlihatkan gambaran
bibir yang protrusif. Untuk menyesuikan posisi bibir maka bibir bawah akan sedikit
naik melalui aksi dari otot mentalis yang disini tampak terlihat jelas dengan adanya
kontur yang iregular dari jaringan lunak di sekitar dagu.
Nilai facial anglenya adalah 82 derajat (rerata normal, 87 derajat) dan nilai
ini masih dalam batas normal. Oleh karena itu maka mandibula memiliki tendensi
kearah posisi retrusi. Nilai sudut konveksitas adalah 12 derajat (rerata, 0 derajat)

94
yang berarti bahwa basis maksila terletak lebih anterior dari dari keseluruhan profil
muka. Nilai sudut AB adalah -11,5 derajat ( normal, -4,6 derajat) hal ini merupakan
indikasi sebuah maloklusi kelas II yang cukup parah. Mandibular plane bernilai 19
derajat yang mendekati rerata 21,9 derajat. Nilai y- aksis adalah 55 derajat (normal
66 derajat) yang berarti mandibula tumbuh lebih ke arah horizontal daripada
vertikal.
Kemiringan bidang oklusal adalah 6 derajat (rerata, 14 derajat) dan masih
dalam rentang normal. Nilai sudut interinsisal yang cukup “acute” (100 derajat)
menunjukkan proklinasi dari insisif. Untuk mengetahui derajat keparahan inklinasi
insisif, dilakukan pengukuran inklinasi aksial dari insisif bawah terhadap bidang
oklusal dan bidang mandibula. Nilai keduanya (tabel 5.2) menunjukkan bahwa
insisif rahang bawah lebih tipping ke arah labial. Untuk mengetahui derajat protusif
dari insisif rahang atas makan gigi-gigi ini direlasikan dengan bidang AB. Dalam
kasus ini nilainya adalah 13 mm yang berarti menunjukkan posisi insisif rahang
atas yang protusinya cukup parah.
Kesimpulan dari kasus ini adalah tendensi maloklusi kls II angle div I
dimana maksila,mandibula cenderung sedikit retrusif, Insisif RA proklinasi parah,
Mandibula tumbuh ke depan.

95
Bab
6

Analisa Steiner

Pengenalan analisa Downs mendorong sejumlah peneliti dan klinisi yang


antusias untuk mengembangkan analisa mereka sendiri. Deretan analisa yang
mengikutinya menyebabkan masalah yang membingungkan bagi para klinisi.
Sebagai contoh sederhana, terlalu banyak titik yang diidentifikasi dan terlalu
banyak alat ukur yang digunakan. Sebagai hasilnya, informasi penting tertutupi
oleh detail-detail yang kurang penting.
Cecil C. Steiner menyeleksi parameter yang dianggap paling berarti dan
mengembangkan analisa yang dipercaya akan menyediakan informasi klinis yang
maksimal dengan jumlah alat ukur yang minimal
Beberapa alat ukur kemudian dipilih dan angka rata-rata ditentukan dengan
sekelompok individu dengan oklusi normal. Dengan membandingkan hasil bacaan
penapakan atau pengukuran pasien dengan maloklusi terhadap mereka dengan
oklusi "normal", derajat deviasi dari normal dapat ditentukan.

Analisa
Dalam penilaian sefalometri lateral kepala (lateral cephalometric headfilm),
Steiner mengusulkan penilaian atas beberapa bagian dari tengkorak secara terpisah,
yaitu skeletal, dental, dan jaringan lunak. Analisa skeletal melibatkan hubungan
rahang atas dan rahang bawah terhadap tengkorak dan terhadap satu sama lain.
Analisa dental melibatkan hubungan gigi insisif atas dan bawah terhadap masing-
masing rahang dan satu sama lain. Analisa jaringan lunak memberikan rata-rata dari
penilaian keseimbangan dan harmoni dari profil fasial bagian bawah.

96
Analisa skeletal
Seperti yang dijelaskan pada chapter 4 mengenai bacaan sefalometri lateral
dan identifikasi titik dan bidang tradisional (Gb. 6.1 dan 6.2). Bidang konvensional
yang digunakan para antropologis (dan Downs) untuk menghubungkan struktur
kraniofasial saat mempelajari tulang tengkorak adalah Frankfurt horisontal.
Namun, pada sefalometri lateral, titik-titik seperti porion dan orbitale tidak selalu
mudah untuk diidentifikasi. Oleh karenanya, Steiner memilih untuk memakai basis
kranial anterior (sella hingga nasion) sebagai garis referensi yang akan
dihubungkan dengan rahang. Keuntungan memakai dua titik tengah ini adalah
pergerakan keduanya minimal saat kepala deviasi dari posisi profil yang
sesungguhnya. Hal ini tidak berubah meskipun kepala dirotasi pada sefalostat.
Setelah terbentuk bidang referensi, hubungan anteroposterior basis apikal dari
maksila dan mandibula terhadap satu sama lain dan terhadap basis kranial anterior
dapat ditentukan.

Gambar 6.1 Titik pada sefalometri lateral Gambar 6.2. Bidang pada sefalometri lateral
yang digunakan dalam analisa Steiner yang dipakai dalam analisa Steiner.

Maksila
Titik A dan B masing-masing dianggap sebagai batas anterior dari basis
apikal maksila dan mandibula. Titik A bukan titik referensi ideal; namun demikian
masih sering digunakan (diskusi mengenai topic dan usulan mengenai identifikasi
landmark berdasarkan artikel berjudul “Point A Revised”) Oleh karena itu, untuk

97
menentukan apakah maksila terletak anterior atau posterior terhadap basis kranial
dipakai sudut SNA. Rata-rata pembacaan SNA adalah 82 derajat (Gb 6.3a); namun,
jika pembacaan angular lebih besar dari 82 derajat, menunjukkan posisi maksila
yang relatif ke depan (Gb 6.3b). Sebaliknya, jika pembacaan kurang dari 82 derajat,
menunjukkan posisi maksila yang relatif ke belakang atau resesi (Gb 6.3c).

Gambar 6.3 Sudut SNA: (a) Rata-rata pembacaan SNA adalah 82derajat; (b)
Sudut SNA 91 derajat menunjukkan maksila protrusi; (c) Sudut
SNA 77 derajat menunjukkan maksila resesi.

Mandibula
Untuk menilai apakah mandibula relatif protrusi atau resesi terhadap basis
kranial, dilakukan pembacaan sudut SNB (rata-rata 80 derajat) (Gb. 6.4a). Sudut
SNB kurang dari 80 derajat mengindikasikan mandibula resesi (Gb. 6.4b). Sudut
SNB yang lebih besar dari 80 derajat menunjukkan mandibula prognati (Gb. 6.4c).

98
Gambar 6.4 Sudut SNB: (a) Rata-rata pembacaan SNB adalah 80derajat;
(b) Sudut SNB 77 derajat menunjukkan mandibula resesi; (c)
Sudut SNB 86 derajat menunjukkan mandibula protrusi.

Relasi Maksila terhadap Mandibula


Dengan mencatat pembacaan SNA dan SNB, dapat dilihat posisi rahang
yang tepat. Pembacaan yang lebih signifikan adalah pembacaan ANB yang
memberikan informasi tentang posisi relatif rahang terhadap satu sama lain.
Steiner menyatakan bahwa beliau tidak terlalu memperhatikan sudut SNA
karena sudut tersebut hanya menunjukkan apakah wajah protrusi atau retrusi
dibawah tengkorak. Yang menjadi perhatian Steiner adalah perbedaan antara SNA
dan SNB, yaitu sudut ANB. Sudut ANB memberikan gambaran umum diskrepansi
anteroposterior maksila terhadap basis apikal mandibula. Rata-rata pembacaan
ANB adalah 2derajat (Gb. 6.5); sudut ANB yang melebihi 2 derajat menunjukkan
kecenderungan klas II skeletal. Semakin besar gambar, semakin besar diskrepansi
anteroposterior rahang, dan biasanya semakin besar kesulitan dalam mengkoreksi
maloklusi. Sudut ANB kurang dari 2 derajat dan pembacaan kurang dari 0
(misalnya -1 derajat, -2 derajat, -3 derajat) mengindikasikan bahwa mandibula
terletak di depan maksila, menggambarkan relasi klas III skeletal.

99
Gambar 6. 5. Sudut ANB: Rata-rata pembacaan sudut ANB 2 derajat (c) adalah
perbedaan antara sudut SNA (a) dan SNB (b) dalam oklusi “normal”.

Bidang Oklusal
Bidang oklusal digambar melewati wilayah cusp yang tumpang tindih dari
premolar pertama dan molar pertama.
Survey sefalometri dari masalah ortodonti tidaklah lengkap tanpa penilaian
lokasi gigi pada oklusi terhadap wajah dan tengkorak. Oleh karena itu, sudut bidang
oklusal terhadap S-N dihitung. Rata-rata pembacaan untuk oklusi normal adalah 14
derajat (Gb. 6.6).

Gambar 6.6 Berbagai bidang dan sudut pada analisa Steiner. Biasanya, pengukuran
figur ditempatkan pada penapakan, seperti pada gambar ini.

100
Bidang Mandibula
Bidang mandibula digambar diantara gonion (Go) dan gnathion (Gn). Sudut
bidang mandibula dibentuk dengan menghubungkannya terhadap basis kranial
anterior (S-N). Pembacaan rata-rata untuk sudut ini adalah 32 derajat (Gb. 6.6).
Sudut bidang mandibula yang terlalu tinggi/rendah menunjukkan pola pertumbuhan
yang tidak baik pada individu. Pola seperti ini dapat mempengaruhi hasil perawatan
dan baik untuk mengantisipasi masalah seperti ini bila terjadi.

Analisa Dental
Biasanya analisa dental memberikan jawaban terhadap observasi klinis
yang telah dilakukan. Dengan kata lain, banyak contoh dimana gambaran
radiografik nyata berbeda penandaannya dari konsep klinik lokasi insisif.

Posisi Insisif Maksila


Lokasi relatif dan inklinasi aksial dari insisif rahang atas ditentukan dengan
menghubungkan gigi terhadap garis N-A. Bacaan sudut insisif atas terhadap N-A
menunjukan hubungan derajat angular relatif gigi insisif atas, sedangkan bacaan
insisif sentral rahang atas terhadap N-A dalam milimeter memberikan informasi
posisi gigi insisif terhadap garis N-A yang relatif ke depan atau ke belakang (Gb.
6.7).

Gambar 6.7. Insisif maksila terhadap garis NA; ukuran yang “ideal” adalah 22 derajat dan 4 mm.

101
Dengan menggunakan metode ini, insisif sentral rahang atas seharusnya
memiliki relasi terhadap garis N-A sedemikian rupa dimana posisi paling anterior
dari mahkotanya adalah 4 mm di depan garis N-A dan inklinasi aksialnya
membentuk sudut 22 derajat terhadap garis. Kegunaan parameter garis dan sudut
dalam orientasi insisif memberikan informasi yang berhubungan dengan lokasi gigi
secara anteroposterior terhadap garis N-A dan angulasinya juga.
Pembacaan sudut insisif saja tidak memberikan informasi yang cukup
terhadap posisi anteroposterior gigi ini dalam kompleks fasial. Sebagai contoh,
insisif maksila memiliki sudut 22 derajat dan posisinya ideal dalam arah
anteroposterior (yaitu 4 mm dari garis N-A) (Gb 6.8).
Kemungkinan lain yaitu gigi ini dapat memiliki sudut 22 derajat terhadap
garis N-A dan posisinya jauh ke depan atau ke belakang dalam tulang fasial. Untuk
menentukan posisi relatif anteroposterior insisif dengan tepat, perlu dilakukan
pengukuran jarak permukaan paling labial gigi insisif terhadap garis N-A. Pada
gambar 6.8, sudut 22 derajat sama pada ketiga insisif, namun hubungan relatif
anteroposterior yang benar hanya pada gigi yang diarsir (Gb. 6.8b). 2 insisif lain
terlalu maju atau mundur ( yaitu pembacaan milimeter kurang atau lebih dari 4mm).
Dengan tanda yang sama pembacaan milimeter dari insisif atas terhadap
garis N-A saja tidaklah cukup Pembacaan sudut perlu untuk menunjukkan derajat
inklinasi gigi tersebut. Tidaklah sulit untuk memvisualisasi sebuah gigi, permukaan
labial (biasanya dekat ujung mahkota) yaitu 4mm dari garis N-A, sudutnya dapat
terlalu vertikal atau inklinasinya terlalu labial (Gb. 6.9).

102
Gambar 6.8 Sudut insisif 22 derajat namun Gambar 6.9 Ilustrasi untuk menunjukkan
(a) retroposisi (2 mm); (b) posisi ideal (4 hubungan ujung insisif dalam pembacaan
mm); dan (c) posisi terlalu jauh ke depan (8 milimeter yang inadekuat. Ketiga gigi 4 mm dari
mm). garis NA tetapi sudutnya berbeda-beda (yaitu 40
derajat, 22 derajat, dan 3 derajat)

Posisi Insisif Mandibula


Lokasi relatif anteroposterior dan angulasi gigi insisif rahang bawah
ditentukan dengan merelasikan gigi terhadap garis N-B. Pengukuran gigi insisif
bawah terhadap N-B dalam milimeter menunjukkan posisi gigi-gigi ini yang relatif
ke depan atau ke belakang terhadap garis N-B. Pembacaan derajat insisif sentral
rahang bawah terhadap N-A menunjukkan inklinasi aksial dari gigi-gigi ini. Bagian
paling labial dari mahkota gigi insisif rahang bawah seharusnya 4mm di depan garis
N-B, sedangkan inklinasi aksial gigi terhadap garis ini 25 derajat (Gambar 6.10).
Memastikan baik lokasi maupun angulasi insisif rahang bawah adalah sama
pentingnya seperti pada kasus insisif rahang atas.

103
Gambar 6.10. Hubungan insisif mandibula terhadap garis NB, 4mm dan 25 derajat.

Sudut Interinsisal
Sudut interinsisal menghubungkan posisi relatif insisif rahang atas terhadap
insisif rahang bawah. Jika sudut menunjukkan kurang dari nilai rata-rata 130 derajat
atau lebih lancip (Gb. 6.11), maka gigi rahang atas atau bawah atau keduanya sering
membutuhkan uprighting. Sebaliknya, jika sudut lebih besar dari 130 derajat atau
lebih tumpul, insisif atas dan atau bawah sering perlu dimajukan ke anterior atau
koreksi inklinasi aksial. Gigi yang menyebabkan diskrepansi pada pembacaan dapat
ditentukan dengan menilai posisi angular relatif dari gigi rahang atas terhadap N-A
atau gigi rahang bawah terhadap N-B.

Gambar 6.11 Sudut interinsisal

104
Insisif Bawah terhadap Dagu
Karena dagu perlu dievaluasi perannya yang besar terhadap outline fasial,
derajat tonjol dari dagu berkontribusi dalam menentukan penempatan gigi dalam
lengkung. Idealnya, menurut Holdaway, jarak antara permukaan labial insisif
bawah terhadap garis N-B adalah 4 mm (Gb. 6.10). Diskrepansi 2 mm dalam
pengukuran ini masih dapat diterima; 3mm kurang diinginkan tapi masih dapat
ditoleransi. Jika perbedaan diantara dimensi ini melebihi 4 mm, biasanya
diindikasikan koreksi pengukuran.

Analisa Jaringan Lunak


Analisa jaringan lunak pada dasarnya adalah penyimpanan grafik atas
observasi visual yang dibuat dalam pemeriksaan klinis pasien. Analisa jaringan
lunak termasuk penilaian adaptasi jaringan lunak terhadap profil tulang dengan
pertimbangan ukuran, bentuk, dan postur bibir seperti yang tampak pada
sefalometri lateral (lateral headfilms). Ketebalan jaringan lunak di atas simfisis
mentalis dan struktur nasal yang menghubungkan ke bagian wajah bawah juga
dianalisa.
Steiner, Ricketts, Holdaway, dan Merrified mengembangkan kriteria dan
garis-garis referensi untuk keseimbangan profil wajah. Meskipun tidak ada konsep
yang seragam mengenai profil yang ideal, referensi S-line dari Steiner untuk
menentukan keseimbangan jaringan lunak fasial banyak digunakan di bidang
ortodonti secara luas saat ini (Gb. 6.12a). Menurut Steiner , bibir yang seimbang
seharusnya menyentuh garis perpanjangan dari kontur jaringan lunak dagu hingga
bagian tengah bentukan huruf S di batas bawah hidung. Garis ini yang disebut
sebagai S-line (Gb. 6.12a).

105
Gambar 6.12 Garis S-line dari Steiner: (a) Bibir seimbang saat istirahat; (b) bibir
terlalu protrusi; (c) bibir atau wajah bawah terlalu resesi.

Bibir yang terletak melebihi garis ini cenderung protrusif (Gb. 6.12b),
dimana pada kasus gigi dan/atau rahang biasanya membutuhkan perawatan
ortodonti untuk mengurangi protrusi. Jika posisi bibir di belakang garis ini, profil
pasien biasanya konkaf (Gb 6.12c). Biasanya diperlukan koreksi ortodonti untuk
memajukan gigi dalam lengkung geligi untuk membangun bibir sesuai perkiraan S-
line.

Intepretasi Cephalometric Headfilms


Gambar 6.13 menunjukkan tracing/penapakan dari headfilm seorang pasien
kulit putih muda dengan maloklusi. Berbagai bidang dan garis referensi
digambarkan dan pengukuran masing-masing bidang dan garis disimpan dalam
tabel 6.1. Pengukuran referensi normal oklusi terdapat dalam kolom tengah tabel.

106
Gambar 6.13. Tracing pada pasien dengan maloklusi

Tabel 6.1 Analisa Steiner pada pasien kulit putih dengan maloklusi

Pembacaan SNA 88 derajat (rata-rata normal 82 derajat) menunjukkan


maksila protrusi. Pembacaan SNB 78 derajat (rata-rata normal 80 derajat)
menunjukkan resesi mandibula ringan. Pembacaan ANB (selisih SNA dan SNB)
10 derajat (normal 2 derajat) menunjukkan displasia rahang skeletal anteroposterior
parah, yang terutama berhubungan dengan protrusi maksila.

107
Posisi insisif rahang atas relatif terhadap pola skeletal (4 mm dan 20 derajat)
adalah baik dan tidak memerlukan perbaikan. Gigi insisif bawah tipping ke depan
parah (12 mm dan 45 derajat). Idealnya, gigi-gigi ini perlu ditegakkan hingga posisi
kira-kira "rata-rata" insisif normal (yaitu 4 mm dan 25 derajat). Sudut interinsisal
lancip (104 derajat) terutama karena protrusi parah gigi insisif rahang bawah.
Pengukuran pogonion terhadap N-B adalah 0 mm. Dengan menghubungkan
dimensi ini terhadap insisif bawah yang tipping ke depan 12 mm menunjukkan
bahwa insisif berada dalam keseimbangan yang buruk (rasio 1:12 mm) terhadap
pola skeletal. Untuk mencapai rasio 1:1, insisif bawah harus direposisi. Rasio ini
akan lebih mudah didapat jika pasien memiliki dagu dengan simfisis mentalis besar.
Pengukuran bidang oklusal dan mandibula pada penapakan ini nilainya normal dan
memuaskan.
S-line pada penapakan ini menunjukkan bahwa bibir terlalu protrusi.
Retraksi secara bodily insisif atas dan lingual tipping insisif bawah akan
mengurangi protrusi dari bibir ini. Pertumbuhan ke depan mandibula juga akan
membantu meningkatkan profil.
Analisa sefalometri skeletal, dental, dan jaringan lunak hanya membantu
menentukan diagnosa. Untuk intepretasi yang akurat, pembacaan yang bervariasi
seharusnya tidak dilakukan secara terpisah. Untuk mengingepretasi data semua
pengukuran harus dikorelasikan dengan kriteria klinis dan diagnostik lain sebelum
tiba pada diagnosis dan rencana perawatan.

Permasalahan yang masih dapat diterima (Acceptable Compromises)


Sefalometri bukanlah permainan angka dimana parameter penapakan yang
diukur harus berkisar dengan oklusi normal, atau jika tidak pola skeletal dentofasial
akan dianggap tidak seimbang. Dalam upaya menyederhanakan presentasi dari ide
tersebut, para klinisi telah mengembangkan serangkaian figur rata-rata (figur ini
divariasikan dengan penilaian seperti yang diindikasikan pada individu). Tidak ada
pendukung dari analisa apapun yang pernah menyatakan bahwa setiap individu
harus sesuai dengan satu rangkaian pengukuran. Variasi biologis bukanlah
perkecualian, namun sebagai peraturan. Normal bukanlah suatu poin, hanya sebagai
kisaran.

108
Downs memperkenalkan rata-rata untuk pengukuran dan dengan bijaksana
menuliskan batasan positif dan negatif (sebuah kisaran) antara pengukuran individu
yang dapat bervariasi dan masih dalam batasan kisaran normal. Wylie menyatakan
dengan jelas bahwa variasi antara batasan ini terjadi dalam kombinasi yang tepat
jika individu tampak normal. Penilaian masih diperlukan untuk menentukan apakah
kombinasi dari variasi ini masih dapat diterima.
Ortodontis memiliki kontrol pertimbangan dalam koreksi atau reposisi gigi
yang tidak sesuai lengkung. Sefalometri memberikan informasi mengenai derajat
atau jarak perpindahan gigi yang diperlukan untuk mencapai atau memperbaiki
harmoni dalam maloklusi. Pengetahuan akan variasi hubungan gigi terhadap pola
skeletal pada individu dengan oklusi yang baik merupakan bantuan untuk
menentukan disharmoni dalam maloklusi.
Pola skeletal hanya dapat sedikit dikontrol dalam perawatan ortodonti.
Selama pertumbuhan, terdapat beberapa variasi derajat pertumbuhan ke bawah dan
ke depan wajah relatif terhadap basis kranial. Derajat yang masih dapat
dimanfaatkan dalam pertumbuhan selama terapi ortodonti masih diperdebatkan.
Cara wajah tumbuh selama dan setelah perawatan memiliki hubungan yang
signifikan terhadap prognosis pasien. Banyaknya kesulitan yang dialami dalam
perawatan dapat dihubungkan langsung dengan jauhnya disharmoni pola skeletal.
Lebih baik mengenal disharmoni skeletal dengan rata-rata radiografi sefalometri
sebelum perawatan dan mengingatkan pasien daripada dipermalukan dengan
menemukan kesulitan-kesulitan ini berbulan-bulan setelah perawatan dimulai.
Radiografi sefalometri diambil secara berkala selama perawatan seringkali
memberikan informasi sejauh mana objektif perawatan yang telah dicapai dalam
memperbaiki harmoni dan keseimbangan terhadap komponen wajah. Radiograf
membantu dalam klarifikasi posibilitas dan batasan dari prosedur perawatan yang
dianjurkan.
Steiner dengan jelas menyadari bahwa standar sefalometri hanya
mengukur/menentukan kompromi yang masih dapat diterima sebagai tujuan
perawatan. Beliau mengembangkan chart yang mencerminkan angka rata-rata
pengukuran hubungan dentofasial normal. Tidak semua diskrepansi skeletal
anteroposterior dapat dikoreksi dengan ortodonti menjadi apa yang disebut

109
hubungan rahang ideal. Sebagai contoh, kemungkinan mengurangi diskrepansi
ANB 10derajat menjadi angka rata-rata normal 2 derajat dengan koreksi ortodonti,
bahkan jika dibantu dengan pertumbuhan, adalah hampir nol. Namun, dengan
perawatan, mungkin dapat mengurangi diskrepansi anteroposterior (sudut ANB)
dari 10 hingga 6 derajat atau bahkan mungkin 5 derajat. Hal ini bukan berarti bahwa
karena hubungan rahang (ANB 5 atau 6 derajat) gigi dalam masing-masing rahang
tidak dapat dioklusikan dengan nyaman. Sebaliknya, pada contoh seperti ini, jika
inklinasi insisif maksila sedikit lebih lingual dan insisif mandibula sedikit lebih
labial dari hubungan "ideal" (4 mm dan 22 derajat untuk insisif maksila dan 4 mm
dan 25 derajat untuk insisif mandibula), oklusi seimbang dan harmonis dapat
dicapai. Demikian Steiner mengembangkan serangkaian pengukuran kompromi
yang masih dapat diterima dimana pasien dapat dirawat dan memiliki harmoni
dentofasial yang baik dan seimbang (untuk penerapan mengenai perhitungan
permasalahan dalam rencana dan penilaian dalam kasus ortodonti, pembaca
disarankan untuk membaca publikasi original yang ditulis Steiner).

110
Bab
7

Analisa Ricketts

Ricketts mengatakan bahwa analisa sefalometri adalah salah satu alat


terpenting untuk mendapatkan diagnosis dan memonitor pasien, selain itu dapat
digunakan sebagai evaluasi pertumbuhan dan perkembangan. Dan berikut ini ada
beberapa point yang telah dianalisa oleh riketts, sebagai berikut:

Definisi dan Lokasi Titik

 A6 (Molar atas) Titik pada oklusal plane yang berlokasi perpendicular ke


permukaan disatal dari mahkota gigi molar pertama rahang atas (Gb. 7.1)

 B6 (Mandibular molar): titik pada oklusal plane dan tegak lurus dari
permukaan distal M1 rahang bawah (Gb. 7.1)

 C1 (Condyle): titik pada kepala kondil yang melekat pada bidang ramus
(Gb. 7.1)

 DT (Jaringan lunak): Titik pada kurva anterior dari jaringan lunak dagu atau
garis-E (Gb. 7.1)

 CC (Titik tengah cranium): Titik dari persimpangan bidang basion nasion


dan aksis fasial. perpotongan Ba-N dan Pt-Gn (Gb. 7.1 dan 7.2)

 CF (Center of face) point : perpotongan FH dengan garis tegak lurus yg


melalui titik Pt (Gb. 7.2)
• Pt (Point) : perpotongan dari batas inferior dari foramen rotundum dengan
dinding posterior fissura pterygomaxillary
• DC point : titik di tengah leher condyle pada garis Ba-N (Gb. 7.1)

111
• En (Hidung): titik pada jaringan lunak hidung bersinggungan dengan bidang
estetik atau garis-E (Gb. 7.1)
• Gn (Gnathion): titik terendah dari tepi dagu (Gb. 7.1)
• Go (Gonion): perpotongan dari ramus dengan bidang mandibula (Gb. 7.1)
• PM (protuberance menti or suprapogonion): titik di mana bentuk symphysis
mentalis berubah dari cembung ke cekung (Gb. 7.1)
• Pog(Pogonion): titik paling luar dari dagu (Gb. 7.1)
• PO (Sephalometri): Titik potong antara oklusal dan bidang fasial (Gb. 7.1)
• Titik TI: Titik pada titik potong antara oklusal dan bidang fasial (Gb. 7.1)
• Xi : titik di tengah ramus (Gb. 7.4)

Definisi dan Lokasi Titik Xi

Cara untuk mencari lokasi Xi sebagai berikut:


1. Cari FH dan tarik bidang PTV yang tegak lurus terhadap bidang FH
2. Hubungkan empat garis bersinggungan dengan titik R-1, R-2, R-3, dan R-4 di
perbatasan ramus
R-l: titik terluar pada batas anterior ramus, yang terletak tengah-tengah antara
superior dan inferior kurva.
R-2: Terletak di perbatasan posterior ramus, yang berlawanan R -1.
R-3: titik terdalam cekungan sigmoid , di tengah antara anterior dan posterior
kurva.
R-4: Seberang R-3 di perbatasan inferior mandibula.
3. Bidang yang dibentuk membentuk segi empat
4. Xi titik terletak di tengah-tengah persis pada persimpangan dari Diagonal
Kegunaan untuk mencari lokasi Xi adalah untuk mengetahui perkembangan
dari ramus dan corpus mandibula.

112
Gambar 7.1. Analisa titik cephalometri lateral

113
Definisi dan Lokasi Bidang

• FH (Frankfort horizontal plane) : Garis Po-Or


• Facial plane: N-Pog, untuk melihat posisi mandibula terhadap bidang FH
(Gb. 7.5)
• Mandibular plane : Go-Me (Me: titik terbawah dari dagu) (Gb. 7.5)
• PtV (Pterygoid vertical): Garis vertikal distal pterygomxillary fissure-FH
(Gb. 7.6)
• Bidang basion-nasion: memanjang dari basion-nasion; membagi dua antara
wajah dan cranium (Gb. 7.6)
• A-Pog plane (dental plane) : Untuk menentukan protrusi dari insisiv rahang
bawah dengan adanya jarak antara A-Pog dengan ujung insisiv rahang
bawah (Gb. 7.7)
• Garis E/E-line: Garis estetik atau bidang yang memanjang dari jaringan
lunak ujung hidung ke ujung dagu (Gb. 7.8)

Gambar 7.5 Sumbu wajah (Pt ke Gn) Gambar 7.5 Pterigoid vertikal (PtV),
dan bidang wajah (N-Pog) basion-nasion (Ba-N) dan
FH

114
Gambar 7.7 Insisif mandibular protrusi dan inklinasi

Definisi dan Lokasi Sudut

1. Sudut Fasial
Sudut yang dibentuk antara bidang Basion-Nasion dan bidang dari foramen
rotundum (Pt dg Gn). Nilai rata-rata 90°, jika sudut lebih besar dari 90°
menunjukkan dagu lebih anterior

115
2. Sudut Kedalaman Muka
Sudut antara bidang fasial (N-Pog) dan Frankfort Horizontal (FH). Sudut ini
melihat relasi horizontal mandibula tehadap kranium. Nilai rata-rata: 87°± 3°,
jika sudutnya kurang dari normal berarti retrognatik, sedangkan lebih dari
normal prognatik

3. Sudut Corpus

Perpanjangan dari Xi ke PM, yang digunakan untuk menggambarkan


perkembangan dari corpus . PM (protuberance menti or suprapogonion) adalah
titik tepi anterior simpisis diantara titik B dan pogonion dimana kurvatura
berubah dari konkaf ke konveks.

116
INTREPETASI

CHIN IN SPACE (POSISI DAGU)

1. Sudut Muka
Facial axis adalah sudut yang dibentuk antara bidang Basion-Nasion dan
bidang dari foramen rotundum (Pt dg Gn). Nilai rata-rata 90°, jika sudut lebih
besar dari 90° menunjukkan dagu lebih anterior.

2. Sudut Kedalaman Muka

117
Sudut antara bidang fasial (N-Pog) dan Frankfort Horizontal (FH). Sudut ini
melihat relasi horizontal mandibula tehadap kranium. Nilai rata-rata: 87°± 3°,
jika sudutnya kurang dari normal berarti retrognatik, sedangkan lebih dari
normal prognatik.

3. Sudut Bidang Mandibula

Sudut dibentuk dari perpotongan bidang mandibula (Go-Gn) dan bidang FH.
Nilai rata-rata 26°±4°. Sudut yang lebih besar menunjukkan open bite, jika
lebih kecil kebalikannya (deep bite)

KECEMBUNGAN DI TITIK A

118
Kecembungan dari muka tengah diukur dari titik A ke bidang fasial (N-Pog).
Nilai rata-rata 2mm±2mm. nilai yg besar menunjukkan pola skeletal klas II,
nilai yang kecil menunjukkan pola skeletal klas III.

GIGI

1. Gigi Insisif RB ke A-Pog

Garis diukur melalui perpotongan puncak mahkota insisiv sentral RB dg garis


A-Pog( disebut bidang dental). Pengukuran ini digunakan untuk menentukan
protrusi dari insisiv sentral mandibula. Idealnya Insisiv RB 1mm didepan garis
A-Pog. Nilai rata-rata 1mm±2mm.

2. Molar RA ke PtV
Pengukuran ini diukur dari jarak garis PTV ke distal dari maxillary molar .

119
3. Mandibular Incisor Inclination
Sudut perpotongan antara panjang sumbu insisiv RB dg garis A-Pog. Sudut ini
untuk mengetahui kedudukan gigi insisiv RB dalam jurusan anteroposterior
pada mandibula. Nilai rata-rata adalah 22°.

120
PROFIL

1. Bibir Bawah ke Bidang E-Line

Jarak antara titik paling anterior bibir bawah dan garis estetik (Pn-Pog) yang
merupakan indikasi keseimbangan jaringan lunak antara bibir dan profil. Nilai
rata-rata dari pengukuran ini 2mm dg standart deviasi ±2mm.

121
Bab
8

Wits Appraisal
Beberapa referensi bidang (reference planes) kranial telah digunakan
sebagai dasar untuk menentukan displasia rahang. DeCoster melakukan
superimpose pada tracing yang telah dibuat dengan cara menggambar outline dasar
kranium, dimulai dari bidang sphenoidale dilanjutkan sepanjang batas tepi anterior
kranium speno-occipita sinkondrosis diatas sela tursica sampai ke nasion.
Broadbent mengembangkan segitiga Bolton (Bolton triangle) yang kemudian
dimodifikasi oleh Coben dengan mengganti titik Bolton dengan basion.
Bidang bidang referensi ini merupakan bidang dasar pembentuk ruang
bangun kranium sehingga bidang-bidang ini sangat berguna dalam menganalisa
posisi rahang terhadap kranium. Meskipun demikian, pengukuran dari basis
kranium ternyata tidak selalu memberikan gambaran tepat mengenai hubungan
rahang bidang anteroposterior dalam kompleks dentofacial.
Sudut yang dibentuk antara titik A – nasion - titik B (ANB) (selisih antara
sudut SNA dan sudut SNB) merupakan pengukuran yang sering digunakan untuk
menentukan disharmoni anteroposterior rahang bawah. Menurut Steiner,
pengukuran SNA menunjukkan apakah wajah terlihat protrusif atau retrusif (lebih
masuk dibawah kranium). Meskipun saat ini pengukuran ANB dapat menunjukkan
hubungan anteroposterior rahang bawah, namun umumnya hasil pengukuran
kurang sesuai.
Tujuan dari analisa Wits adalah untuk mengidentifikasi contoh-contoh
dimana pengukuran ANB tidak dapat menggambarkan secara akurat derajat
displasia rahang pada aspek anteroposterior. Sebagai tambahan, pembahasan ini
menitikberatkan pada pemahaman relasi rahang atas dan rahang bawah terhadap

122
basis kranii. Analisa Wits ini sendiri merupakan pengukuran linear dan bukan
merupakan metode analisa.

