Anda di halaman 1dari 13

PERUBAHAN KONVEKSITAS SKELETAL WAJAH PADA PASIEN

DEWASA DENGAN KASUS BIMAKSILER PROTRUSI


PASCA RETRAKSI GIGI ANTERIOR

Yegar Sahaduta Sinulingga*, Armida Hanum Siregar**,


Idamawati Nababan
Departemen Keehatan Gigi Mayarakat
Universita Prima Indonesia
Fakultas Kedokteran Gigi
Email : Fkg@unprimdn.ac.id

ABSTRAK

Salah satu tujuan perawatan ortodonti ialah untuk mengoreksi maloklusi


sehingga diperoleh oklusi yang sehat, baik secara fungsional maupun estetis.
Salah satu kelainan yang sering ditemui pada ras kulit hitam dan Asia pada
umumnya adalah bimaksiler protrusi, dimana pada umumnya pasien dengan
kelainan bimaksiler protrusi akan cenderung memiliki profil wajah yang cembung
dan disebabkan oleh maksila dan mandibula yang prognasi. Melalui radiografi
sefalometri dapat dilakukan evaluasi dari hasil perawatan ortodonti salah satunya
untuk melihat perubahan konveksitas skeletal wajah sebelum dan setelah
perawatan ortodonti. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perubahan konveksitas
skeletal wajah yang ditentukan berdasarkan parameter angle of convexity menurut
Down (sudut NAPog) dengan pencabutan empat premolar pertama di praktek
swasta ortodontist daerah Medan untuk melihat pengaruh retraksi gigi anterior
terhadap perubahan profil wajah. Penelitian ini dilakukan dipraktek swasta
ortodontist Setia Budi dan Ring Road. Penelitian dilakukan mulai bulan
November 2017 sampai April 2018. Subjek penelitian terdiri dari 16 sampel
dengan maloklusi Klas I bimaksiler protrusi, usia diatas 18 tahun. Data diperoleh
dengan cara penapakan sefalogram lateral sebelum perawatan dan setelah selesai
retraksi gigi anterior. Hasil pengukuran diolah secara statistik dan dilakukan uji-t
berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan ada perubahan konveksitas skeletal
wajah dan secara statistik bermakna dengan nilai 1,062°±1,299° (p=0,05)
berdasarkan parameter konveksitas skeletal wajah.

Kata Kunci: Konveksitas Skeletal, Bimaksiler Protrusi, Retraksi Gigi Anterior.

ABSTRACT

One of the purpose of orthodontic treatment is to correct malocclusion


so that healthy occlusion is obtained, both functionally and aesthetically. One of
the disorders that is often found in black and Asian races in general is protrusion
bimaxillary, where in general patients with protrusion bimaxillary disorders will
tend to have a convex facial profile and are caused by the maxilla and mandibular
prognosis. Through cephalometric radiographs, evaluation of orthodontic
treatment results can be done, one of which is to see changes in facial skeletal
convection before and after orthodontic treatment. This study aims to look at
changes in facial skeletal convexity determined by angle of convexity parameters
according to Down (angle NAPog) with the extraction of four first premolars in
the orthodontist private practice in Medan to see the effect of anterior tooth
retraction on changes in facial profile. This research was carried out practiced by
Setia Budi orthodontists and Ring Road. The study was conducted from November
2017 to April 2018. The study subjects consisted of 16 samples with Class I
malocclusion protrusion bimaxillary, aged over 18 years. Data were obtained by
applying lateral cephalogram before treatment and after completion of retraction
of the anterior teeth. Measurement results are processed statistically and paired t-
tests are carried out. The results showed that there was a change in facial skeletal
convection and was statistically significant with a value of 1,062 ° ± 1,299 ° (p =
0,05) based on the parameters of facial skeletal convexity.

