Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penampilan fisik merupakan aspek yang penting dalam menimbulkan
kepercayaan diri seseorang, termasuk susunan gigi yang rapi. Gigi dengan
susunan yang rapi dan senyum yang menawan akan memberikan pengaruh
yang positif pada setiap tingkat sosial. Banyak masyarakat melakukan
perawatan ortodontik untuk memperbaiki penampilan dan estetik sehingga
meningkatkan kepercayaan diri. Selain itu hal yang perlu dipikirkan manusia
juga tidak hanya ingin terlihat menarik tetapi juga ingin sehat (Triwardhani,
2001).
Maloklusi memiliki pengaruh yang tinggi terhadap kualitas hidup
seseorang. Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan rahang bawah
yang menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang
normal. Maloklusi disebabkan oleh beberapa faktor atau multifaktor. Faktor
utama terjadinya maloklusi tidak adanya keseimbangan dento-fasial, yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi seperti, keturunan,
lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, konstitusional, fungsional, dan
keadaan patologis. Prevalensi maloklusi di Indonesia mencapai 80% dan
menduduki urutan ketiga setelah karies dan penyakit periodontal (Dewanto,
2004). Seiring dengan pengetahuan masyarakat dan keinginan untuk
memperbaiki kualitas hidup, maka permintaan kebutuhan ortodonti di
kalangan masyarakat meningkat. Sebelum melakukan tindakan ortodontik,
diperlukan seperangkat data yang lengkap tentang keadaan pasien dari hasil
pemeriksaan. Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian
dilakukan analisis dengan berbagai macam metode yaitu analisis umum, lokal,
fungsional, model dan sefalometri, setelah itu baru dapat ditetapkan diagnosis,
etiologi maloklusi, perencanaan perawatan, macam dan desain alat yang akan


2

dipergunakan selama perawatan serta memperkirakan prognosis pasien akibat
perawatan yang dilakukan (Rahardjo, 2011).
Diagnosis dibidang ortodonti merupakan interpretasi data klinis untuk
menetapkan ada tidaknya anomali atau maloklusi. Diagnosis merupakan suatu
langkah dalam bidang ortodonti sebelum merencanakan perawatan ortodonti.
Keberhasilan suatu perawatan ortodonti tergantung pada diagnosis dan
rencana perawatan yang tepat. Ukuran dan bentuk lengkung gigi rahang
bawah merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam diagnosis dan rencana
perawatan. Salah satu syarat utama dalam menentukan diagnosis dan rencana
perawatan ortopedi dentofasial adalah susunan gigi pada lengkung rahang
bawah, karena lengkung gigi rahang bawah merupakan faktor yang sangat
berpengaruh dalam mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonti
(Budiraharjo dan Pradopo, 2002).
Perawatan ortodonti mencakup perawatan terhadap gigi dan skeletal
wajah. Pertumbuhan dan perkembangan wajah merupakan pertimbangan
penting untuk melakukan perawatan ortodonti, merencanakan proporsi normal
wajah dan pengaruhnya terhadap kesehatan, manusia tidak hanya ingin
terlihat menarik tetapi juga sehat (Triwardhani, 2001).









3

BAB II
ISI
A. Skenario
Briana 15 tahun dating ke RSGMP Unsoed dengan keluhan gigi depan
yang berjejal. Hasil pemeriksaan ekstraoral terlihat bibir yang kompeten dan
terlihat open bite anterior. Berikut haril pemeriksaan intraoral :
Over bite gigi 11 41 = 0 mm , gigi 21 31 = 2 mm, gigi 12 42 =
-2 mm, gigi 22 32 = 0 mm
Overjet gigi 11 41 =0 mm, gigi 21 31 = 0,5 mm , gigi 12 42 =
2 mm , gigi 22 32 = 0 mm
Pergeseran midline ke kiri sebanyak 2 mm
B. Analisa Kasus
Berdasarkan kasus dalam skenario didapatkan hasil bahwa pasien
memiliki kelaianan maloklusi dental displasia. Hal ini karena pada gambar
jelas terlihat gigi anterior pasien berjejal namun ukuran rahang atas dan
bawah terlihat normal. Menurut Sulandjari (2008) maloklusi dental dysplasia
merupakan maloklusi yang hanya melibatkan dental yaitu hanya melibatkan
satu gigi atau lebih yang berada dalam satu atau dua lengkung rahang dan
memiliki hubungan yang abnormal satu sama lain. Hubungan rahang atas dan
rahang bawah, keseimbangan muka, fungsi, perkembangan muka dan skeletal
dalam keadaan baik dan normal. Contoh dari kelainan ini yaitu terdapatnya
kekurangan tempat gigi dalam lengkung yang biasanya disebabkan oleh
premature loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besar yang dapat
menyebabkan linguoversi, labioversi dan malposisi lainnya.
Profil muka pasien yang tampak di foto ekstraoral terlihat cembung
jika diamati dari sisi depan dan lateral. Menurut Rahardjo (2011) profil wajah
yang cembung dikarenakan rahang atas lebih ke anterior atau pada rahang
bawah yang lebih ke posterior. Rahang atas lebih ke anterior di sebebkan