Sudut ANB sebagai Ukuran Displasia Rahang


Sudut ANB pada sebuah oklusi normal bernilai 2 derajat. Apabila nilainya
melebihi 2 derajat maka menunjukkan adanya tendensi kearah maloklusi kelas II,
sementara nilai yang lebih kecil dari 2 derajat (nilai negatif) menunjukkan
kemungkinan adanya maloklusi kelas III. Meskipun konsensus diatas merupakan
hal yang umum, namun dalam beberapa kasus, hal tersebut tidak berlaku. Misalnya
pada (Gb. 8.1a), gambar ini merupakan tracing sefalometri headfilm dari maloklusi
kls II. Sudut ANB-nya 7 derajat, yang merupakan indikasi maloklusi kelas II.
Sementara pada (Gb. 8.1b), tracing sefalometri headfilm menunjukkan ukuran
sudut ANB 7 derajat. Tracing kedua ini merupakan pengukuran sefalometri dari
seorang mahasiswa laki-laki di Universitas Witwatersrand di Johanesberg Afrika
Selatan yang dinilai memiliki oklusi terbaik diantara mahasiswa kedokteran gigi di
universitas tersebut. Gambar 8-2a dan b adalah contoh lainnya dari maloklusi kelas
II dan oklusi noral yang baik memiliki pembacaan angle ANB yang identik (ie, 6
derajat). Sudut ANB pada kasus ini tidak merefeksikan derajat disharmoni rahang
anteroposterior. Oleh karena itu, variasi standart ANB normal 2 derajat dinilai
penting untuk menganalisa derajat disharmoni skeletal kraniofasial.

Gambar 8.1 Oklusi kelas II dan oklusi normal, keduanya dengan sudut ANB 7 derajat.

123
Gambar 8.2 Oklusi kelas II dan oklusi normal, keduanya dengan sudut ANB 6 derajat.

Hubungan rahang terhadap bidang-bidang referensi menunjukkan adanya


inkonsitensi karena adanya variasi pada physigonomi kranii. Variasi kranial ini
antara lain :
1. Relasi bidang antero posterior terhadap kranium. Contohnya pada wajah yang
prognati, sudut ANB meningkat sementara pada mandibula yang cenderung
retrusif, nilai sudut ANB malah berkurang.
2. Efek rotasi mandibula terhadap basis kranii anterior. Rotasi rahang yang searah
jarum jam . Pada pasien menghadap ke kanan akan menghasilkan sudut ANB
yang bertambah besar dan begitu pula sebaliknya.

Hubungan Spasial Anteroposterior Rahang terhadap Nasion


Antropologis yang mempelajari struktur muka, umumnya menggunakan
nasion sebagai titik referensi untuk mengukur adanya prognasi. Hubungan
anteroposterior maksila atau mandibula dapat diukur dengan menghubungkan
bagian dasar keduanya dengan nasion. Sementara bagian anterior dari basis dental
bisa diletakkan dalam posisi yang bervariasi di depan, sejajar atau di belakang
nasion. Posisi dental base dalam jurusan antero posterior yang beragam ini dapat
mempengaruhi hasil pembacaan ANB. Gambar 8-3 adalah hasil tracing headfilm
sefalometri lateral dari sebuah oklusi normal dengan nilai ANB 2 derajat.
Sementara Gambar 8.4 adalah hasil tracing diagramatik yang sama dengan
landmark nasion dengan poin A dan B. Gambar 8.5a merupakan representasi
diagramatik dari oklusi normal dengan sudut ANB 2 derajat. Sementara pada

124
Gambar 8.5b, basis denture diposisikan sedikit ke belakang. Hal ini berefek pada
berkurangnya nilai sudut ANB dari 2 derajat menjadi -2 derajat. Tapi relasi kedua
rahang tetap tidak berubah. Pada Gambar 8.5c, menunjukkan relasi rahang yang
sama, tapi kemudian posisi kedua rahang diletakkan lebih ke depan nasion. Hal ini
berimbas pada pembacaan sudut ANB yang semula 2 derajat menjadi 5 derajat.

Gambar 8.3 Rata-rata oklusi “normal” dengan sudut ANB 2 derajat.

Gambar 8.4 Diagram normal oklusi.

125
Gambar 8.5 Efek basis kranii pendek dan panjang pada sudut ANB.

Efek Rotasi Pada Rahang


Adanya rotasi searah jarum jam atau berlwanan arah jarum jam terhadap
bidang referensi SN ternyata juga dapat mempengaruhi hasil dari pembacaan ANB.
Gambar 8.6 adalah tracing headfilm sefalometri diagramatik yang
merepresentasikan oklusi normal dengan nilai ANB 2 derajat. Pada Gambar 8.6b,
relasi rahang tidak diubah, tetapi sekarang basis dental diputar berlawanan jarum
jam terhadap bidang SN. Rotasi ini menghasilkan perubahan hubungan rahang
menjadi kelas III. Sudut ANB juga berubah dari 2 derajat menjadi -5 derajat. Jika
basis dental ini diputar searah jarum jam maka yang terjadi adalah perubahan relasi
rahang menjadi kelas II. Pada Gambar 8.6c, pemutaran rahang searah jarum jam
menghasilkan perubahan sudut ANB dari 2 derajat menjadi 8 derajat meskipun
relasi rahang tidak berubah dari posisi normal. Efek rotasi pada garis SN tidak
mempengaruhi posisi anteroposterior pada titik nasion sehingga ini menunjukkan
bahwa sudut ANB tidak atau sedikit sekali berubah karena adanya deviasi angular
SN dari horizontal.

126
Gambar 8.6 Efek rotasi rahang relatif pada basis kranii anterior terhadap sudut ANB.

Metode Penilaian Disharmoni Rahang


Wits appraisal (penilaian wits) dalam disharmoni anteroposterior
merupakan metode penilaian untuk mengetahui hubungan antara kedua rahang.
Metode ini melibatkan pembuatan garis tegak lurus pada tracing headfilm sefalo
lateral dari titik A dan B (pada maksila dan mandibula) di atas bidang oklusal, yang
digambar melalui regio tempat overlaping cups pada premolar pertama dan molar
pertama. Titik kontak pada bidang oklusal dari titik A dan B dinamai AO dan BO.

Gambar 8.7 Menggambar garis tegak urus dari titik A dan B, masing-masing, pada bidang oklusal

Pada sampel dengan jumlah subjek 21 laki-laki dengan oklusi yang ideal,
titik BO berada kira-kira 1mm didepan point AO. Nilai rata-ratanya tercatat
1.17mm dan SD-nya 1,9 (range -2 sampai 4mm). Pada subjek wanita dengan

127
kriteria yang sama dan jumlah sample 25 orang, titik AO dan BO umumnya terletak
di posisi yang sama. Nilai rata-ratanya -0.10 mm dengan SD 1.77 (range -4.5 ke
1.5 mm).
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antar rahang menurut Wits pada laki-
laki adalah -0.10 sementara pada wanita adalah 0 mm. Pada displasia rahang klas
II, titik BO akan berada di belakang AO (nilainya positif), dimana pada disharmoni
rahang kelas III, nilai pembacaan Wits negatif (titik BO terletak didepan AO).
Semakin tinggi deviasi dari pwmbacaan Wits (dari -1.0 mm pada laki-laki dan 0
pada perempuan), semakin besar disharmoni anteroposteriornya.

Aplikasi Wits Appraisal


Gambar 8-8 menunjukkan tracing headfilm dari maloklusi kelas II
sementara Gambar 8-1 menunjukkan tracing headfilm oklusi normal. ANB pada
setiap tracing adalah 7 derajat. Namun, menurut wits appraisal,nilai itu
menunjukkan nilai 10 mm yang merupakan indikasi pembacaan pada maloklusi
kelas II (jika dibandingkan dengan pembacaan standar pada wanita).

Gambar 8.8 Penerapan Wits appraisal pada Gambar 8-1 A dan B.

Gambar 8.9 merupakan tracing ulangan dari gambar 8.2. Pembacaan sudut
ANB pada keduanya adalah 6 derajat, sedangkan Wits appraisal membedakan
dengan jelas kelas II dan standar normalnya. Pembacaan dengan Wits menunjukan
nilai 6 mm pada kelas II sedangkan pada standar normalnya adalah 0 mm.

128
Gambar 8.9 Penerapan Wits appraisal pada Gambar 8-2.

Gambar 8.10 menunjukkan tracing headfilm sefalometri kelas III. Nilai


ANB hanya sedikit berbeda yaitu -1,5 dan -1.0 derajat. Sedangkan Wits appraisal
memeliki pembacaan yang berbeda. Pembacaan Wits pada Gambar 8.10a adalah -
1,5 mm, yang berarti nilai ini menunjukkan hubungan diskrepansi kedua rahang.
Sedangkan pada Gambar 8.10b, nilainya berkisar pada -12mm, yang berarti
terdapat diskrepansi yang sangat besar dan tampaknya perlu dilakukan tindakan
bedah. Keparahan disharmoni rahang tampak jelas jika menggunakan Wits
appraisal sedangkan jika menggunakan pengukuran ANB konvensial.

Gambar 8.10 Keparahan displasia kelas III yang digambarkan dengan Wits appraisal. Gambar
sebelah kanan menunjukkan disharmoni rahang mayor.

129
Gambar 8.11 menunjukan gambaran contoh maloklusi kelas II. Sudut ANB
pada kedua gambar adalah 9 derajat. Pembacaan Wits pada selisih titik A dan B
adalah 8 mm dan 2,5 mm. Ini berarti bahwa diskrepansi rahang jurusan
anteroposterior yang digambarkan pada Gambar 8.11a derajatnya cukup parah,
meskipun ukuran sudut ANB-nya sama. Secara klinis, kasus yang diilustrasikan
pada Gambar 8.11a sangat sulit untuk dikoreksi secara ortodonti (perawatan pada
kasus ini tingkat kesulitannya semakin diperparah dengan adanya mandibular plane
angle yang tinggi-SN – Go-Gn dimana nilainya lebih dari 32 derajat (pengukuran
Steiner). Sebaliknya kasus yang digambarkan pada Gambar 8.11b relatif lebih
mudah penanganannya karena diskrepansi jurusan anteroposterior tidak terlalu
parah dan dimensi profil vertikalnya cukup menguntungkan.

Gambar 8.11 Penerapan Wits appraisal pada maloklusi kelas II. A, diskrepansi rahang
anteroposterior mayor; B, diskrepansi ringan.

Gambar 8.12 mewakili tracing dari pasien dengan pengukuran derajat ANB
sebesar 10 derajat. Terlepas dari tingginya sudut ANB, pembacaan dengan
menggunakan Wits hanya 2 mm yang jauh lebih ringan displasianya dibandingkan
dengan pembacaan ANB secara konvensional. Oleh sebab itu, Wits appraisal tidak
dimaksudkan sebagai satu-satunya kriteria diagnosa, tetapi digunakan sebagai
pengukuran tambahan, yang dapat disertakan pada analisa sefalometri untuk
membantu mendeskripsikan derajat disharmoni rahang.

130
Gambar 8.12 Sudut ANB 10 derajat menggambarkan displasia skeletal berat. Wits
appraisal menunjukkan displasia skeletal anteroposteror ringan.

Setelah membaca observasi di atas, maka dapat muncul pertanyaan


“kapankah pengukuran ANB dianggap valid?”. Beberapa investigasi yang
dilakukan menunjukkan bahwa jika mandibular plane angle nilainya lebih kecil
atau lebih tinggi dari 32 derajat (SD kurang lebih 5 derajat), maka sudut ANB
dianggap sudah cukup reliabel dalam pengukuran diskrepansi rahang
anteroposterior. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa, jika pembacaan
mandibular plane angle melebihi nilai 37 dan kurang dari 27 derajat maka
pembacaan ANB harus dicurigai. Seperti diilustrasikan dalam beberapa kasus
diatas, maka dapat dikatakan bahwa Wits appraisal merupakan salah satu tambahan
yang bagus dalam menentukan derajat keparahan displasi rahang anteroposterior.

Kelemahan Sudut Anb


Sejak diperkenalkan pada 1952, sudut ANB mungkin merupakan metode
yang paling populer untuk mengevaluasi hubungan anteroposterior rahang.
Meskipun memiliki kelemahan, sudut ANB ini masih sering digunakan sebagai
satu-satunya pengukuran skeletal disharmoni sagital meskipun telah diketahui
kemungkinan ketidaksesuaiannya dikarenakan adanya rotasi rahang adanya
dimensi vertikal rahang terhadap basis kranial.
Kelemahan pengukuran sudut ini diketahui oleh Jenkins sejak tahun 1955,
dimana beliau kemudian memilih untuk menggunakan Occlusal Plane sebagai

131
reference base untuk pengukuran disharmoni rahang. Beliau beralasan bahwa
semua fase dalam kedokteran gigi menggunakan bidang ini sebagai bidang orientasi
utama dan karena semua kekuatan mastikasi berfokus dan berhubungan erat dengan
bidang ini. Beliau juga berargumen bahwa bahkan Angle pun menggunakan bidang
ini dalam mengklasifikasikan maloklusi. Jenkins kemudian membuat sebuah
bidang “A” yang digambar melalui titik A pada angle yang tepat terhadap OP, dan
kemudian mengukur jarak bidang “A” dan titik B, Gn dan tepi insisal (Gambar
8.13). Untuk menentukan derajat keparahan displasia rahang untuk klasifikasi
Angle yang berbeda-beda, beliau memformulasikan sebuah rentang nilai untuk
pengukuran ini.

Gambar 8.13 Relasi insisif ideal, poin B, dan gnathion pada bidang “a”, menurut Jenkins.

Untuk memprediksi pola pertumbuhan rahang, Harvold juga menggunakan


OP. Beliau memproyeksikan titik A dan B pada OP dan menamai hasil
pengukurannya “beda A-B”. Nilai pengukuran ini negatif jika titik B berada di
posterior titik A. Dari usia 6 sampai 9 tahun, titik B akan tumbuh bergerak ke arah
depan terhadap titik A, namun ternyata Harvold mengamati efek inklinasi bidang
OP pada hasil pengukuran A-B, yang pada kasus-kasus ekstrim , dapat berubah
banyak sehingga projrksi titik B bahkan bisa berada jauh di belakang titik A.
Taylor pada tahun 1969 juga mengatakan bahwa sudut ANB tidak selalu
bisa menganalisa hubungan true apical base. Diskrepansi horizontal yang
bervariasi dari titik A dan titik B dapat menghasilkan pengukuran ANB yang sama

132
karena adanya variasi jarak vertikal dari nasion dapat mengkompensasi variasi yang
lain. Posisi nasion yang sedikit maju atau sedikit mundur sebaliknya dapat
mengubah niali sudut ANB, seperti halnya posisi maju dan posisi mundur
mandibula.
Beatty pada tahun 1975 melaporkan bahwa sudut ANB bukan selalu
menjadi metode yang akurat dalam menganalisa besarnya penyimpangan apical
base. Sebagai alternatif, selain sudut ANB, Beatty merancang sudut AXD, dimana
titik X dibentuk dengan memproyeksikan titik A tegak lurus terhadap garis SN dan
titik D pada simfisis seperti yang digambarkan oleh Steiner. Dua variabel yaitu titik
nasion dan titik B dihilangkan. Beliau juga memperkenalkan sebuah pengukuran
linear AD untuk mendeskripsikan hubungan anteroposterior rahang. Titik D
merepresentasikan jarak terdekat dari titik A pada garis tegak lurus terhadap SN
yang melewati D (Gambar 8.14).

Gambar 8.14 Pengukuran sudut dan linear yang diguakan pada studi Beatty.

Sepuluh tahun setelah publikasi artikel orisinil mengenai Wits appraisal,


dan 30 tahun setelah dikenalkannya pendapat jenkin mengenai bidang OP, Jarvinen
mengatakan bahwa variasi pada sudut ANB merupakan faktor yang banyak
mempengaruhi perbedaan apical base. Dia mengatakan bahwa “penggunaan apical
base seharusnya digantikan oleh metode yang lebih bagus untuk menjelaskan apical
base difference. Wits appraisal menjadi salah satu alternatif yang bisa digunakan
untuk menggantikan sudut ini.

133
Studi Lanjutan Pada Sudut Anb Dan Analisa Wits
Sejak diperkenalkannya Wits appraisal, beberapa artikel mengenai subjek
ini mulai banyak diterbitkan. Pada sebuah studi mengenai indikator displasia
anteroposterior, Kim dan Vietas menggunakan AO-BO sebagai pengukuran
tambahan. Meraka menemukan bahwa nilai rerata pada Wits appraisal dari seorang
remaja kulit putih dalam grup kontrol yang terdiri atas 51 anak laki-laki dan 51 anak
perempuan dengan oklusi normal nilainya hampir sama dengan nilai yang diukur
Jacobson pada orang dewasa.
Sementara Mc Namara dan Ellis mengukur rerata Wits dengan nilai -0,72
pada laki-laki dan 0,93 pada wanita, dengan memakai sampel dari Foundation for
Orthodontic Research yang terdiri atas 41 laki-laki dan 81 wanita, berumur 16
tahun, memiliki estetik muka yang ideal dan dapat memiliki maloklusi kelas I yang
tidak memerlukan perawatan. Sebuah studi yang serupa di populasi south wales
juga dilakukan oleh Robertson dan Pearson dengan menggunakan 25 headfilms dari
sampel perempuan berusia 15 tahun. Dan hasil dari pengukuran ini serupa dengan
studi sebelumnya. Dengan mengubah pengukuran rerata kranium “average
kranium” menjadi nilai yang lebih ekstrim, Ferrazzini menunjukkan data empiris
secara kuantitatif dan kualikatif (secara geometric mathematic) bahwa sudut ANB
sangat tergantung tidak hanya pada hubungan anteroposterior tapi juga pada
inklinasi bidang palatal, maxillary prognatism, dan dimensi vertikal wajah. Dia
menekankan bahwa sudut ANB tidak perlu terlalu diutamakan dan tidak bisa
dijadikan satu-satunya pengukuran absolut dalam menentukan derajat relasi
anteroposterior. Namun sudut ANB dapat digunakan sebagai elemen penunjang
yang disingkronkan dengan elemen-elemen pengukuran lainnya.
Dengan mengubah-ubah posisi titik, garis dan sudut pada sefalometri,
Binder juga menemukan bahwa efek geometri dapat mempengaruhi sudut ANB.
Dia menunjukkan bahwa setiap displacement anterior horizontal sejauh 5 mm,
sudut ANB berubah sebanyak 2.5 derajat. Dan setiap displacement upward dari
nasion sejauh 5 mm mengubah sudut ANB sebanyak 0.5 derajat, sedangkan
displacement downward akan mengubah sudut ANB sebanyak 1 derajat . Pada
ilustrasi diagram Bishara et al juga menunjukkan efek perubahan pergerakan nasion

134
ke atas dan ke bawah erta vertikal dan menurun sebanyak 0.5 inch (12.7 mm)
(Gambar 8.15) akan mempengaruhi sudut ANB.

Gambar 8.15 Efek perubahan sudut ANB sebesar 0,5 inchi (12,7 mm) pada posisi nasion dengan
titik A dan B tetap. (1) Posisi horizontal nasion menyebabkan sudut ANB: 1 = 2
derajat, 2 = 8,5 derajat, dan 3 = -4,5 derajat. (2) Posisi vertikal nasion menyebabkan
sudut ANB: 1 = 2 derajat, 2 = 1 derajat, dan 3 = 0 derajat.

Gambar 8.16 Efek perbedaan nilai Wits pada sudut bidang oklusal dan jarak antara titik A dan B.

Dalam rencana perawatan yang lain, untuk mengatasi mandibula yang


prognati, Sperry et al mengambil sebuah kesimpulan bahwa displasia jurusan
anteroposterior harus dinilai berdasarkan kemiringan bidang oklusal dan bahwa
true discrepancy basis dental dapat dinilai berdasarkan hubungannya dengan OP.
Rotberg et al mencoba mengkorelasikan Wits appraisal dengan perbedaan
pembacaan ANB pada group sample untuk mengamati seberapa akurat seseorang
dapat memprediksi nilai wits dan sudut ANB. Hasilnya adalah tidak ada korelasi

135
antara kedua parameter tersebut ketika pengukuran Wits menunjukkan hasil
negatif. Ketika pengukuran wits nilainya kurang dari 4 derajat, nilai Wits ini dapat
dibaca positif maupun negatif. Ketika nilai ANB antara 4 dan 8, semua nilai Wits
berada pada sisi positif. Ketika kedua nilai positif dan nilai ANB berada pada
rentang 1-8 derajat, dapat dikatakan bahwa nilai Wits dapat diprediksikan
keakuratannya sebesar 38%. Ketika rentang ANB diturunkan pada rentang 4-8
derajat, semua nilai Wits menjadi postitif dan dapat diprediksikan pada sekitar 28%
kasus. Persentase pada pernyataan terakhir diatas menunjukkan bahwa secara klinis
kedua parameter tersebut tidak terlalu berguna.
Studi yang dilakukan oleh Bishara dewasa ini menunjukkan korelasi
koefisien antara sudut ANB dengan Wits appraisal merupakan korelasi yang cukup
signifikan, namun nilai r rendah (0.63 pada laki-laki dan 0.56 pada wanita). Hasil
dari kedua studi tersebut menunjukkan bahwa perlu untuk menggunakan kedua
parameter untuk mengestimasi secara akurat hubungan anteroposterior dari apical
base.
Roth dan Martina et al melihat susut ANB sebagai sebuah pengukuran
disharmoni skeletal sagital yang tidak sesuai karena pengukuran ini dipengaruhi
oleh efek rotasi dan adanya variasi pada demensi vertikal rahang terhadap basis
kranii. Ketergantungan Wits appraisal dan dimensi vertikal rahang dapat terjadi
karena adanya hubungan geometrik antara jarak A-B dan sudut AB terhadap OP,
yang dihubungkan pada Wits appraisal dengan fungsi COS. Rerata Wits appraisal
yang diteliti oleh Roth adalah 0,27, dimana dilai ini sesuai dengan rerata 0 yang
ditemukan pertana kali oleh Jacobson 1975. Hasil yang sedikit lebih besar
ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan namun perbedaannya tidak
terlalu signifikan.

136
Gambar 8.17 Modifikasi Roth pada Wits appraisal untuk menggambarkan
relasi normal (gambar menghadap ke kiri).

Selama masa penelitian (rerata 3,62 tahun) terdapat perubahan pertahun


yang cukup signifikan dari pengukuran wits ini, yaitu 0.59 mm. Sudut AB terhadap
OP menurun sebanyak 0.29 derajat pertahun dalam periode yang sama. Hal ini
berlawanan dengan penemuan Bishara et al yang menyimpulkan bahwa sudut ANB
akan berubah secara signifikan sejalan dengan bertambahnya umur sedangkan wits
appraisal idak berubah berdasarkan umur.
Dua faktor yang menurut Roth dapat memberikan efek pada pembacaan
Wits adalah sudut OP dan dimensi vertikal alveolar. Rangkuman efek dari
meningkatnya jarak AB dan penurunan sudut OP tampak pada Gambar 8-16.
Perubahan vertikal hubungan (dengan menaikkan jarak antara titik A dan B)
mengarah pada peningkatan jarak A-B aau peningkatan niali Wits. Untuk
menghilangkan pengaruh relasi vertikal titik A dan B terhadap OP, Roth
memberikan prosedur alternatif dimana sebuat jarak standar 50mm digunakan
sepanjang garis A-B, sehingga phantom akan sesuai dengan relasi dental yang
konsisten yang akan mengeliminasi efek relasi skletal yang lebih dalam.
Roth berpendapat bahwa akan sangat menarik jika efek anteroposterior Wits
appraisal perubahan perawatan pada OP dapat digunakan untuk menentukan atau
memprediksi perubahan-perubahan relasi molar terhadap OP. Pada diagram dalam
Gambar 9.17 menunjukkan perubahan Wits appraisal yang diaplikasikan pada

137
relasi molar dengan beramsumsi adanya perubahan yang identikal dari bidang OP
(-10 derajat)., relasi anteroposterior dari molar memiliki korelasi dengan panjang
jarak A-B jika molar RA bergerak pada lengkung rahang atas dengan titik A
didepan dan molar rahang bawah pada lengkung RB dengan titik tengah poin B.
Dimulai dAri relasi molar kelas I (shaded blocks), efek klas III pada regio molar
lebih besar dengan jarak A-B yang lebih besar dibanding dengan jarak terpendek
A-B (kiri).
Namun asumsi diatas hanya dimungkinkan jika molar RA dan RB bergerak
dalam lengkung dengan titik A dan B sebagai titik sentralnya sebagai akibat dari
perubahan yang terjadi pada OP setelah dilakukan terapi. Tidak ada dasar ilmiah
untuk asumsi diatas, juga tidak ada justifikasi untuk menyimpulkan bahwa jarak
dari titik A ke B pada satu individu akan meningkat menjadi 2.5 lebih besar
dibanding lainnya seperti tampak pada ilustrasi diatas. Sebagai tambahan,
perubahan sebesar 10 derajat pada OP yang merupakan hasil perawatan, akan
menyebabkan “flare” sama besar dengan bidang ini, kecuali jika insisif RB
diinklinasi ke arah lingual pada saat awal perawatan karena ketidakstabilannya,
maka hal ini bukan merupakan efek dari perawatan yang dilakukan.
Dalam sebuah studi yang menentukan seberapa banyak pengukuran Wits
berubah setelah perawatan, Chan menemukan bahwa OP bukan merupakan
penyebab utama perubahan AO-BO (Wits), tapi perubahan yang terjadi cenderung
disebabkan oleh adanya pertumbuhan, atau adanya koreksi A-Po sebagai hasil dari
perawatan mekanis.
Bishara et al melalukan sebuah studi untuk menentukan perubahan pada
sudut ANB dan Wits appraisal antara usia 5 tahun dan laki-laki dan wanita dewasa,
dan untuk menentukan apakah terdapat perdeaan yang signifikan. Penemuan
mereka mendukung pendapat bahwa sudut ANB tidak mendeskripsikan secara
akurat hubungan basis apikal maksila dan mandibula, karena variasi normal dari
posisi spital pada sella turcica dan nasion.
Mereka menentukan secara statistik bahwa sudut ANB berubah secara
signifikan berdasarkan usia, sebaliknya pada Wits appraisal. Hal tersebut tidak
terjadi. Dengan sisi baik dari hal ini, dapat dikatakan bahwa ANB dan Wits berubah
seiring berjalannya waktu. Penemuan ini menjelaskan diskrepansi dibeberapa kasus

138
antara pengukuran pada ANB dan penilaian klinis. Peneliti menyimpulkan bahwa
sudut ANB dan Wits appraisal dapat digunakan untuk menentukan diagnosis
hubungan basis anteroposterior yang lebih akurat.

Gambar 8.18 Tracing sefalometri menunjukkan I-line of Interlandi, dengan titik P1 dan
E, yang mendefinisikan.

Dalam mempelajari efek longitudinal dari pertumbuhan pada Wits


appraisal pada 40 subjek sampel dengan kelas I dan kelas II, relasi divisi 1, yang
berkisar anatara usia 4 sampai 24 tahun, Sherman et al menemukan bahwa nilai
berarti secara keseluruhan untuk kelas II cukup pasti; tetapi nilai berarti pada
kelompok laki-laki dan wanita pada kelas I kurang dari 1mm. Mereka berpendapat,
bagaimanapun, bahwa gambaran utama menutupi berbagai variasi dan
menyimpulkan bahwa arah dan ukuran pada setiap perubahan dari Wits appraisal
bergantung pada arah dari pertumbuhan fasial dan semua jenis perlakuan mekanis
terlibat. Mereka memperhatikan bahwa perubahan sagital dapat tersamarkan oleh
perubahan pada angulasi bidang oklusal dan Wits appraisal hanya dapat digunakan
dalam hubungannya dengan metode penilaian relasi basis apikal, dan dengan
memperhatikan kemungkinan efek perubahan pada beberapa bagian komponen.
Dengan menggunakan sampel 104 remaja brazil laki-laki dan perempuan,
Aranha et al mencoba untuk mengidentifikasi kemungkinan relasi antara Wits
appraisal dan I-line of Interlandi diantara kelompok terpilih. Studi ini menunjukan
bahwa penggunaan bersamaan antara Wits appraisal dan I-line of Interlandi dapat
memberikan gambaran sederhana yang cepat dan objektif pada relasi

139
maksilamandibula dan diskrepansi insisif. I-line memanjang dari P1 ke E (Gambar
8.18), dimana P1 terletak pada titik potong garis N-A dengan dasarl nasal, E berada
pada titik potong tegak lurus pada bidang mandibula ke posisi paling depan pada
simfisis mandibula. Kegunaan dari I-Line diharapkan dapat menentukan posisi
ideal dari insisif mandibula dalam hubungannya terhadap maksila dan mandibula.
Nilai antara -2.5 mm dan +2.5 mm dianggap normal untuk I-Line (protrusi dental
diindikasikan dengan nilai I negatif). Dari pada I-Line, Ricketts (Gambar 8.19)
menganjurkan garis A-Po, pengukuran serupa yang berasal dari analisa Down,
untuk mengevaluasi posisi insisive rahang bawah.
Dalam mempelajari pengaruh berbagai variable perorangan pada analisa
sefalometri, Rushton et al diketahui bahwa metode ANB bergantung pada basis
tengkorak dan dipengaruhi oleh rotasi rahang dan posisi dari nasion. Wits appraisal
menekankan lokasi yang tepat dari bidang oklusal, menyatakan bahwa “kesalahan
terbesar terdapat pada lokasi bidang oklusal fungsional dan definisi dari bidang ini
harus derekomendasikan”.

Gambar 8.19 Garis A-Po Rickets dan pengukuran insisif bawah.

Dalam membandingkan keandalan dan validitas menilai pola skeletal dari


tracing sefalometri menggunakan empat metode analisa yang berbeda, Millet et al
menyimpulkan bahwa ketidak epatan dari indentifikasi bidang oklusal tidak
ditanggung dalam studi mereka. Mereka mengkolerasikan secara baik dengan
metode lain yang digunakan. Haynes dan Chau, melaporkan pengulangan dan
reproduktifitas dari penilaian Wits berdasarkan dua jenis tracing dari setiap dua

140
pengamat, ditemukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik
dalam pengulangan dari pembacaan Wits oleh setiap pengamat, tetapi pengulangan
pada pengamat yang berbeda memberikan hasil yang kurang memuaskan; nilainya
bervariasi sekitar 75%.

Kesimpulan
Penilaian diskrepansi basis apikal anteroposterior menggunakan Wits
appraisal sebagian besar bergantung pada lokasi yang tepat atau representasi dari
bidang oklusal. Hal ini dapat menimbulkan masalah karena bidang oklusal bukan
bidang yang sebenarnya dan sisi kanan dan kiri gigi posterior tidak selalu berhimpit
atau superimpose dengan benar. Masalah lainnya bisa disebabkan oleh asimaetri
dentofasial yang nyata, lokasi meatus akustikus eksternus yang asimetris, dan/atau
posisi kepala yag tidak tepat pada sefalostat. Faktor-faktor tersebut, diantaranya,
dapat membatasi akurasi dan presisi semua pengukuran sefalometri, tetapi
informasi yang sangat baik tetap dapat diperoleh dari prosedur radigrafis ini.
Secara tradisional, bidang oklusal memanjang dari gambaran overlap cusp
dari molar pertama ke tengah overlap insisif. Bagaimapun, karena kemungkinan
insisive erupsi supra atau infra pada maloklusi, bidang yang lebih tepat dapat
menjadi representatif bidang oklusal fungsional yang digambar sepanjang overlap
cuspal pada molar pertama rahang atas dan bicuspids pertama. Pada diskrepansi
vertikal antara sisi kiri dan kanan gigi posterior, bidang digambar ditengan antara
kedua segmen posterior. Pada gigi pergantian, bidang horizontal biasanya dapat
digambar sepanjang overlap dari cups molar gigi susu dan molar pertama
permanen.
Masalah selanjutnya yang berasosiasi dengan metode sefalometri termasuk
identifikasi landmark (Baumrind dan Frantz, Jacobson dan Jacobson) dan
interpretasi dari penemuan pada objek tiga dimensi menggunakan gambaran dua
dimensi. Landmarks, points, atau planes atau head film di lateral tidak dapat
dianggap stabil, pada sebagian individu yang berkembang. Semua pergerak dalam
derajat yang bervariasi berhubungan satu dengan lainnya. Evaluasi pertumbuhan
dan/atau perubahan perawatan memerlukan tracing radiografi yang superimpose

141
dari bagian kompleks kraniofasial dengan pertumbuhan minimal untuk
membuktikan area yang relatif berubah oleh karena pertumbuhan dan perawatan.
Tidak ada satu pun parameter di sefalometri yang dapat diandalkan secara
keseluruhan dan diinterpretasikan sebagai nilai yang mutlak. Secara konvensional
menggunakan pengukuran angular dan inear sangat berkolerasi dan overlap
sehingga pengukuran dua atau lebih sering merefleksikan kondisi anatomi utama
yang sama pada hubungan yang berbeda. Hal ini tidak tepat untuk melakukan
pengukuran angular atau linear seperti semua sama baiknya. Sementara itu tidak
ada kesesuaian antara unit angular dan fisik, penelitian dari Baumrind dan Frantz
menunjukkan bahwa nilai tepat dari kesalahan dan variabilitas diantara estimasi
replikasi cenderung menjadi lebih baik untuk pengukuran angular dari pada
pengukuran linear. Wits appraisal adalah pengukuran linear dan pada hakekatnya
bukan analisa. Hal ini hanya membantu diagnosis yang dapat dibuktikan berguna
dalam menilai perpanjangan displasia skeletal anteroposterior dan dalam
menentukan keunggulan sudut ANB.

142
Bab
9

Analisa McNamara
Komposisi standar yang digunakan dalam analisa McNamara diambil dari
tiga sumber: sefalogram lateral anak-anak yang termasuk dalam standar Bolton,
nilai yang didapat dari sekelompok anak-anak yang tidak dirawat di Burlington
Research Center, dan sampel dari dewasa muda yang berasal dari Ann Arbor,
Michigan, yang memiliki konfigurasi dental dan fasial yang baik-baik sekali, ketiga
sumber ini telah dipilih oleh penulis dan beberapa pekerja.
Pada penelitian skeletal dentofasial, kita harus dapat membedakan komponen
maloklusi dentoalveolar dan skeletal. Pada oklusi normal yang seimbang,
komponen skeletal dan dentoalveolar dari rahang saling berhubungan dengan baik
(Gb. 9.1a). Maloklusi klas II ditandai dengan maksila yang protrusif (prognati
skeletal) ditunjukkan pada diagram Gb. 9.1b. Karena maksila yang protrusif, bagian
dentoalveolar yang menempel juga ikut terbawa ke depan. Tipe maloklusi ini pada
pasien yang masih muda secara efektif dapat dirawat dengan traksi ekstraoral, atau
osteotomi LeFort I, atau pada kasus tertentu, ostektomi anterior maksila pada pasien
dewasa. Beberapa klinisi mungkin memilih untuk melakukan kamuflase pada
diskrepansi skeletal dengan cara ekstraksi gigi dan retraksi insisif.
Pada Gb 9.1c menunjukkan kasus klas II dental yang mirip. Hubungan
maksila terhadap mandibulamemuaskan, akan tetapi terdapat jarak gigit insisif pada
kasus ini dikarenakan adanya protrusi dentoalveolar.Perawatan paling mudah pada
tipe maloklusi ini adalah ekstraksi.Pada beberapa kasus tertentu, protrusi dental dan
skeletal keduanya dapat berpengaruh pada keseluruhan kondisi, karena itu penting
untuk dapat membedakan kelainan skeletal dan dentoalveolar.

