Anda di halaman 1dari 14

Analisis Sefalometri

Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah


FHP : MP, FHP : Gn, SN : MP, NS : Gn,
S GO : Me dan Occlusal Plane Angle

Oleh;
Admen Juandi Pasaribu
140600177

Pembimbing:
Erliera,drg.,Sp.Ort (K)

DEPARTEMEN ORTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2020
BAB 1

PENDAHULUAN

Pertumbuhan dan perkembangan wajah merupakan suatu hal rumit yang


berlangsung hingga usia belasan tahun. Pertumbuhan dan perkembangan wajah secara
langsung dapat memengaruhi hubungan skeletal antara maksila dan mandibula serta
posisi oklusal gigi seseorang. Hal ini dapat diubah atau dimodifikasi melalui
perawatan ortodonti.
Pertumbuhan wajah seseorang dapat dianalisa dengan menggunakan rontgen
foto, terkhusus sefalometri. Radiografi sefalometri adalah teknik radiografi khusus
yang berkaitan dengan pencitraan daerah kraniofasial untuk menilai hubungan
skeletal antar rahang pada tulang wajah serta posisi oklusal gigi.
Analisis sefalometri dilakukan dengan cara mengidentifikasi landmark
anatomi yang ditentukan pada film dan mengukur hubungan secara linier maupun
sudut antara tanda yang telah ditentukan. Penilaian numerik yang diperoleh mampu
memberi informasi terperinci tentang hubungan skeletal, dental dan jaringan lunak
dalam wilayah kraniofasial.
Radiografi sefalometri sangat dibutuhkan oleh seorang dokter gigi untuk
menegakkan diagnosa dan menentukan perawatan ortodonti yang akan dilakukan.
Sefalometri dapat memberikan penilaian terhadap keadaan dentofasial secara lebih
detail serta pertumbuhan dan perkembangan wajah seseorang. Makalah ini akan
membahas analisis sefalometri pertumbuhan dan perkembangan wajah.
BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Radiografi Sefalometri

Radiografi sefalometri adalah teknik radiografi khusus yang berkaitan dengan


pencitraan daerah kraniofasial untuk menilai hubungan skeletal antar rahang pada
tulang wajah serta posisi oklusal gigi.
Gambaran sefalometri pertama kali diperkenalkan padan tahun 1922 oleh
Pacini, kemudian pada tahun 1931 Holly Broadbent (Amerika) dan Hofrat (Jerman)
menemukan teknik sefalometri standard dengan menggunakan alat sinar –X dan
sefalosfat/sefalometer (pemegang kepala) untuk menganalisis pertumbuhan wajah
yang kemudian dikembangkan oleh Bolton, William Downs, Steiner, Tweed dan
2-4
lain-lain .

Menurut arah pengambilan, sefalometri terbagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Sefalometri antero-posterior

Sefalometri antero posterior atau bisa disebut juga sefalometri frontal


merupakan salah satu jenis sefalometri dimana bidang mid-sagital agar sejajar
dengan sinar-X dan berkas tegak lurus terhadap film.

2. Sefalometri Lateral
Sefalometri lateral merupakan jenis sefalometri dimana sumber sinar X terletak di
lateral dan film terletak di sisi berseberangan, bidang mid-sagital berorientasi tegak lurus
terhadap sinar-X dan sejajar dengan film. Sefalometri lateral sering digunakan untuk
menganalisa jaringan keras serta jaringan lunak dari wajah
2.2 Manfaat Sefalometri
Sefalometri memiliki beberapa manfaat, yaitu :

1. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial


2. Analisa kelainan kraniofasial
3. Mempelajari tipe fasial
4. Rencana perawatan ortodontik
5. Analisa Fungsional
6. Posisi dan arah erupsi gigi
7. Kelainan patologis
8. Ukuran dan morfologi jalan nafas
9. Evaluasi hasil perawatan
10. Penelitian

2.3 Teknik Pengambilan Gambar


Syarat yang harus diperhatikan saat membuat sefalogram adalah :
1. Pada proyeksi lateral, bidang sagittal kepala diarahkan ke pusat sinar tembus
2. Pada proyeksi postero-anterior/frontal, bagian belakang kepala diarahkan ke
pusat sinar tembus
3. Pasien duduk tegak dengan Frankfurt horizontal plane sejajar lantai , kedua
telinga setinggi ear root
4. Kepala difiksasi pada sefalometer/ear root, wajah sebelah kiri dekat dengan
kaset film
5. Pasien dan sinar tembus tidak boleh bergerak selama penyinaran,
diinstruksikan untuk menahan nafas saat penyinaran
6. Bidang mid sagittal pasien terletak 5 feet/152,4 cm dari pusat sinar tembus,
dan jarak bidang mid sagittal terhadap film 15 cm
7. Penyinaran sinar tembus dilakukan dengan tegangan antara 70-90 kvp, kuat
arus 10-15 mA, waktu 1-1,5 detik
Gambar 1 .Posisi pada saat pengambilan sefalogram