Keywords: Skeletal Convection, Bimaxillary Protrusion, Anterior Teeth


Retraction

PENDAHULUAN
Latar belakang
Perawatan ortodonti adalah salah satu jenis perawatan yang dilakukan di
bidang kedokteran gigi bertujuan untuk mendapatkan penampilan dentofasial
yang menyenangkan secara estetika yaitu dengan mengoreksi susunan gigi yang
berjejal, mengoreksi penyimpangan rotasional dan apikal dari gigi geligi,
mengoreksi hubungan antar insisal serta membentuk hubungan oklusi yang baik.
Perawatan ortodonti dilakukan dengan alat ortodonti, baik alat lepasan atau alat
cekat, untuk menggerakkan gigi dan mengembalikan posisi gigi yang
menyimpang ke posisi yang baik sesuai oklusinya (Nanda, 2005; Gaber et.al,
2005).
Pada era modern ini, tuntutan kebutuhan akan perawatan ortodonti
semakin meningkat. Kepopuleran ortodonti ditengah masyarakat membuat
perawatan ortodonti tidak lagi hanya sebagai solusi dalam memperbaiki posisi
susunan gigi geligi namun juga sebagai salah satu upaya seseorang untuk terlihat
menarik (Williams, 2012). Memulai perawatan sedini mungkin menyebabkan
anak-anak terhindar dari perawatan ortodonti dan ortopedi yang lebih kompleks.
Mereka dapat terhindar dari pengorbanan gigi permanen atau menjalani bedah
rahang. Perawatan ortodonti yang sedini mungkin biasanya dilakukan pada masa
akhir periode gigi desidui dan permulaan masa gigi bercampur (Mokhtar, 1998).
Berdasarkan setyonegoro, seseorang dengan usia diatas 18 tahun
dikategorikan sebagai usia dewasa muda. Sedangkan menurut WHO, fase dewasa
muda adalah usia diatas 19 tahun (Muhith, 2016).
Dalam perawatan ortodonti motivasi pasien yang paling utama adalah
adanya perbaikan pada estetika wajah dan susunan gigi-geligi. Penilaian terhadap
adanya perbaikan estetika wajah akibat perawatan ortodonti masih menjadi
perdebatan yang menarik dikalangan ortodontis karena banyaknya aspek yang
menjadi ukuran dalam penilaian estetika wajah. Tidak ada ukuran yang bisa
secara pasti menyatakan estetika wajah, tapi setidaknya analisa sefalometri bisa
membantu dalam menentukan ideal tidaknya profil wajah (Peck dan Peck, 1970).
Adanya pandangan masyarakat terhadap maloklusi gigi yang
menimbulkan gangguan estetis sehingga pasien memilih perawatan ortodonti
untuk mengurangi kecembungan wajah. Protrusif gigi anterior maksila dan
mandibula merupakan anomali yang sangat umum menimbulkan gangguan
estetis. Maloklusi hubungan maksila dan mandibula terletak lebih ke depan dan
menunjukan hubungan yang tidak normal terhadap tulang basal dari anatomi
kranium. Karakteristik bimaksiler protrusi yaitu adanya gigi-gigi yang protrusif
pada kedua rahang dan adanya kecembungan bibir dan bentuk wajah. Perawatan
ortodonti pada bimaksiler protrusi bertujuan untuk mengurangi kecembungan
pada sepertiga wajah bagian bawah, dan penuhnya bibir pada saat retraksi gigi
anterior. Kondisi ini sering dijumpai pada populasi etnis Afrika-Amerika dan juga
etnis Asia (Prima et.al, 2010; Huang, 2005).
Perubahan profil jaringan lunak akibat perawatan ortodonti diharapkan
dapat menghasilkan profil yang lebih baik pada akhir perawatan. Posisi insisivus
merupakan salah satu kunci perawatan ortodonti untuk mendapatkan posisi
jaringan lunak seimbang khususnya daerah bibir. Terdapat keseragaman
pemikiran bahwa perawatan ortodonti dapat mempengaruhi profil jaringan lunak,
akan tetapi belum ada kesamaan mengenai seberapa banyak perubahan profil yang
mengikuti retraksi gigi anterior (Agha et.al, 2011; Ghany, 2008).
Maloklusi Angle klas I dengan bimaksiler protrusi merupakan maloklusi