143
Dalam analisanya, McNamara membagi kompleks skeletal kraniofasial
menjadi 5 bagian utama :
1. Maksila terhadap basis kranial
2. Maksila terhadap mandibula
3. Mandibula terhadap basis kranial
4. Gigi geligi
5. Saluran pernapasan.

Maksila Terhadap Basis Kranial


Posisi maksila pada kranial harus diperiksa pertama kali secara klinis dengan
cara mengamati profil jaringan lunak, kemudian selanjutnya dievaluasi dengan cara
membandingkan beberapa pengukuran lateral sefalometri dengan standar ukuran
normal.

Evaluasi Jaringan Lunak


Sudut nasolabial dan kemiringan dari bibir atas harus diperiksa. Sudut
nasolabial dibentuk dengan cara menggambar garis singgung terhadap dasar hidung
dan garis singgung terhadap bibir atas (Gb. 9.2). Rata-rata sudut nasolabial pada
pria dan wanita dengan rahang yang seimbang yaitu 1020 (SD 80).Sudut nasolabial
yang tajam kemungkinan terjadi akibat refleksi dari protrusi dentoalveolar, tapi hal
ini juga dapat terjadi akibat orientasi dari dasar hidung.

144
Gambar 9.2 Sudut nasolabial.Ukuran normal adalah 102 ± 8 derajat untuk
laki-laki dan wanita dewasa

Kemiringan dari bibir atas harus sedikit ke depan untuk membentuk sudut
normal 140 (SD 80) pada wanita dan 80 (SD 80) pada pria
terhadapnasionperpendicular (Gb. 9.3). Nasion perpendicular (NP) adalah garis
vertikal yang dibentuk dari nasion terhadap Frankfort Horizontal.

Evaluasi Jaringan Keras


Untuk menentukan orientasi anteroposterior dari maksila yang berhubungan
dengan basis kranial, jarak linear diukur antara nasion perpendicular (NP) dan titik
A (titik paling posterior dari kontur anterior maksila).
Posisi anterior dari titik A adalah nilai positif, dan posisi posterior dari titik B
adalah nilai negatif. Untuk wajah yang seimbang, ukurannya adalah 0 mm pada
geligi pergantian dan 1 mm pada dewasa (Gb. 9.4, Gb. 9.5 dan 9.6) adalah contoh
protrusi dan retrusi maksila skeletal masing-masing dengan ukuran 5 mm dan -4
mm.

145
Gambar 9.3 Bibir atas pada wanita dewasa Gambar 9.4 Hubungan antara poin A
Ideal 14±8 derajat; pada pria dewasa nilai
ideal ke nasion perpendicular(NP) adalah
8±8 derajat

Gambar 9.5 Protrusi skeletal maksila Gambar 9.6 Retrusi skeletal maksila
diindikasikan oleh jarak 5 mm dari diindikasikan dari jarak -4mm dari titik A
titik A ke NP ke NP

146
Gambar 9.1.Standar normatif pada analisa McNamara

Gambar 9.7 Hubungan antara lebar wajah tengah dan lebar


mandibula.Hubungan iniumumnya linier dan
tergantung pada ukuran daripada usia dan jenis
kelamin tiap individu.

147
MAKSILA TERHADAP MANDIBULA
Hubungan Anteroposterior
Hubungan linier terjadi antara panjang efektif dari tengah wajah dan panjang
efektif darimandibula (Gb 9.7). Panjang tengah wajah diukur dari kondil ke titik A.
Panjang efektif dari mandibula diukur dari kondil kegonion. Panjang efektif dari
tengah wajah berhubungan dengan panjang efektif dari mandibula dengan kisaran
seperti terlihat pada tabel (Gb. 9.1).
Harus ditekankan bahwa panjang efektif dari tengah wajah dan mandibula
yang telah dijelaskan pada analisa tidak tergantung pada usia dan jenis kelamin
tetapi berhubungan dengan ukuran dari tiap bagian. Oleh karena itu, istilah “kecil”,
“medium”, dan “besar” lebih sesuai digunakan daripada istilah “geligi pergantian”,
“wanita”, atau “pria”. Pada kenyataanya, istilah-istilah ini (contoh “besar”, dan
“pria”) memiliki nilai rata-rata yang sama, meskipun terdapat lebih banyak variasi
individual dalam ukuran, terlepas dari usia atau jenis kelamin. Oleh karena itu,
“kecil”, “medium”, dan “besar” adalah istilah yang lebih sesuai ketika menjelaskan
mengenai hubungan fasial ini.

Gambar 9.8 Lebar wajah tengah (Co-point A) dan lebar mandibular (Co-Gn)
pada proporsi wajah yang baik. Sesuai table 9.1, lebar wajah
tengah 91mm seharusnya lebar mandibular nya antara 115mm dan
118 mm

148
Untuk menentukan perbedaan maksilofasial, pengukuran panjang wajah
tengah dikurangi dari panjang efektif mandibula. Pada individu yang lebih kecil,
seperti pada fase geligi pergantian, perbedaan ini harus berada diantara 20-23 mm.
Pada individu yang berukuran medium, perbedaan maksila-mandibula akan berada
diantara 27-30 mm; dan pada individu yang berukuran besar berukuran antara 30-
33 mm. Oleh karena itu perbedaan ideal maksila-mandibula, kecil : 20 mm, medium
: 25-27 mm, besar 30-33 mm.
Pada keadaan dimana diskrepansi lebih besar atau lebih kecil daripada nilai
normal, tahap selanjutnya adalah untuk mengidentifikasi rahang mana yang terlalu
besar atau kecil. Hubungan dari titik A ke nasion perpendicular(NP) memberikan
beberapa indikasi posisi anteroposterior dari maksila. Dengan menggabungkan
pengukuran ini dan ukuran-ukuran yang tersedia pada tabel 10.1, ukuran diskrepnsi
rahang dapat diidentifikasi. Hubungan normal dan variasi dari maksila-mandibula
ditunjukkan pada Gb 9.8 dan 9.9.

Hubungan Vertikal
Kelebihan vertikal maksila dapat menyebabkan rotasi mandibula ke bawah
dan ke belakang, sehingga terjadi peningkatan tinggi wajah anterior bagian bawah
(Gb. 9.10a). Sebaliknya, kekurangan vertikal dentoalveolar maksila dapat
menyebabkan mandibular rotasi ke atas dan ke depan, sehingga mengurangi tinggi
wajah anterior bagian bawah (ANS-M, Gb. 910b).
Lower Anterior Face Height (LAFH) diukur dari anterior nasal spine (ANS)
ke menton. Pada wajah yang seimbang, dimensi vertikal ini berhubungan dengan
panjang efektif wajah tengah (Co-point A, Gb. 9.11). Hubungan ini dijelaskan pada
tabel 10-1. Salah satu contohgambaran tinggi wajah bagian bawah yang berlebihan
ditunjukkan pada Gb. 9.12.

149
Gambar 9.9 Contoh hubungan maksilamandibula.A. Posisi maksila normal, mandibular berkurang
9 mm (Lihat table 9-1). B, Kekurangan skeletal wajah tengah 4 mm, skeletal
mandibular kelebihan 5 mm.

Gambar 9.10 A. Kelebihan vertikal maksila dapat menyebabkan rotasi mandibula ke bawah dan ke
belakang, sehingga terjadi peningkatan tinggi wajah anterior bagian bawah (Gb 9-
10a). Sebaliknya, kekurangan vertikal dentoalveolar maksila dapat menyebabkan
mandibular rotasi ke atas dan ke depan, sehingga mengurangi tinggi wajah anterior
bagian bawah (ANS-M).

150
Gambar 9-11Lower Anterior Face Height (LAFH) diukur dari
anterior nasal spine (ANS) ke menton. Pada wajah
yang seimbang, dimensi vertikal ini berhubungan
dengan panjang efektif wajah tengah

Gambar 9.12 Tinggi wajah anterior bawah berlebihan dengan lebar


wajahtengah (Co ke titik A) 93mm, seharusnya antara 65
ke 66mm (Tabel 9.1) dan bukan 80mm.

Tinggi wajah bagian bawah pada geligi pergantian dengan panjang wajah
tengah 85 mm berkisar antara 60-62 mm. Tinggi wajah bagian bawah pada individu
berukuran medium dengan panjang wajah tengah 94 mm berkisar antara 65-67 mm.
Tinggi wajah bagian bawah pada individu berukiran besar dengan dimensi wajah
tengah 100 mm berkisar antara 70-73 mm.

151
Pada Gb. 9.13 dalam bentuk diagram telah digambarkan efek ke depan atau
ke belakang pada chinpoint yang disebabkan karena tinggi wajah bagian bawah
yang kelebihan atau kekurangan.

Gb. 9.13 dalam bentuk diagram telah digambarkan efek ke depan atau ke
belakang pada chinpoint yang disebabkan karena tinggi wajah
bagian bawah yang kelebihan atau kekurangan.

Gambar 9.14 Sudut bidang mandibular 22 derajat ke Frankfort horizontal pada rata rata individu
normal.B, sudut bidang mandibular tinggi mengindiasi kelebihan tinggi wajah
bawah.

152
Gambar 9.15 Sumbu sudut wajah (sudut antara garis PTM ke Gn dan Ba-N)

Facial axis angle adalah sudut yang didapat dari garis yang dibentuk dari
posterosuperior aspek dari pterygomaxillary fissure (PTM) ke gnation yang
berhubung dengan basis kranial, yang dinyatakan dengan garis yang
menghubungkan basion ke nasion.Pada wajah yang seimbang, facial axis angle
tegak lurus dengan garis basion-nasion.Nilai negatif, misalnya, 900 dikurangi dari
sudut yang diukur, menunjukkan pertumbuhan vertikal yang berlebihan dari
wajah.Defisiensi dari pertumbuhan vertikal wajah ditandai dengan nilai yang
positif. Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin besar defisiensi vertikal dari
wajah, dan sebaliknya (Gb. 9.15).

Gambar 9.16 Mandibula ke basis kranial diukur dari pogonion ke nasion.Trasing A menunjukan
mandibular normal ke hubungan antara basis kranial pada wanita dewasa. Trasing
B menunjukkan mandibular yang retrusiv )-31mm) dan maksila retrusif ringan (-
3mm)

153
Mandibular plane angle adalah sudut antara Frankfort Horizontal dan garis
yang ditarik sepanjang batas bawah dari mandibula melalui gonion dan menton.
Secara rata-rata mandibular plane angle adalah 220 ± 40 (Gb 10.14a).Sudut yang
lebih besar akan didapat pada tinggi wajah bagian bawah yang kelebihan (Gb
10.14b), sedangkan sudut yang lebih kecil akan cenderung mengarah pada
defisiensi pada tinggi wajah bagian bawah. Sudut yang lebih tinggi atau rendah dari
rata-rata mandibular plane angle dapat juga merupakan hasil dari lebih pendek atau
panjangnya ketinggian ramus mandibula dari nilai rata-rata. Dalam suatu kasus,
kesimpulan apapun yang diambil dari pengukuran tunggal ini memerlukan
pengukuran lain untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat.

Mandibula Terhadap Basis Kranial


Hubungan mandibula terhadap basis kranial ditentukan dengan cara
pengukuran jarak dari pogonion ke nasion perpendicular(NP). Pada geligi
pergantian, rata-rata pogonion terletak 6-8 mm lebih posterior dari nasion
perpendicular(NP), tetapi maju ke depan selama masa pertumbuhan. Pada individu
dengan ukuran wajah medium, seperti pada wanita dewasa (Gb 9.16a), pogonion
terletak 4-0 mm di belakang garis NP. Dan pada individu dengan ukuran wajah
besar, seperti pada pria dewasa, pengukuran posisi dagu memanjang dari 2 mm di
belakang sampai kira-kira 2 mm di depan dari garis NP. Gambar 9.16b adalah
tracing dari wanita dewasa yang menunjukkan adanya retrusi mandibula yang parah
dan tinggi wajah bagian bawah yang berlebihan.

Gigi Geligi
Dalam merencanakan perawatan ortodonti, untuk tujuan ortodontik,
ortopedik, maupun bedah, seorang klinisi harus menentukan posisi anteroposterior
kedua insisif rahang atas dan rahang bawah.Hubungan ini dijelaskan dalam
penjabaran sebagai berikut.

Posisi Insisif Maksila


Pada awalnya perlu diketahui hubungan gigi geligi pada kedua rahang atas
dan bawah yang didasari oleh tulang basal. Gigi geligi dapat berbentuk normal,

154
protrusif (Gb. 9.17a), atau retrusif (Gb. 9.17b). Untuk menentukan posisi dari insisif
maksila pada kasus-kasus diatas, gigi-gigi ini diukur sehubungan dengan posisinya
masing-masing terhadap basis tulang yaitu tulang basal yang berada di
bawahnya.Untuk mengukur posisi dari insisif maksila, garis vertikal digambar
melalui titik A paralel terhadap nasion perpendicular (NP). Jarak dari titik A ke
permukaan insisif atas dihitung seperti pada Gb. 9.18. Jarak ideal yang dihitung
secara horizontal dari titik A ke permukaan insisif atas sebesar 4-6 mm. Posisi
insisif maksila pada Gb 9-16amenunjukkan posisi yang baik. Gb. 9.19 adalah
tracing dari pasien dengan insisif atas yang berdesakan parah (11 mm) pada maksila
yang protrusif. Insisif pada Gb. 9.16b menunjukkan kondisi retroposisi yang cukup
parah oleh karena basis maksila yang retrusif.

Gambar 9.17 Gigi geligi dapat berbentuk normal, protrusif (Gb. 9.17a), atau retrusif (Gb. 9.17b).

Gambar 9.18 Metode pengukuran posisi dari insisif maksila, garis vertikal digambar
melalui`titik A paralel terhadap nasion perpendicular (NP). Jarak dari titik
A ke permukaan insisif atas.

155
Gambar 9.19 Insisiv atas protrusi (11mm) di maksila yang protrusi

Posisi Insisif Mandibula


Pada maksila, posisi anteroposterior dari insisif bawah ditentukan oleh relasi
terhadap basis tulang. Harus dapat dibedakan antara maloklusi klas II dimana geligi
rahang bawah terletak pada mandibula yang retrusi (Gb. 9.20a), dan geligi rahang
bawah yang retrusi pada mandibula yang normal (Gb. 9.20b).
Untuk menentukan posisi anteroposterior dari insisif bawah, jarak diukur
antara tepi insisif mandibuladengan garis yang digambar dari titik A ke pogonion
(garis A-Po). Pada wajah yang seimbang, jarak ini sebesar 1-3 mm (Gb. 9.21).

Gambar 9.20 a Mandibula retrusi dengan insisif bawah normal dan b,


mandibula normal dengan posisi insisif bawah yang
retrusi

156
Gambar 9.21 Titik A-garis pogonion.

Estimasi angka dari posisi anteroposterior insisif mandibula adalah bagian


yang terlemah pada analisa ini.Untuk semua tujuan praktek, evaluasi subjektif dari
insisif mandibulaoleh klinisi sangat dianjurkan untuk menentukan apakah insisif
bawah berada pada posisi yang baik dalam simfisis mandibula.
Pada taksiran posisi vertikal insisif bawah, tepi insisal berhubungan dengan
bidang oklusal. Jika curve of spee berlebihan, harus diputuskan apakah akan
memposisikan insisif retrusi atau molar yang erupsi. Faktor yang menentukan
adalah tinggi wajah anterior bagian bawah.Jika tinggi wajah anterior bagian bawah
normal atau berlebihan (bedasarkan panjang efektif tengah wajah), insisif bawah
intrusi.Jika tinggi anterior wajah bagian bawah kekurangan, insisif bawah ekstrusi.

Gambar 9.22 A,Rata-rata lebar faring bagian atas (A) sebesar 15, dan (B) faring bagian bawah
sebesar 11mm. B, Kemungkinan adanya gangguan saluran nafas atas, pengukuran
A sebesar 2mm.

157
Gambar 9.23 Lebih besar daripada rata-rata lebar faring bawah sebagai hasil dari postur
kebiasaan dank arena perbesaran tonsil

ANALISA SALURAN PERNAPASAN


Untuk tujuan analisa ini, dua pengukuran digunakan untuk memeriksa
kemungkinan adanya kelainan jalan napas.

Faring Bagian Atas


Lebar faringeal atas diukur dari titik pada posterior outline dari palatum lunak
ke titik terdekat dari dinding faring. Pengukuran ini diambil pada outline setengah
bagian dari anterior palatum lunak. Rata-rata lebar nasofaring sebesar 15-20 mm.
Lebar 2 mm atau kurang pada regio ini mengindikasikan adanya kelainan pada jalan
napas (Gb 9.22a).

Faring Bagian Bawah


Lebar faring bagian bawah diukur dari titik potong dari batas posterior lidah
dan batas inferior mandibula ke titik terdekat dari dinding posterior faringeal. Rata-
rata ukurannya sebesar 11-14 mm (Gb 9.22b).
Obstruksi area faringeal bagian bawah oleh karena posisi lidah ke posterior
ke dinding faring jarang terjadi. Nilai yang lebih besar dari rata-rata lebar faringeal
bagian bawah, mengindikasikan kemungkinan posisi lidah ke anterior, baik karena
hasil kebiasaan atau karena pembesaran tonsil (Gb 9.23). Gambar 9.24 adalah
contoh tabel analisa McNamara.

158
159
Bab
10

Geometri Sefalometri

Analisa sefalometri untuk diagnosis dan perencanaan perawatan ortodontik


sangatlah penting sebagai sistem pengukuran yang didesain untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai bagian skeletal, dental, dan jaringan lunak dari kompleks
kraniofasial. Penanda anatomi pada radiografi sefalometri dipilih dan digabungkan
untuk mendapatkan garis dan sudut untuk menggambarkan adanya suatu hubungan.
Karena basis cranial dianggap sebagai area anatomi yang paling stabil pada
kompleks kraniofasial, banyak analisa sefalometri menggunakan penanda-penanda
seperti nasion, sella dan basion untuk memperoleh garis dasar yaitu sella-nasion
(SN), basion-nasion (BaN) dan porion orbital (frankfort horizontal) untuk membuat
pengukuran-pengukuran. Sella, nasion dan basion adalah midline anatomic
landmark yang dianggap lebih akurat pada tracing headfilm sefalometri
dibandingkan landmark bilateral. Sebagian besar hubungan diukur dari salah satu
garis. Garis-garis ini juga digunakan sebagai garis dasar untuk menilai perubahan
yang dihasilkan dari pertumbuhan dan perawatan.
Dengan menggunakan metode sefalometri, skeletal, dental dan jaringan
lunak dari komplek kraniofasial dapat digambarkan dan kemudian dijadikan
standar. Pengukuran sefalometri pada setiap individu kemudian dapat dibandingkan
dengan berdasarkan umur, jenis kelamin dan kelompok populasi. Dengan
membandingkan serial headfilm sefalometri dari seorang individu yang diambil
dari waktu ke waktu, perubahan-perubahan hubungan pada komponen wajah dapat
dievaluasi bersama-sama dengan penilaian bagaimana perubahan ini dapt
mempengaruhi keseluruhan hubungan dari bagian tersebut. Bahkan, dokter gigi

160
dapat mengevaluasi akibat dari pertumbuhan dan perkembangan atau perawatan
dengan melakukan superimpose dari serial tracing sefalometri dari setiap pasien.
Berbeda dengan pengukuran linear, pengukuran angular tidak peka terhadap
perubahan dari pembesaran radiografi sefalometri yang dihasilkan dari jarak yang
bervariasi diantara film dan midsagittal dari kepala. Sumber radiasi-jarak subjek
telah terstandarisasi pada radiogarfi sefalometri.
Karena analisa sefalometri berdasarkan hubungan geometri, maka perlu
dipahami dengan jelas apa yang digambarkan atau yang diukur. Ketelitian sangat
penting untuk menghindari misintepretasi pengukuran sefalometri atau
menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat . Salah satu contoh dari salah satu
analisa yang sudah dijelaskan akan digunakan untuk menggambarkan pentingnya
ketepatan dari pengukuran

SUDUT DAN BIDANG

Sudut Wajah
Sudut antara nasion-pogonion dan frankfurt horizontal (FH) digunakan
untuk mengukur derajat retrusi atau protrusi dari mandibula. Rata-rata sudut wajah

161
adalah 87,8 +3.6 derajat. Kemiringan kepala pasien ke depan atau ke belakang tidak
akan mempengaruhi sudut muka. Bagaimanapun lokasi landmark anatomi yang
saling berhubungan seperti porion dan orbitale berbeda pada setiap pasien. Tiap-
tiap lokasi landmark baik superior maupun inferior akan mempengaruhi sudut yang
berkaitan dengan FH. Diagnosa retrusi dan protrusi dari mandibula yang hanya
berdasarkan metode membandingkan sudut muka dengan nilai baku tidak
disarankan karena perbedaan pola morphogenic dapat dihasilkan dari pembacaan
hasil yang tidak tepat (Gb. 10.1).

Sama dengan diskrepansi yang dijelaskan dapat terjadi pada pengukuran


maksila terhadap basis cranial ketika sudut antara FH dan garis dari nasion menuju
poin A digunakan untuk menentukan posisi anteroposterior dari maksila. Variasi
anatomis pada lokasi porion terhadap orbital akan mempengaruhi inklinasi dari
Frankfurt horizontal dan secara konsekuen memberi dampak kesalahan pembacaan
dari lokasi maksila. Diskrepansi ini akan semakin banyak saat machine porion
digunakan daripada anatomic porion, karena landmark ini tidak serupa dan karena
standar yang digunakan sangat bervariasi.

162
Incisor mandibula Plane Angle
Down menjelaskan variasi sudut pada incisor bawah terhadap bidang
mandibula berkisar antara -8.5 derajat sampai +7 derajat dari 90 derajat pada pasien
dengan oklusi normal. Tweed menjelaskan sudut ini sangat penting untuk objektif
perawatan dan juga mencapai hasil perawatan yang stabil. Analisa sefalometri
Tweed didasari segitiga wajah, menggunakan Frankfurt plane, mandibular plane
dan mandibular incisor
Menurut tweed, idealnya, incisor mandibular plane angle (IMPA) harus
90derajat, frankfurt mandibula (FMA) 25 derajat dan frakfurt mandibular incisor
angle (FMIA) 65derajat. (jumlah ketiganya adalah 180 derajat). Lebih lanjut IMPA
juga berhubungan dengan pembentukan ruang tambahan pada lengkung mandibula
untuk tiap 3 derajat tambahan insisif bawah akan terdapat ruang 2,5mm yang
ditambahkan di lengkung gigi mandibula. Sebaliknya, pengurangan IMA dari 90
derajat, misalnya menjadi 87 derajat akan mengurangi tempat yang tersedia untuk
alignment gigi pada lengkung mandibula sebanyak 2.5 mm.
Variasi dari 3 bidang tweed akan mengubah dusur dari segitiga wajah.
Contohnya, pada kondisi bidang mandibula yang terlalu curam, rasanya tidak
mungkin mendapatkan nilai IMPA sebesar 90 derajat karena hal ini akan
menyebabkan posisi insisif mandibula menjadi “berbaring” dan hal ini akan
menyebabkan gangguan estetik wajah dan stabilitas gigi.

Sudut SNA
Sudut SNA sering digunakan untuk menentukan derajat protrusi atau retrusi
maksila terhadap basis cranial (SN line). Misalnya, sudut SNA pada gbr 10-3
adalah 82 derajat (sudut a). Di depan posisi A ke A’, sudut SNA menjadi 86 derajat
(sudut b) dan menunjukkan protrusi maksila. Asumsi ini dibuat dengan dasar
pemikiran bahwa inklinasi garis SN sama pada setiap individu, yaitu relasi vertical
dari S dan N adalah tetap.
Meskipun demikian, dengan mempertimbangkan sebuah kondisi dalam
sefalogram dimana maksiladirepresentasikan dengan titik A tetapi faktanya S’
ternyata terletak lebih tinggi daripada S. Sudut Z (S’NA = Z) tetap 86 derajat,
sekalipun begitu maksila tidak protrusif. Sudut Z adalah gambaran superior posisi

163
S’ terhadap N daripada protrusive maksila. Pembacaan individu ketika
membandingkan normal standar dapat membuktikan bisa terjadi kekeliruan tanpa
pemahaman geometri yang terlibat.

Sudut SNA, SNB dan ANB


Dalam kondisi yang sama, perubahan posisi titik B pada mandibula akan
menghasilkan kesalahan hasil apakah mandibula tersebut protrusi atau retrusi.
Kesepakatan umum bahwa sudut ANB merupakan indikator yang lebih tepat untuk
menilai banyaknya relasi yg tidak seimbang antara maksila dan mandibula. Asumsi
bahwa ANB lebih tepat digunakan daripada SNA dan SNB karena ANB tidak
menggunakan garis SN dan secara spesifik yaitu tidak menggunakan posisi sella
untuk penilaian. Meskipun asumsi ini sering tepat, sudut ANB juga memiliki
keterbatasan. Sudut ANB hanya menjelaskan perbedaan sudut SNA dan SNB.
Diskusi lebih lanjut dari sudut ANB di bab 8 dimana akan dijelaskan pada analisa
Wits. Analisa Wits sangat peka terhadap perubahan angulasi oklusal plane dan
terdapat keterbatasan jika terdapat kekeliruan interpretasi.

Bidang Oklusal Dan Mandibular


Pada sebagian besar analisa sefalometri, bidang oklusal dan bidang
mandibula diukur terhadap garis sella-nasion (SN), basion-nasion (BaN) atau

164
bidang Frankfort horizontal. Bidang oklusal dan mandibula dijelaskan agak berbeda
pada beberapa analisa. Bidang oklusal, palatal dan mandibula sering digunakan
sebagai panduan untuk menentukan hypodivergency atau hyperdivergency dari
bidang wajah (Gb. 10.4).

Pada rata-rata normal wajah kaukasoid, occlusal plane (OP) kurang lebih 14
derajat ke garis SN dan mandibular plane (MP) kurang lebih 32 derajat ke garis SN.
Selanjutnya, proporsi upper anterior facial height (UAFH) diukur dari N-ANS, dan
lower anterior facial height (LAFH) diukur dari ANS-Me ke total anterior facial
height (AFH) yg diukur dari N-Me, masing-masing kurang lebih 46% dan 54%.
Posterior facial height (PFH), S-Go, kurang lebih 65% dari total anterior facial
height (N-Me). Beberapa variasi proporsi N-ANS, ANS-Me dan S-Go akan terjadi
apabila pengukuran linear dibuat dengan memproyeksikan titik-titik yang terletak
tegak lurus pada garis vertical anterior pada profil jaringan lunak dibandingkan
dengan mengukur secara langsung jarak antara N ke ANS, ANS ke Me dan S ke
Go. Jika pada individu tertentu, sella relatif rendah ke nasion (posisi sella rendah)
dan UAFH dan LAFH masih mirip 46% dan 54% daripada sudut bidang palatal,
bidang oklusal dan bidang mandibula terhadap garis SN akan lebih besar dari nilai
yang normal. Contoh ini hanya menggunakan titik sella (Gb. 10.5). Jika lokasi sella
(S) diubah ke posisi S1, meskipun UAFH dan LAFH tetap sama, PFH akan
berkurang. Bagaimanapun, di contoh berikutnya, dengan sella terletak pada S1,
pada pembacaan bidang oklusal dan mandibular akan mengalami peningkatan

165
angulasi dibandingkan apabila sella digambar dari posisi S. Sebaliknya, apabila
sella terletak lebih ke superior di S2, kemudian sekali lagi UAFH dan LAFH tetap
sama dengan pengukuran sella-nasion dengan garis SN, PFH terhadap total anterior
facial height (N-Me) akan meningkat.

Harus selalu hati-hati ketika menentukan palatal, oklusal dan sudut bidang
mandibula terhadap SN atau ke semua bidang anatomis (contoh basion-nasion
[baN] atau Frankfort horizontal (FH) agar cermat mengevaluasi upper anterior,
lower anterior dan proporsi PFH. Beberapa dokter cenderung menilai facial
divergency dan potensi pertumbuhan mandibula berdasarkan angulasi bidang
mandibula. Akan sangat bijak untuk selalu mempertimbangkan proporsi wajah

Facial Plane Divergency


Bidang wajah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan derajat
divergensi pada lateral sefalometri radigrafi adalah sella-nasion (SN) atau baion-
nasion (BaN), bidang palatal (PP), bidang oklusal (OP) dan bidang mandibula
(MP). Karena bidang-bidang ini selalu menyimpang di anterior, derajat divergency
dari divergensi nomal pada pola wajah normal disebut sebagai hyperdivergency
atau hypodivergency. Gb. 10.6 menggambarkan divergensi wajah yang ekstrem,
membandingkan maloklusi klas 2 divisi 1 (pola open bite) dan maloklusi klas 2

166
divisi 2. Pola wajah hipodivergen dan hiperdivergen tentu saja terjadi pada
maloklusi klas 2 dan klas 3.

Derajat divergensi pada garis wajah kadang memberikan petunjuk


mengenai arah pertumbuhan wajah dan tingkat kesulitan yang dihadapi pada
perawatan dimensi vertical, misal, deep bite dan open bite dan masalah yang
dihadapi pada fase retensi post treatment. Penting untuk dipahami bahwa istilah
deep dan open sering digambarkan pada regio insisif. Penyebab kondisi ini,
kemungkinan karena variasi ciri morfologi skeletal, disebut hiperdivergen dan
hipodivergen pola skeletal, masalah jaringan lunak atau masalah gigi. Seringkali
gigitan dalam atau gigitan terbuka adalah karena kombinasi beberapa etiologi ini.
Skeletal deep dan open bite dihasilkan dari divergensi wajah yang ekstrim lebih
sulit dirawat dengan hanya perawatan ortodonti daripada dental deep atau open
bites. Hiperdivergen skeletal kadang disebut sebagai “long face syndromes”.
Sangat penting untuk dapat membedakan karakteristik morfologi wajah
yang berbeda-beda. Mandibular plane angle yang curam sering digunakan sebagai
indikasi pola wajah hiperdivergen, dan mandibular plane yang rendah digunakan
untuk indikasi pola wajah hipodivergen. Gb. 10.6 menggambarkan variasi
hubungan bidang mandibula terhadap garis SN, MP yang rendah pada Gb. 10.6a
dibandingkan Gb. 10.6b terhadap garis SN.
Schudy menjelaskan occlusalmandibular plane (OM angle) sebagai metode
yang berbeda untuk mengevaluasi skeletal divergensi sehingga dapat

167
mengindikasikan pola skeletal. Kisaran variasi sudut OM (yaitu mandibular plane
angle minus occlusal plane angle) dari 7 sampai 21 derajat telahdijelahkan. Sudut
OM mendekati 21 derajat, hiperdivergensi pola skeletal semakin terlihat. Sudut OM
yang kecil mendekati 7 derajat akan menggambarkan hipodivergensi pola skeletal.
Evaluasi dari sudut OM adalah ukuran relative dari posterior mandibular alveolar
height dan anterior mandibular alveolar height. Perbedaan yang lebar pada
mandibular posterior alveolar height dengan mandibular anterior alveolar height
mengindikasikan divergensi wajah (Gb. 10.7).

Steiner’s Acceptable Compromises


Perbedaan posisi landmark sefalometri dapat menghasilkan pembacaan
sefalometri yang tidak tepat dari nilai normalnya. Ketika meninjau normal analisa
steiner dan steiner chevrons dengan kompromi yang masih dapat diterima, menjadi
jelas bahwa kompromi2 diformulasikan untuk mendapatkan faktor geometri yang
diperhitungkan.
Steiner mengenali variasi relasi rahang secara anteroposterior satu sama
lain. Sedangkan relasi ANB yang ideal dari maksila dan mandibula yang
digambarkan dengan titik A dan B adalah 2 derajat, pola chevrons menggambarkan
inklinasi aksial yang mungkin terjadi dari maksila dan mandibula terhadap garis
NA dan NB dalam berbagai variasi ANB. Steiner compromises adalah hasil
geometri dari variasi morphonegetik dan menghasilkan kemungkinan perawatan.
Contohnya, Gb. 10.9 pada penyelesaian perawatan ortodonti, sudut ANB 6 derajat

168
kemudian acceptable compromises untuk hubungan insisif maksila ke garis NA
adalah 18 derajat dan 0 mm, dan untuk isnsisif bawah ke garis Na dalah 29 derajat
dan 5 mm

A – Po Plane dan Koreksi Sefalometri


Garis A-Po adalah metode lain yang digunaan di sefalometri untuk menilai
posisi gigi insisif mandibula. Pengukuran dalam milimeter dicatat dari insisal tip
gigi ke garis dari titik A di maksila ke titik pogonion (Po) di mandibula. Range -
2mm sampai +3mm dianggap sebagai posisi insisif yangmemuaskan, dengan +0.5
mm insisif tip bawah ke A-Po menjadi posisi yang ideal. Downs setuju dengan

169
Ricketts untuk menyarankan mengkaitkan insisif bawah dengan profil, terutama
lower face menggunakan A-Po. Pentingnya inklinasi angular dari insisif bawah
juga ditekankan. Pada seri Downs dengan subjek normal, angulasinya 23 derajat
dengan standar deviasi 3 derajat.
Koreksi sefalometri menjelaskan metode untuk menentukan lengkung gigi
mandibula berdesakan atau berjarak dengan menilai posisi insisif mandibula pada
radiografi sefalometri sesuai dengan dimensi mesiodistal dari gigi mandibula dan
lingkar lengkung mandibula. Alasan koreksi sefalo ketika menggunakan pegukuran
insisif bawah ke A-Po adalah bahwa memajukan atau menundurkan insisif
mandible 1 mm masing-masing akan menghasilkan 2 mm penambahan atau 2 mm
pengurangan pada tempat yang tersedia pada lengkung gigi mandibula. Contohnya,
jika pengukuran linear dari insisif bawah ke garis A-Po adalah -2mm, kemudian
memajukan insisif +3mm ke garis A-Po akan menghasilkan perubahan +5mm, yang
katanya untuk mendapatkan tambahan tempat tersdia 10 mm pada lengkung
mandibula. Dalam hal ini rencana perawatan pencabutan harus dipertimbangkan
dan pasien kemungkinan dirawat tanpa pencabutan. Teknik Koreksi sefalo yang
sama juga disarankan untuk pengukuran posisi insisif bawah yang lain, missal
prediksi pertumbuhan visual treatment objectives dan pengukuran angular segitiga
wajah. Perhitungan menunjukkan bahwa miringnya insisif bawah ke depan 3
derajat menghasilkan penambahan lengkung gigi 2.5mm. Sebaliknya, menarik
insisif mandibula 3 derajat akan mengurangi lengkung bawah sebanyak 2,5mm.
Menggunakan pengukuran linear insisif bawah ke garis A-Po sendiri harus
berhati-hati. Pengukuran linear ini tidak memperhitungkan angulasi insisif bawah
(Gb. 12.10), dimana menekankan resiko yang melekat dalam menggunakan
pengukuran tunggal pada diagnose sefalo dan rencana perawtan. Rickett
menekankan secara signifikan penggunakan pengukuran linear dan jugai
pengukungan angular pada penilaian ini. Semua pengukuran sefalometri harus
dievaluasi dengan tepat dengan pengukuran lain dan harus termasuk penilaian klinis
dan diagnosa.