Gambar 2. Hasil Sefalometri Proyeksi lateral

2.4 Landmark Sefalometri


Landmark sefalometri adalah titik dalam kaitannya dengan tulang yang memungkinkan evaluasi
kuantitatif dari diskrepansi skeletal. Landmark sefalometri dapat berupa anataomi atau
konstruksi. Landmark yang dikonstruksi biasanya merupakan suatu titik perpotongan gari
singgung terhadap permukaan tulang. Landmark bisa diklasifikasikan secara luas menjadi
landmark jaringan keras dan landmark jaringan lunak.
2.4.1 Landmark Jaringan Keras
1. Basis Kranial
a) S, Sella turcica : titik tenggah sella turcica, ditentukan dengan inspeksi.
b) Ba, basion : titik paling bawah di anterior margin foramen magnum
c) Bo, titik Bolton : titik tertinggi dalam kelengkungan fossa retrocondylar ke atas

2. Nasomaksilari
a) Na, nasion : Persimpangan sutura internasal dengan sutura nasofrontal
b) A, Subspinal : Titik garis tengah terdalam pada premaxilla antara tulang belakang
hidung anterior dan prosthion (Downs).
c) ANS, anterior nasal spine: titik ini adalah ujung spinal nasal anterior
d) PNS, posterior nasal spine : ujung posterior tulang palatine di palatum keras
e) Or, orbitale : titik terendah di batas bawah tulang orbita
f) Ptm, fisura pterigomaksila : bayangan radiolusen menyerupai tetes air mata,
bagian anterior bayangan tersebut merupakan permukaan posterior dari tuber
maksila

3. Mandibula
a) B, Supramentale : titik psling belakang di dalamcekung antara infradentale dan
pogonion
b) Pog, Pogonion : Sebagian besar titik anterior dalam kontur dagu
c) Me, Menton : titik paling bawah pada symphyseal
d) Go, gonion : titik pada sudut rahang, paling inferior
e) Gn, gnation : titik paling rendah dalam kontur dagu
f) Co, kondilion : titik paling superior pada kondilus
g) Ar, Articular : titik perpotongan antara prosesus articularis mandibular dengan os
temporal
Gambar 3. Landmark Jaringan Keras

2.4.2 Landmark Jaringan Lunak


a) G, Glabella : titik paling menonjol pada bagian tengah sagittal dahi
b) Ns, nasion jaringan lunak : titik cekung terdalam dari jaringan lunak hidung
c) Pn, pronasal : titik hidung paling menonjol
d) Cm, columella point : titik paling anterior pada hidung
e) Sn, Subnasal : titik dimana septum hidung menyatu dengan bibir bagian atas
f) Sls, Superior labial sulcus : titik cekung terbesar di garis tengah bibir atas antara labrale
superiusdan subnasal
g) Ls, Labrale superius : suatu titik yang menunjukkan batas mukokutan pada bibir atas
h) Stms, stomion superius : titik terendah pada vermilion bibir atas
i) St, stomion : titik tengah antara stomion superius dan stomion inferius
j) Stmi, Stomion inferius : titing paling atas pada vermilion dari bibir atas
k) Li, Labrale inferius : titik yang menunjukkan batas mukokutan pada bibir bawah
l) Ils, Inferior labial sulcus : titik cekung terbesar di garis tengah bibir bawah antara labrale
m) Pg’, Pogonion jaringan lunak : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu
n) Ms, Menton jaringan lunak : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu
Gambar 4. Landmark jaringan lunak

2.5 Analisa Sefalometri Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah


A. Frankfort Horizontal Line : Mandibula Plane ( FHP : MP) (Analisis Downs)
Untuk menentukan hubungan antara bidang Frankfort dengan garis singgung batas bawah
mandibular (bidang mandibula) nilai normal sudut yang terbentuk 21,9° (17-28°) sudut
bidang mandbula yang besar terdapat pada kasus retrognasi atau prognasi mandibular
menandakan wajah “long face”

Gambar 5. Bidang FHP : MP


B. Frankfort Horizontal Line : Gnathion ( FHP : Gn) (Analisis Downs)
Merupakan sudut lancip yang dibentuk oleh pertemuan garis dari sella turcica ke gnathion,
dangan Frankfort horizontal plane, untuk mengetahui arah pertumbuhan wajah ke bawah, ke
depan. Nilai normal sudut yang terbentuk 59,4° (53-66°). Jika sudut yang terbentuk >66
dikatakan mandibular clockwise (pertumbuhan mandibular secara vertical), jika <53 dikatakan
mandibular counterclockwise (pertumbuhan mandibular secara horizontal.