4

beberapa gigi yang labioversi. Tipe wajah pasien jika diamati yaitu
mesoprosop. Mesoprosop merupakan tipe wajah dengan muka yang sedang
dan tipe wajah tersebut memiliki bentuk kepala mesosefalik (Rahardjo, 2011).
Dilihat dari foto gigi geligi pasien yang ada di scenario maka pasien
dapat dikatakan maloklusi kelas 1 tipe 1 dan 3 menurut klasifikasi Angel. Hal
ini karena relasi molar pertama pasien termasuk dalam maloklusi Angel kelas
1. Dikatakan tipe 1 karena pada gigi anterior jelas terlihat gigi yang berjejal
atau crowded dan dikatakan kelas 3 karena pada gigi posterior terjadi gigitan
silang namun tidak terlalu parah. Menurut Bhalaji (2006) klasifikasi Angel
kelas 1 terdapat beberapa ciri yaitu hubungan mandibular dan maksila normal
dengan tanda-tanda Cups mesiobukal gigi molar pertama rahang atas terletak
di bukal groove gigi molar pertama rahang bawah, gigi caninus atas terletak
pada embrasure gigi caninus bawah dan premolar 1 bawah. Maloklusi kelas 1
Angel terbagi menjadi 5 tipe, diantaranya.
1. Tipe 1 : terjadi crowding anterior atau kaninus lebih kearah labiar
atau ektopik
2. Tipe 2 : Gigi anterior pada maksila nambak labioversi atau
protrusi.
3. Tipe 3 : Terdapat Crossbite anterior karena inklinasi gigi atas ke
palatine.
4. Tipe 4 : Crossbite gigi posterior
5. Tipe 5 : Gigi posterior mengalami mesial drifting.

Berikut beberapa malposisi yang terjadi pada gigi anterior pasien.
17 - 37 -
16 - 36 -
15 - 35 -
14 - 34 -


5

13 labioversi atau ektopik 33 -
12 palatoversi 32 -
11 Mesio torsoversi 31 Labioversi
21 Labioversi 41 -
22 Palatoversi 42 -
23 Labioversi atau ektopik 43 -
24 - 44 -
25 - 45 -
26 - 46 -
27 - 47 -

Rencana perawatan yang dilakukan berdasarkan foto dalam scenario
antara lain ekstrasi dan pembuatan alat cekat untuk memperbaiki hubungan
rahangnya. Ekstrasi merupakan pencabutan gigi permanen. Pencabutan gigi
permanen dilakukan apabila diskrepansi total menunjukan kekurangan tempat
lebih dari 8 mm. Pemilihan gigi yang akan dicabut harus dengan
pertimbangan khusus karena menyangkut semua aspek pada perawatan
ortodontik. Gigi yang perlu dicabut jika kasus yang terjadi pada skenario
adalah premolar pertama. Premolar pertama dapat dicabut dengan
pertimbangan karena gigi ini terletak dekat pada bagian tengah setiap kuadran
lengkung gigi. Faktor lain yaitu gigi ini bias digantikan dengan premolar
kedua karena bentuk anatomisnya sama dan membentuk hubungan kontok
yang sama dengan kaninus. Oleh karena itu dicabutnya gigi premolar kedua
tidak begitu dipermasalahkan.




6

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa kasus tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
pasien didiagnosa mengalami maloklusi dental dysplasia dengan
klasifikasi Angel kelas 1 tipe 1 dan tipe 3 yaitu terdapat crowding anterior
dan crossbite posterior. Profil wajah yang dimiliki pasien yaitu cembung
dengan tipe wajahnya mesoprosop dengan bentuk kepala mesofalik. Pada
gigi anterior ditemui beberapa gigi yang malposisi antara lain labioversi,
palatoversi, ektopik, dan lain sebagainya. Rencana perawatan yang
dianjurkan yaitu ekstrasi dan pemasangan alat cekat.
B. Saran
1. Saran yang dapat saya berikan kepada masyarakat ialah diharapkan
masyarakat dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan
baik dan menghindari kebiasaan buruh yang dapat mengakibatkan
maloklus.
2. Saran yang dapat saya berikan kepada dokter gigi yaitu sebagai
dokter gigi harus menegakkan diagnose yang tepat agar kelak
perawatan ortodontik dapat diberikan tanpa harus merugikan pihak
siapapun.








7


DAFTAR PUSTAKA

Bhalaji S. I.,. Orthodontics The Art and Science. New Delhi: Arya (MEDI)
Publishing House. 2006. P.69-78.

Budiraharjo, R, Pradopo, S, 2002, Ukuran mesiodistal gigi anak usia 12 tahun
populasi Jawa dan Madura di Kabupaten Jember, Jurnal PDGI, Vol 1 : 490.
Dewanto, H, 2004, Aspek Aspek Epidemiologi Maloklusi, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Rahardjo, P, 2011, Diagnosis Ortodontik, UNAIR Press, Surabaya.
Sulandjari, JCP. H., 2008, Buku Ajar Ortodonsi I KGO I, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Triwardhani, A, 2001, Mengukur ketidakharmonisan antara jumlah lebar mesio-distal
gigi dengan lengkung rahang, Majalah ortodontik, Vol 1 : 25-8.

Anda mungkin juga menyukai