170
Kesimpulan
Contoh yang diberikan menunjukkan bahwa kecermatan harus diperhatikan
saat menginterpretasi pembacaan sefalometri. Ketepatan pengukuran sefalometri
dan bahkan beberapa jenis pengukuran dalam menggambarkan kraniofasial dan
variasi dental sering dipertanyakan. Salah satu alas an banyak analisa sefalo adalah
setiap analisa memiliki kelebihan serta kekurangan. Beberapa analisa mempunyai
banyak sekali sistem pengukuran sehingga secara klinis sulit digunakan. Di lain
pihak, beberapa terlalu sederhana sehingga mendapatkan hasil yang sangat terbatas.
Kesalahan umum analisa sefalometri yang lain yaitu seringnya
menggunakan single film pada pasien, padahal pembacaan hasil dibandingkan
dengan nilai yang normal. Pada pasien dengan variasi anatomi, pembacaan sefalo
yang diperoleh dari headfilm pasien tidak akan memperlihatkan nilai normal.
Variasi lokasi anatomi landmark seperti sella, nasion, orbitale dan porion yang
sering digunakan sebagai garis dasar pada banyak analisi, dapat menghasilkan
kesimpulan analisa yang salah. Kecermatan harus diperhatikan untuk memahami
variasi ini dan geometri landmark anatomi dan tahapan biologi. Mekipun sefalo
penting untuk diagnose dan rencana perawatan pada pasien ortodonti dan operasi
ortognati, harus berhati dalam menginterpretasi hasil pengukuran.Perlu dicatat
bahwa sefalo jaringan lunak dapat dipakai untuk mengevaluasi pasien.

171
Diagnosa ortodonti harus didasarkan pada evaluasi individual yang
komprehensif pada setiap pasien. Kekurangan dan kelebihan sefalometri harus
dipahami.

172
Bab
12

Superimposisi Pada Sefalometri

Perbandingan headfilm sefalometri diambil pada beberapa interval


merupakan metode yang dipakai oleh peneliti dan dokter untuk mendapatkan
gambaran secara keseluruhan dari pertumbuhan dan/atau untuk menetukan
pengaruh dari perawtan ortodonti pada rahang dan geligi. Untuk melakukan ini,
bagaimanapun, membutuhkan paling tidak pengetahuan mengenai area
pertumbuhan skeletal. Pada tengkorak yang berkembang, beberapa tulang bergerak
antara satu sama lain pada tingkat yang berbeda. Anatomi landmark yang
berdekatan dengan lokasi pertumbuhan akan bergerak terpisah lebih jauh dari
daerah pertumbuhan. Untuk menentukan pengaruh dari pertumbuhan atau
perawatan, tracing headfilm yang superimpose pada landmark paling kecil
dipengaruhi oleh pertumbuhan.
Penelitian terdahulu mengenai rerata pertumbuhan tulang wajah
mengharuskan pebandingan perhitungan tengkorak pada umur yang berbeda.
Interpretasi dari semua perubahan didemonstrasikan dengan mengukur hewan
coba, pertama dengan perwarnaan vital tlang dan kemudian studi implant. Foto
sefalometri diambil dari manusia diikuti dengan perkembangan untuk menjadi alat
yang sangat berguna memungkinkan normal, abnormal, dan pengaruh ortodonti
untuk dipelajari.

Pertumbuhan Wajah dan Analisa Perawatan


Untuk tujuan studi mengenai pertumbuhan dan perkembangan, kepala
dikelompokkan menjadi 4 zona, yaitu, braincase, struktur wajah bagian atas,
mandibula, dan zona intermediet yang dikenal sebagai basis kranial. Otak dan

173
tulangnya yang membungkusnya tumbuh dengan cepat sampai usia 10-12 tahun,
setelahnya melalukan pertumbuhan yang minimal. Tulang pada fasial skeleton,
yaitu tulang-tulang pada struktur wajah atas dan mandibula, melanjutkan
pertumbuhan sampai kira-kira 20 tahun atau lebih. Untuk itu, basis kranial adalah
daerah tulang antara pembungkus otak dan struktur wajah, yang tumbuh dengan
tingkatan yang berbeda.

Dasar Kranial
Sepanjang proses penelitian, banyak percobaan yang telah dibuat untuk
mengatasi masalah tentang menganalisa pertumbuhan wajah pada penempatan
landmark yang kurang sesuai atau tidak stabil. Broadbent menggunakan bidang
Bolton (titik Bolton Nasion) untuk menggambarkan pertumbuhan ke bawah dan ke
depan dari wajah pada kranium. Ricketts memilih untuk menggunakan bidang
Frankfort dan pterigoid vertikal untuk membentuk titik nol pada sistem koordinat.
Sumbu basis kranial (Ba-nasion) digunakan sebagai garis dasar untuk analisa
pertumbuhan. Menggunakan komputer dan sampel 100 laki-laki dan wanita dengan
usia yang berbeda pada tiap kelompok, Walker dapat menggambar dan secara
statistik mempertimbangkan perubahab pertumbuhan. Moorrees dan kawan-kawan
meragukan garis referensi intrakranial, analisa perubahan pertumbuhan tengkorak
menggunakan diagram mesh pada headfilm diambil pada keadaan natural head
position. Moyers dan Bookstein menganggap sefalometri secara konvensional
sebagai metode yang tidak pantas pada studi pertumbuhan. Metode lain yang
ditawarkan memerlukan penggunaan program komputer untuk menganalisa
perubahan pertumbuhan bentuk kraniofasial dengan pola grid.
Meskipun perdebatan mengenai baik buruk nya variasi metode yang
digunakan pada studi pertumbuhan, terdapat kebutuhan untuk menilai secara luas
perubahan dentofasial dengan alasan yang tepat antara dua film yang diambil pada
waktu yang berbeda. Metode yang paling sering digunakan pada keseluruhan
perubahan dentifasial adalah titik acual sella dan garis S-Na yang di superimpose
dengan yang lain (Gb. 12.1). cara ini menunjukkan perubahan dentofasial antara
dua film dan secara tepat selama perubahan pertumbuhan mengikuti pelebaran dari
garis S-Na yang asli. Perpindahan nasion ke atas atau ke bawah selama

174
pertumbuhan daerah sutura frontonasalis tidak dapat diabaikan. Studi Bjork,
menunjukkan 90% dari kasus hanya menunjukkan sedikit perubahan yang dapat
dideteksi, selama kasus berjalan, perubahan petumbuhan terhitung hingga kurang
lebih 1 mm, dengan hanya ada dua pengecualian yaitu 2 mm. Patut di catat,
bagaimanapun, panjang dari sella ke nasion yang sangat bervariasi . Hal ini
menunjukka bahwa penggunaan bidang ini sebagai garis acuan, atau penggunaan
titik nasion untuk menaksir hubungan anteroposterior maksilomandibular tidak
dapat dipercaya. Garis referensi dari sella ke nasion secara luas digunakan untuk
evaluasi efek secara keseluruhan dari pertumbuhan atau perawatan.

Perubahan posisi yang dihasilkan dari pertumbuhan atau perawatan dapat


juga dievaluasi menggunakan sistem grid. Sistem ini memerlukan superimpose dua
tracing pada headfilm sepanjang daerah anterior basis kranial dengan sella sebagai
titik acuan. Grid ini dibentuk dengan menarik garis dari sella yang tegak lurus
terhadap bidang oklusal. Perubahan dari maksila dan mandibula dapat kemudian
diukur pada referensi ke grid. (Gb. 12.2).

175
Untuk mengevaluasi pertumbuhan/perpidahan dari maksila dan mandibula
ke titik perpindahan dari gigi molar dan insisif atas dan bawah, Johnston
mengembangkan analisa pitcfork (Gb. 12.3). Pertumbuhan/perpindahan dari
maksila dan mandibula diukur ke basis kranial (SE). Perubahan posisi dari gigi
insisif dan molar atas dan bawah diukur ke tulang basal (superimpose regional).
Semua pengukuran dilakukan paralel dengan bidang oklusal fungsional dan diberi
tanda terhadap kontribusinya pada perubahan dan koreksi molar dan overjet.
Hasilnya, perubahan jumlah dari variasi skeletal dan dental sama dengan perubahan
perawatan pada hubungan molar dan overjet insisal.

176
Maksila
Pertumbuhan maksila dan perubahan perawatab telah diteliti pada berbagai
variasi superimpos. Diantaranya yang palind populer digunakan yaitu superimpose
headfilm sepanjang bidang palatal yaitu dari ANS ke PNS dengan film tercatat pada
ANS ( McNamara). Tahun 1937, Broadbent meneliti bahwa superimpose sepanjang
daerah palatal pada ANS, permukaan anterior dari maksila dan titik A berpindah ke
belakang. Penilaian akurat dari perubahan gigi maksila, Downs merekomendasikan
dasar hidung pada headfil dibuat untuk dapat serupa dan tracing pada permukaan
anterior maksila , dengan demikian mengurangi masalah yang mungkin pada regio
ANS. Untuk mengurangi masalah posisi yang tidak tepat pada ANS, tahun 1960
Reasearch Workshop on Cephalometric melakukan superimpose pada daerah
superior dan inferior dari permukaan hard palate. Moore merekomendasikan daerah
best fit pada palatal dicatatat pada ANS. Bagaimanapun, untuk mengukut efek
pertumbukan dan menggambarkan perubahan posisi pada maksila, dia berpendapat
bahwa superimpose pada bidang palatal (best fit) tetapi pencatatan pada daerta
fissura pterygomandibular. Ridel menggunakan versi modifikasi dari teknik yang
sama dengan garis dari fossa infratemporal dan posterior portion dari palatum
durum dibuat untuk dengan tepat.
Upaya untuk memperoleh pemahaman yang benar pada pertumbuhan,
Bjork dan Skieller menggunakan penelitian implan pada hewan ke mamnusia.
Strategi penggunaan penelitian ini pada 100 anak dari usia 4 sampai 24 tahun,
dengan oklusi yang normal dan abnormal dan kondisi patologis, maksila
mengalami remodeling yang luas selama periode pertumbuhan. Remodeling ini
melibatkan resorpsi dari dasar nasal yang paling banyak pada daerah anterior
dibandingkan posterior. Prosesus zigomatik, pada sisi lain, tidak dapat mengalami
perubahan remodeling yang sama, dengan pengecualian pada daerah superior dari
dasar orbita dan kebanyakan dari daerah inferior dari key ridge. Dari hasil yang
diperoleh ini, Bjork dan Skieller menggunakan struktur referensi yang alami,
direkomendasikan bahwa tracing headfilm disuperimpose pada permukaan anterior
dari prosesus zigomatik dari maksila dengan tracing headfilm yang kedua
diorientasikan dengan perubahan posisi remodeling dari dasar orbita sama dengan
resorpsi dari dasar hidung (Gb. 12.4).

177
Penelitian Nielsen dibandingkan dengan metode populer “best fit”) dengan
teknik implant superimposiiton pada 18 subjek dan metode struktural Bjork dan
Skieller. Dari penelitian ini terungkap bahwa metode struktural dari teknik
superimpose headfilm ini valid dan metode yang dapat dipercaya untuk
menggambarkan pertumbuhan maksila dan perubahan perawatan. Metode “best fit”
yang digunakan oleh ortodontis menunjukkan bahwa tidak mempertimbangkan
erupsi gigi molar sebesar 30% dan sampai 50% pada gigi insisif. Metode struktural
dari superimpose, bagaimanapun, tidak dapat dikatakan tanpa masalah. Untuk hasil
yang optimal, kualitas yang tinggi dari hasil radiografi juga diperlukan. Kontur
yang dobel pada prosesus zigomatik bilateral dapat hampir disuperimpose, yaitu,
perbedaan antara gambaran yang double sebisa mungkin diminimalisir. Selain itu,
apabila permukaan anterior dari prosesus zigomatik terlalu pendek, superimpose
dapat terbentuk dengan efek rotasi, yang dapat menyebabkan pergerakan gigi
menjadi salah interpretasi, hasilnya, dibutuhkan kualitas headfilm dengan densitas
yang benar dan kontras.
Penggunaan impant, Doppel dkk membandingkan variaso metode
superimpose maksila dan disimpulkan bahwa untuk penggunaan klinis dari
metodesuperimpose maksila bahwa kira-kira yang terdekat adalah mengikuti:
kontur anterior dan posterior dari lengkung zigomatik superimpose mengikuti dari
daerah dasar orbit hingga melebihi palatal plane dengan ratio 1 : 5 : 1 (Gb. 12.5).

178
Mandibula
Untuk mengevaluasi perubahan intramandibular, metode yang disepakati
pada sefalometri tahun 1960 adalah superimpose radiografi sepanjang garis bawah
dari mandibula pasa simpisis. Anggota menyetujui keakuratan dari garis bawah ini
berkurang sepanjang posterior sebanyak perubahan dari gonion pada
perpindahannya ke belakang. Dalam hal ini mandibular plane secara keseluruhan
terbentuk dengan sefalometri yang berbeda. Hal ini dapat di terima mengikuti
perubahan konstruksi mandibular plane (Gb. 13.6).
1. Garis singgung pada garis bawah mandibula. Bentuk dari mandibular plane
menggunakan metode questionable, khususnya pada kasus antegonial notch atau
daat garis bawah membentuk kurva yang ekstrim.
2. Garis yang terbentuk dari gonion ke gnation. Titik tersebut merupakan variabel.
3. Bidang yang mengikuti gonion ke menton, demikian juga titik variabel.
Bjork implant study menunjukkan bahwa pertumbuhan yang terlihat dari
kondil. Daerah anterior dari kondil terbukti sangat stabil. Sismpisis ditemukan
berkembang pada dasi pada ketinggian simpisis. yang dikontribusi daerah posterior.

179
Posisi dari simpisis melebar ke posterior terhadap garis anterior dari bagian
bawah mandibula. Dibawah sudut ini, biasanya terjadi resorpsi, yang pada beberapa
kasus memperlihatkan perubahan. Hasil proses aposisi dan resorpsi pada seseorang
membentuk pada daerah bawah dari mandibula. Menggambarkan karakteristik
pertumbuhan.
Arah dari pertumbuhan kondil secara umum sedikit kedepan.
Bagaimanapun variasi individual dalam arah pertumbuhan pada regio ini sebesar
45 derajat, karena pertumbuhan dari kurva mandibula ke depan , vertikal, dan
bahkan ke belakang. Pada penelitiannya , Bjork mencacat bahwa kanalis mandibula
tidak mengalami remodeling sebesar permukaan luar dari mandibula, dan
tuberkulare berhubungan dengan kanalis mandibula. Kanal mandibula tidak
mengalami remodeling sepanjang lapisan terluar dari rahang bawah, dan trabekla
yang berhubungan dengan kanal relatif tidak bergerak. Dia menyimpulkan bahwa
lengkungan dari kanal merefleksikan bentuk mandibula awal. Tambahan lagi, batas
perkembangan molar pada mandibula juga tidak bergerak sampai akar mulai
terbentuk.hal ini berarti pada suatu periode, lengkungan dari kanal dan benih gigi
dapat menjadi sebagai refrensi struktur natural pada analisa pertumbuhan
mandibula. Untuk tujuan klinis, refrensi struktur natural pada mandibula dapat
digunakan (Gb. 12.7). Dengan superimposing 2 tracing radiografi dari umur yang

180
berbeda dan mengorientasi mereka dengan refrensi dari struktu tersebut,
pertumbuhan mandibula dapat diestimasikan dengan akurasi yang cukup tinggi.

Kesimpulan
Beberapa sefalomatri telah digunakan, hampir dari permulaan untuk
mengukur pertumbuhan craniofacial dan perubahan perawatan. Hal ini
menimbulkan pertanyaan, seberapa akurat pengukuran sefalometri? Sefalometri
hanya ilmiah jika dapat diukur. Validitas pengukuran sefalometri secara lansung
tergantung pada metode pengukuran, dimana dibatasi oleh maslah yang
mengikutinya :
1. Foto kepala lateral atau frontal yang diambil pada waktu yang berbeda dan
orang yang berbeda, sulit untuk menghasilkan derajat keakuratan yang tinggi
meskipun kepala terletak pada chepalostat dengan posisi yang sama atau
dengan posisi kepala yang alami.
2. Gambaran ‘double’ pada struktur bilateral sering tidak konsisten terletak sama
pada foto kepala meskipun dilakukan dengan cara yang sama karena kesalahan
kecil pada saat memposisikan kepala.
3. Perbedaan kekontrasan film dan densitas yang dipantulkan akibat dari
kurangnya kualitas.
4. Anatomi atau struktur landmark tidak selalu teridentifikasi secara konsisten

181
5. Kemungkinan kekurangan yang paling penting dari pengukuran sefalometri
adalah perubahan pengukuran karena seharusnya dilakukan dengan tiga
dimensi tetapi diukur melalui gambaran dua dimensi saja.
Hal ini tidak memberikan kesan bahwaa sefalometri saran pengukuran yan
berguna bagi ortodontis. Sebaliknya, studi mengindikasikan kecenderungan
pertumbuhan dan perubahan perawatan dengan derajat akurasi yang cukup unutk
kebutuhan diagnosis dan perawatan. Teknik ortodonti konvensional,
bagaimanapun, tidak cukup akurat untuk studi ilmiah. Studi tentang pertumbuhan
kedepannya diharapkan dapat menggunakan teknologi 3-D.
Untuk mengevaluasi perubahan antara dua foto pada waktu yang berbeda
dengan akurasi yang bagus, metode yang dapat diterima untuk mensuperimposekan
sebagai berikut :
1. Untuk pertumbuhan craniofasial yang lengkap dan hasil terapi, serial
radiografik disuperimposekan pada sella-nasion, dengan titik pencatatan pada
sella.
2. Untuk pertumbuhan maksila yang lengkap dan hasil terapi, radiografik
disuperimposekan pada best fit pada permukaan palatal dari maksila sejajar
terhadap ANS-PNS.
3. Untuk pertumbuhan mandibula dan hasil terapi, radiografik disuperimposekan
pada cortical lingual dari symphisis dan pada kanal alveolar inferior. Jika kanal
alveolar inferior tidak begitu jelas, maka diluruskan dengan batas bawah
mandibula.
Contoh dari superimposisi klinis terdapat pada Gambar 12.8 dan 12.9. Meskipun
tidak ada tracing superimposisi sefalometri yang akurat, hal ini memberikan fungsi
yang baik dalam kemungkinan evaluasi keseluruhan dari perubahan yang muncul
sebagai hasil dari pertumbuhan dan/ atau perawatan.

182
183
Bab
13

Natural Head Position :


Kunci Sefalometri

Natural head position adalah orientasi kepala yg standart dan dapat di reka
ulang ketika seseorang fokus terhadap titik yg jauh setinggi mata. (melihat matahri
tenggelam di pantai) Seniman, ahli anatomi, dan antropolog telah mempelajari
wajah manusia sejak lama. Tahun 1980an para ahli kraniologi meyakini bahwa
tengkorak harus berorientasi pada posisi natural dari kepala untuk mempelajai
variasi dari berbagai ras. Untuk mengetahui objektif ini, penelitian didesain untuk
menentukan bidang orientasi krania dalam aturan menentukan posisi kepala secara
natural. Perhatian difokuskan untuk menemukan posterior atau bidang melalui
bagian terendah dari orbit yang yang berada di sekitar bidang horizontal ekstra
kranial. Porion dipilih sebagai penunjuk yang paling pas.
Setelah pertimbangan yang mendalam German Anthropology Society,
dukungan dan keputusan telah dicapai pada 1884, jadi disebut Frankfort
Agreement, yaitu bidang yang melalui porion kiri & kanan serta orbitale kiri, agar
hasil penelitian kraniometrik dapat seragam. Bidang Frankfort horizontal (FH) ini
dianggap mewakili horizontal ekstrakranial yang sebenarnya. Frakfort Horizontal
menghasilkan perbedaan yang maksimal dalam konfigurasi kranium antara grup ras
dann variabel terkecil dalam tiap kelompok. Frankfort Horizontal merupakan
persetujuan bersama yang berguna untuk mempelajari tengkorak namun bukan
untuk orientasi posisis alami kepala dalam kehidupan karena bidang frankfot

184
terletak secara normal terdistribusi di sekitar horizontal nyata ekstrakranial.
Ortodontis berhadapan dengan subjek hidup, daripada inert krania, telah digunakan
Frankfurt Horizontal dalam sefalometri sejak dulu. Peringatan Down tidak
dihiraukan, dia menunjukan melalui analisa klasik bahwa diskepransi atara
sefalometri wajah dan fotografi wajah tidak tampak ketika bidang frankfort tidak
horizontal, namun miring ke atas atau ke bawah. (Gb. 13.1) Landmark intrakranial
bukan titik-titik yg stabil pada kranium (Gb. 13.2), relasi vertikal titik-titik tersebut
dipengaruhi variasi biologi (contoh: sella ke nasion, porion ke orbitale). Seperti
yang dikemukakan Bjerin dan Thurow
Studi Bjork's tentang prognatisme wajah juga menggambarkan bahwa garis
referensi intrakranial di Cephalogram kadang tidak akurat. Dua orang dewasa bantu
dipilih untuk mewakili nilai maksimum dan minimum prognatisme wajah terhadap
garis sellanasion (SN) (Gb. 13.3). Kedua individu memiliki profil yang identik bila
ditunjukkan dalam posisi natural kepala dan menggambarkan variasi terbesar dalam
kecenderungan dari dasar tengkorak daripada perbedaan terbesar dalam
prognatisme (Gb. 13.4).

185
186
Penemuan ini menggambarkan ketika garis SellaNasion inklinasinya ke
atas, sudut fasial bertambah dan ketika garis SellaNasion inklinasinya ke bawah
maka sudut facial seperti SNA, SNPog menjadi kecil. Karena itu, individu
prognatik dengan basiskranial rendah akan dikelompokkan dengan individu
ortognatik dan individu ortognatik dengan basis kranial tinggi digolongkan dengan
prognatik. Ketika berbagai metode sefalometri analisa diterapkan pada sefalogram
yang sama, hasilnya mungkin berbeda secara dramatis tergantung dari pilihan
refrensi garisnya.
Pada penelitian oleh Krogman & Sassouni mengenai roentgenogrphic
sefalometri, ditemukan gadis umur 17 tahun dengan FH berhimpit dengan
horizontal ekstrakranial sebenarnya. Analisa berdasarkan garis Frankfurt
Horizontal, gadis ini digambarkan memiliki maksila protrusif dan mandibula
normal, namun karena basis kranial didefleksikan ke bawah pada bagian dorsal,
analisa berdasarkan Sella Nasion sebagai garis refrensi dampai pada sisi
berlawanan dan kesimpulan yang tidak tepat, digambarkan memiliki maksila
normal dan mandibula retrusif (Gb. 13.5).
Variasi inklinasi garis refrensi intrakranial ini juga digambarkan pada
penelitian oleh McNamara. Datanya menggambarkan mengenai perbedaan
perkembangan maksila pada pasien maloklusi kelas II divisi 1 (Gb. 13.6). Terdapat
rentang mulai dari maksila prognatisme sampai dengah maksila retrognatisme
(wajah konkaf), yang mana bukan merupakan gambaran maloklusi yg sebenarnya.
Distribusi menunjukan variasi bukan hanya pada prognasi maksila namun juga pada
inklinasi dari anterior basis krasial. Sisi kiri dari distribusi menunjukan individu
dengan basis tengkorak inklinasi rendah yang mengurangi sudut SNA untuk
maksila orthognatus sampai status retrognatus

187
Orientasi Natural Head Position
Cara paling mudah untuk mendapatkan natural head position pada foto
fasial dan radiografik kepala adalah dengan menginstruksikan pada pasien untuk
duduk tegak dan melihat lurus ke depan pada satu titik setinggi mata pada dinding
di depan pasien (Gb. 13.7). Pengalaman dengan teknisi Xray dan dental asisten
menunjukan bahwa setelah sesi training, hasil yang memuaskan didapatkan.
Mereka dapat menilai apakah pasien tegang dan belajar mengenali dan pergerakan
kepala ke atas atau kebawah yang benar (Gb. 13.8). Untuk fotografer profesional,
posisi natural kepala secara rutin digunakan untuk foto wajah.
Pada prakteknya, kesalahan pada natural head position hanya memiliki
dampak kesalahan yang kecil pada interpretasi morfologis dan disharmoni facial
bila dibandingkan dengan hasil dari variasi titik-titik hubungan vertikal yang
menegaskan garis refrensi intrakranial.
Pengamat yang berpengalaman dapat mengestimasi posisi natural kepala
melalui inspeksi garis luar dari jaringan lunak profil wajah yang digambar pada
kertas yang dipotong dalam bentuk sirkular. Pada suatu studi, garis luar profil
diorientasikan mencapai posisi natural kepala dan vertikal digambar. Korelasi
antara dua peneliti senior setinggi 0.96 dan lebih rendah (0.84-0.83) untuk dua
kolaborator lainnya, melawan salah satu senior investigator. Untuk analisa Down

188
dan Tweed, berdasarkan Frankfort Horizontal, garis perpendicular digambar pada
tepi film yang diambil untuk menunjukan ekstrakranial atau horizontal nyata.
Lokasi tepat dari horizontal tidaklah penting, namun garis tersebut dapat
digambarkan melewati titik terendah dasar orbitale yang secara jelas dapat
dipastikan pada radiograf. Itulah kenapa, penyesuaian antara horizontal
ekstrakranial dan FH dapat dibandingkan.
Ketika menggunakan mesh diagram, the Njork atau Steiner analisa, vertikal
dan horizontal digambar dari paralel nasion sampai tepi film. Sudut banyak Bjork
berorientasi pada nasion dan garis turcica nasion sella pada 10derajat dari
horizontal atau 80derajat dari vertikal. Pada analisa Steiner, kita dapat menarik
garis horizontal tegak lurus pada tepi sefalogram melalui nasion. Jika terdapat
perbedaan dengan sudut rata-rata (10 derajat) dari SellaNasion ke garis horizontal,
nilai perbedaan tersebut digunakan sebagai faktor koreksi karena inklinasi yang
tinggi dari basis kranial akan memperbesar sudut SNA, SNB, & SNPog, dan
sebaliknya, menyebabkan lebih besar ataupun kecil prognasi maksila ataupun
mandibula daripada yang tampak sebenarnya. Konstruksi dari mesh sistem
koordinat dijelaskan pada chapter 15.
Inklinasi rendah pada dasar tengkorak anterior meningkatkan sudut antara
SN dan bidang palatal, SN-bidang oklusal, SN-bidang mandibular dan inklinasi
yang tinggi dari basis kranial anterior menurunkan sudut tersebut. Lebih mudah
untuk menggambar garis melewati nasion pada inklinasi 80 derajat dari vertikal
untuk semua jenis pengukuran dan tidak menghiraukan garis SN pada tracing.
Untuk analisa hasil perawatan dan pertumbuhan wajah, satu serial radiografi
dari pasien dengan regristasi posisi alami kepala yang benar harus digunakan untuk
menstandarisasi posisi kepala dari semua serial subjek tersebut. Superimpose
tracing pada daerah basis tengkorak yang stabil. Vertikal pada tiap tracing akan
memiliki orientasi identik terhadap basis tengkorak pada seri individu dan
perubahan pada konfigurais wajah selama perawatan dan pertumbuhan dapat dilihat
secara realistis.
Superimpose basis tengkorak telah terpenuhi karena gambar radiografi
menunjukan karakteristik dan pola stabil dari garis opak pada aspek medial dan
superior dari atap orbital, lapisan dalam tulang frontal, sisi sayap spenoid, ditandai

189
pada kertas – garis luar superior dari etmoid, kortek planum spenoidale, medial
garis luar sella tursika, ventral margin sinus spenoidal (bab 11).

Prosedur untuk memperoleh natural head position pada radiografik


sefalometri penting untuk memperoleh gambar wajah pada proyeksi radiografik
frontal atau posteroanterior .Hal ini untuk mengetahui ada tidaknya asimetri, yang
dapat mempengaruhi rencana perawatan & prognosis. Studi dari asimetri ii
ditemukan dari sulitnya menentukan garis tengah dari wajah pasien secara akurat
karena garis tengah digunakan sebagai asal pengukuran.
Penggunaan konvensional dua ear rod untuk stabilisasi kepala pada
sefalometri berdasarkan atas anggapan bahwa transmeatal axis manusia tegak lurus
dengan bidang mid-sagital. Seringkali, telinga kanan & kiri tidak simetri baik
horizontal maupun vertikal. Sehingga penggunaan ear rod dapat menyebabkan
rotasi kepala yang membuat kesalahan pada gambar. Sebenarnya, asimetri adalah
karakteristik umum dan hubungan kiri dan telinga kanan dalam hubungan vertikal
dan horizontal untuk saling sering asimetris (Gb. 13.9). Dengan demikian, upaya
untuk menentukan asimetri wajah pasien umumnya menghasilkan kompromi
daripada definisi yang tepat.
Sebaiknya, hanya ear rod kiri yg digunakan baik pada foto lateral maupun
frontal. Ear rod kanan hanya dikontakkan pada bagian mana saja dari telinga, atau
digantikan dengan karet kecil yang halus, untuk mencegah pergerakan dari kepala
setelah garis median pasien tepat pada garis median sefalostat. Pada semua kasus,

190
korespondensi garis tengah wajah harus di cek secara rutin pada segala sirkumtansi
sebelum paparan pada film. Pada suatu studi tentang posisi natural wajah, ear rod
dikeluarkan seluruhnya (Gb. 13.7). Kaca disejajarkan perpendikular terhadap
bidang tengah dari sefalostat dan vertikal axis dari kaca harus tegak lurus. Begitu
banyak penyesuaian membuat banyak waktu dibutuhkan, dan prosedur ini tidak
diterapkan.

Postur Kepala Natural


Sebagai tambahan untuk menentukan posisi alami kepala, sebagai orisntasi
yang pasti dari kepala untuk mempelajari ciri morfologi wajah, usaha telah di buat
untuk menentukan posisi kepala fungsional atau postural. Prosedur yang dilakukan
telah diperbaharui untuk menemukan hubungan antara ciri morfologi dentofasial
dan pernafasan yang mana telah menjadi kontroversi bertahun-tahun dan menjadi
teka-teki. Walaupun kepala mengalami perubahan postur secara berkelanjutan
jarena aktivitas fungsional, Sollow dan Tallgren memilih subjek posisi orto,
dinamai posisi sementara ketika mengambil langkah awal dari berdiri bergerak atau
berjalan yang dihasilkan menurut Molhave.
Kaca panjang digunakan untuk prosedur ini oleh Sollow dan Tallgren untuk
mengakomodasi perbedaan inklinasi kepala dari individu. Pemeliharaan dari posisi
postural kepala pada penghubungan antara berdiri dan berjalan selama transferral
sampai sefalostat merupakan proses sulit. Showfety et al mengembangkan peralatan
level cairan untuk merekam posisi kepala awal terhadap paparan film kepala.

191
Dengan jalan ini, posisi kepala dapat secara akurat dihasilkan untuk rekaman
rontgenografi dan analisa sefalometri. Murphy mengembangkan instrumen, sama
seperti Huggare untuk pengukuran dinamis dari perubahan postur kepala.
Pada semua kasus, posisi natural kepala dan postur kepala tidak dapat
ditukar, ketika satu prosedur standart sudah diterapkan ke semua individu untuk
analisa morfologi dentofacial dan yang lain secara individual postur fisiologis dari
kepala untuk mempelajari relasi antara postur dsn ciri morfologi.
Perlu dicatat bahwa hanya kaca kecil yang digunakan untuk merekam posisi
alami kepala untuk menekan subjek melihat lurus ke depan melihat gambar mata
mereka dibandingkan kaca panjang yang menghalangi standarisasi posisi kepala.
Kaca panjang dibutuhkan untuk mengakomodasi subjek ketika perekaman posisi
postural yang bersifat individual dan posisi kepala yang tidak terstandartisasi.

Bidang Optikal untuk Orientasi Sefalogram


Sassouni membuat sebuah usaha untuk menstandarisasi orientasi
sefalogram lewat nilai rata-rata dari bidang optikal dijabarkan oleh Broca tahun
1862, yang menjelaskan ketika seseorang berdiri dan ketika axis penglihatannya
horizontal, kepalanya berada pada posisi natural. Sassouni menggambar garis
melewati pupil mata, membelah dua kavitas orbital. Lebih spesifik, sudut dibentuk
antara garis melalui titik clinoidale bersinggungan ke roof orbital dan garis dari
poin paling posterior dari garis luar sella turcica ke titik terendah dari kontur orbit
tulang. Perpotongan dari sudut ini adalah bidnag optik. Viaziz mengikuti Sassouni
dengan menggambar horizontal ekstrakranial melalui pupil mata kanan,
perpendikular tepi profil fotografi yang disebut garis horizontal nyata.
Prediksi pertumbuhan dengan pola memisalkan rata-rata inklinasi dari basis
tengkorak sebagai garis refrensi. Arah pertumbuhan akan sangat helas berbeda
sbagai hasil dari variasi pada inklinasi anterior skull base. Pada Toronto, pola
trajektori untuk horizontal dan vertikal pola perumbuhan telah diperhitungkan,
namun intepretasi yang salah akan direksi pertumbuhan dari awal rekaman akan
terbentuk apabila inklinasi basis skull lebih tinggi atau lebih rendah dari rata-rata.
Pertumbuhan horizontal mungkin berubah menjadi pola pertumbuhan vertikal dan
vice versa

192
Komparasi interasial karakteristik morfologi wajah, Yen dapat disimpulkan
menggunakan posisi natural kepala yang inklinasi caudal dari anterior base skull
sangat jelas pada ciri wajah Chinese. Profil wajah menunjukan kurang menonjol
nya dagu dan wajah bagian tengah alveolarnya bimaksiler prognatik dan insisif
yang terbaring. Kesimpulan diperoleh setelah super posisi pada garis S-N,
dinamakan mandibula rerognatik yang tidak berhubungan pada tampilan fisik orang
ini.
Hasil berlawanan dari penemuan klinis dan data sefalometri megganggu
bedah maksila dalam merenvanakan perawatan, yang sering terselesaikan pada
orthodontik. Dengan kombinasi ortodontik dan bedah ortognatik, perubahan yang
drastis dapat dibuat dan diagnosis lain dari disharmoni wajah menjadi penting untuk
ditentukan untuk mendapat rencana perawatan yang tepat. Hasil yang
membingungka antara klinis dan penemuan sefalometri terjadi ketika garis refrensi
intrakranial deviasi pada inklinasinya dari yang tampak pada sefalometrinya.
Perhatian kecil dberikan pada orientasi wajah yang benar pada jurnal orto
dan buku. Pasien dengan maloklusi kelas II dilukiskan dengan kepala ke bawah
sebelum perawatan dan kepala ke atas setelah perawatan untuk memperkuat
pencapaian dari terapi, koreksi mandibula retrognatik. Posisi natural kepala
merupakan prinsip dasar yang perlu diketahui dan digunakan selama duapuluh
abad, oleh seniman, dan pemahat untuk mempelajari proporsi wajah. Saat ini
digunakan untuk diagnosis dan koreksi dismorfologi wajah dan maloklusi,
hubungan proporsional yang harmonis pada titik wajah yangmerupakan kunci dari
koreksi.