yang paling sering dijumpai. Perawatan pada kasus ini bertujuan untuk
mengurangi kecembungan wajah dengan meretraksi gigi anterior atas maupun
bawah, mengoreksi midline rahang atas dan bawah. Kurangnya ruang dalam
melakukan perawatan sehingga dokter gigi cenderung mengindikasikan pasien
untuk dilakukan pencabutan empat premolar pertama dengan tujuan untuk
menyediakan ruang bagi gigi anterior yang akan diretraksi (Hardjono, 2013).
Perawatan pada bimaksiler protrusi adalah perawatan dengan
menggunakan alat ortodonti cekat yang disertai tindakan ekstraksi empat gigi
premolar. Pencabutan empat gigi premolar pertama dalam kasus ini adalah untuk
mendapatkan ruangan untuk retraksi gigi-gigi anterior rahang atas dan rahang
bawah. Alasan dilakukan pencabutan gigi premolar pada kasus protrusi bimaksiler
adalah posisi gigi premolar yang paling menguntungkan, yaitu terletak diantara
segmen anterior dan posterior Shearn, 2000).
Gambaran morfologi dari bimaksiler protrusi pada populasi kaukasia
ditandai dengan basis kranial posterior yang lebih pendek, maksila yang prognasi,
klas II skeletal ringan, dengan profil jaringan lunak prokumbensi dengan bibir
yang pendek. Moyers (1988) menyatakan bahwa bimaksiler protrusi atau
bimaxillary dental protrusion adalah suatu maloklusi yang cenderung terjadi
dalam satu keluarga dimana gigi-gigi insisivus atas dan bawah protrusif, keadaan
ini timbul akibat gigi-gigi pada kedua rahang bergerak ke mesial, hal ini terjadi
akibat ukuran materi gigi yang lebih besar dari normal sementara ukuran basal
normal atau lebih kecil (Keating, 2005).
Harris (1999) menyatakan bahwa konveksitas muka berkurang setelah
retraksi gigi anterior dengan perubahan nilai yang signifikan dengan perubahan
nilai sudut rata-rata NAPog 0,99°±1,88° (p<0,001) dengan jumlah sampel
sebanyak 36 orang. Hal ini juga didukung oleh Bascifti (2004) yang meneliti 58
sampel untuk melihat perubahan konveksitas skeletal yang dilihat dari jarak A-
Npog terjadi perubahan dari sebelum mendapat perawatan 3,13±2,42 mm menjadi
2,71±2,47 mm (p<0,001) bermakna.
Sedangkan Kasai (1998) dan Muslim (2003) menyatakan bahwa hasil
statistik tidak bermakna pada perubahan sudut konveksitas setelah perawatan
dimana Kasai (1998) melaporkan bahwa terjadi perubahan sudut konveksitas
setelah perawatan dengan jumlah sampel sebanyak 32 orang dan rata-rata usia
20,1 tahun dengan rata-rata nilai 0,2° ± 1,2° tetapi tidak bermakna dan Muslim
(2003) menyatakan perubahan nilai konveksitas skeletal wajah sebelum perawatan
3,76±2,19 mm menjadi 6,12±7,06 mm dengan rata-rata perubahan konveksitas
skeletal jarak A-Npog -2,34±7,15 mm dengan daerah penerimaan (p>0,05) rata-
rata usia sampel 19,1 tahun dengan rentang usia 16 sampai dengan 19 tahun.
Sefalogram lateral berperan penting dalam melakukan analisis
pertumbuhan dan menegakkan diagnosis untuk rencana perawatan. Sefalogram
lateral juga dapat menjadi panduan pada tahap rencana perawatan untuk
mendeteksi posisi ideal dan kemajuan perawatan. Sefalogram lateral dapat
mendeteksi titik-titik referensi yang akan menghasilkan sudut, garis dan bidang.
Titik Pogonion adalah titik terdepan mandibula. Perubahan posisi titik pogonion
bisa diamati pada gambaran sefalogram lateral. Perubahan posisi titik ini bisa
terjadi karena pertumbuhan atau karena hasil perawatan ortodonti. Besarnya sudut
konveksitas dipengaruhi oleh perubahan posisi titik pogonion (Fletcher, 1981;
Bishara, 2001; Kusnoto, 1977; Jacobson et.al, 1995).