Gambar 6. Bidang FHP : Gn

C. Sella Nasion : Mandibula Plane (SN : MP) (Analisis Steiner)


Bidang mandibula ditarik di antara gonion (Go) dan gnathion (Gn) dalam analisis
Steiner untuk menggambarkan hubungan vertical dari mandibular dengan dasar kranial
anterior. Sudut rata-rata antara Go– Gn dan SN adalah 32°±2. Sudut Y-axis yang kecil
dapat diinterpretasikan memiliki pola pertumbuhan mandibula arah horizontal yang
lebih besar dibandingkan dalam arah vertikal. Sebaliknya, peningkatan sudut Y-axis
menunjukkan kelebihan pertumbuhan dalam arah vertikal pada mandibula

Gambar 7. Bidang SN : MP

D. Nasion Sella: Gnathion ( NS : Gn) Y-Axis (Rakosi)


Sudut ini menentukan posisi mandibular terhadap skeletal sebagai pemeriksaan
tambahan. Ini memiliki nilai rata-rata 66°. Jika sudut lebih besar, mandibula berada
pada posisi posterior, dengan pertumbuhan dominan vertikal. Jika sudut lebih kecil,
mandibula berada pada posisi anterior dan pertumbuhan lebih dominan ke anterior.

Gambar 9. Bidang NS : Gn

E. Sella Gonion : Nasion Menton (SGo : NMe) (Analisis Jarabak)


Pengukuran sudut NSGn ditemukan oleh Jarabak, yaitu sudut yang dibentuk oleh basis
kranii anterior (SN) dengan garis yang ditarik dari sella tursika ke gnation (Gambar 10).
Sudut ini disebut juga dengan Y-axis. Rasio PFH/AFH (S:Go/N:Me) diperkenalkan oleh
Jarabak pada tahun 1972 yang dikenal sebagai rasio Jarabak. Rasio ini digunakan sebagai
penentu arah pertumbuhan wajah pasien. Nilai rata – rata dari ratio ini adalah 62 – 65%.
Jika rasio yang diperoleh lebih kecil dari 62% mengindikasikan pola pertumbuhan
cenderung ke arah vertikal dan memiliki nilai tinggi wajah posterior yang kecil.
Sebaliknya, jika rasio lebih besar dari 65% maka mengindikasikan pola pertumbuhan
lebih ke arah horizontal dan memiliki nilai tinggi wajah posterior yang besar.
Gambar 10. Bidang SGo : NMe

F. Oclusal Plane
I. Analisis Steiner
Bidang oklusal dibentuk melalui daerah gigi premolar dan molar yang
tumpang tindih. Bidang oklusal ke SN menunjukkan kecenderungan bidang
oklusal ke SN. Nilai rata-rata adalah 14°±8°. Angulasi meningkat pada wajah
panjang atau individu dengan pola pertumbuhan secara vertikal dan juga kasus
skeletal dengan open bite. Angulasi yang rendah pada individu yang tumbuh
secara horizontal atau dengan kasus skeletal deep bite.

Gambar 11. Bidang Nasion-Sella turcica-ocllusal plane


II. Analisis Down
Down awalnya mendefinisikannya sebagai garis yang membagi tumpang tindih
dari gigi molar pertama dan insisal. Kasus di mana gigi anterior sangat malposisi,
Down merekomendasikan untuk menggambar oklusal plane melalui daerah
tumpang tindih gigi premolar pertama dengan gigi molar pertama, dengan
mengukur kemiringan bidang oklusal ke bidang Horizontal Frankfort. Saat bagian
anterior lebih rendah dari posterior, sudut yang dibentuk akan menjadi besar.
Sudut yang besar ditemukan pada Pola wajah kelas II. Ramus mandibula yang
panjang juga cenderung menurunkan sudut ini. Nilai rata-rata adalah 9.3 ° (1.5° -
14 °)
.

Gambar 11. Bidang Orbitale-Porion-ocllusal plane


DAFTAR PUSTAKA

1. Cobourne TM, Dibiase TA. Handbook of Orthodontics. Philadelphia: Mosby


Elseiver, 2010.
2. Premkumar, Sridhar. (2015). Textbook of Orthodontics. India: Red Elsevier
2015.
3. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM. Contemporary Orthodontics. 5th ed. St.
Louis: Mosby Elsevier, 2007.
4. Jacobson A, Jacobson RL: Radiographic Cephalometry: From Basics to 3D
Imaging (ed 2). New Malden, England, Quintessence Publishing, 2006

5. Gill DS. Orthodontics at a Glance. 1st ed.: Philadelphia, US: Wiley-Blackwell;


2008:1–14
6. Athanasiou AE (ed). Orthodontic Cephalometry. London: Mosby-Wolfe
Verlag; 1995
7. Ahsan, Ali & Yamaki, Masaki & Hossain, Zakir & Saito, Isao. Craniofacial
cephalometric analysis of Bangladeshi and Japanese adults with normal
occlusion and balanced faces: A comparative study. Journal of orthodontic
science(2013). 2. 10.4103/2278-0203.110327.
8. Ahmed M, Shaikh A, Fida M. Diagnostic performance of various
cephalometric parameters for the assessment of vertical growth pattern. Dental
Press J Orthod. 2016 Aug;21(4):41-9
9. Kuramae M, Magnani MB, Boeck EM, Lucato AS. Jarabak’s cephalometric
analysis of brazilian black patients. Braz Dent J. 2007;18:258–62.
10. Rakosi, T. An Atlas and Manual of Cephalometric Radiography. Wolfe
Medical Publications, Munich, (1982).
11. Singh G, Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New delhi : Jaypee Brothers
Medical Publisher.2010.

Anda mungkin juga menyukai