Kesimpulan
Karena ketidakmampuan atau karena inklanasi dari seluruh garis refrensi
intrakranial adalah subjek dari variasi bilogi, mereka tidak pas untuk diartikan
dalam analisa sefalometri. Penggunaan posisi kepala natural memiliki keuntungan
yang vertikal ekstrakranial atau horizontal perpendikular terhadap vertikal yang
dapat digunakan sebagai garis refrensi dari analisa sefalometri.

193
Bab
16

Analysis Template

Analisa Visual Dengan Template Sefalometri


Teknik sefalometri telah populer dan digunakan selama lebih dari 60 tahun,
ia telah menjadi sebuah simbol dari spesialis ortodonti. Sayangnya, untuk para
ortodontis dan pasien, data yang dihasilkannya juga cenderung dilihat sebagian
besar hanya sebagai simbol. Dengan demikian, pada banyak tempat praktek saat
ini, sefalogram kira-kira memiliki signifikansi praktikal dari “topi tinggi dari
penyapu cerobong asap”.
Analisa sefalometri tidak hanya berguna hanya karena ia digunakan. Tidak
ada keuntungan yang tercatat dari merekam satu set angka, dan hanya penggiat yang
sangat rajin saja yang mampu untuk mendapatkan keuntungan klinikal dari sebuah
berkas yang penuh dengan sefalogram yang belum ter-tracing atau berlembar-
lembar data yang belum terbaca. Sebagian besar dari masalah berasal dari fakta
bahwa analisa sefalometri saat ini merupakan jawaban numerik yang penting
terhadap pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan pada 1920an dan 1930an dan
dipublikasikan pada 1940an dan 1950an oleh para tokoh yang meninggal pada
1960an dan 1970an. Banyak kekecewaan tentang sefalometri berasal dari
kegagalan umum untuk memperhitungkan sifat dasar dari informasi yang
terkandung didalam sebuah sefalogram dan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
terhadap praktek klinis pada 1990an.
Walaupun banyak yang melihat ke sefalogram untuk mendapatkan
informasi tentang status jalan nafas dan perkembangan di masa depan, fungsi teknik

194
yang paling tepat pada level deskripsi: menjelaskan bentuk dari wajah saat ini
(dengan menghormati etiologi, “material cause” dari Aristoteles) dan, jika radiograf
follow-up tersedia, menjelaskan perubahan akibat dari pertumbuhan dan perawatan.
Jadi, untuk setiap praktisioner, keputusan untuk menggunakan teknik sefalometri
bergantung pada satu pertanyaan sederhana: akankah informasi deskriptif yang
dihasilkannya membantu dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dari
perawatan? Jika jawabannya adalah tidak, maka akan sulit untuk membenarkan
waktu, pengeluaran, dan paparan radiasi. Namun, apabila jawabannya adalah iya,
maka harus diputuskan analisa seperti apa yang akan digunakan. Ini juga,
merupakan sebuah pertanyaan untuk masing-masing individu dokter; tidak ada
jawaban yang tetap.
Dinyatakan secara sederhana, apa yang ingin anda ketahui, dan oleh karena
pilihan analisamu, bergantung sepenuhnya pada filosofi perawatan dan keyakinan
anda sepenuhnya. Apakah anda percaya dengan berkembangnya mandibula? Maka
anda akan ingin untuk mengetahui apakah mandibula kecil dan dengan demikian
membutuhkan pertumbuhan. Apakah anda percaya dengan kekuatan ortopedi?
Maka anda akan ingin untuk mengetahui tentang ukuran/posisi midfacial. Apakah
anda percaya hanya pada pergerakan gigi? Maka kebutuhan anda mungkin terbatas
untuk mengukur protrusi geligi sebagai bagian dari penjangkaran analisa anda
dalam memutuskan pencabutan. Dalam banyak kejadian, teknik sefalometri dapat
menjadi benar-benar berguna hanya dalam respon terhadap pertanyaan yang
dipendam sendiri.
Solusi umum terhadap masalah individualisasi adalah untuk dokter memilih
dari analisa kontemporer yang amat banyak jumlahnya sebuah subset dari
pengukuran ― biasanya potongan dan bagian-bagian kecil dari analisa Steiner ―
yang tampaknya menyediakan informasi yang memiliki arti secara klinis bagi
mereka. Akan tetapi, didalam tempat praktek dokter biasa, dapatkah pendekatan ini
menyediakan analisa tunggal yang dapat digunakan pada semua pasien? Sebagai
contoh, dapatkah analisa dari maloklusi klas III yang sedang berkembang dilayani
dengan pengukuran yang sama dengan yang akan sesuai untuk klas II long-face?
Jelas, orang bisa menggunakan analisa tentang panjang dan kompleksitas yang
cukup untuk mencakup semua tipe pasien, namun, analisa seperti itu akan menjadi

195
terlalu sulit digunakan sehingga dapat dipastikan bahwa ia tidak akan pernah
digunakan. Selain itu, tidak selalu jelas apa arti dari sebuah pengukuran biasa atau
bagaimana ia diinterpretasikan didalam hubungannya dengan pengukuran N-1 lain
di dalam analisa.
Sebagai aturan umum, kita mencari informasi tentang ukuran dan posisi
relatif dari tulang wajah; kita lebih kurang tidak terlalu berbeda dalam variasi
individual dalam ukuran secara keseluruhan (baik wajahnya secara umum besar
maupun kecil). Akan tetapi, variasi seperti itu, ada untuk mempersulit interpretasi
dari pengukuran linear individual: memberikan wajah baik yang lebih besar
ataupun lebih kecil dari rata-rata, semua pengukuran akan cenderung untuk
menyimpang dari semua aturan norma yang ada terhadap yang mungkin mereka
dapat bandingkan. Sayangnya, walaupun sudut-sudut tampaknya melangkahi
masalah ini, mereka cenderung menjadi lebih sulit untuk diinterpretasikan.
Bayangkan sella tursica-nasion-point B (SNB), sebuah sudut yang umum
digunakan sebagai pengukur dari ukuran mandibula relatif. Dalam mendukung
aplikasi ini, kita menganggap bahwa variasi pada ukuran dari sudut adalah wajar
hanya untuk perbedaan pada posisi anteroposterior dari point B, walaupun kita tahu
bahwa itu hanyalah hal yang wajar oleh karena variasi pada posisi baik dari S dan
N. Tentu saja, penggunaan dari pengukuran linear langsung (seperti kondilus ke
dagu atau kondilus ke sudut) dapat menyediakan jawaban yang lebih tepat dan
mudah diinterpretasikan terhadap pertanyaan tentang ukuran mandibula. Namun,
setiap pengukuran, membutuhkan waktu untuk dilakukan, dan ada batas praktis
terhadap jumlah yang dapat diikutkan pada analisa numerik tetap manapun. Lebih
lanjut, jumlahnya akan jauh lebih kecil jika analisa tersebut memang benar-benar
dimaksudkan untuk digunakan (dibaca, dianalisa, dan diinterpretasikan). Apa yang
diperlukan adalah tipe dari analisa sefalometri yang elemennya dapat disesuaikan
oleh dokter terhadap kebutuhan yang jelas dari pasien. Bab ini mengajukan
persoalan bahwa deskriptif template ada hanya sebagai metode.

Analisa Template
Awalnya dimaksudkan bahwa sefalogram dievaluasi dengan superimposisi
langsung dari template plastik bening bersama dengan garis tepi wajah standar.
Sayangnya, diperlukan puluhan tahun untuk mengumpulkan jenis data normatif

196
spesifik dari umur dan jenis kelamin yang diperlukan untuk membuat template yang
tepat. Akan tetapi, dokter, tidak menunggu. Sebaliknya, mereka menganalisa
sefalogram dengan tracing dan pengukuran. Namun, saat ini, kita memiliki beragam
kumpulan data berkualitas tinggi dari mananya untuk membuat template yang dapat
digunakan untuk melakukan pengukuran dan analisa sefalometri dengan variasi
yang luas.

Template
Standar numerik dari mana sex-spesific template (Gambar 16.1) yang ada
saat ini disusun adalah dari University of Michigan Elementary and Secondary
School Growth Study seperti yang dipublikasikan oleh Riolo dkk, 1974. Oleh
karena data Michigan menunjukkan pembesaran diluar standar (13%), template
seperti yang dipublikasikan disini telah disesuaikan ke magnifikasi sekitar 6%
hingga 7%, sebuah figur yang sebanding dengan apa yang dihasilkan oleh sebuah
sefalostat Broadbent-Bolton.
Data Michigan diperoleh dari subjek yang tidak dirawat dengan oklusi
normal dan campuran dari maloklusi klas I dan klas II. Sebagai hasilnya, rata-rata
yang ditampilkan pada template saat ini mirip dengan, namun lebih retrognatik dari,
subjek yang dipilih secara hati-hati dari mana standar Bolton dihasilkan (Broadbent
dkk, 1975). Sebagai hasilnya, template saat ini mewakili standar yang lebih ke
normatif, daripada ideal.

Analisa
Analisa deskriptif mengukur ukuran dan posisi relatif. Untuk itu, tiap
template sebenarnya merupakan sebuah set padat dari acuan yang berorientasi pada
tahun (6 sampai 16 tahun), daripada dalam milimeter dan derajat. Dengan demikian,
semua pasien diantara kisaran umur ini (atau, lebih akuratnya, semua pasien yang
ukuran wajahnya jatuh diantara kisaran ini) dapat dianalisa dengan satu buah
template. Namun, proses dari analisa, tidak melibatkan pengukuran dalam
milimeter maupun derajat. Jadi, tidak ada standar numerik untuk dilihat didalam
tabel. Sebaliknya, sebuah template digunakan untuk memeriksa keseimbangan
pertumbuhan, baik secara umum maupun lokal. Apakah dimensi pasien cenderung
untuk sesuai dengan norma untuk sebuah umur atau apakah terdapat diskontinuitas

197
terisolasi―sebuah klas III skeletal melibatkan maksila dan basis kranial pada usia
10 tahun dan mandibula pada usia 6 tahun?
Seperti yang akan terlihat, diberikan sedikit pemikiran, beberapa teknik
dasar, dan sedikit latihan, sangatlah mungkin untuk meniru dengan cepat dan akurat
intisari dari hapir semua tipe dari analisa konvensional. Karena pengukuran
sefalometri―baik diperoleh dengan sebuah template maupun dengan sebuah
penggaris―dapat memiliki makna hanya jika mereka mencerminkan pertanyaan
yang dirumuskan oleh dokter untuk tujuannya sendiri, tidak ada daftar yang
ditawarkan disini tentang bagaimana cara dari template sebaiknya digunakan.
Daftar seperti itu tidak akan memberi pengaruh dengan metode saat ini―ia hanya
akan menjadi kumpulan dari pengukuran pendukung menjemukan lainnya oleh
beberapa “ahli” yang mengembara. Bagaimanapun juga, adalah sepantasnya untuk
menyediakan beberapa pedoman umum mengenai berbagai jenis dari superimposisi
yang dapat digunakan untuk menilai bentuk wajah secara keseluruhan dan untuk
mengukur ukuran dari bagian-bagian komponen.

198
Gambar 16.1 Template diagnostik pria dan wanita. Sumbu panjang insisivus (1/1) dan
bidang oklusal Down (DOP) rata-rata digambarkan untuk tiga usia, dan
artikular (Ar) untuk dua; usia menengah diperoleh dengan interpolasi. Garis
tegak lurus terhadap DOP merepresentasikan bidang terminal (distal dari E
atau mesial dari 6) molar pertama (M) maksila dan mandibula, dan titik-titik
merepresentasikan posisi dari titik kontak mesial rata-rata dari molar
permanen pertama atas pada usia 6 sampai 16. Perhatikan bahwa standar
Michigan digambarkan secara grafis transisi dari yang disebut flush terminal
plane pada 6 menjadi mesial step pada 16. Perbandingan dengan standar
Bolton memberi kesan bahwa PNS mungkin telah di-trace sekitar 1 mm
terlalu jauh kedepan pada data Michigan dan dalam template saat ini.
Sebagai tambahan, perlu dicatat bahwa beberapa sefalostat mungkin
menghasilkan sefalogram yang sedikit termagnifikasi lebih dari 6% sampai
7%. Karena template digunakan untuk menilai keseimbangan, daripada
untuk mengukur ukuran absolut, sebuah derajat dari pembesaran diferensiasi
semestinya tidak akan menimbulkan masalah. PtV = pterygoid vertikal; SOS
= spheno-occipital synchondrosis; PMV = posterior maxillary vertical (apex
dari petrygomaxillary fissure ke SE); SE = titik spheno-etmoid (titik potong
dari sayap besar rata-rata dari sphenoid dan SN).

Superimposisi Basis Kranial


Sebagai aturan umum, analisa dimulai dengan beberapa tipe superimposisi
global (biasanya pada basis kranial) untuk menilai posisi rahang dan bentuk umum
dari wajah. Semua penyimpangan lokal dari usia dasar yang jelas (yaitu, usia yang

199
diperoleh dari sebagian besar titik) kemudian dapat “dijelaskan” dengan
superimposisi regional yang mendetail. Sebagai contoh, didapatkan midface yang
cocok dengan usia 10 sampai 12 tahun pada seorang pasien yang gugusan struktur
lainnya antara 6 sampai 8 tahun, apakah maksilanya yang besar atau apakah gigi
geligi relatif kedepan terhadap tulang basal? Apapun pertanyaannya, beberapa
bentuk dari superimposisi diperlukan.
Interpretasi dari sebuah analisa deskriptif melibatkan perbandingan
dimensi-dengan-dimensi dengan standar. Dalam kasus hubungan (posisi dari titik
X relatif terhadap struktur Y), baik pengukuran dilakukan dengan protraktor dan
penggaris maupun dengan template, proses dari membandingkan sebuah item
individual dengan sebuah norma melibatkan beberapa tipe dari superimposisi.
Dalam contoh SNB yang mendahului, baik pengukuran pasien maupun norma
adalah, sebenarnya, berorientasi sepanjang SN dan tercatat pada N. Dalam sebuah
analisa konvensional, perbandingan dengan standar melibatkan 2 angka yang
terisolasi (pengukuran pasien dan beberapa nilai normatif), superimposisi basis
kranial yang sebenarnya adalah tersembunyi. Namun, apabila analisa dilakukan
dengan sebuah template, superimposisi adalah sebuah langkah yang jelas dalam
pembandingan, dan efek dari variasi asing pada basis kranial―letak dari
superimposisi―adalah jelas dan seringkali membingungkan: sedikit variasi dari
bentuk basis kranial rata-rata memiliki efek yang mendalam didalam hubungan
antara titik B pasien dan posisi rata-rata pada template. Memang benar, semakin
jauh sebuah titik dari lokasi superimposisi, semakin besar dampaknya. Karenanya,
didalam menilai hubungan, bidang dari superimposisi (atau paling tidak
registrasinya) sebaiknya sedekat mungkin dengan struktur yang posisinya sedang
dievaluasi.
Walaupun variasi dari bidang yang dijadikan acuan dapat digunakan untuk
pemeriksaan awal dari keseluruhan bentuk wajah, 2 pilihan paling lazim adalah SN
(teregistrasi pada S) dan Frankfurt horisontal (FH, teregistrasi pada PtV, tegak lurus
melalui batas posterior dari fisura pterygomaxillary; lihat gambar 16-2b).
Walaupun sebuah kasus didasari pada hal yang dapat dipercaya dapat dibuat untuk
SN, FH (berdasarkan anatomis porion) harus diberikan pertimbangan pertama,
bukan karena keabsahan tertinggi, namun karena ia terletak lebih dekat dengan

200
rahang dan dengan demikian tidak mengacaukan evaluasi dari ukuran dan posisi
dari rahang dengan variasi basis kranial yang tidak relevan.
Variasi individual ini mungkin terkadang begitu besar atau landmark yang
digunakan untuk membuat draf FH (porion dan orbitale) terlalu sulit untuk
ditemukan sehingga template bahkan tidak akan mungkin menjadi lebih dekat
untuk pas dengan wajah. Dalam hal ini, mungkin perlu untuk menggunakan
beberapa bidang lain dari superimposisi, katakan saja SN, beberapa bidang basis
kranial lain (BaN, PMV), atau bahkan bidang palatal (ANS-PNS) untuk melakukan
evaluasi (Gambar 16-2). Memang, template tersebut dapat digunakan untuk
menjalankan beberapa analog dari hampir semua penilaian umum dari hubungan
maksilomandibular. Sebagai contoh, siapapun dapat meminjam dari McNamara
dan Brudon (1993) dan menghitung panjang efektif mandibula dari artikular (Ar;
McNamara malah menggunakan kondilus) ke titik A dan panjang efektif mandibula
dari Ar ke titik B. Bila keduanya jatuh pada usia yang kira-kira sama, ada
keseimbangan terlepas dari umur pasien atau ukuran mutlak; tidak ada grafik atau
tabel konversi yang dibutuhkan.

Gambar 16.2 Superimposisi basis kranial. Kiri, SN, teregistrasi pada S (atau terkadang, N).
Kanan, Frankfurt horisontal, teregistrasi pada garis luar posterior dari
pterygomaxillary fissure (PtV). Perhatikan pula bahwa ia dapat berorientasi
sepanjang PMV dan teregistrasi pada SE.

201
Apapun pengukuran dan metode dari superimposisi yang dipilih, tujuannya
adalah untuk menilai hubungan umum dari berbagai landmark terhadap skala usia
pada template. Namun, adalah penting untuk menekankan sekali lagi bahwa
keseimbangan secara umum adalah yang dicari, bukan kecocokan titik ke titik
secara ketat dengan usia pasien. Bila pasien berusia 11 tahun, namun memiliki
tulang wajah yang secara umum sesuai dengan titik template untuk katakanlah anak
usia 9 atau bahkan seorang remaja 14 tahun, tidak ada yang salah; namun, apabila
terdapat ketidakcocokan (misalnya, basis kranial dan maksila pada usia 10 tahun
dan mandibula pada usia 6 atau 7 tahun), maka mungkin terdapat masalah skeletal.
Dalam contoh ini, karena pasien berusia 11 tahun, siapapun dapat menduga bahwa
mandibula dalam beberapa cara bersalah. Namun apakah penyebab dari masalah
ini? Apakah mandibulanya terlalu kecil, atau ia diposisikan secara posterior?
Superimposisi regional maka dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan ini
dengan memeriksa ukuran atau posisi dari elemen individual dari tulang wajah.

Superimposisi Regional
Untuk menentukan ukuran relatif (diukur dalam tahun) dari setiap dimensi
kraniofasial yang diberikan (jarak antara 2 landmark), template diletakkan diatas
sefalogram atau sebuah tracing dari sefalogram, dan sepasang titik yang
mendefinisikan pengukuran dengan skala template pada usia yang simetris
(misalnya, 6 dan 6, 8 dan 8, 10 dan 10, dll) sampai didapatkan kecocokan (Gb.
16.3a).
Beberapa landmark dirancang sebagai titik registrasi (misalnya, S, SE,
sphenoethmoid point, direpresentasikan disini sebagai titik dimana garis tepi rata-
rata dari sayap yang lebih besar dari sphenoid yang bersilangan dengan SN) dan
demikian tidak memiliki variasi usia pada skema representasi saat ini. Oleh
karenanya, pengukuran yang melibatkan salah satu dari titik ini (misalnya, tinggi
wajah posterior, S-Go) tidak akan memerlukan pencocokan trial-and-error,
melainkan hanya akan melibatkan registrasi pada titik tetap dan bacaan langsung
dari skala variabel (Gb. 16.3b).
Meskipun metode saat ini mudah untuk digeneralisasi di seluruh tulang
kraniofacial, sebuah besaran dari pengukuran yang dimungkinkan tertera pada

202
Tabel 16.1 dan digambarkan pada Gambar 16.4. Harus ditekankan bahwa
pengukuran ini dimaksudkan untuk menjadi contoh, bukan merupakan daftar yang
lengkap, dari dimensi yang diperlukan dan mencukupi untuk keperluan dari setiap
pasien. Sekali lagi, apabila anda dapat memikirkan tentang sebuah dimensi yang
ingin anda evaluasi, kemungkinannya adalah anda dapat menjalankan beberapa tipe
tadi dengan templatenya.
Adalah mungkin untuk menentukan dengan cukup cepat ukuran relatif atau
posisi dari tiap-tiap bagian dari wajah. Juga merupakan hal yang mudah untuk
mengevaluasi pengukuran umum dari bentuk, seperti misalnya sudut dari flexure
basis kranial (N-S-Ba), sudut gonial, dan mandibular, oklusal, dan sudut bidang
palatal (relatif terhadap SN, FH, atau terhadap satu sama lain). Didalam konteks
dari perbandingan angular, adalah penting untuk menekankan bahwa sebuah
template menghasilkan pernyataan kualitatif (atau mungkin semikuantitatif),
seperti misalnya “mandibula yang relatif kecil”, “insisif yang protruded”, atau
“tinggi wajah anterior dari seorang anak usia 10 tahun”. Namun, kegagalan untuk
menghasilkan angka-angka skala rasio bukanlah benar-benar suatu kerugian.
Pengukuran konvensional kuantitatif harus pada akhirnya terintegrasikan dan
diterjemahkan oleh dokter untuk menyatukan persepsi yang penuh arti dari bentuk
wajah. Template hanya mengeliminasi step menengah.

Gambar 16-3 Penilaian dari ukuran (dalam tahun); a) diukur diantara landmark (dalam usia
simetris) pada 2 skala variabel; b) diukur diantara sebuah skala variabel dan titik registrasi.

203
Haruslah ditekankan bahwa maloklusi yang didapat adalah benar-benar
sebuah tanda nonspesifik yang dapat menghasilkan dari variasi kasus yang luas.
Tujuan dari sebuah analisa deskriptif adalah untuk menggambarkan basis
morfologis―penyebab formal―dengan sebuah mata untuk memilih perawatan
yang paling tepat (ortodonti, ortopedi, atau pembedahan). Untuk menaruh
permasalahan ke dalam perspektif, harus diingat bahwa beberapa, penyimpangan
dari normal yang relatif sedikit dapat berakhir menghasilkan maloklusi. Selain itu,
kebutuhan variasi tidak harus selalu skeletal; seringkali masalahnya adalah,
setidaknya dalam bagian, dari dental origin.
Sebagai contoh, bahkan dengan tulang wajah ideal, maloklusi klas II dapat
dihasilkan dari displacement mesial geligi atas relatif terhadap tulang basal maksila
atau bahkan oleh displacement distal dari geligi bawah relatif ke mandibula. Oleh
karena itu, sangatlah jelas, bahwa posisi gigi harus dievaluasi relatif terhadap tulang
basal, baik maksila maupun mandibula, daripada kepada beberapa struktur yang
lebih jauh seperti basis kranial. Untuk mengevaluasi posisi dari geligi pada
maksila, titik A template (bagian yang berhubungan denganusia pasien) teregistrasi
pada titik A pasien. Template kemudian diorientasikan dengan diputar sampai garis
palatal dari template (ANS-PNS berhubungan dengan usia pasien) terletak diatas
PNS pada sefalogram. Posisi dari gigi geligi maksila (seperti yang
direpresentasikan oleh sumbu panjang insisivus sentral rata-rata dan titik kontak
mesial molar pertama) kemudian dinilai terhadap garis insisivus template dan
deretan titik merepresentasikan norma umur untuk molar atas (Gb. 16.4). Sebuah
prosedur yang sama dapat digunakan pada mandibula (registrasi pada titik B;
mengorientasi sepanjang Go-Gn). Karena molar bawah dan posisi insisivus
digambarkan untuk hanya tiga usia, penambahan yang cukup umumnya diperlukan.
Pengalaman akan membuktikan dengan cepat bahwa intisari dari banyak
analisa populer dapat dengan mudah digandakan. Misalnya, sebagai tambahan
untuk membandingkan panjang efektif dari maksila dan mandibula (vide supra),
dapat diperoleh element dari segitiga Tweed (FMIA, IMPA, FMA), mengukur
hubungan antara titik A dan titik B relatif terhadap bidang oklusal Down (DOP),
sebuah penafsiran dari apa yang disebut sebagai Wits appraisal dari Jacobson.
Dalam konteks ini, analisa numerik konvensional memiliki sebuah keuntungan

204
yang jelas: mereka menghasilkan salinan keras untuk catatan permanen pasien.
Oleh karena itu, anda mungkin menemukan pentingnya untuk menyusun sebuah
lembar urutan pemeriksaan sederhana (tinggi, normal, rendah) untuk mencatat
temuan anda bersama dengan beberapa ringkasan komentar (lihat Popovich dan
Thomspon, 1983).

Tabel 16.1 Pengukuran Sefalometri yang Disarankan


Mengukur Metode
Panjang basis kranial
Anterior Registrasi pada S, baca usia pada N
Posterior Registrasi pada S, baca usia pada Ba
Total Ba ke N pada usia simetris
Tinggi wajah
Anterior atas ANS ke N, atau S-N, atau FH
Posterior atas PNS ke S, atau S-N, atau FH
Anterior bawah ANS ke Gn
Anterior N ke Gn
Posterior S ke Go
Ukuran maksila
Panjang PNS ke ANS atau titik A
Panjang efektif Ar ke titik A (lihat McNamara dan Brudon, 1993, atau bab 9)
Ukuran mandibula
Tinggi ramus Ar ke Go
Panjang body Go ke Gn, Pog, atau titik B
Secara keseluruhan Ar ke Gn, Pog, atau titik B
Panjang “efektif” Ar ke Gn (lihat McNamara dan Brudon, 1993, atau bab 9)
Posisi geligi
Geligi maksila Orientasikan pada bidang palatal, registrasi pada A, baca posisi
molar pada titik kontak atas (M) dan posisi insisivus pada 1/1
Geligi mandibula Orientasikan pada bidang mandibula (Go-Gn), registrasi pada titik
B, perkirakan posisi molar dengan interpolasi pada bidang
terminal bawah (M) dan posisi insisivus pada 1/1
Ekstrusi geligi
Maksila Bidang palatal registrasikan pada A ke bidang oklusal Down
(DOP), M, atau 1/1
Mandibula Bidang mandibula (Go-Gn) registrasikan pada B ke DOP atau 1/1

205
Gambar 16.4 Superimposisi regional. Baris atas, (kiri ke kanan): panjang basis kranial anterior dan
posterior, S-Na, dan S-Ba; tinggi wajah anterior (Na-Gn); dan tinggi wajah anterior bawah (ANS-
Gn). Baris tengah: tinggi wajah atas, posterior dan anterior (PNS dan ANS ke garis S-Na); tinggi
wajah posterior (S-Go); dan panjang mandibula (Ar ke Pog atau B ke Gn). Baris bawah: tinggi ramus
(Ar-Go); panjang body (Go ke Gn atau Pog atau B); dan posisi dari geligi atas. Untuk posisi dari
geligi atas, registrasi pada titik A yang berhubungan terhadap usia pasien (pada kasus ini 12 tahun)
dan putar template sehingga PNS pasien berada pada bidang palatal template yang berhubungan
dengan usia 12 tahun. Baca posisi dari molar atas terhadap deretan titik―satu untuk tiap tahun dari
6 sampai 16―pada M dan posisi dari insisivus atas terhadap sumbu panjang rata-rata pada 1/1.
Dalam contoh ini, titik kontak molar atas terletak pada titik kontak template untuk usia 13, dan
sumbu panjang insisivus atas berada didepan dari sumbu panjang template untuk usia 12.
Karenanya, geligi atas sedikit kedepan dan ekstruded relatif terhadap tulang basal maksila.

206
Contoh
Untuk mendapatkan beberapa latihan dengan template, analisa subyek klas
II, divisi 1 digambarkan dalam gambar 16.5 sampai 16.7. Usahakan untuk
menentukan penyebab morfologis dari tiap maloklusi (mandibula? maksila?
hambatan?) dan, sebagai tambahan, periksa tiap faktor lainnya yang tampak
signifikan (misalnya, tinggi wajah, ekstrusi molar, sudut bidang mandibula). Pasien
mana yang anda rasa dapat menjadi yang termudah untuk dirawat? Koreksi mana
yang mungkin menjadi yang terbaik? Kenapa? Apakah analisa lainnya yang
dijelaskan dalam buku ini menuntun anda menuju kesimpulan yang sama? Apabila
tidak, kira-kira menurut anda kenapa mereka berbeda?

Gambar 16.5 Anak laki-laki, usia 11 tahun.


Analisa tracing ini dengan detail dan coba
untuk menemukan penyebab (skeletal atau
dental) dari maloklusi klas II, divisi 1.
Pastikan untuk mengecek ukuran
mandibula dan posisi (lokasi dari Ar seperti
yang terlihat didalam superimposisi basis
kranial).

Gambar 16.6 Anak laki-laki, usia 10.


Bagaimana kasus klas II ini berbeda dengan
yang digambarkan dalam gambar 16-5?
Berikan perhatian khusus kepada ukuran
maksila (PNS-A) dan posisi (lokasi dari A
dan PNS dievaluasi relatif terhadap basis
kranial). Apakah anda rasa perbedaannya
akan menjadi signifikan untuk perwatan
ortodonti konvensional? Terapi alat
fungsional? Bedah (apabila pasien lebih
tua)?

207
Gambar 16.7 Anak perempuan, usia 12. Walaupun secara super-
fisial pasien ini mirip dengan dua sebelumnya, anda harus mampu
untuk memverifikasi bahwa kerangkanya pada dasar-nya normal dan
bahwa problemnya terletak di-dalam geligi.

Rangkuman
Cakupan yang meluas dari perawatan ortodonti saat ini tampaknya akan
menuntut prosedur diagnostik bermakna. Analisa template merupakan sebuah
alternatif sederhana dan fleksibel untuk metode sefalometri konvensional. Sebagai
tambahan terhadap berbagai keuntungan teknikal yang dibahas disini, template
menunjukkan kebaikan langka dari meningkatnya partisipasi aktif dari dokter.
Analisa numerik konvensional memperkenankan dokter (atau mungkin lebih
seringnya seorang asisten) untuk mengalami pergerakan dari mencatat daftar dari
angka-angka yang belum ditafsirkan. Analisa menjadi suara pohon tumbang di
hutan sepi. Sebaliknya, template menuntut anda untuk menentukan informasi apa
yang diperlukan dan bahwa anda menggunakan “pohon keputusan” yang rasional
untuk memetiknya. Dalam prosesnya, anda akan mampu untuk memutuskan untuk
diri anda sendiri apakah teknik sefalometri memiliki tempat dalam praktek anda.

208
Bab
17

THE PROPORTIONATE
TEMPLATE

Filosofi Template
Proportionate template digunakan pada orang dewasa terutama untuk
rencana perawatan yang berhubungan dengan bedah ortognatik. Metode praktis
dan mudah untuk identifikasi kelainan dental dan skeletal yaitu dengan
membandingkan penapakan (tracing) pada individu dengan disharmoni terhadap
penapakan (tracing) normal atau template. Proportionate template didasarkan pada
prinsip perbandingan visual dari tracing cephalometri lateral dari rata – rata normal
tracing. Jika suatu template dengan proporsi rata-rata dibuat dan diletakkan di
samping seseorang yang proporsi tubuhnya benar-benar berbeda dari rata-rata,
maka ukuran perbedaan komponen akan langsung terlihat

Gambar 17.1. ”Average” template. Data yang digunakan untuk mebuat template ini berdasarkan
pada foto sefalometri dari 5.000 orang kulit putih amerika dengan keadaan
kesehatan yang baik dengan penampilan wajah menarik dan oklusi yang baik.