BAHAN DAN METODE


Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan adalah sefalogram lateral 8x10 inci, kertas asetat 8x10
inci, tebal 0.0003 inci. Alat yang digunakan adalah Tracing box, pensil 2B, busur,
penggaris, penghapus pensil.
.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan
metode cohort,. Sampel penelitian ini berjumlah 16 orang.

Cara Kerja
Sampel didapat dari data rekam medis pasien yang sudah selesai dilakukan
perawatan ortodonti. Sefalogram lateral sebelum dan sesudah perawatan ortodonti
dari masing-masing sampel diseleksi kejelasan titik-titik referensinya. Penapakan
sefalogram dilakukan oleh peneliti dengan meletakkan kertas asetat diatas
sefalogram kemudian tracing di atas tracing box dengan pensil 2B. Pengukuran
besar sudut N (nasion), A (Sub spinal), dan Pog (pogonion).
Nasion (N): perpotongan bidang sagital dengan sutura frontonasalis, merupakan
pertemuan kranium dan wajah. Titik (A) adalah titik tengah paling posterior dan
paling cekung atau titik paling inferior pada prosessus alveolar diantara kedua
insisivus maksila. Pogonion (Pog): titik paling anterior pada jaringan keras
mandibula.

HASIL
Hasil penelitian yang dilaksanakan di dipraktek swasta ortodontis Setia
Budi dan Ring road dengan orthodontist yang berbeda.

Tabel 1. Data Usia Pasien Yang Menjalani Perawatan Ortodonti

Usia Jumlah Persen Tabel tersebut menunjukkan jika


umur mayoritas pasien yang
menjalani retraksi adalah pada
18-22 tahun 8 50
kelompok umur 18-22 tahun yaitu
22-26 tahun 6 37,5
sebanyak 8 orang (50 persen).
26-30 tahun 2 12,5 Sementara itu pada kelompok umur
Total 16 100 22-26 tahun ada sebanyak 6 orang
(37,5 persen) dan kelompok umur
26-30 tahun terdapat sebanyak 2
orang(12,5 persen)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persen Tabel 2 memperlihatkan bahwa


Pria 5 31,25 pasien yang menjalani retraksi
Wanita 11 68,75 sebagian besar adalah wanita, yaitu
sebanyak 11 orang (68,75 persen).
Total 16 100 Pasien pria hanya sebanyak 5 orang
(31,25 persen).

Tabel 3. Uji Normalitas Data NaPog Sebelum dan Sesudah Retraksi

Variable Nilai p Variable Nilai p


NAPog NAPog
NaPog Sebelum 6 0,750 NaPog Setelah 4 0,938
retraksi retraksi
8 9
9 8
7 5
10 10
4 4
8 7
7 8
2 0
15 14
15 13
11 12
6 5
12 10
11 9
6 3

Berdasarkan uji shaphiro-wilk normalitas shapiro-wilk NaPog


didapatkan bahwa data NaPog sebelum retraksi dan NaPog setelah
sebelum retraksi dan NaPog setelah retraksi dapat dilihat pada Tabel 4.3
retraksi terdistribusi normal
(p>0,05). Data dari hasil uji

Tabel 4. Data Univariat NAPog Sebelum dan Sesudah Retraksi

No NAPog NAPog
Sebelum Sesudah Retraksi(º)
Retraksi(°)
N1 6 4
N2 8 9
N3 9 8
N4 7 5
N5 10 10
N6 4 4
N7 8 7
N8 7 8
N9 2 0
N10 15 14
N11 15 13
N12 11 12
N13 6 5
N14 12 10
N15 11 9
N16 6 3
Gambaran data NAPog pasien merupakan sampel dari praktek
sebelum dan sesudah menjalani swasta Ring Road dan sampel 10
retraksi tersaji dalam tabel 4.4 sampai 16 merupakan sampel dari
dibawah ini. Sampel 1 sampai 9 praktek swasta Setia Budi.
Tabel 5. Nilai Rata-Rata Sudut NAPog sebelum dan setelah perawatan
ortodonti

Rata-Rata
Sudut Sudut
p Tabel di bawah menunjukkan hasil
NAPog NAPog(°)
perhitungan statistik deskriptif nilai
(X̅ ± SD)
NAPog pada pasien. Sebelum
8,5625 ± menjalani retraksi, nilai mean
Sebelum
3,63261 NAPog adalah sebesar 8,562 dengan
7,5000 ± SD 3,632.
Setelah 3,86437 Sesudah menjalani retraksi,
Perubahan 1,0625 ± 0,005* nilai mean NAPog menurun menjadi
rata-rata 1,29938 7,500 dengan SD sebesar 3,864.
NAPog
4

PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya perubahan konveksitas
skeletal wajah setelah perawatan ortodonti, dan mengevaluasi perubahan
konveksitas skeletal wajah perawatan ortodonti yang dimaksud adalah perawatan
maloklusi bimaksiler protrusi dengan pencabutan ke empat premolar pertama
dengan retraksi gigi anterior.
Konveksitas skeletal wajah pada penelitian ini ditentukan berdasarkan
parameter besar sudut NAPog sebagaimana lazim dilakukan pada analisis
sefalometri untuk diagnosa dalam suatu perawatan ortodonti.
Pada penelitian ini pengukuran dilakukan pada 16 pasang atau 32 buah
sefalogram lateral pasien sebelum dan sesuudah perawatan dengan kelainan
bimaksiler protrusi. Data penelitian diambil dari rekam medis pasien yang selesai
perawatan ortodonti pada tahun 2017 dan 2018 di dua Praktek Swasta Dokter Gigi
Spesialis Ortodonti kota Medan dengan operator yang berbeda dan tidak
dijelaskan teknik retraksi seperti apa yg di lakukan serta jenis piranti maupun jenis
alat ortodonti apa yang di telah dipakai pasien.
Hasil penelitian menunjukan bahwa besaran sudut NAPog mengalami
perubahan setelah perawatan ortodonti dengan pencabutan empat premolar
pertama dengan uji t berpasangan pada besaran sudut NAPog tersebut,uji t-hitung
berada pada daerah penerimaan dengan p<0,05. Hal ini menunjukan bahwa
perubahan konveksitas skeletal wajah berdasarkan parameter sudut NAPog
setelah perawatan ortodonti menunjukkan hasil bermakna.
Berdasarkan tabel 4.4 dapat kita lihat bahwa sebagian besar sampel
penelitian mengalami penurunan besar sudut NAPog dengan jumlah sampel
sebanyak 11 sampel. Sedangkan 2 sampel dengan nilai NAPog tetap dan 3 sampel
dengan nilai NaPog mengalami kenaikan nilai NAPog. Dari praktek swasta
ortodonti daerah Ring Road dapat terlihat pada tabel ada 2 pasien mengalami
kenaikan nilai NAPog dan 1 pasien nilai NAPog tetap. Sedangkan dari praktek
ortodontist swasta setiabudi dapat terlihat sudut NAPog pasien mengalami
kenaikan nilai NAPog ada satu pasien. Dua tempat pengambilan sampel dengan
operator yang berbeda, dan tidak dijelaskan teknik retraksi seperti apa yg telah
dilakukan oleh operator kepada pasien.
Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa perawatan ortodonti dengan
pencabutan empat premolar pertama terjadi perubahan kecembungan wajah
dengan menggunakan metode Ricketts namun secara statistik tidak bermakna
dengan perubahan nilai A-NPog rata-rata 0,512±2,988 mm. Sebelum dilakukan
retraksi, rata-rata jarak A-NPog adalah 3.472±2.173 mm. Setelah dilakukan
retraksi terjadi penurunan nilai jarak A-Npog dengan nilai 3.984 ± 3.317 mm. Hal
mungkin disebabkan oleh usia kelompok sampel dimana pada penelitian ini usia
sampel diatas 16 tahun (Martha, 2010). Dalam penelitiannya Martha tidak
menjelaskan teknik retraksi apa yg digunakan oleh operator, namun hal ini juga
didukung oleh penelitian Tahereh et.al, dimana Tahereh meneliti perbandingan
perubahan mandibula setelah perawatan orthodonti dengan dan tanpa pencabutan
empat premolar satu pada pasien bimaksiler protrusi dengan rata-rata usia sampel
5