209
Untuk mengakomodasi variasi ukuran kepala maka dibuatlah 4 template :
• Template rata-rata : dikembangkan dengan mengambil rata-rata
dimensi sampel secara geometri
• Large template : > rata-rata
• Small template : < rata-rata
• Extra large template : >> rata-rata
Ada daerah tertentu yang membedakan antara cranium pria dan wanita yaitu :
• Sinus frontalis
• Tepi supra orbital
• Hidung yang lebih besar
• Dagu yang lebih menonjol
Tetapi hal tersebut tidak memerlukan pembuatan template yang berbeda
untuk masing-masing karena perbedaan pada area tersebut tidak merubah relasi
antar ruang skeletal

Chepalometri Landmarks and Plane

1. BASION (Ba)
2. SELLA
TURSICA (S)
3. NASION (N)
4. ANTERIOR
NASAL SPINE
(ANS)
5. POSTERIOR
NASAL SPINE
(PNS)
6. SUBSPINALE
(A)
7. SUBMENTALE
(B)
8. POGONION
(Pg)17.2 Landmarks danbidang yang terdapatpadatracingsefalometri
Gambar
9. MENTON (M)
10. GONION
(Go)
11. PTERYGOMA
XILLARY
FISURE
(PTM)
210
Cara memilih template yang sesuai :
Tempatkan template rata-rata pada tracing foto lateral. Ada beberapa
parameter yang harus diperhatikan :
• Panjang basis cranial ( S – N )
• Panjang basis cranial posterior ( Ba – S )
• Panjang total basis cranial ( Ba – N )
• Panjang maksila ( Ptm – A )
• Panjang Mandibula ( Pogonion batas posterior ramus )
• UFH ( N – ANS )
• LFH ( ANS – M )
• Panjang basis cranial (S – N)
• Panjang basis cranial posterior (Ba – S)
• Panjang total basis cranial (Ba – N)
• Panjang maksila (Ptm – A)
• Panjang Mandibula (Pogonion batas posterior ramus )
• UFH (N – ANS )
• LFH ( ANS – M )

Jika sebagian besar parameter cocok dengan template maka template


tersebut yang digunakan. Parameter lebih kecil dari template rata-rata, pilih
template yang lebih kecil atau sebaliknya

Metode 1
 Titik mid S- J ditemplate dan ditracing
 Template disesuaikan sampai garis Ba – N
 Superimpose S – N dan Ba – S
 Superimpose titik mid S – J diabaikan
 (bila panjang garis cranial keduanya < / >)

Metode 2
 Template sesuai (bandingkan garis Ba – N)
 Superimposed Ba – N, kedua garis S – J paralel satu dengan lain
 Template digeser ke atas dan ke bawah
 (dengan mempertahankan garis Ba – N tetap paralel)

211
 Sampai titik mid S – J berada pada jarak yang sama terhadap masing-masing garis
Ba – N
 (Titik mid S – J harus sama tingginya terhadap garis Ba – N )

Metode 3
 Ada beberapa orang dalam menggunakan kedua metode 1 dan 2 tidak mendapatkan
hasil yang memuaskan
 Pada kasus ini maka digunakan titik referensi yang lain (ex : menggunakan nasion
dan mensejajarkan tulang rahang bawah atau jaringan lunak regio frontal dan
sepertiga atas setengah dari hidung

Tracing diintrepretasikan dengan mengamati secara sistematis relasi dan proporsi


dental dan skeletal sbb :
• Posisi relative ruang maksila dan mandibula
• Panjang maksila
• Panjang mandibula
• Dimensi vertikal
• Inklinasi insisif
• Inklinasi bidang mandibula

Procedure Outline
Posisi relatif maksila dan mandibula
• Maksila dan mandibula (dari anteroposterior) apakah protrusi/retrusi.
Perhatikan posisi vertikal rahang terhadap template.
• Bidang mandibula apakah mendekati rata-rata/tinggi/rendah. Apabila tinggi
atau curam apakah ringan/sedang/parah
• Ukur jarak antara tepi insisal RA terhadap tepi bawah bibir RA. Tentukan jarak
secara klinis dan chepalometri dengan bibir posisi istirahat. Rata-rata lekukan
bibir berada 2-3 mm diatas tepi insisal insisif RA
• Jaringan lunak
• Bibir: pendapat tentang ketebalan, kompetensi dan tarikan
• Hidung: pendapat tentang ukuran, bentuk pangkal, batang dan ujung
• Dagu: pendapat tentang ketebalan, prominent dan defisiensi

212
Gambar 17.3 Proportionate template analysis form

213
Contoh Analisa Kasus

Gambar 17. 4 Tracingdengan template superimposedpadatitik mid S – J parallel dengan B –


Na.Segitiga basis kranialdaritracing dantemplate hampiridentikpadakasusini

Maxilla :Mildly retrusive, good vertical position


Mandible :Severely protrusif, good vertical posisition
Mandibular plane :approximates average
Lip line/insical edge : very good
Soft tissue Lips : average thickness, competent, lower lip protrusif
Nose : good
Chin : good

Maksila
• Ukur panjang bidang palatal ( ANS – PNS ) dari Ptm ke titik A dengan
derajat defisiensi : ringan, sedang, parah
• Ukur tinggi insisif dari bidang palatal ke ujung insisal, sebutkan tingginya
berlebih atau kurang dan sejauh mana
• Tentukan inklinasi insisif terhadap template apakah inklinasi terlalu tegak
atau terlalu ke labial

214
• Ukurlah tinggi molar dari bidang palatal ke permukaan oklusal M1 RA,
apakah tepat, berlebih atau kurang

Contoh Analisa Kasus

Gambar 17.5 Tumpang tindih pada bidang palatal yang diuku rdari Ptm

Length: sedang
Insicor height: good
Insicor inclination: agak ke labial
Molar height: good

Mandibula
• Panjang body secara proporsional normal dan indikasi seberapa jauh
kekurangan dan kelebihannya
• Ar – Go menunjukkan tinggi ramus
• Derajat sudut gonial apakah rata-rata, lancip atau tumpul
• Ukur tinggi insisif dari menton ke ujung insisal
• Inklinasi insisif ditentukan dengan superimposed bidang mandibula terletak
pada menton

215
• Tinggi molar dari bidang palatal ke permukaan oklusal M1 RB apakah tepat,
berkurang atau berlebih

Contoh Analisa Kasus

Gambar 17. 6 Tumpang tindih pada bidang mandibular. A. diukur mulai


dari Pogonion; B. Diukur mulai dari gonion

Body lenght: agak sedikit panjang


Ramus height: agak sedikit lebih tinggi

Gonial angle: good


Incisor height: good
Incisor inclination: sedikit retrusi
Molar height : agak kurang

Upper/Lower Facial Height


• Menentukan Upper Facial Height (N – ANS) (excessive or deficient)
• Menentukan Lower Facial Height (ANS – M) (excessive or deficient)

216
Upper Facial height: good
Upper Facial height : good
Disproportion:not disproportionate

Gambar 17. 7 Menentukan tinggi wajah bagian atas hingga wajah bagian bawah

Dimensi Vertikal Gigi


Untuk menilai insisif dan molar maksila dan mandibula hubungan secara
vertikal Superimposkan template dari occlusal plane, cek ketinggian dari insisive
dan molar

Gambar 17. 8 Tumpang tindih pada bidang oklusal untuk memastikan


dimensi vertikal padag eligi

217
Maxilla
• Incisor: good
• Molar: good
Mandible
• Incisor : good
• Molar : agak kurang

Kemungkinan dibutuhkan lebih dari 1 template untuk mengidentifikasi


masalah skeletal karena ada kemungkinan seseorang memiliki cranium besar dan
wajah serta rahang yang kecil, atau rahang besar dan kepala kecil
Sebelum memutuskan suatu rencana perawatan yang melibatkan bedah, perlu
selalu dilakukan pengukuran akhir pada model dental tidak cukup dari tracing saja.
Template menyediakan pengukuran visual tracing chepalometri karena
sederhana tapi juga rumit.
Dengan latihan dan sedikit determinasi penggunaan template dapat menjadi
alat bantu diagnosis yang tidak dapat ditinggalkan

218
Bab
18

Evaluasi Jaringan Lunak

Dalam sejarah yang tercatat, bahkan lebih awal sebelumnya dari artefak
arkeologi, manusia sudah peduli dengan estetik wajah. Studi estetik wajah sudah
banyak dipelajari para pelukis, pemahat, dan ahli filosofi. Seni sudah ada sejak
masa paleolitik, kira-kira 30.000 tahun lalu dimana seni sejarah termotivasi oleh
religi dan kadang unsur magis didalamnya.
Pada abad ke 13, Thomas Aquinas enyatakan fakta fundamental mengenai
estetik: “keindahan seharusnya proporsional”. St. Thomas menggambarkan
pengukuran langsung hubungan antara estetik dan matematika adalah cantik dan
seni. Fibonacci dan Pisa pada abad ke 13 yang tertarik dengan pola matematika
yang terjadi pada alam, contohnya, cangkang nautilus yang merupakan spiral
logaritma. Spiral logaritmik juga terjadi pada lengkung gading gajah, tanduk
domba, cakar buruk kenari, dan beberapa jenis bunga. Fenomena ini menyebabkan
misteri lain dengan sekuens matematika yang dikenal dengan Angka Fibonacci.
Angka Fibonacci dimulai dengan angka 1 dan menambahkan 2 angka dibelakang:
1, 1, 2, 3, 5 , 8, 13, 21, 34, dan seterusnya. Rasio spiral bungan Daisy 21:34
koresponden kepada angka Fibonacci, juga pada Pinus 5:8 dan Nanas *:13 dan
tumbuhan lainnya. Angka Fibonacci disamping hubungannya dengan alam juga
berpengaruh pada arsitektur dan seni. Rasio dari setiap angka Fibonacci setelah 3
disebut rasio emas, dimana sudah tertarik selama berabad-abad karena
hubungannya sengan estetik.p

219
Pada abad ke-16, Leonardo Da Vinci seoranh ahli matematika, insinyur,
arsitek dan seniman menggambarkan pria tua (mungkin dirinya sendiri) dengan
sebuah kotak dan terbagi empat persegi panjang, beberapa merupakan persegi
panjang emas. Tidak ada pernyataan bahwa jaringan Leonardo diatur atau
mengikuti proporsi wajah. Dalam seninya, dia mengambil gambaran spesial yang
disebut dengan “geometric recreations”. Edmond H. Wuerpel menjelaskan kepada
muridnya bagaimana mendapatkan wajah yang sempurna, tetapi kenapa Wuerpel
tidak dapat menjelaskan formula simpel untuk pertanyaan ini. Namun kejadian ini
membawa pertemanan mereka hingga akhir hayat.
Ortodonti dalam seni yang dibawa menuju ilmiah. Sejak lahirnya ortodonti
sebagai sesuatu yang khusus, ortodontist tertarik dengan pengukuran. Dimana
semua setuju untuk pengukuran, inilah bisa disebut ilmiah. Dorongan kuat pada
petunjuk yang berevolusi dengan munculnya sefalometri dan aplikasinya untuk
ortodonti klinis. Tersedia kesempatan untuk hasil pengukuran dengan angka analisa
dan cadangan data statistik. Setelah adanya pengukuran jaringan keras, ortodontist
meneliti jaringan lunak yang meliputi wajah. Dengan ini, pertanyaan Angle
mengenai wajah sempurna terjawab.
Simetri dan alam yang seimbang sudah pasti dikenal. Ketidakseimbangan
proporsi wajah mudah dilihat, tetapi yang tidak jelas adalah ketidakseimbangan
wajah atau asimetri, dan ini merupakan efek tujuan perawatan ortodonti. Yang lebih
sulit adalah kemampuan untuk menghitung ketidakseimbangan atau asimetrik
secara spesifik untuk klinik. Kemampuan untuk menghitung ketidakseimbangan
meruoakan dasar sefalometri, dimana derajat disharmoni skeletal dan dental
dihitung.
Keberhasilan diagnosa dalam ortodonti memerlukan pengumpulan
informasi dari model gigi, tracing sefalometri, dan analisa wajah. Model gigi atau
evaluasi klinis dari oklusi mengindikasikan kebtuhan koreksi. Analisa wajah
diguanakn untuk mengidentifikasi sifat wajah positif dan negatif dalam perubahan
wajah optimal. Koreksi oklusi tidak sepenuhnya menghasilkan keseimbangan
wajah (faktanya hal ini menyebabkan gangguan keseimbangan wajah). Ketika pola
skeletal cukup signifikan untuk kesimbangan jaringan lunak, pergerakan gigi

220
mungkin tidak cukup untuk mendapatkan keseimbangan wajah. Pada kasus ini,
bedah ortoganti dibutuhkan.
Wajah manusia merupakan gambaran kompleks dalam garis, sudut, pola,
bentuk, tekstur, dan warna. Pengaruh dari semua elemen ini menghasilkan variasi
dari bentuk wajah dari simetri yang sempurna ke disporporsi ekstrim. Beberapa tes
tersedia, khususnya yang berhubungan dengan bedah plastik, dimana landmark
jaringan linak, proporsi, dan pengukuran dapat diindentifikasi dan dibandingan
dengan proporsi wajah normal. Kata normal dengan acuan estetik wajah adalah luas
dan jelas bukan dalam lingkup bab ini. Tujuan bab ini adalah untuk menjelaskan
kepada pembaca pola, proporsi, dan pengukuran wajah yang dapat diaplikasikan
pada ortodonti klinis.
Estetik wajah yang bagus dianggap sebagai salah satu dari berbaga wajah
yang cuku proporsi dan seimbang dan berhubungan dengan wajah lainnya, yang
terlihat dari depan atau samping. Untuk mendapatkan konsep wajah seimbang, garis
imajiner dogambar pada setiap pola wajah dan berbagai gambaran ddiukur dalam
hubungannya dengan seluruh wajah. proporsi wajah yang bagus dibagi

Titik Jaringan Lunak


Titik jaringan lunak yang digambarkan pada Gb. 18.1:
G = Glabela. Titik paling tajam anterior pada bidang midsagital dahi
N’ = Jaringan lunak N. Titik paling cekung pada midline antara dahi - hidung.
Radiks dari pangkal hidung
Dorsum hidung
Supratip depression. Membedakan dorsum nasal dari ujungnya (pronasal)
P = Pronasal. Titik paling ujung atau anterior dari hidung (ujung hidung)
Sn = Subnasal. Titik dimana kolumela (septum nasal) bergabung dengan bibir
atas pada bidang midsagital.
SLS = Superior Labial Sulcus. Titik paling dalam pada midline bibir atas antara
subnasal dan labrale superius.
Ls = Labrale superius. Titik yang menunjukkan batas mukokutan bibir atas.
Titik paling anterior dari bibir atas (umumnya).
Stms = Stomion superius. Titik paling bawah pada vermilion bibir atas.

221
Stmi = Stomion inferius. Titik paling atas dari vermilion bibir bawah.
Li = Labrale inferius. Titik median pada batas bawah dari membran
bibir bawah.
ILS = Inferior labial sulcus. Titik yang paling dalam pada midline bibir bawah
antara labrale inferius dan Pogonion jaringan lunak. Juga disebut dengan
labiomental sulcus (SI).
Pog’ = Pogonion jaringan lunak. Titik paling luar atau anterior pada dagu dalam
bidang midsagital.
Me’ = jaringan lunak menton. Merupakan titik paling bawah pada kontur dagu
jaringan lunak. Ditemukan dengan menarik garis tegak lurus yaitu dari
bidang horizontal melewati skeletal menton.

Gambar 18.1 Titik Jaringan Lunak

Petunjuk Bidang
Evaluasi sefalometrik kompleks kraniofasial membutuhkan petunjuk
bidang dari lokasi strustur anatomi (Gb. 18.2). Dalam sejarahnya dua bidang sudah
digunakan yaitu bidang sela tursika-nasion (SN) dan bidang frankfurt horizontal
(FH). Bidang SN lebih cocok untuk peniliaian perubahan dari pertumbuhan dan
atau perawatan individu dari waktu ke waktu. Variabilitas rendah dalam
mengidentifikasi sela tursika dan nasion merupakan keuntungan menggunakan
bidang ini, pada faktanya sela tursika dan nasion mewakili struktur midsagital. Jika

222
tujuannya untuk membandinkan individu tertentu pada grup individu (contohnya
norma), menggunakan bidang SN dapat menghasilkan informasi yang salah jika
inklinasi bidang ini terlalu tinggi atau rendah. Posisi sela tursika Frankfurt
Horizontal (FH) juga sering digunakan pada sefalometri. Meskipun kesulitan pada
posisi porion, FH menganjutkan hasil akurat untuk posisi rahang.

Gambar 18.2 Petunjuk bidang sefalometri. Bidang horizontal tegak lurus dengan garis yang tegak
lurus. Sefalogram diperoleh dengan posisi istirahat. cHP=constructed horizontal
plane (7 derajat ke SN); SN = bidang sella-nasion; FH – Frankfort Horizontal.

Sebagai alternatif, Legan dan Burstone menganjurkan penggunaan


konstruksi horizontal. Garis ditarik melalui nasion dengan sudut 70 ke garis SN.
Bidang ini cenderung sejajar dengan garis horizontal. Bagaimanapun juga, pada
kasus dimana sudut SN sangat besar, walaupun bidang horizontalnya tidak benar-
benar horizontal dimana garis referensi lainnya harus dipertimbangkan.
Faktor lain yang berperan yang memperngaruhi sefalogram dengan kepala
pada posisi normal. Garis horizontal yang sebenarnya tergambar tegak lurus
terhadap garis tengah dari radiograf. Pada akhirnya, garis referensi vertikal dapat
digambar melewati subnasale (SnV) atau glabella, dll. Jaringan lunak dapat
berhubungan dengan salah satu dari garis-garis referensi vertikal tersebut (paling
banyak adalah SnV). Kondisi ini menghasilkan keuntungan dimana posisi kepala
yang normal membantu penentuan diagnosa klinis. Proses tersebut meliputi teknik
yang baku dimana terkadang ditemukan beberapa kesulitan yang dikarenakan
sefalogram tersebut didapatkan dari beberapa tahapan berbeda.

223
Pada bab ini, referensi bidang selanjutnya yang umum digunakan (lihat Gb.
18.2): Frankfurt Horizontal (FH); constructed horizontal (cHP); dan garis referensi
vertikal yang tegak luris terhadap garis horizontal yang sebenarnya (HP), yang
didapatkan dari garis tegak lurus dan kepala pasien dalam posisi normal. Garis
vertikal yang paling umum digunakan adalah yang melalui subnasale (SnV).

Evaluasi Jaringan Lunak : Tampilan Frontal


Proporsi Wajah Vertikal
Arsitek romania Vitruvius menjelaskan pembagian wajah dalam 3 bagian
dengan jarak dari garis rambut ke glabella, dari glabella ke subnasale, dan dari
subnasal ke menton. Karena variasi garis rambut, secara alternatif wajah akan
terbagi hanya menjadi bagian atas dan bawah. Bagian atas wajah diukur dari
glabella ke subnasal, sedangkan bagian bawah wajah diukur dari subnasal ke
menton Gb. 18.3. Bagian bawah wajah seharusnya terbentuk kira-kira 57% dari
tinggi seluruh wajah dimana jaringan lunak nasion (N’) lebih digunakan
dibandingkan Glabella. Dengan posisi bibir istirahat, bagian ketiga terbawah dari
wajah dibagi dengan menarik garis melalui Subnasal (Sn), stomion superior (Stms),
stomiun inferior (Stmi) dan jaringan lunak Menton (Me). Bibir atas adalah setengah
dari panjang bibir bawah.

Gambar 18.3. Proporsi wajah vertikal. Wajah atas diukur dari glabella ke subnasal; wajah bawah
diukur dari subnasal ke jaringan lunak menton (Me’). Rasio keseimbangan wajah
1:1

224
Simetri Wajah
Wajah dapat dibagi sepanjang bidang midsagital dengan garis simetri
melewati glabella, ujung nasal, midpoint bibir atas, dan midpoint dagu (Gb.18.4).
Nasal tip dan titik midsimpisis lebih menyimpang dari sudut simetri. Hanya
beberapa wajah menunjukkan simetri wajah.

Gambar 18.4 Divisi wajah dengan garis simetri melewati glabella, ujung hidung, titik tengah bibir
atas, dan titik tengah dagu

Hubungan Insisif Rahang Atas Terhadap Bibir


Jarak antara stomion superior (Stms), dan ujung insisal dari insisif rahang
atas diukur. Jarak normalnya adalah 1–5 mm. Saat senyum, ideal tampilan senyum
adalah ¾ dari tinggi mahkota sampai 2 mm gingiva (Gb. 18.5). Wanita cenderung
lebih menunjukkan gingiva nya dibandingkan laki-laki. Variabilitas dari gingiva
berhubungan dengan tinggi bibir, tinggi maksila dalam arah vertikal, dan magnitude
elevasi bibir dengan senyum. Peck dan peck menyarankan garis senyum gingival
tidak perlu diobjeksikan secara estetik. Garis gingival senyum berkurang dengan
pertumbuhan umur.

225
Gambar 18.5 Relasi gigi insisif atas dengan bibir saat senyum. Idealnya sepertiga tinggi mahkota
gigi ke 2mm gingiva

Evaluasi Jaringan Lunak: Tampilan Profil


Rasio Sepertiga Wajah Tengah ke Bawah
Pada dimensi vertikal, anterior wajah secara proposi dinilai dengan
mengambil rasio tinggi wajah tengah ke sepertiga bawah diukur dengan tegak lurus
terhadap HP (Gb. 18.6). Rasio jarak G-Sn dan Sn-Me’ harus sekitar 1:1. Proporsi
ini juga disebut dengan rasio wajah atas ke bawah.

Rasio Tinggi Bibir Atas ke Bibir Bawah


Tinggi bibir atas, atau jarak Sn – Stms, harus sekitar 1 samoai tiga total
sepertiga wajah bagian bawah (Sn- Me’): sedangkan jarak stmi – Me’ sekitar 2/3
(Gb. 18.6). Ini dapat digambarkan secara singkat dengan rasio Sn- Stms / Stmi –
Me’ = ½.

226
Gambar 18.6 Proporsi profil vertikal. Rasio wajah atas ke bawah rata-rata 1:1. Tinggi bibir atas-
bibir bawah rasio 1:2.

Penilaian Hidung
Landmark digunakan untuk evauasi hidung termasuk glabela (titik paling
ujung dari tulang frontal), radiks, dorsum nasal, depresi supratip, ujung, kolumela
dan sudut nasolabial (Gb. 18.7 sampai 18.9) ujung tersebut menunjukkan bagian
hidung. Proyeksi nasal dievaluasi dengan sisi dari intersection garis yang ditarik
dari glabela ke jaringan lunak Pogonion dengan garis yang ditarik sepanjang sumbu
radiks. Sudut inidisebut dengan sudut nasofasial kira0kira 30-350 (Gb. 18.7).
Rohrich dan Bell menilai inklinasi basis nasal (sudut terbentuk antara vertikal dan
garis melewati sumbu panjang nosril). Sudut bervariasi dari 900 pada laki-laki dan
1050 pada wanita (Gb. 18.8).

227
Gambar 18.7 Sudut nasofasial. Dibentuk dengan perpotongan garis dari glabela ke jaringan lunak
pogonion dengan garis yang ditarik sepanjang sumbu radiks hidung. Nilai rata-rata
30-350.

Gambar 18.8 Inklinasi dasar hidung. Sudut dibentuk antara vertikal (contoh SnV) dan sumbu
panjang lubang hidung bervariasi sekitar 900 pada laki-laki dan 1050 pada wanita

Sudut Nasomental
Sudut ini dibentuk dengan garis sepanjang sumbu radiks dan garis dari
ujung hidung ke Pogonion jaringan lunak (garis akhir disebut dengan E-line) (Gb.
18.9). Sudut nasomental antara 120-1320 dalam wajah cukup seimbang.
Scheideman mengevaluasi ketajaman nasal berhubungan dengan tinggi
hidung (G-Sn) dan tinggi bibir atas (Sn-Stms). Idealnya, ujung nasal horizontal (G-
O) sekitar 1 - 3 tinggi hidung vertikal (G-Sn), dan tinggi kolumela (Sn-P) sekitar
90% tinggi bibir atas (Sn – Stms) (Gb.18.10).

228
Gambar 18.9 Sudut nasofasial. Untuk keseimbangan wajah, rata-rata 30-350. b = sudut nasomental.
Terbentuk dari garis yang ditarik sepanjang sumbu panjang radiks dan garis yang
ditarik dari ujung hidung ke jaringan lunak pogonion (E-line). Kisaran antara 120-
1320. c = sudut mentoservikal. Terbentuk dari garis pertemuan E-line dan garis
singgung ke area submental. Kisaran, 110-1200. d = sudut submental-leher. Terbentuk
dari garis singgung submental dan garis singgung leher (laki-laki = 1260; wanita =
1210)

Gambar 18.10 Ketajaman hidung horizontal (glabela – pronasal) garus rata-rata sepertiga tinggi
vertikal hidung (glabela-subnasal). Pada gambar ini, G-p = x dan G-Sn = X, x/X =
1/3. Tinggi kolumela (subnasal-pronasal = y) harus rata-rata 90% tinggi bibir atas
(subnasal-stomion superior = Y).

229
Sudut Nasolabial
Sudut nasolabial terbentuk dari dua garis, persinggungan kolumela dan bibir
atas (Gb. 18.11). Nilai 90 – 1100 dianggap berasal sebagai patokan. Legan dan
Burstone melaporkan nilai rata-rata 102 ± 40. Sudut ini berpengrauh pada kedua
inklinasi kolumela hidung dan posisi bibir atas. Scheideman dkk menggambarkan
garis horizontal melalui subnasal dan membagi sudut nasolabial menjadi kolumela
ke horizontal (~ 250), dan bibir atas ke posisi horizontal (~ 850). Mereka
berpendapat bahwa setiap sudut ini harus dinilai masing-masing. Sudut nasolabial
diorientasikan abnormal, faktanya jika sudut dihitung sendiri-sendiri.

Gambar 18.11 Sudut nasolabial (a). Terbentuk dari pertemuan garis singgung kolumela dan garis
singgung bibir atas. Kisaran 90-1100 dianggap normal. Dapat dibagi lagi menjadi
garis singgung kolumela ke postural horizontal (a1), rata-rata 250, dan garis singgung
bibir atas ke postural horizontal (a2), rata-rata 850.

Prognati Maksila
Garis tegak lurus ke arah horizontal ditarik dari glabela (Gb. 18.12). Jarak
subnasal dari garis vertikal harus 6 ± 3 mm.

230
Gambar 18.12 Prognati maksila- prognati mandibula. Garis tegak lurus dengan horizontal yang
dititik dengan Glable (G). Subnasal (Sn) harus 6 ± 3 mm dari garis ini (penilaian
prognati maksila). Jaringan lunak pogonion (Pog’) harus menyinggung atau dekat
garis ini (0 ± 4 mm) saat penilaian prognati mandibula.

Ujung Bibir Atas


Jika garis ditarik dari subnasal (Sn) ke pogonion jaringan lunak, ujung bibir
atas diukur tegak lurus dengan labrale superior ke garis ini (Gb. 18.13). Perkiraan
Legan dan Burstone rata-rata ujung bibir atas 3 ± 1mm. Bell dkk menggunakan
garis vertikal melewati subnasal, bibir atas harus 1-2 mm diatas garis ini. (Gb.
18.14)

Gambar 18.13 Ujung bibir atas- ujung bibir bawah. Garis ditarik dari subnasal (Sn) ke jaringan
lunak pogonion (Pog’). Titik paling ujung bibir atas (Ls) harus 3 ± 1 mm lebih ke
anterior dari garis ini. Titik paling ujung bibir bawah (Li) harus 2 ± 1 mm lebih ke
anterior dari garis ini. ILG = jarak interlabial.

231
Gambar 18.14 Ujung bibir atas- ujung bibir bawah – dagu dengan relasi SnV. Petunjuk garis
vertikal ditarik melalui subnasal (SnV) tegak lurus dengan horizontal (sefalogram
diambil pada posisi kepala istirahat). Bibir atas harus 1 – 2 mm didepan garis ini.
Bibir bawah harus berada tepat pada garis ini atau 1 mm dibelakangnya. Dagu
(Pog’) harus terletak pada 1 – 4 mm di belakang SnV.

Prognati mandibula
Garis tegak lurus ke horizontal ditarik dari glabela (Gb. 18.12). Jarak
pogonion jaringan lunak (Pog’) dari garis vertikal diukur. Untuk wajah seimbang,
rata-rata jarak Pog’ adalah 0 ± 4mm.

Ujung Bibir Bawah


Menurut Legan dan Burstone, labrale inferior (Li) harus 2 ± 1 mm lebih
anterior dari garis Sn-Pog’. Demikian pula, Bell dkk memperkirakan bibir bawah
lebih ke verikal subnasl atau 1 mm posterior (0-1mm). Scheideman dkk
menggabungkan penemuan Bell dkk (Gb. 18.13 dan 18.14).

Jarak Interlabial
Jarak vertikal antara bibir atas dan bawah antara 0 dan 3 mm. Scheideman
dkk memperkirakan rata-rata jarak interlabial 0.1 ± 2 mm pada laki-laki dan 0.7 ±
1.1 mm pada wanita. Legan dan Burstone menjelaskan rata-rata nilai 2 ± 2 mm (Gb.
18.13).

232
Ujung Dagu
Jaringan lunak ujung dagu dapat dievaluasi dalam beberapa cara. Jarak dari
jaringan linak dagi ke garis tegak lurus ke frankfurt horizontal melalui subnasal.
Rata-rata nilai -3 mm (terdiri dari 3 mm posterior ke garis vertikal) dengan standar
deviasi ±3mm). Nilai yang sedikit berbeda diberikan oleh Bell dkk dimana posisi
antero-posterior dari dagu berada antara -1mm dan -4mm posterior ke SnV (lihat
Gb. 1814). Gambar tersebut menggunakan bidang referensi horizontal (HP) yang
tegak lurus terhadap bidang vertikal.
Secara alternatif, jarak antara jaringan lunak dagu ke garis yang tegak lurus
terhadap FH melalui jaringan lunak nasion dapat diukur. Ini juga diketahui sebagai
Meridian 0 derajat, dan Pog’ diestimasi berada sekitar 0±2mm dari garis ini (Gb.
18.15). Legan dan Burstone mengindikasikan bahwa ujung dagu harus dievaluasi
tentang hubungannya dengan struktur lain untuk membedakan antara mikrogenia,
mikrognatia, atau retrognatia. Sebagai contoh, jika Pog’ berada di posisi posterior
penyebabnya kemungkinan jaringan keras dagu yang kecil, tipis, mandibula yang
kecil, mandibula yang berukuran rata-rata namun terletak lebih ke posterior, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Gambar 18.15 Derajat 0 meridian. Garis ditarik tegak lurus ke Fraknkfort horizontal (FH) melewati
jaringan lunak nasion (N’). Jaringan lunak pogonion (Pog’) harus berada dalam 0 ±
2 mm dari garis ini.

233
Kontur Dagu-Leher
Sudut mentoservikal dibentuk oleh persimpangan E-line dan garis singgung
pada area submental. Sudut yang dibentuk harus berada diantara 100-1200. Sudut
submental – leher ditengarai memiliki efek yang paling signifikan terhadap estetik
bentuk leher. Nilai rata-rata untuk laki-laki adalah 1260 sedangkan pada wanita
1200. Sudut leher submental dibentuk antara garus singgung submental dengan
garis singgung leher pada titik-titik diatas dan dibawah ujung tiroid (lihat Gb. 18.9).

Kecembungan Sudut Wajah


Downs mendeskripsikan sudut kecembungan wajah dengan hubungannya
terhadap titik-titik skeletal. Ekuivalen jaringan lunak dibentuk oleh garis glabela
(G) terhadap subnasale (Sn) dna garis Sn terhadap jaringan lunak Pogonion (Pog’)
(Gb. 18.16). Nilai rata-rata berkisar 120 dan deviasi standar ±40. Sudut searah jarum
jam berarti positif dan sebaliknya berarti negatif. Nilai negatif atau positif yang
lebih kecil mengindikasikan hubungan kelas III. Nilai positif yang tinggi
menunjukkan relasi kelas II. Nilai dari sudut ini bagaimanapun juga, tidak
menunjukkan lokasi deformitas.

Gambar 18.16 Sudut kecembungan wajah. dibentuk dengan persimpangan garis glabella-subnasal
dan garis subnasal-jaringan lunak pogonion. Nilai rata-rata keseimbangan wajah 120
(± 4).

234
E-line (Bidang Estetik)
E-line tergambar dari ujung hidung ke jaringan lunak pogonion (Gb. 18.17
dan 18.18). Normalnya, bibir atas sekitar 4mm dibelakang garis ini, sedangkan bibir
bawah terletak sekitar 2 mm dibelakangnya. Ricketts mengatakan bahwa variasi-
variasi yang mungkin didapatkan bergantung pada usia dan jenis kelamin. Ricketts
menyarankan penilaian untuk E-line tidak hanya berdasar pada letak pokoknya,
tetapi bibir pada orang dewasa juga harus melewati garis hidung-dagu.

Gambar 18.17 dan 18.18 Ricketts’ E-line (bidang estetik). Garis ditarik dari ujung idung ke
jaringan lunak pogonion. Bibir atas sebesar 4 mm di belakang garis ini.
Bibir bawah berada sekitar 2 mm di belakang garis ini.

S-line
Garis S atau Steiner merupakan gambar yang dibuat dari jaringan lunak
Pogonion sampai titik pertemuan dari kurva berbentuk S antara subnasale dengan
ujung hidung (Gb. 18.19 dan 18.20). Bibir yang ada di belakang garis ini dianggap
terlalu datar, dan sebaliknya dianggap terlalu menonjol.

235
Gambar 18.19 dan 18.20 S-line Steiner. Garis ini ditarik dari jaringan lunak pogonion ke titik
tengah kurva S-shaped antara subnasal dan ujung hidung. Idealnya, titik
paling ujung bibir atas dan bibir bawah menyentuk garis ini.

Sudut Marrifield’s Z
Garis profil yang terbentuk dengan menarik garis tegak lurus ke jaringan
lunak dagu atau Pog’ dan titik paling anterior baik bibir bawah atau atas merupakan
profil yang paling protrusif. Sudut yang terbentuk dari pertemuan Frankfurt
Horizontal dan garis profil ini disebut sudut Z (Gb. 18.21). Rata-rata sudut ini 80 
90. Idealnya bibir atas harus tegak lurus dengan garis profil ini, sedangkan bibir
bawah harus tegak lurus di belakangnya.

Gambar 18.21 Sudut Z Merrifield.sudut yang terbentuk dari persimpangan Frankfort horizontal
(FH) dan garis yang disambungkan dengan jaringan lunak agu (Pog’) dan titik bibir
paling protrusif (bibir atas atau bawah). Nilai rata-rata, 800 (± 9).

236
Analisa Jaringan Lunak Holdaway
Dari dua artikel Reed Holdaway menjelaskan tentang parameter
keseimbangan jaringan lunak. Singkatnya, analisa ini terdiri dari 11 pengukuran:
sudut wajah, kurva bibir atas, kecembungan skeletal pada titik A, sudut garis H,
ujung hidung sampai garis H, kedalaman sulkus atas, ketebalan bibir atas,
ketegangan bibir atas, bibir bawah sampai garis H, kedalaman sulkus bawah, dan
ketebalan dagu.

Sudut Wajah (90 derajat)


Sudut wajah terbentuk dari pertemuan bidang Frankfurt horizontal dengan
garis dari jaringan lunak nasion ke Pogonion (N’/Pog’) (Gb. 18.22). Idealnya, sudut
ini harus 90-920. Sudut yang lebih besar menunjukkan mandibula yang terlalu
protrusif; sudut yang kurang dari 900 menunjukkan bibir bawah yang retrusif.

Gambar 18.22 Kurvatur bibir atas-sudut wajah. sudut wajah (a) terbentuk dari persimpangan
Frankfort horizontal (FH) dan garis yang menghubungkan jaringan lunak nasion
(N’) dan jaringan lunak pogonion (Pog’). Nilai ideal, 90 – 920. Kurvatur bibir atas
didefinisakn sebgai kedalaman sulkus dari garis yang ditarik tegak lurus engan FH
dan garis singgung ke ujung bibir bawah (nilai ideal, 2.5 mm)

Kurva Bibir Atas (2,5 mm)


Garis tegak lurus yang ditarik dari persimpangan Frankfurt Horizontal ke
ujung bibir atas (Gb. 18.22). Dari garis ini kedalaman sulkus bibir atas dapat diukur.
Idealnya ukuran kurva ini 2,5 mm pada pasien dengan ketebalan bibir rata-rata.
Pada individu dengan bibir yang tipis atau tebal, ketebalannya 1,5 dan 4,0 mm.

237
Kurva bibir atas yang kurang menunjukkan ketegangan bibir. Kedalaman yang
besar dapat disebabkan oleh posisi awal bibir atau rahang yang terlalu menutup.

Kecembungan Skeletal pada Titik S (-2 sampai +2 mm)


Kecembungan skeletal diukur dari titik A sampai garis nasion-Pogonion
(skeletal) (Gb. 18.23). Singkatnya, ini bukan pengukuran jaringan lunak, tetapi
parameter yang baik untuk menentukan kecembungan wajah skeletal berhubungan
dengan posisi bibir. Pengukurannya dari -2 sampai +2 mm menunjukkan hubungan
dental dibutuhkan untuk mendapatkan harmoni wajah.

Gambar 18.23 Kecembungan skeletal pada titik A. Sudut H-line Holdaway. Baris terakhir
terbentuk dari persimpangan jaringan lunak nasion - garis jaringan lunak pogonion
dan garis singgung ke titik dagu (Pog’) dan bibir atas (Ls). Garis terakhir disebut
juga dengan H-line. Lihat tabel untuk nilai sudut H-line.

Sudut Garis H (7-150)


Garis H atau garis harmoni adalah persimpangan ke titik dagu dan bibir atas.
Sudut garis H merupakan sudut yang terbentuk antara garis ini dan garis jaringan
lunak nasion/Pogonion (N’-Pog’) (Gb. 18.23). Sudut garis H mengukur derajat
bibir atas yang paling menonjol atau jumlah retrognati dari jaringan lunak dagu.
Derajat kecembungan skeletal (diukur pada titik A akan menimbulkan beberapa
variasi sudut garis H). Profil cembung, lurus atau cekung memiliki jaringan lunak
yang seimbang dan harmoni. Namun wajah ini memiliki hubungan antara

238
kecembungan skeletal pada titik A dan sudut garis H (Tabel 18.1). Jika
kecembungan skeletal dan sudut garis H tidak terdapat pada tabel,
ketidakseimbangan wajah mungkin jelas terlihat.

Ujung Hidung sampai Garis H (maksimum 12 mm)


Pengukuran ini tidak lebih dari 12 mm pada usia 14 tahun. Walaupun
ukuran hidung penting untuk keseimbangan wajah, keseimbangan bibir dan
harmoni secara umum berkontribusi lebih pada keseimbangan wajah (Gb. 18.24).

239
Gambar 18.24 Ujung hidung ke H-line, kedalaman sulkus atas. Bibir bawah ke H-line, kedalaman
sulkus bawah. Ketebalan jaringan lunak dagu.

Kedalaman Sulkus Atas


Kedalaman sulkus atas diukur dari garis H (Gb. 18.24). Bibir atas pada
posisi seimbang jika pengukuran ini rata-rata 5.0 mm. Dengan bibir pendek
dan/atau tipis pengukuran 3 mm dianggap normal. Pada bibir yang lebih panjang
atau lebih tebal pada individu nilai 7 mm dapat diindikasikan keseimbangan
optimal. Penting untuk membaca pengukuran ini bersamaan dengan pengukuran
kurva bibir atas.

Ketebalan Bibir Atas (15 mm)


Ketebalan bibir atas diukur secara horizontal dari satu titik pada bidang
alveolar luar 2 mm di bawah titik A ke batas luar bibir atas (Gb. 18.25). Pada titik
ini struktur nasal tidak berpengaruh pada bibir.

Ketegangan Bibir Atas


Pengukuran ketegangan bibir atas diukur secara horizontal dari vermillion
border bibir atas ke permukaan labial gigi insisif sentral rahang atas (Gb. 18.25).
Pengukuran ini harus menghasilkan rata-rata yang sama dengan ketebalan bibir atas
(1 mm). Jika pengukuran ini kurang dari ketebalan bibir atas, bibir terlihat tegang.
Sebagai contoh, jika ketebalan bibir atas 14 mm dan ketebalan antara vermillion

240
border ke insisif rahang atas 7 mm, perbedaan antara dua pengukuran (14-7 mm)
akan menunjukkan faktor ketegangan bibir 6 atau 7 mm.
Dengan kata lain, gigi insisif dapat terektraksi rata-rata 7 mm sebelum titik
di mana bibir dianggap normal dan didapatkan ketebalan. Saat dibutuhkan
pergerakan gigi, bibir tidak akan mengikuti posisi gigi (bibir tebal tidak selalu
mengikuti pergerakan gigi, sedangkan bibir tipis banyak mengikuti perubahan
pergerakan).

Gambar 18.25 Ketebalan bibir atas – lekukan bibir atas

Bibir Bawah sampai Garis H (0 mm)


Bibir bawah sampai garis H diukur dari bibir bawah yang paling menonjol
(Gb. 18.24). Nilai negatif mengindikasikan bahwa bibir dibelakang garis H, dan
nilai positif mengindikasikan bibir lebih didepan garis H. Kisaran -1 sampai +2mm
dianggap normal.

Kedalaman Sulkus Bawah (5mm)


Kedalaman sulkus bawah diukur dari titik paling dalam kurva antara bibir
bawah dan dagu (Gb. 18.24).

Ketebalan Jaringan Lunak Dagu (10-12mm)


Ketebalan jaringan lunak-dagu diukur sebagai jarak anatara tulang dan
jaringan lunak bidang wajah (Pog ke Pog’) (Gb. 18.24). Dagu yang sangat tebal,

241
gigi insisif rahang bawah mungkin lebih menonjol, mengindikasikan harmoni
wajah.

Kesimpulan
Proporsi atau pengukuran wajah yang dijelaskan sebelumnya untuk
menentukan norma yang dianggap menarik. Ketertarikan atau estetik wajah di
samping itu adalah sesuatu yang subjektif. Tidak ada kriteria universal untuk wajah
ideal. Pengukuran dan proporsi wajah terdiri dari pengukuran profil dan frontal.
Untuk keseimbangan estetik wajah, terdapat beberapa faktor yang berkontribusi
dalam persepsi estetik. Di antara warna kulit, rambut dan gaya, ekspresi wajah dan
fakta bahwa wajah dilihat dalam tiga dimensi dan bukan dua seperti apa yang sudah
dijelaskan.
Tujuan penilaian ini bukan untuk diterima atau tidak diterima. Ciri-ciri
tersebut bertujuan untuk membantu klinisi dengan arahan saat dibutuhkan
pertimbangan untuk prosedur koreksi jaringan lunak. Ciri jaringan lunak wajah
yang dapat diterima oleh ortodontis hanya berpusat pada sepertiga wajah bawah.
Saat digabungkan dengan bedah orthognatik, baik kriteria bagian tengah maupun
sepertiga wajah bawah diperlukan. Dokumentasi dan eksaminasi yang cermat dari
bentuk jaringan lunak akan menghindarkan hasil yang negatif dan pengaturan dari
kondisi positif pada individu dapat meningkatkan hasil perawatan klinis.

242
Bab
20

Kemajuan Dalam Analisis


Cephalometri

Meskipun waktu yang dibutuhkan lama untuk proses hand tracing dan
analisis sephalogram masih sangat berguna secara klinis. (Gambar 19.1). Hal
tersebut memiliki kekurangan. Salah satu kekurangan utama adalah waktu yang di
butuhkan untuk hand tracing cukup lama. Kekurangan lain adalah sulitnya
menunjukkan hasil perhitungan yang mudah di mengerti oleh pasien.
Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan tehnologi maju melalui
perkembangan computer. Pertanyaan? Mungkinkah informasi sephalogram dapat
digunakan kedalam format computer? Untungnya jawabannya , iya. Proses ini
disebut digitization. Informasi grafikal yang terkandung dalam sephalogram (posisi
landmark) yaitu di rubah dalam bentuk angka (digits). Dimana computer dapat
menyimpan, melihat dan mengedit. Terdapat 2 metode yang sering digunakan
dalam radiographic digital yaitu tablet digital dan langsung dari layar.
Tablet digital adalah computer yang mempunyai 2 bagian, yaitu tablet atau
permukaan yang dapat di tulis dan pen/ stylus. Peralatan ini lebih dulu di kalibrasi
untuk mendapat posisi pen yang nantinya di rubah menjadi kombinasi digital,
dimana titik-titik yang spesifik dibuat di computer untuk menunjukkan posisi x-y,
dengan ini klinisi dapat memasukkan sephalogram ke tablet dan menentukkan
titiknya dengan stylus karena formatnya telah menjadi digital, informasi tadi dapat
dijelaskan di computer. Titik koordinat x-y memungkinkan computer untuk
membuat garis lurus dan menghitung sudut yang tercipta.

243
Data yang dimasukkan ke sephalogram dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
titik dan stream. Titik dibentuk dengan cara menempatkan titik di daerah anatomi.
Stream dibentuk dengan cara membuat garis. Beberapa program computer
memungkinkan operator mengidentifikasikan lokasi tertentu dengan garis yang
telah dibuat oleh stream.
Metode digital pada layar mirip dengan yang digunakan pada tablet. Tetapi
ada 2 perbedaan yang mendasar. Pertama, sephalogram sudah pasti berada dilayar
monitor dan tidak di tablet. Hal ini memungkinkan gambar sephalometri yang
dihubungkan computer mengunakan video. Gambaran radiographi dapat terlihat ke
monitor. Posisi kursor (mouse) untuk menggantikkan stylus dalam memasukkan
data. Mouse ditekan untuk menentukkan titik dan di tarik untuk membuat garis
yang digunakan untuk prose digital dari sephalogram (stream).
Perbedaan diantara keduanya memberikkan proses digital penting yang
menguntungkan. Beberapa program memungkinkan operator untuk membuat super
impose dari satu sephalogram ke sephalogram yang lainnya. Dengan
menggunakkan exposure yang berbeda memungkinkan berbagai area pada
cephalogram dapat terlihat jelas. Program kemudian mengkombinasikan 2 gambar
untuk meningkatkan kualitas cephalografik.
Sekarang computer bisa menyimpan informasi tentang posisi dan kontur
yang di dapat dari cephalogram, hal ini memudahkan computer dalam menghitung
dan menganalisa sephalometri (Gb. 19.2). Walaupun hal ini menguntungkan bagi
klinisi, tetapi tetap sulit bagi pasien untuk membaca informasi yang dihasilkan.
Beberapa cara diambil untuk mengatasi masalah ini.

244
Salah satu teknik yang digunakan yaitu metode cut dan paste. Sephalogram
di trace dan di rubah untuk menggambarkan prediksi perawatan yang akan
dilakukkan. Setelah tracing dilakukkan profil foto dari pasien di cut dan paste
bersamaan untuk menunjukkan hasil perubahan jaringan lunak. Pasien lebih mudah
mengerti dengan melihat modifikasi gambar dari pada melihat hasil tracing, tapi
tehnik ini memakan waktu. Metode ke-2 adalah dengan menempatkan cephalometri
tracing di dinding. Slide berukuran 35mm dari pasien di proyeksikan pada tracing
dan di rubah sampai bentuk jaringan lunak cocok. Gambar wajah dari slide di
proyeksikan dan digambarkan ke lembar acetat yang kosong (Gb. 19.3). Tracing ini
mungkin termasuk beberapa shading untuk menggambarkan berbagai kontur wajah
dengan menumpuk hasil tracing sephalometri dan slide tracing, maka gabungan
tracing dapat dibuat. (Gb. 19.4). Gabungan tracing tersebut dapat dirubah untuk
menggambarkan perubahan gigi dan skeletal. Kemudian dengan menggunakan
ratio penempatan jaringan lunak yang sesuai.2,3 Jaringan lunak dapat dibentuk ulang
untuk memprediksi posisinya.(Gb. 19.5). Dengan menggunakan metode ini, pasien
dapat membayangkan masalah yang diderita pasien tersebut dan memprediksi
hasilnya (Gb. 19.6 &19.7). Metode ini memberikan kemudahan pasien untuk
mudah mengerti, tetapi proses ini memerlukkan waktu yang cukup lama.

245
Penggabungan dari computer dan video imaging memungkinkan klinis
mengumpulkan gambaran profil pasien. Software ini memungkinkan pergerakkan
dari berbagai organ untuk menstimulasikan profil yang dihasilkan / perubahan
bagian frontal setelah perawatan. Dengan melihat gambar pasien lebih memahami,
tapi pembuatan gambar ini tidak memakan banyak waktu.

246
Preoperative frontal (A) and lateral (B) views

Gb. 19.7 postoperative frontal (C) and lateral (D) views.

Kekurangan sistem ini, bagaimanapun merupakan perpindahan


kuantifikasi. Pertama, perubahan profil jaringan lunak adalah perhitungan yang
dibuat praktisi berdasarkan perubahan skeletal. Tidak terdapat cara yang secara
langsung menghubungkan perubahan jaringan lunak dan perubahan lapisan atas
dental dan skeletal. Gambar komputer berperan sebagai template dimana pasien dan
klinisi mendiskusikan perubahan yang diinginkan.
Dalam evolusi perkembangan software, hal tersebut mungkin untuk
mengkalibrasi rancangan gambar wajah pasien ke dimensi sebenarnya
menggunakan penanda visual pada pasien atau daerah yang tampak. Pada cara ini,

247
jumlah perpindahan membuat gambar wajah dapat diubah cepat oleh komputer
menjadi pengukuran nyata. Sayangnya, masih belum ada cara yang
menghubungkan secara langsung perubahan jaringan lunak dengan lapisan atas
hubungan dental dan skeletal.
Pada tahap selanjutnya dalam perkembangan software, kemampuan untuk
melapisi profil wajah pada cepalogram ditekankan. Sekarang klinisi dapat
membayangkan hubungan komponen-komponen jaringan keras dan jaringan lunak
wajah. misalnya, koreksi maloklusi klas II dengan pembedahan artinya
memerlukan 7 mm kemajuan mandibula. Ketika hal ini dapat mengoreksi
maloklusi, hal itu tidak akan perlu menghasilkan profil ideal. Prosedur tambahan
seperti genioplasti, merupakan kebutuhan dalam mencapai bagian wajah ideal.
Kemampuan mengukur jumlah tepat perpindahan yang dibutuhkan untuk
mengoreksi maloklusi akan membuat hitungan jumlah tepat perpindahan
dibutuhkan untuk mencapai hubungan profil ideal. Komputer, lagi, akan dikalibrasi
untuk menyiapkan pembacaan luar karena seberapa banyak perpindahan jaringan
keras dibutuhkan untuk membuat hasil yang diinginkan. Sayangnya, sepanjang fase
perkembangan ini, keakuratan prediksi rasio algorithmic antara jaringan keras dan
jaringan lunak belum dikembangkan. Paling banyak perpindahan ada, oleh karena
itu, dibuat ratio satu per satu.
Program baru yang berpengalaman telah banyak mengatasi masalah ini.
Sekarang terdapat program videoimaging yang menggabungkan informasi dari
cepalogram terdigital dan video input (Gb.19.8 dan 19.9). Program ini dapat
membuat berbagai analisis cepalometrik (preset dan custom) untuk memperkirakan
hasil perawatan. Tracing dapat dilapiskan pada videoimage pasien dan algorithms
dapat diprogram untuk menyiapkan perubahan jaringan lunak yang cocok terhadap
perkiraan hasil perawatan jaringan keras. Praktisi juga dapat menggunakan pre
program ratio perpindahan jaringan lunak atau hasilnya.

248
Fig 19-8 Set-up for Quick Ceph Image™. The following hardware is
depicted: Apple llci; 14-inch Apple color monitor; extended keyboard;
RasterOps slide scanner; color printer; video light umbrella kit; camera
stand; s-video camcorder; copy arm and light box.

Videoimaging telah memberikan klinisi alat untuk mengevaluasi pasien dan


membuat rencana perawatan yang tepat dan efisien waktu. Hal itu juga menjadi
fasilitas bimbingan pasien. Sekarang pasien dapat melihat perkiraan hasil
perawatan dalam media umum untuk orang awam.
Dengan keuntungan ini merupakan tanggung jawab penting. Pasien harus
diinformasikan bahwa komputer hanya alat dalam memprediksi hasil perawatan
yang mendekati. Praktisi harus mengingat bahwa dirinya yang menentukan
diagnosa dan komputer hanya alat bantuan tambahan.

249
Bab
20
Videosefalometri

Perawatan ortodontik kontemporer selalu melibatkan tujuan pengobatan


secara fungsional dan estetika. Pergerakan gigi, modifikasi pertumbuhan, dan
bedah ortognati semua dirancang tidak hanya untuk mencapai hubungan oklusal
yang tepat tetapi untuk memaksimalkan hasil estetika, atau setidaknya tidak
menghasilkan kerugian pada estetik wajah.
Dengan perbaikan secara berkelanjutan dalam bidang ortodonti dan teknik
bedah dibutuhkan komunikasi yang lebih besar antar dokter gigi dengan pasien dan
profesional di bidang lain yang terlibat, tentang proyeksi tujuan pengobatan dan
hasil perawatan. Dokter yang berpengalaman sering memiliki gambaran mental
yang baik dari apa yang ingin mereka capai dengan pengobatan, tetapi kemampuan
pasien untuk memvisualisasikan atau menafsirkan, dan dengan demikian
menerima, rencana ini masih sangat terbatas. Komunikasi yang jelas dari tujuan
pengobatan dan pilihan pengobatan potensial merupakan aspek penting dari konsep
informed consent saat ini dan praktek klinis.
Dalam studi Ackerman pada bioetika dan informed consent, penulis
menyajikan kebutuhan mutlak bagi dokter gigi untuk mendiskusikan dengan pasien
dan orang tua pasien risiko, manfaat dan alternatif pengobatan, daripada untuk
memberitahu pasien apa yang mereka butuhkan. Penulis menunjukkan adanya
ketidak-pastian komunikasi verbal dimana seorang ortodontis mungkin memiliki
satu pemahaman, sementara pasien mungkin memiliki pemahaman yang lain.
Penulis menyatakan lebih jauh bahwa computer imaging, sebagai alat komunikasi
yang paling pasti akan menjadi hal rutin dalam bidang ortodonti.

250
Teknologi videoimaging yang terkomputerisasi menawarkan template
visual yang saling dibutuhkan oleh dokter gigi, dokter gigi spesialis ortodonti, ahli
bedah mulut dan ahli bedah plastik, dapat berkomunikasi secara efektif dengan
pasien dan satu sama lain. Di luar nilai komunikasi, teknologi videoimaging
memungkinkan potensi yang lebih besar untuk perhitungan rencana perawatan
sehingga kita dapat memaksimalkan peluang untuk memberikan rencana perawatan
yang diusulkan. Dengan kata lain, koordinasi dari gambar profil yang telah
dikalibrasi memungkinkan pengukuran yang tepat dari pergerakan tulang dan gigi,
dan melalui penerapan rasio prediksi algoritmik, gambar yang dihasilkan akan
mengekspresikan hasil perawatan bedah dan ortodonti yang diharapkan. Perbaikan
ini dalam visualisasi dan perhitungan hanya dapat membantu menghapus beberapa
dugaan yang terkait dalam perencanaan perawatan bedah. Untuk pasien remaja,
videoimaging menawarkan hasil yang sama, tapi mungkin dengan prediktabilitas
yang kurang karena banyaknya variabel yang terkait dengan perawatan pasien yang
sedang berkembang.
Videoimaging memiliki berpotensial menyentuh hamper seluruh aspek
pada praktek ortodonti; diagnosis dan perencaan perawatan, cara berkomunikasi
pada saat konsultasi, pengaturan database (lebih dengan gambar terkomputerisasi
daripada fotografi), integrasi dari program menejemen praktek, komunikasi dengan
pekerja bidang lain, dan area lainnya yang mungkin belum sepenuhnya disadari.

Sejarah
Sebelum kapabilitas grafik tersedia untuk digunakan dengan teknologi
videoimaging terkomputerisasi, perkiraan hasil estetik terencana dari perawatan
bedah ortognati dikomunikasikan kepada pasien melalui tracing foto profil, dimana
sebagai klinisi dengan pelatihan dan pengalaman, ortodontis dan dokter gigi bedah
mulut memiliki gambatan yang wajar tentang hasil akhir dari rencana perawatan,
namun kemampuan pasien untuk menginterpretasi hasil tracing yang disuguhkan
oleh dokter gigi sangatlah terbatas. Dalam usaha meningkatkan komunikasi dengan
pasien, klinisi menggunakan modifikasi fotografi sebagai metode ilustrasi kepada
pasien, untuk menerangkan perkiraan hasil akhir gambaran jaringan lunak yang
akan dihasilkan oleh rencana perawatan yang digagas.

251
Software dan hardware untuk graphic images telah tersedia beberapa tahum
belakangan, dengan berbagai aplikasi untuk berbagai bidang, termasuk arsitektur,
teknik dan kosmetologi serta dalam bidang kesehatan. Dalam bidang ortodonti dan
bedah mulut, penggunaan awal teknologi videoimaging melibatkan modifikasi
gambar. Dalam penggunaanya, setelah foto profil di dapatkan dengan metode
tradisional, gerakan cut-and-paste dengan bantuan computer digunakan untuk
memodifikasi gambar dengan tujuan untuk mendeskripsikan hasil pergerakan gigi
dan tulang yang diharapkan. Penggunaan software ini menjadi sangay efektif dalam
bidang bedah plastic, dimana peggunaan modifikasi gambar deskriptif merupakan
kemajuan yang luar biasa dalam hal komunikasi antara dokter dengan pasien.
Dalam bedah ortognati dan bidang ortodonti, bagaimanapun, modifikasi
gambar telah terbukti berguna dalam mendeskripsikan gambaran kasar dari
perubahan fasial yang diharapkan dari bedah ortognati, namun tidak memberikan
kemampuan bagi para klinisi dalam menvisualisasikan hubungan antara gigi dan
tulang. Sebagai contoh, seorang pasien dengan maloklusi kelas II kemungkinan
membutukan pergerakan mandibula kearah depan sebanyak 5 mm yang dihasilkan
oleh mandibular osteotomy, yang oleh karena itu ditentukan oleh jumlah
pergerakan mandibular kedepan, dan banyaknya pergerakan ini tidak dapat
divisualisasikan dengan variasi software cut and paste. Secara khusus, jumlah
pergerakan mandibula dipengaruhi oleh kebutuhan fungsional, bukan kebutuhan
estetik.
Perbaikan estetik, bagaimanapun dapat dicapai dengan penyesuaian dengan
pembedahan, seperti genioplasty dan rhinoplasty. Secara ideal, jumlah pergerakan
dagu harus menyeimbangkan profil wajah, dan teknologi video harus dapat
memfasilitasi visualisasi dan perhitungan dari jumlah wajar dari penyesuaian yang
diperlukan. Hal ini dimungkinkan dengan superimposisi dan kalibrasi sefalogram
dan foto profil, yang memungkinkan ortodontis atau dokter bedah
memvisualisasikan hubungan antara jaringan keras dan jaringan lunak. Sementara
sebagian besar upaya dalam pemrogaman saat ini menekankan pada profil,
dilakukan upaya ke arah frontal dan gambaran tiga dimensi. Literatur terkini
sayangnya, tidak cukup mencerminkan langka besar yang dibuat dalam
pengembangan software khusus untuk bidang ortodonti. Bab ini tidak akan

252
menjelaskan tentang perkembangan software yang spesifik, komersial dan
sejenisnya, tetapi akan menampilkan sejumlah prinsip dasar dari videoimaging.

Prinsip Standarisasi Gambar


Teknik videoimaging yang sesuai, secara virtual memiliki kebutuhan yang
sama dengan sefalometri radiografik :
1. standarisasi posisi alamiah kepala
2. posisi alamiah kepala yang diinginkan
3. minimalisasi dan standarisasi dari pembesaran dan distorsi gambar
4. kemampuan untuk diproduksi ulang
Videoimaging memiliki beberapa persyaratan lain yang penting untuk
pengambilan gambar facial dan evaluasi yang efektif :

1. kontrol dari pembesaran dan/atau distorsi yang diperkenalkan oleh hardware


(kamera, monitor, software dan sefalogram)
2. kebutuhan facial lighting

Distorsi dan Perbesaran


Komputer pada umumnya sangatlah akurat dalam memperhitungkan dan
mengukur sebuah objek. Pengamatan pada software dan hardware videoimaging
tampaknya menunjukkan bahwa software profilemetric cenderung sangat tepat
dalam kemampuannya untuk mengukur benda dua dimensi. Bagaimanapun
hardware imaging system sering memperlihatkan distorsi. Beberapa factor seperti
kurvatur pada layar monitor dan pemilihan lensa dapat memberikan dampak pada
bagaimana gambar ditampilkan pada monitor computer. Seperti yang diilustrasikan
dalam gambar, distorsi monitor meningkat pada sekeliling layar monitor. Oleh
karena itu, adalah penting untuk mengenali penggunaan gambar untuk membuat
rencana perawatan dan visualisasi pada monitor mungkin tidak menggambarkan
bentuk fasial pasien yang sebenarnya.

Ada banyak cara untuk meminimalisasikan masalah ini. Secara ideal, monitor
layar datar dapat dipilih untuk mengurangi distorsi dari kurvatur. Karena terdapat

253
perbesaran dan distorsi yang lebih besar ketika jarak kamera ke objek terlalu dekat,
video kamera harus di set dalam pengaturan telephoto maximum untuk
memungkinkan jarak maximum. Hal ini juga diinginkan untuk melakukan
standarisasi perbesaran gambar pretreatment dan post-treatment untuk
meningkatkan perbandingan hasil. Dokter harus selalu menyadari bahwa
proporsionalitas wajah sangat penting dalam keberhasilan estetika dalam
keseluruhan perawatan, dan dalam desain teknologi video, grafis pentingnya
akurasi gambar pencapaian tidak bisa terlalu ditekankan. Factor lain yang
mempengaruhi pencapaian keakuratan gambar akan dicakup selanjutnya
(sefalometri dan koordinasi gambar).

Penyinaran
Penyinaran yang ideal harus dapat meminimalisasi terbentuknya bayangan,
yang dapat mempersulit visualisasi dari kontur fasial dan proporsi fasial.
Kebanyakan sistem videoimaging menggunakan satu lampu terang yang diletakkan
pada atau di sebelah kamera. Hal ini menyebabkan distribusi yang tidak merata dari
cahaya pada tepi wajah, dengan bagian tengah wajah lebih terang disbanding bagian
tepi wajah. Penyinaran seperti ini cenderung memberikan penekanan pada bagian
tengah wajah dan dapat menyesatkan keseluruhan hasil evaluasi gambar. Selain itu,
penyinaran langsung seperti ini cenderung menyebabkan penyipitan mata yang
tidak diinginkan. Relaksasi otot fasial merupakan persyaratan dari evaluasi yang
tepat, prediksi akurat dan kemampuan gambar untuk di produksi ulang. Untuk
meminimalisasikan bayangan, penyinaran dari beberapa sumber, dengan
penyebaran lebih baik, lebih disarankan. Penyebaran sinar dapat dicapai dengan
payung dan balon penyebar cahaya. Backlighting juga sangat membantu
mengurangi pembentukan bayangan pada latar, definisi hasil tepi profil memiliki
kemampuan prediksi yang lebih baik di sebagian besar paket software.
Latar pengambilan foto harus halus, rata tanpa motif seperti yang sering
ditemukan pada wallpaper. Warna abu-abu yang tidak mengkilap sebagai
background, melukiskan dengan baik gambar pasien dengan semua warna kulit,
menghasilkan hasil gambar terbaik. Bagaimanapun beberapa system imaging

254
membutuhkan warna putih murni sebagai latar untuk mempertegas definisi tepi
pada foto profil dan prediksi.

Standarisasi Gambar (Profil)


Koordinasi dan kalibrasi gambar profil dan sefalogram sangat penting dalam
pencarian keakuratan prediksi perawatan. Kesalahan yang seling terjadi di dalam
koordinasi videocephalometric adalah:
1. Perbedaan dalam rotasi sagittal. Jika kepala pasien secara rotasional tidak sama
dengan sefalogram, pemendekan hidung kedepan akan terjadi dan proporsi
tengah wajah akan terdistorsi. Koordinasi sagittal secara absolut sangat
diharapkan. Meposisikan pasien pada sefalostat merupakan solusi yang tepat.
2. Posisi yang kurang baik dari foto profil. Penelitian menunjukan bahwa distorsi
gambar paling sedikit ditemukan pada pertengahan video monitor daripada
pada bagian tepi dikarenakan adanya kurvatur monitor. Foto profil harus
berada di posisi paling tengah dari monitor.
3. Kurangnya relaksasi jaringan lunak. Hubungan relaksasi jaringan lunak
merupakan factor penting pada koordinasi gambar. Sebuah sefalogram pasien
dengan bibir inkompeten dengan posisi bibir mengatup sempurna tidak akan
sesuai dengan foto profil pasien ketika bibir dalam posisi istirahat dan tidak
mengatup.

Mengkoordinasi Gambar dan Sefalogram


Terdapat kesalahan yang sulit dihindari pada seluruh komponen bagian dari
superimposisi gambar fasial dan radiografik sefalometri. Perbesaran dan
identifikasi landmark merupakan karakteristik dari radiografik sefalometri, dan
koordinasi dari radiografik sefalometri dan videoimages belum teruji dengan baik.
Bagaimanapun, penelitian sedang dilakukan untuk mempelajari karakteristik teknik
ini.
Pada program software sefalometrik yang tersedia, trdapat berbagai cara
untuk melakukan superimposepada gambar. Teknik yang paling banyak digunakan
adalah:

1. Digitasi sefalogram, lalu merubah ukuran videoimage ke ukuran sefalogram.

255
2. Digitasi sefalogram, lalu merubah ukuran sefalogram ke ukuran videoimage.
Hal ini memiliki kekurangan karena dapat kehilangan kalibrasi yang terdapat
dalam sefalogram.
3. Mengumpulkan videoimage dari sefalogram melalui videocamera yang telah
dikalibrasi dan mencocokannya dengan videoimage yang ada. Penanda
radiopak sangat berguna dalam metode ini, dan sefalogram dapat di digitasi
dengan digitasi monitor.
4. Pengumpulan gambar dab radiografik sefalometri secara serempak. Hal ini
merupakan cara yang sangat ideal untuk mengurangi perbedaan pada relaksasi
jaringan lunak dan permasalahan lainnya. Pada saat ini kita tidak menyadari
sistem yang memungkinkan.

Komunikasi Pasien
Dampak dari penggunaan videoimaging sebagai alat komunikasi sangatlah
besar, sehingga banyak klinisi sangat berhati-hati tentang penggunaannya dari
sudut pandang medicolegal. Pada penelitian oleh Kayak dkk, 6 bulan setelah
operasi pada kelompok non-imaged, hanya 45% yang merasa puas dengan hasil
estetik dari bedah ortognati.
Dalam satu-satunya studi reaksi pasien untuk videoimaging yang telah
diterbitkan, 89% pasien melaporkan kepuasan dengan hasil estetik mereka pada
periode yang sama. Ada beberapa kemungkinan alas an dari perbedaan respon ini.
Karena kenaikan nilai komunikasi dari videoimaging, ekspektasi pasien pada hasil
perawatan kemungkinan telah berhasil diperagakan. Selain itu, karena partisipasi
pasien dalam fase perencanaan perawatan dan kontribusinya dalam penentuan
keputusan, kejadian dari “postpurchase dissonance” dapat ditekan angka
kejadiannya secara drastis.

256
Perawatan Pada Pasien dalam Masa Pertumbuhan Dibandingkan Pasien
Dewasa
Prediktabilitas dari visualisasi objektif perawatan menggunakan
videosefalometri terkomputerisasi untuk perencanaan perawatan adalah berbeda
untuk pasien dalam masa pertumbuhan dan yang tidak dalam masa pertumbuhan.
Pada pasien dalam masa pertumbuhan, ada banyak variable yang berhubungan
dengan kesuksesan perawatan, termasuk :
1. Dinamika pertumbuhan wajah. Banyak yang telah menulis tentang prediksi
pertumbuhan tulang; validitasnya selalu diperdebatkan. Pertumbuhan wajah
tidak hanya melibatkan jaringan keras (sebagai dokter gigi, kita cenderung
untuk fokus pada rahang atas, rahang dan gigi), tetapi juga jaringan lunak
seperti hidung dan bibir. Kontribusi jaringan lunak untuk profil dewasa akhir
adalah penting namun sering diabaikan ketika dokter gigi merencanakan
perawatan manipulasi jaringan keras.
2. Kerjasama pasien. Keberhasilan modifikasi pertumbuhan secara langsung
berhubungan dengan kepatuhan pasien dan merupakan salah satu variabel yang
paling tak terduga dalam pengobatan remaja.
3. Variasi individu dalam respon pengobatan.
4. Waktu pengobatan. Respon pengobatan cenderung lebih drastis ketika
dikoordinasikan dengan percepatan pertumbuhan dan prediksi pertumbuhan
jarang sangat akurat.
5. Faktor lingkungan lokal dan kebiasaan pribadi.
Sementara penggunaan cephalometri terkomputerisasi dan teknologi
videoimaging pada pasien remaja kurang dapat diprediksi dibandingkan pada orang
dewasa, namun tetap berguna. Pasien remaja memiliki faktor pertumbuhan yang
dinamis yang sangat mempengaruhi prediktabilitas hasil profil akhir. Pasien
dewasa yang lebih statis dan hasil mereka cenderung lebih mudah diprediksi.
Pengaruh videoimaging pada pasien remaja menekankan pada komunikasi tentang
tujuan estetika perawatandan aspek negatif yang mungkin terjadi dari beberapa
rencana pengobatan. Sebagai contoh, retraksi dari gigi insisif atas pada profil
mandibular kurang besar dapat menghasilkan profil rata, sedangkan modifikasi

257
pertumbuhan untuk meningkatkan posisi anteroposterior mandibula dapat
menghasilkan hasil profil lebih dapat diterima.
Ini adalah aspek pengobatan yang mudah disajikan dengan teknologi
videoimaging. Banyaknya faktor dalam profil akhir, termasuk pertumbuhan
jaringan keras dan jaringan lunak, mengurangi prediktabilitas hasil pengobatan.
Namun, seperti penggunaan komputer menjadi lebih luas dalam praktek ortodontik,
akumulasi data yang dapat digunakan untuk meningkatkan prediksi pengobatan
menjadi memungkinkan.