16,38±0,4 tahun dengan hasil yang tidak bermakna 0,19±2,59° (Tahereh et.al,
2016).
Down menggunakan titik A sebagai referensi untuk mengukur
kecembungan wajah dari besar sudut yang dibentuk terhadap N-Pog. Titik A
terletak pada cekung terdalam spina nasalis anterior dekat dengan apeks gigi
insisivus sehingga apabila ada perubahan akan berpengaruh pada posisi titik A.
Utari et.al meneliti perubahan titik A dimana titik A mendiskripsikan
besarnya remodeling tulang korteks labial dengan melihat perubahan apeks
insisivus untuk melihat perubahan apeks insisivus pada pasien dengan kelainan
maloklusi klas I Angle dengan jumlah sampel sebanyak 22 orang dengan rentang
usia 18-30 tahun dan menggunakan teknik retraksi Begg. Hasil dari penelitian
tersebut adalah rata-rata perubahan titik A adalah 1,37 mm dan rata-rata
perubahan apeks insisivus maksila adalah 2,65 mm (rasio 1:1,93) (Utari et.al,
2007).
Dasar perawatan ortodonti adalah pemberian tekanan yang tepat yang
dapat menggerakkan gigi tanpa mengakibatkan kerusakan pada gigi maupun
perlekatannya pada tulang. Tekanan yang diaplikasikan pada mahkota akan
diteruskan ke akar, ligamen periodontal dan tulang alveolus, akibatnya terbentuk
daerah tekanan dan daerah tegangan pada struktur ini. Gigi dapat bergerak apabila
terjadi resorpsi tulang di daerah tekanan dan supaya gigi tetap melekat, terjadi
aposisi tulang di daerah tegangan, ini disebut remodeling. Proses ini diikuti
dengan remodeling sekunder, yaitu terjadi resorpsi di sumsum tulang alveolus
yang mengalami aposisi dan aposisi di sumsum tulang alveolus yang mengalami
resorpsi. Proses ini mempertahankan ketebalan tulang dan hubungan antara gigi
dengan tulang alveolus relatif konstan. Soket gigi seperti bergerak sejalan dengan
pergerakan gigi pada tulang alveolus, merupakan fenomena adaptasi yang
disebutkan Hukum Wolf, yaitu tulang akan membentuk dan mengurangi massa
karena tekanan, untuk mengimbangi tekanan tersebut (Foster, 1993).
Perbedaan jenis kelamin dan usia dalam penelitian ini menunjukkan hasil
yang tetap bermakna sehingga dapat dikatakan bahwa retraksi anterior terhadap
pencabutan empat premolar pertama menunjukkan hasil yang signifikan sehingga
retraksi terhadap kasus bimaksiler protrusi dengan pencabutan empat premolar
pertama memiliki nilai yang bermakna dengan perubahan bentuk konfigurasi
jaringan skeletal dengan jaringan lunak wajah, karena perubahan konveksitas
skeletal konveksitas jaringan lunak wajah (G-Sn-Pog′) juga mengalami perubahan
berupa penurunan sudut sehingga kecembungan wajah berkurang, seperti yang
dilaporkan oleh Nainggolan dan kawan-kawan. Dalam penelitian Nainggolan
mengevaluasi perubahan kecembungan jaringan keras pada sudut dengan nilai
perubahan NAPog 4,05º dengan nilai yang signifikan (p=0,00), dimana dalam
penelitian Nainggolan et.al mengevaluasi perubahan kecembungan wajah yang di
berikan perlakuan retraksi gigi anterior teknik Begg . (Nainggolan., et al, 2014).
Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa sebagian besar sampel akan
mengalami penurunan nilai NAPog atau minimal akan disebabkan oleh adanya
efek retraksi gigi yang diberikan oleh piranti ortodonti maupun alat ortodonti.
Efek retraksi yang diberikan oleh alat orthodonti maupun piranti orthodonti tidak
diketahui. Namun dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 retraksi yang
6

terjadi pada pasien terdapat 11 pasien yang mengalami penurunan nilai NAPog, 2
sampel tetap dan 3 sampel mengalami peningkatan. Hal ini menjelaskan bahwa
pergerakan gigi ketika dilakukan perawatan ortodonti terjadi pergerakan secara
tipping atau bodily, yang mana hal ini terjadi karena retraksi yang diberikan oleh
piranti ortodonti dan pengaruh dari dilakukannya perawatan dengan pencabutan
empat gigi premolar pertama.
Resorbsi dan remodeling tulang terjadi di sekitar soket tulang alveolar.
Torque dilakukan untuk menggerakkan akar gigi insisivus ke posterior dan ujung
insisal ke anterior sehingga pada akhir perawatan didapat inklinasi yang stabil.
Gerakan ini sangat mempengaruhi posisi titik A karena terjadi resorbsi tulang
subnasal, aposisi prosessus alveolaris, maksila bertambah tinggi dan terjadi
perubahan kecembungan wajah jaring-an keras NAPog (Nainggolan, 2014).
Hasil beberapa penelitian menyimpulkan bahwa umur kronologis kurang
akurat untuk mengevaluasi tumbuh kembang seseorang, karena pada tahap
tumbuh kembang yang sama umur kronologisnya sangat bervariasi (Runizer et.al,
2008).
Kenaikan nilai sudut NAPog dan nilai sudut NAPog yang tidak berubah
dalam penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti teknik retraksi
oleh ortodontist maupun dipengaruhi berbagai macam faktor antara lain perbedaan
periode growth spurt dan tingkat kepadatan tulang antara anak laki-laki dan
perempuan (Batubara 2010, Fitri 2014).

DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, Z.M.; and Al- 6. Bishara, S.E. 2001. Textbook
Dewachi, Z.B. 2011, of orthodontics. In: Penny
Correlation of Incisors Rudolph, editor. USA: WB
Inclination and Position with Saunders Company; pp. 101,
Facial Profile, Al–Rafidain 104
Dent J., 11(1):154- 60. 7. Bishara, S.E. 2001. Textbook
2. Basciftci, F.A. 2004. The of Orthodontic. Philadelphia:
Influence of Extraction WB Saunders Company;
Treatment on Holdaway Soft p.113-124
3. Tissue Measurements. Angel 8. Bergman, R.T. 1999.
Orthod;74:167-173. Cephalometric Soft-tissue
4. Bhalajhi, S.I. 2009. Facial Analysis. Am J Orthod
Orthodontic The Art and Dentofac Orthop; 116: 373-8:
Science. New Delhi. 4th 386-8.
Edition: Arya(Medi) 9. Bregman, R.T. 2014.
Publishing House. Waschak J, Borzabadi A,
5. Bills, D.A.; Handelman, C.S.; Farahany. Longitudinal study
BeGole, E.A. 2005 of cephalometric soft tissue
Bimaxillary Dentoalveolar profile traits between theages
Protrusion: Traits and of 6 and 18 years. J Angle
Orthodontic Correction. Orthod 2014; 84(1): 48-55.
Angle Orthod;75:333-9.
5

10. Cherackal, G.J.; Thomas, E.; 18. Harris, E.H.; Gardner, R.Z.;
and Prathap, A. 2013. and Vaden, J.L. 1999. A
Combined Orthodontic and Longitudinal Cephalometric
Surgical Approach in the Study of Prosthodontic
Correction of a Class III Craniofacial Changes. Am J
Skeletal Malocclusion with Orthod Dentofac Orthop ;
Mandibular Prognathism and 115:77-82
Vertical Maxillary Excess
Using Bimaxillary 19. Hassan, R.; Rahimah, A.K.
Osteotomy. India. Hindawi 2007. Occlusion,
Publishing Corporation. Malocclusion and Method of
11. Daljit, S. 2008. Orthodontics Measurements – an
At A Glance, terj. Titiek Suta, Overview. Archives of
(Jakarta: EGC), hal. 2 Orofacial Sciences.3-9
12. Farrow, A.L.; Zarrinnia, K.
1993 Bimaxillary Protusion 20. Hardjono, S. 2013.
in Black Americans, Perawatan Maloklusi Kelas I
Anesthetic Evaluation and Bimaksiler Protrusi disertai
The Treatment Cosideration. Gigi Berdesakan dan
Am. J Orthod 1993 ; 104 : Pergeseran Midline
240 – 50. menggunakan Teknik Begg.
13. Fishmann LS. Chronological Departemen Orthodonti
versus skeletal age, an Fakultas Kedokteran gigi
evaluation of craniofacial UGM. Maj Ked Gi,
growth. Angle Orthod Hardjono, 2013 20(2): 224-
1979;49:181-9. 230.
14. Foster, T. D., 1993, Buku
Ajar Ortodonsi, Edisi III, 21. Huang, J.C.; King, G.;
Penerbit Buku Kedokteran Kapila, S. 2005. Biologic
EGC, Jakarta, 168-85. Mechanism in Orthodontic
15. Ghany, A.H.A. 2008. Soft Tooth movement. In: Nanda
Tissue Profile Changes R Ed. Biomechanics and
Associated with Treatment of esthetic strategies in clinical
Anterior Open Bite., Cairo orthodontics. St. Louis:
Dent J, 24 (1) : 85-97. Elsevier saunders:17-19
16. Graber, T.M.V. 2012.
Orthodontic Current 22. Jacobson, A.; Jacobson, R.L.
Principles and Techniques. 2006. Radiographic
Ed 5. Philadelphia : WB Cephalometric From Basics
Saunders Co; H. 59-98. to 3D Imaging. 2nd ed.
17. Harty, F.J., Ogston, R. 1995. Chicago:Quintessence
Kamus kedokteran gigi. In: Publishing;7-12
Sumawinata N, editor. 23. Jacobson, A. 1995.
Jakarta: EGC. hal.215 Radiographic Cephalometry.
Quintessence Publishing Co,
Inc; 87-95, 248-53.
6