PENGGUNAAN KLINIS PREDIKSI VIDEOCEPHALOMETRI


Sebuah kasus klinis
Pasien C.H dirujuk untuk perawatan koreksi maloklusi kelas II.
Sebelumnya telah dilakukan perawatan ortodonti dengan tujuan mengkoreksi
maloklusi dengan pencabutan 4 premolar pertama dan kompensasi mekanis. Profil
pre-treatment (Gb. 20.2) dinyatakan cembung mengingat adanya defisiensi
mandibular, proyeksi fungsional dagu nol seperti yang telah diukur dari jarak garis
NB perpendicular ke pogonion dan sudut nasolabial sekunder lurus untuk
meretraksi gigi insisif RA.
Analisa foto sefalometrik pre-treatmentmemperlihatkan kompensasi dental
bagi mandibular defisiensi dengan menegakkan gigi insisif RA (Gb. 20.3).

258
Fase Konseling Videoimaging
Keluhan utama pasien berpusat di sekitar hubungan rahang kelas II dan
kurangnya proyeksi mandibula. Sesi pencitraan awal dirancang untuk
mengkomunikasikan rencana perawatan berikutnya kepada pasien: dekompensasi
ortodontik dari gigi seri atas (Gb. 20.4 dan 20-5); setelah proses dekompensasi
selesai, koreksi bedah untuk kekurangan mandibular (Gb. 20.6 dan 20.7); dan
sebagai tambahan estetik, kemungkinan perawatan genioplasty (Gb. 20.8 dan 20.9).
Sesi modifikasi foto pre-treatment dapat dilakukan dengan pasien sebelum catatan
lengkap dikumpulkan. Hal ini tidak biasa bagi pasien yang mempertimbangkan
operasi untuk meminta peninjauan perubahan wajah diantisipasi sebelum
melanjutkanke pemeriksaan penuh. Kita dapat menganggap ini sebagai fase
konseling videoimaging.

Sebuah gambar profil dikumpulkan dan ditampilkan pada layar komputer


dan perubahan profil diharapkan dengan kemajuan gigi insisif rahang atas sebelum
operasi diilustrasikan. Pasien yang membutuhkan dekompensasi tersebut lalu
diberikan peringatan bahwa "mereka akan terlihat lebih buruk sebelum mereka
menjadi lebih baik" untuk mempersiapkan mereka akan efek unmasking

259
dekompensasi. Seringkali, pasien ini mengungkapkan keraguan atau bahkan takut
bahwa penampilan mereka akan tidak dapat di toleransi sebelum operasi, dan
gambaran ini melalui videoimaging memberi mereka gambaran yang wajar dari
mana mereka dapat melakukan penilaian. Modifikasi gambar lebih lanjut kemudian
mensimulasikan kemajuan mandibula dan kemajuan genioplasty (jika pasien
menginginkannya).
Dalam kunjungan awal ini singkat, pasien CH berkomunikasi mengenai
potensi hasil pengobatan; gambaran umum tahapan perawatan; tujuan ortodontik
pra-operasi dan pascaoperasi; dan pilihan pengobatan yang harus dipertimbangkan.

Tahap Perencanaan Perawatan Videoimaging / Videocephalometri


Fase videoimaging menggabungkan gambar video dengan catatan
sefalometri. Secara tradisional, analisa sefalometri merupakan bagian rutin dari
pemeriksaan pretreatment. Tujuan kalibrasi cephalogram untuk video profil adalah
untuk:
1. Menghubungkan jaringan keras yang mendasari dengan jaringan lunak di
atasnya

260
2. Memungkinkan perhitungan pergerakan. Dengan mengetahui di mana gigi
dalam kaitannya dengan wajah, penilaian tentang perubahan dasar yang
dibutuhkan untuk koreksi oklusal dapat dibuat. Pertimbangan kemudian dapat
diberikan kepada prosedur lain mungkin diperlukan untuk mencapai ideal
estetika. Sementara tantangan lebih besar pada pasien remaja, pada pasien
dewasa ketidakpastian dinamika pertumbuhan bukanlah faktor dalam
perhitungan rencana perawatan. Dalam kasus pembedahan pada pasien dewasa
dijelaskan, kemajuan mandibula 5 mm diperlukan untuk memperbaiki
maloklusi kelas II. Untuk mencapai profil yang diinginkan, jumlah kemajuan
dagu diproyeksikan dalam analisa dan prediksi profil komputer adalah 4mm.
Hal itu tidak akan terpikirkan untuk memajukan rahang bawah dengan 9 mm
untuk mencapai profil diproyeksikan dengan mengorbankan menciptakan
maloklusi clas III. Oleh karena itu, nilai proyeksi videocephalometric
memungkinkan tim perencanaan bedah untuk memvisualisasikan parameter
gerakan yang ditentukan oleh oklusi. Hal ini juga memungkinkan
perhitungangerakan jaringan keras untuk memaksimalkan peluang
memberikan secara fungsional, serta estetika, hasil yang diinginkan.
3. Izin rencana perawatan yang akan dirancang agar sesuai keinginan pasien
semaksimal mungkin. Pada dasarnya profil diberi prioritas pertama.
Keterlibatan pasien dalam tahap perencanaan pengobatan juga mengurangi
kemungkinan "ketidak-cocokan setelah perawatan"
4. Biarkan gerakan realistis direncanakan. Para ahli bedah biasanya berkonsultasi
pada tahap ini untuk memastikan bahwa gerakan yang direncanakan, pada
kenyataannya, dapat dicapai.
Setelah gambar diambil, kalibrasi awal dan keselarasan lalu dilakukan.
Kalibrasi secara otomatis dilakukan oleh komputer. Setelah cephalogram yang
cocok untuk videoimage, komputer dapat membuat perhitungan sehingga gerakan
pada layar video dengan ukuran yang nyata. Template perencanaan perawatan
dibuat dalam kombinasi dengan tracing dan profil pretreatment (Gb. 20.10).
Template perencanaan perawatan dikalibrasi untuk gambar profil yang ada.
Proyeksi profil (gerakan jaringan keras dan respon jaringan lunak yang
menyertainya) yang diambil dari database komputer dan diterapkan dalam mode

261
matematika algoritmik. Hasil algoritmik profil ini mungkin ditetapkan pengguna
agar dokter memiliki kemampuan untuk menyesuaikan rasio jaringan keras dengan
jaringan lembut untuk spesifikasi masing-masing.
Simulasi gerakan decompensatory ortodontik dapat dicapai dengan
menegakkan dan memajukan template gigi insisivus atas (Gb. 20.11). Outline
jaringan lunak bibir atas secara otomatis disesuaikan melalui mekanisme respon
algoritmik (Gb. 20.12), dan antisipasi respon wajah diproduksi disaat software
menyesuaikan videoimage ke prediksi outline (Gb. 20.13). Sebuah tabel (tidak
ditampilkan) memberikan perhitungan instan untuk dokter dari gerakan yang
dihasilkan pada layar sehingga ia dapat menentukan apakah gerakan yang
direncanakan berada dalam kisaran harapan yang realistis dan jumlah gerakan yang
diinginkan dicatat sebagai bagian dari rencana perawatan .

Setelah dekompensasi ortodontik selesai, kemajuan mandibula kemudian


dirangsang oleh salah satu kemajuan keyboard template mandibula atau melalui
fitur click-and-drag (Gb 20.14). Gerakan ini diterima dalam program, dan hasil
videographic disesuaikan (Gb. 20.15). Keputusan profil final dilakukan dengan

262
kemajuan dagu moderat (Gb 20.16 dan 20.17). Gambar akhir sekarang
menggambarkan rencana perawatan yang telah mengoreksi maloklusi dan
menghasilkanprofil estetis yang memuaskan. Jumlah semua perubahan yang
diperlukan juga divisualisasikan pada monitor. Prediksi akhir dapat dilihat tanpa
semua superimposisi cephalometrik "berkedip" pada tracing dan template
perencanaan (Gb. 20-18).
Kebanyakan program juga memungkinkan lapisan sefalometrik dari tracing
sefalometri asli dan hasil prediksi. Perbandingan ini memberikan gambaran yang
jelas tentang pergerakan yang direncanakan (Gb. 20.19 dan 20.20).
Setelah terapi ortodontik pascaoperasi selesai dan pembengkakan akibat
operasi mengalami penurunan, dokter dapat membandingkan hasil prediksi dengan
hasil aktual perawatan (Gb. 20.21).

263
Kesimpulan
Sementara masih terdapat ruang untuk pertumbuhan pada videoimaging
sefalometrik, khususnya dalam pencitraan frontal, pencitraan tiga dimensi, database
generation, studi kuantitatif pada keakuratan prediksi, dan integrasi videoimaging
dalam praktek klinis, bantuan perencanaan diagnostik dan pengobatan ini memiliki
kegunaan yang jelas. Terdapat bukti yang kuat bahwa teknologi ini menawarkan
keuntungan bagi dokter gigi pada empat bidang yang berbeda:

264
1. Merupakan metode grafis komunikasi dengan pasien yang dapat mengatasi
kekurangan yang melekat dalam deskripsi verbal dari tujuan perawatan
dan/atau hasil.
2. Merupakan template visual dengan mana semua pihak yang terlibat dalam
membuat keputusan pengobatan dapat berkomunikasi, termasuk dokter dan
pasien.
3. Meningkatkan kuantifikasi rencana perawatan. Sekali lagi, di daerah bedah
ortognatik, salah satu ketakutan dokter bedah adalah kemungkinan litigasi jika
hasil perawatan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan teknologi
videochepalometric terkoordinasi, ahli bedah dapat memvisualisasikan
rencana dan memiliki catatan dalam komputer terpadu untuk memberikan
rencana terukur yang akan dibawa ke ruang operasi. Hal Ini akan sangat
meningkatkan kemungkinan mendapatkan hasil yang diinginkan atas metode
prediksi lainnya.
4. Penggunaan gambar dalam komunikasi dengan profesional lainnya
meningkatkan komunikasi masalah ini dan pengembangan solusi potensial.
Videocephalometry akan terus berkembang pesat, menyajikan baik
tantangan dan kesempatan untuk profesi gigi untuk meningkatkan visualisasi dari
estetika dan dampak fungsional rencana perawatan.

265
Bab
21

Analisa Wajah 2-D dan 3-D

Diantara banyak keajaiban kehidupan adalah keunikan wajah manusia,


Tidak ada bagian dari anatomi kita yang memberikan lebih banyak informasi.
Sangat benar, tidak ada bagian anatomi kita yang lebih vital terhadap kesuksesan
dan eksistensi. Perubahan minor pada ukuran, bentuk, posisi, proporsi pada wajah
kita menjadikan perbedaan persepsi mayor dan perbedaan yang sulit dipisahkan
diantara dua orang yang secara instan dapat dikenali.
Bahkan ortodontis yang paling berbakat dan berpengalaman tidak dapat
secara instan mengidentifikasi perbedaan ini ketika melihat radiografi kepala.
Namun, ortodontis telah mempelajari teknik radiografi kepala yang menunjukkan
mereka mempelajari anatomi wajah dan secara tidak langsung perubahan hubungan
antara gigi dan rahang.
Pada era kemajuan zaman bioteknologi. Ortodontis menjadi profesi yang
diutamakan. Hal ini akan menyebabkan perubahan berkelanjutan dalam praktek
ortodonti. Penghitungan digital, penyimpanan analisa, dan ekstrapolasi dari data-
sata yang penting merupakan salah satu perubahan yang terjadi. Analisa 3D kepala
dan wajah yang berbasis computer saat ini telah tersedia, memfasilitasi klinisi akan
informasi yang luas yang sebelumnya tidak ada.

Batasan Radiografi Sefalometri


Batasan dan masalah dengan teknik radiografi sefalometri sudah diketahui.
Keterbatasannya antara lain adanya pembesaran pada gambar, distorsi, terkena
radiasi, bahan kimia yang membahayakan (lingkungan selama pemrosesan).

266
As Broadbent melaporkan, sinar-x tidak tegak lurus dengan tengkorak dan
kepala tetapi melebar dari titik yang umum hingga bentuk kerucut. Dengan
demikian gambar dari film lebih besar dari subjeknya. Downs menggambarkan
sebuah penelitian pada bentuk dari kepala masalah yang biasa timbul dari tinggi,
lebar, dan kedalaman. Sefalometri lateral adalah metode yang digunakan untuk
studi dari dua atau tiga dimensi. Franklin angka error pada proyeksi ketika
dikonversikan objek 3-D ke radiografi 2-D. Kesalahan ini dapat berubah dalam dua
jarak, titik ke objek, dan objek ke film. Chaconas dkk menunjukkan derajat
pembesaran dari porsi spesifik dari radiografi berhubungan dalam dua faktor: jarak
tegak lurus pada x-ray, dan jarak yang paralel dari sorot. Dengan demikian
pembesaran dapat terlihat berbeda.Himmelberg menunjukkan ukuran yang linear
(bibir bawah ke E-line) dapat bertambah besar sebesar 100% ketika pengukuran
dari radiografi dibandingkan dengan ukuran yang sebenarnya secara langsung pada
wajah pasien.
Penilaian pada radiografi sefalometri dipertanyakan pada literatur ini.
Arnette dan bergman menjelaskan kekurangan teknik tradisional radiografi
sefalometri pada diagnosis wajah, menyatakan bahwa rencana perawatan
Radiografi sefalometri menampilkan data dalam dua dimensi. Idealnya
analisa diagnostik kraniofasial kompleks ditampilkan dalam tiga dimensi, tampilan
yang terbaik yaitu diambil dari lateral sefalometrik radiograf diambil dari sisi
depan. Dari submentovertex dan kemudian dilakukan analisa komprehensif.
Menggabungkan metode-metode ini lebih berguna dan terbaik dikemukakan oleh
Miyashita.
Pentingnya jaringan lunak adalah faktor utama menggambarkan estetik dan
keseimbangan dari profil yang terakhir dari literatur. Hanya sefalometri dental dan
skeletal yang standar yang menjadikan gambar radiografi digunakan dalam rencana
perawatan. Sejak tradisional radiografi terbatas pada jaringan lunak, metode lain
mengenai jaringan lunak masih diperlukan.

Analisa 2-D
Untuk menjadikan analisa 3-D menjadi konsep dasar, penggunaan 2-D juga
diperlukan. Kesimpulan dari analisa sefalometri 2-D (Gb. 12.1). Analisa ini dapat

267
digunakan untuk sefalometri lateral . Hal ini juga memungkinkan untuk generalisasi
analisa videoimaging tanpa membutuhkan radiograf. Hanya titik dan bidang yang
digunakan dalam analisa lateral 2-D yang mungkin tidak familiar digunakan oleh
klinisi.

Definisi dan Lokasi Titik Skeletal dan Bidang


Anterior facial plane: bidang yang digambar dari nasion tegak lurus pada natural
head position dan orbital axis (natural head position adalah posisi kepala pasien
selama berdiri, relax dan melihat lurus ke depan dengan titik pandangb di mata. Hal
ini juga disebut dengan orbital axis).

Posterior facial plane: bidang yang digambar sepanjang porion paralel ke anterior
facial plane, tegak lurus terhadap natural head position – orbital axis.

Superior facial plane: bidang yang digambar sepanjang nasion tegak lurus ke
anterior facial plane, memotong anterior dan posterior facial plane pada sudut yang
tepat.

Inferior facial plane: bidang yang digambar sepanjang menton parallel dengan
superior facial plane, memotong anterior dan posterior facial plane pada sidut yang
benar.

Mandibular plane: garis yang di gambar dari gonion ke gnation.

Mandibular axis: garis yang di gambar dari kondil ke gnation.

Lower facial height: sudut yang dibentuk oleh G-Go dan Go-A pada gonion.

Total facial height: sudut ini dibentuk oleh G-Go dan Go-Na pada gonion.

Mandibular axis angle: sudut yang dibentuk oleh G-Cd dan orbital axis pada kondil

Facial axis angle: sudut yang dibentuk oleh G-Cd pada titik C

Catatan: titik C (contructed cranial point) adalah perpotongan dari superior facial
plane dan posterior facial plane.

268
Beberapa ukuran frekuensi yang digunakan terdapat dalam Tabel 12.1. Hal
ini memerlukan pengukuran yang absolut mengenai kraniofasial kompleks untuk
penelitian dan analisa yang spesifik. Mengingat pengukuran sangat perguna untuk
perbandingan, perhitungan linear yang absolut, harus sesuai dengan usia pasien,
ukuran, tipe skeletal, dan dan ras. Pemeriksaan yang komprehensif dari sefalometri
2-D harus dikoreksi dengan baik pada usia. Bhatia dan Leighton’s A Manual of
Facial Growth.

269
Analisa 2D jaringan lunak

Analisa 2-D jaringan lunak dapat dibuat dengan menggunakan lateral


sefalometri radiograph. Bagaimanapun, analisa akan lebih akurat jika
menggunakan videoimaging, yang dibutuhkan dalam kepentingan radiorafi.
Kontur fasial jaringan lunak dari pasien biasanya terlihat seimbang dan
harmoni. Kuantitative analisa dari protrusi hidung, bibir dan dagu dapat direkam
melalui pengukuran jarak dari jaringan lunak dari beberapa bidang referensi. Salah
satu bidang referensi adalah bidang anterior, bidang tersebut digambar secara
vertikal sepanjang jaringan lunak nasion, tegak lurus denga orbitas axis. (Gb. 21.2)
secara vertikal sepanjang jaringan lunak subnasale, tegak lurus dengan orbital axis.
Perbedaan pengukuran antara (jaringan lunak titik A dan titik pogonion,
atau perbedaan antara bibir atas dan bibir bawah) lebih signifikan dari pada
pengukuran yang absolut. Posisi anteroposterior dari jaringan lunak sangat
mempengaruhi posisi dari anterior facial plane. Posisi anteroposterior dari jaringan
lunak subnasale sangat mempengaruhi posisi dari lower anterior facial plane. Untuk
itu, posisi relatif dari struktur, lebih baik dari pada posisi yang bsolut, dianalisa.

270
Sekalipun pengukuran yang relatif, bagaimanapun itu tidak dapat diakui,
semua pengukuran harus dikoreksi secara benar mengenai umur, ukuran. Jenis
kelamin, dan ras.

Variasi sudut yang digunakan dalam analisa termasuk:


1. Labiomental angle. Sudut ini dibentuk dari perpotongan bibir bawah dan dagu
diukur pada jaringan lunak titi B. Sudut ini berbentuk kurva (mean 120+ 10
derajat).
2. Nasolabial angle. sudut yang dibentuk dari perpotongan bibir atas dan nasal
collumnella pada subnasal (mean 100 + 10 derajat).
3. Profile angle. Sudut yang dibentuk dari glabella (G) ke subnasal (S) dan
subnasal (S) ke pogonion (Po) (mean 165-175 derajat). Orang dengan skeletal
klas III memiliki tendensi memiliki profile angle kurang dari 165 derajat.

Analisa 3D
Idealnya, pengukuran langsung pada tiga dimensi lebih akurat mengenai
analisa ukuran, potongan, dan bentuk dari kepala dan wajah. Kepala dan wajah
dapat di scan dengan menggunakan laser ultrasonic scanner, jaringan keras dan
jaringan lunak menggunakan topography electronic. Ukuran, potongan, dan pososo
dari struktur dapat dianalisa, titik dan bidang digambarkan, jarak dan sudut diukur.
Perbandingan antara bagian yang respective dapat dibuat, dan beberapa perubahan
ukuran, potongan dan posisi diukur. Perbandingan dapat pula dibuat pada pasien
lain. Sayangnya, bagaimanapun, harga dari peralatan sekarang ini menjadi
penghalang dalam penggunaan klinik secara rutin.
Bagaimanapun pengukuran dapat dilakukan secara manual menggunakan
modern calipers dan peralatan craniometric, craniometry yang lambat dan
membosankan. Pengukuran secara langung menggunakan calliper intraoral dari
videoimaging (magnetic resonansi imaging). Hal ini mungkin untuk menghasilkan
informasi sefalometri yang menggabungkan banyak bentuk teknik sefalometri.
Salah satu videoimaging computer pada analisa fasial 2-D dan 3-D yaitu digigraph.

271
Digigraph
Video imaging (digigraph) menghasilkan analisa 2D dan 3D, terdiri dari
monitor, keyboard, video camera dengan sumber cahaya dan sonic digitizing probe
dengan receptor microphones, pasien duduk dan menggunakan head holder untuk
menstabilkan kepala selama digitizing.
Beberapa titik diletakkan dalam tiga bidang yaitu bidang x, y, z
X axis (anterior-posterior dari titik yang diinginkan keanterior facial plane
sepanjang x axis
Y axis (vertical) dari titik yang diinginkan ke superior facial plane
Z axis (sagittal) dari titik yang diinginkan ke midsagital plane

Gambar 21.4 Pengukuran wajah menggunakan analisa 3D. Berbagai titik pada wajah dapat terletak
pada 3 bidang. Secara otomatis setiap titik secara otomatis ditransfer pada digigraph
pada bidang x,y,z.

272
Komputer
Komputer yang digunakan yaitu pentium dengan disk optic dengan
kapasitas penyimpanan 1500 pasien dalam satu disk semua termasuk data ekstraoral
dan foto intraoral pengukuran sebelum dan sesudah perawatan, tersimpan dengan
baik selama perawatan. Data foto progress dapat diambil dengan tombol sesuai
keinginan dan dapat diambil kembali dari monitor.

Video Kamera
Resolusi two high RG3 diletakkan dalam jarak yang sesuai dari pasien lalu
disinari dengan high-intensity. Lampu halogen intensitas tinggi berasal dari
illuminates pada pasien. Kamera portable hand-held dapat juga digunakan dari
Digigraph, dan potograpi lain nya yang diambil dapat dipindahkan dari kamera ke
komputer.

Sonic Digitizing
Empat microphones diletakkan diatas kepala pasien, sound emmiting probe
diletakkan pada beberapa titik landmark langsung pada kepala pasien. Setiap titik
landmark direkam oleh emitting sound. Komputer memperkirakan posisi titik
landmark pada tiga dimensi. Dengan menganalisa suara yang diterima oleh setiap

273
microphone. Idealnya, analisa 3-D dibuat oleh operator untuk memilih permukaan
landmark jaringan lunak, dengan demikian memberikan alat ukur operator dengan
kecepatan dan akuransi.

Tempat duduk pasien dan Head Holder


Pasien duduk pada alat hydraulic dengan kepala disanggah dengan head
holder, pada posisi ini gambaran frontal dan lateral cephalometri mudah di digitasi
(Gb. 21.6)

Analisa Dua Dimensi dengan Digigraph


Karena radiografi sefalometri digunakan secara ekstensif untuk diagnose
dan rencana perawatan pada pasien ortodonti, analisa 2D diperoleh dengan
digigraph juga dikembangkan. Hal ini tidak edeal, bagaimanapun, alat pengukuran
yang akurat digunakan dan keakuratan data diperoleh dengan Digigraph harus
diperhatikan faktor distorsinya.
Pada tahun 1993 Jacobson dan Gereb mengembangkan analisa 3-D
craniofacial, dan Engel dkk mengembangkan program software yang digunakan
untuk analisa data 3-D.

Landmark pada Analisa 3-D


 OP (Opisthion) : titik paling posterior dari bagian belakang kepala pada
daerah occipital
 V (vertex): titik paling superior pada calvarium
 OR (Orbitale): titik paling inferior pada dasar orbital, dibawah pusat mata
 PO (Porion): titik paling superior dari external auditory meatus
 Cd (Condylion): titik tengah paling superior dari condyle mandibular
 Go (Gonion) : titik paling luar dari sudut mandibula
 Na’ (Jaringan lunak nasion) : titik tengah dari nasal root
 Prn (Pronasale) : titik paling depan dari hidung
 A’ (Titik A jaringan lunak) : titik paling cekung dari bibir atas pada garis
tengah

274
 Ls’ (Labialus superius) : titik paling anterior dari vermilion border bibir atas
diukur dari philtrim centreline
 St (Stomion) : titik bagian atas dan bawah lip junction pada garis tengah
 Li (Labialus inferius) : bagian paling anterior dari vermilion border bawah
dari bibir bawah pada garis tengah
 B’ (Jaringan lunak titik B) : titik paling cekung dari jaringan lunak pada
dagu pada garis tengah
 GN’ (Jaringan lunak gnathion) : titik paling luar pada dagu di garis tengah
 Me’ (Jaringan lunak menton) : titik paling inferior dari dagu
 Zp (Zygomatic prominence) : titik paling protrusive dari lengkung
zygomatic
 Eu (Eurion) : titik bagian lateral yang paling menonjol pada setiap sisi dari
kepala di area temporal dan tulang pariental
 Zy (Zygion) : titik paling lateral dari lengkung zygomatic
 Al (Alare) : titik paling lateral, pada tiap ala contour
 Ch (Cheilion) : titik paling lateral terletak pada setiap commissure labial
 En (Endocanthion) : titik bagian tengah pada commissure bagian dalam dari
mata
 Ex (Exocanthion) : titik pada outer commissure bagian luar dari mata

Gambar 21.8 landmark jaringan lunak tampak depan

275
Gambar 21.9 landmark jaringan lunak tampak lateral

Landmark pada analisa 3-D


Landmark 3 dimensi yang diperlukan untuk menganalisa profil wajah
sebagai alat bantu diagnosis perawatan ortodontik

Pengukuran
Pengukuran yang absolut didapat dari beberapa bidang. Titik yang
digunakan untuk pengukuran diletakkan dalam tiga dimensi : A – P, vertikal dan
sagittal. Gambar 21-10 menunjukkan tampilan lateral dari analisa 3D dimana
pengukuran dilakukan terhadap bidang wajah anterior.

Hubungan maxilomandibular dalam dimensi A – P dapat diukur dengan :

jaringan keras jaringan lunak


titik A 0 5
titik B -4 0
selisih 4 5

276
Gambar 21.10 Profil wajah perempuan dengan wajah normal seimbang dan proporsional. A’
Po’= 5mm, A-B = 3mm. Ls-Li = 2mm.

Berarti pengukuran yang absolut berguna sebagai ukuran perbandingan


untuk individu tertentu (Tabel 21-3). Begitu juga dengan proporsi wajah yang
relatif sama. Kebanyakan populasi yang profil klinisnya normal sering dijadikan
sebagai standar perbandingan. Tetapi harus tetap berhati-hati dalam menafsirkan
nilai-nilai perbandingan sehingga dibutuhkan latihan.

277
Indeks Proporsional
Indeks proporsional merupakan ukuran yang digunakan dalam menganalisa
wajah manusia. Hal ini dapat diterapkan pada analisa 2-D atau 3-D. Meskipun
pengukuran mutlak mungkin berguna. Kelebihan sampai 1 SD dalam pengukuran
masih dianggap memiliki nilai yang seimbang atau proporsional. Indeks
proporsional dipilih untuk menganalisa harmoni dan keseimbangan.
Indeks yang ditampilkan disini ditentukan berdasarkan pengukuran pasien
kaukasia Amerika Utara yang tinggal di California selatan, dinilai oleh penulis
karena memilik estetika wajah yang seimbang dan oklusi yang normal. Semua
indeks di kisaran normal dianggap variasi proporsi normal. Jika hubungan antara
dua pengukuran lebih besar dari atau kurang dari 1 SD dari nilai normal, wajah
dianggap tidak proporsional.
Sebuah indeks dasar yang menggambarkan proporsi kepala adalah indeks
cephalic, yang dinyatakan dengan:

Head width
x 100
Head length
Mean = 78.3 (women and man at maturity)

Indeks yang tak terhitung banyaknya dapat dihasilkan untuk perbandingan


dan kemampuan elektronik memungkinkan titik atau garis yang akan dinilai dan
dianalisa langsung. Sebuah indeks dasar yang berguna bagi ortodontis dan ahli
bedah maksilofasial ditunjukan pada gambar-gambar dibawah ini.

278
Gambar 21.11 Index wajah

tinggi wajah (Na-Me)


index wajah = lebar wajah (Zy-zy) x 100

(wanita = 86 ± 4, pria = 88 ± 4 ) index ini mengukur hubungan panjang wajah


dibandingkan lebar wajah

Gambar 21.12 Index wajah bagian bawah

index wajah bagian tinggi wajah bagian bawah (Sn-Me)


x 100
bawah= lebar wajah (Zy-zy)

(wanita = 52 ± 4, pria = 54 ± 4 )

279
Gambar 21.13 Index wajah bagian atas

tinggi wajah bagian atas (Na-Sto)


index wajah bagian atas = x 100
lebar wajah (Zy-zy)

(wanita = 53 ± 3, pria = 54 ± 3 )

Gambar 21.14 Index dagu-tinggi wajah

tinggi dagu (B’-Me)


Index dagu - tinggi wajah = x 100
tinggi wajah

(wanita = 22,5 ± 2, pria = 25 ± 2 )

280
Gambar 21.15 Index dagu

tinggi dagu (B’-Me)


Index dagu = x 100
lebar wajah (Zy-ZY)

(wanita = 22 ± 2, pria = 22 ± 2 )

Gambar 21.16 Index bibir atas

Panjang bibir atas (Sn-Sto)


Index bibir atas = x 100
lebar wajah (Zy-ZY)

(wanita = 22%, pria = 23% )

281
Gambar 21.17 Index tinggi anterior/ posterior mandibula

Index tinggi anterior / tinggi anterior mand (Sto-Me)


x 100
posterior mandibula = tinggi ramus post mand (Cd-Go)

(wanita = 81 ± 5, pria = 80 ± 7 )

Gambar 21.18 Index craniofacial

tinggi wajah (Na-Me)


Index craniofacial = x 100
tinggi craniofacial (V-Me)

(wanita = 49 ± 2, pria = 50 ± 3 )

282
Nilai analisa 3-D
Analisa 3D digunakan untuk evaluasi segala tipe wajah dan memonitor
perkembangan wajah pasien dalam jangka panjang. Analisa tiga dimensi berguna
dalam evaluasi semua bentuk wajah. Hal ini membantu memudahkan dokter dalam
mengidentifikasi harmoni wajah (Gb. 21.19) atau disproporsi. Semua struktur
wajah dapat dianalisa, termasuk anatomi yang tidak dapat dianalisa secara
radiografi. Sebuah analisa 3-D dengan demikian merupakan kuantifikasi akurat dari
kepala dan wajah. Hal ini dapat dihasilkan dalam waktu kurang dari 5 menit
sesering yang diperlukan tanpa risiko yang terkait dengan radiografi.

Gb. 21.19

Analisa tiga dimensi memiliki keunggulan dalam analisa wajah anak-anak


yaitu untuk memantauan pertumbuhan anak-anak dalam masa pertumbuhan (Gb.
21.20 dan 21.21).

283
Gb. 21.20

Gb. 21.21

Ketika melakukan analisa dentofacial, penting untuk mempertimbangkan


usia pasien dan atau potensial pertumbuhannya. Hal ini berguna untuk melakukan
proyeksi pertumbuhan jangka panjang. Ricketts, bersama-sama dengan Rocky

284
Mountain Data Services, mengembangkan radiografi, komputerisasi proyeksi
jangka panjang yang sangat akurat. Nilai sebenarnya dari proyeksi yang
memungkinkan dokter untuk memantau pertumbuhan aktual pasien dan
pengembangan dan membandingkannya dengan proyeksi. Kesimpulan yang tepat
dapat diambil dan diterapkan oleh ortodontik maupun ortopedi. Proyeksi jangka
panjang sangat berguna dalam analisa 3-D. Ini dapat dicetak atau dilihat dalam 2-
D, namun setiap titik atau garis bisa diukur dengan koordinat x, y, dan z.
Anatomi permukaan tulang dapat direkam untuk mendapatkan proyeksi
yang sesuai sehingga memudahkan dokter menganalisa. Meskipun pertumbuhan
dan perkembangan tidak dapat dipastikan dan tidak dapat 100% diprediksi,
pemantauan pertumbuhan sebelum, selama, dan setelah perawatan ortodontik tidak
bisa terlalu dilihat.
Analisa tiga dimensi memiliki nilai tertentu dalam perencanaan bedah
ortognatik (Gb. 21.22 dan 21.23). Data pasien yang didigitalkan dari tampilan
frontal, dan setiap titik digital dicatat dalam tiga garis. Z-koordinat tersebut
merupakan posisi titik di garis tengah wajah, atau bidang sagital. Y-koordinat
tersebut merupakan posisi titik dalam bidang vertikal. X-koordinat tersebut
merupakan posisi titik pada bidang anteroposterior. Data pasien demikian dicatat
dalam 3-D. Gambar, bagaimanapun akan ditampilkan pada layar komputer di 2-D
dan dapat digunakan untuk menunjukkan grafis perubahan wajah pasien yang dapat
terjadi setelah perawatan bedah.

Gb. 21.22

285
Selain itu, analisa 3-D memungkinkan analisa yang sangat lebih rinci
asimetri, yang dapat terjawab jika wajah pasien dianalisa hanya pada tampilan
lateral. Karena semua titik didigitalkan dicatat dalam tiga garis, asimetri mutlak
antara kiri dan sisi kanan wajah pasien secara langsung diukur dalam tiga bidang.
Analisa tiga dimensi memungkinkan evaluasi komponen penting untuk
estetika wajah, terutama jaringan lunak, karena denga 2D sefalometri tidak
memungkinkan (Gb. 21.25). Struktur jaringan lunak seperti mata, bibir, dan pipi
(menonjol zygomatic) dapat dengan mudah diukur.

Gb. 21.23

Gb. 21.25

286
Masa depan analisa 3-D
Studi tiga dimensi dari kepala, wajah, dan gigi adalah metode komprehensif
akurat dalam merekam, menjelaskan, dan menganalisa hubungan antara berbagai
komponen anatomi. Teknologi saat ini tersedia untuk merekam dalam tiga dimensi
masih relatif primitif dan memiliki keterbatasan. Sejauh analisa radiografi
sefalometrik adalah cara sempurna untuk mendapatkan data, demikian juga adalah
Digigraph. Gerakan kepala pasien selama proses digitalisasi dapat terjadi,
meskipun pemegang kepala dirancang untuk meminimalkan ini. Software dapat
mengidentifikasi gerakan kecil dan faktor koreksi dapat dibangun, tapi ini juga
merupakan sumber yang mungkin terdapat kesalahan. Radiografi masih diperlukan
karena jaringan keras tidak dapat divisualisasikan oleh digitalisasi.
Namun demikian, tetap Digigraph alat noninvasif yang mudah
dioperasikan. Beberapa 2-D dan 3-D analisa dapat secara bersamaan disimpan
secara elektronik, yang memungkinkan operator cepat pengambilan, perbandingan,
dan proyeksi. Sebuah 3-D analisa sefalometrik dapat menjadi alat yang berguna
untuk diagnosis dan pengobatan perencanaan rutin pasien. Seperti halnya analisa
numerik, hanya sebagai interpretasinya.
10 tahun ke depan pasti akan dihasilkan teknologi yang lebih lanjut yang
lebih sederhana dalam menganalisa 3-D kompleks kraniofasial. Data dan rata-rata
untuk segala usia dan kelompok masyarakat tetap harus diperoleh.

287

Anda mungkin juga menyukai