Raton. h. 191, 535, 539 –


24. Jacobson, A. 2006. Steiner 543.
Analysis Radiographic 32. Muhith A. 2016. Pendidikan
Cephalometry From Basics to Keperawatan Gerontik. 1st
3-D Imaging, Quintessence Edition. KDT. Yogyakarta,
Publishing Co, Limited, New Indonesia. h. 4
Malden, Surrey, UK, p. 71-8. 33. Muslim. 2003. Perubahan
25. Kasai, K. 1998. Soft Tissue Konveksitas Skeletal Wajah
Adaptibility to Hard Tissues Paska Perawatan Protrusi
In Facial Profiles, Am J Bimaksiler Dengan
Orthod Dentofac Orthop. 113 Pencabutan Empat Premolar
: 674- 84. Pertama. Tesis. Universitas
26. Kurniasari, R.; Ardhana, W.; Indonesia-Jakarta.
dan Christnawati. 2014. 34. Nanda, R. 2005.
Perawatan Ortodontik Pada Biomechanics and Esthetic
Maloklusi Klas II Divisi 1 Strategies in Clinical
Dengan Overjet Besar dan Orthodontics, Elsevier
Palatal Bite Menggunakan Saunders, Missouri, p.140-7.
Alat Cekat Teknik Begg. 35. Nainggolan J, Prihandini, dan
Yogyakarta. Maj Ked Gi. Soehardono. 2014.
21(1).102-108 Perbandingan Perubahan
27. Kusnoto, N.; Gunadi. 2015. Kecembungan Wajah Antara
Buku Ajar Ortodonti, Jilid 1. Jaringan Keras Dan Lunak
Ed-1. Jakarta. EGC Pada Perawatan Maloklusi
28. Lamberton, C.M.; Reichard, Angle Klas Ii Divisi. J Ked
P.A.; Triratananimit, P. 1980. Gi, Vol. 5, No. 2 ISSN 2086-
Bimaxillary Protrusion as a 0218
Pathologic Problem in The 36. O’Higgins. 1999. The
Thai. Am J Orthod.77:320-9. Influence of Maxillary Incisor
29. Mageet, A.O. 2016. Inclination on Arch Length.
Classification of skeletal and J Orhod;26(2):97-102.
dental malocclusion: 37. Peck, H.; Peck, S. A. 1970.
Revisited, Stomatolog. Edu Concept Of Facial Esthetics.
Journal. 3(2).p:39-43 Angle Orthodontics. 40(4):
30. Mundiyah, M. 2002. Dasar- 284-318.
dasar Ortodonti, 38. Runizar, R; Retno w;
Pertumbuhan dan Permansyah I.M. 2008.
Perkembangan Gambaran Tahap Maturasi
kraniodentofasial. Cetakan Tulang Phalanx Jari ke-tiga
Kedua. Medan: Penerbit Bina dan Tulang Servikal Pada
Insani Pustaka. Pasien Ortodonsia.
31. Moyers, R.E. 1988. Indonesian Journal of
Handbook of Orthodontics. Dentistry, 15(1), 57-64.
4th Edition. Year Book 39. Prima, F.; Iman, P.; Sutantyo,
Medical Publishers, Inc., D. 2013. Hubungan Retraksi
Chicago, London, Boca Gigi Anterior dengan Bentuk
7

Bibir pada Perawatan Medika, UGM vol. 7 No.


Protrusif Bimaksilar dengan 2:57-60.
Teknik Begg, Maj Ked Gi.,
20(2): 146 – 54.
40. Profitt WR. Contemporary
Orthodontics, 3rd ed., St.
Louis, Missouri: Mosby Inc.
2000; 74,96.
41. Rahardjo, P. 2009. Ortodonti
dasar. Surabaya: Airlangga
University Press; 10-35.
42. Rakosi, T. 1979. An Atlas
and Manual of Cephalometri
Radiography. Wolfe Medical
Publication Ltd., London
1979:7-96.
43. Rudy, J. 2012. Oral Habits
That Cause Malocclusion
Problems Maloklusi Yang
Terjadi Akibat Kebiasaan
Buruk Pada Anak.
Departemen Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember. IDJ,
Volume 1, No. 2.
44. Sangcharearn, Y.; Ho, C.
2007. Maxillary Incisor
Angulation and Its Effect on
Molar Relationships. Angle
Orthodontist.Vol 7. No 2
45. Tahereh N.S.; Armin E,
2016. Changes of The
Mandible After Orthodontic
Treatment with and Without
Extraction of Four
Premolars. Journal of
dentistry, Tehran university
13(3): 203-204
46. Utari; Soehardono, 2007. The
Tooth Movement and Bone
Remodeling of Maxillary
Anterior Region at the End of
Begg Technique Orthodontic
Treatment of Class I Angle
Malocclusion with Protrusive
Maxillary Incisors. Mutiara

Anda mungkin juga menyukai