LAPORAN KASUS
FRAKTUR AKAR PADA GIGI SULUNG
Disadur dari:
Shafie L , MS, Farzaneh F, DDS, MS, Hashemipour MA. Repair of horizontal root
fractures: A case reports. Iranian Endodontic Journal 2011; 6(4): 176-8.
Disusun oleh:
Raviarasan (130600172)
Sarah Muchfida Harahap (180631052)
Khairun Nisah (180631011)
Annisa Zahra Purba (140600024)
Yuli Kartilla Panjaitan (180631026)
Dosen Pembimbing:
Zulfi Amalia Bachtiar, drg., MDSc.
NIP: 198408282009122007
Pendahuluan
Fraktur akar yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa dapat mengenai
bagian radikular saja atau melibatkan bagian mahkota gigi (fraktur mahkota akar).
Gigi insisivus sentralis lebih sering mengalami fraktur dengan prevalensi mencapai
80% pada pertumbuhan gigi permanen. Jenis fraktur mahkota akar relatif tidak umum
terjadi diantara trauma gigi lainnya terdiri dari 0,5-7% yang mengenai gigi
permanen, lebih sering pada gigi sulung. Fraktur akar dengan prevalensi jarang terjadi
sekitar 2-4% akibat pertumbuhan tulang alveolar.
Fraktur akar paling sering terjadi pada usia 3-4 tahun dimana resorpsi akar
fisiologis telah dimulai sehingga melemahkan akar. Diagnosis fraktur akar menjadi
tantangan bagi dokter gigi karena sebagian besar fraktur akar tanpa gejala. Anak kecil
sering sulit diperiksa dan dirawat karena kurang kooperatif disebabkan anak memiliki
rasa takut. Keadaan ini dapat menyulitkan orang tua maupun anak. Keberanian dan
kemampuan anak untuk mengatasi keadaan darurat, waktu terjadinya trauma
merupakan faktor penting yang memengaruhi perawatan
Laporan kasus
Seorang pasien perempuan usia 3,5 tahun datang ke klinik Pedodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Bangalore dengan keluhan terjadi kerusakan gigi sejak
tiga hari yang lalu. Kemudian dilakukan pemeriksaan klinis dan dental. Orang tua
anak tersebut mengatakan bahwa kerusakan gigi terjadi akibat terjatuh. Saat terjatuh,
anak dalam keadaan sadar dan tidak terjadi perubahan kebiasaan. Rasa sakit
dirasakan anak sejak pertama kali jatuh dan belum dilakukan pengobatan apapun.
Pemeriksaan klinis dilihat pasien masih dalam masa gigi bercampur, gigi
insisivus kiri terlihat fraktur mengenai email, dentin dan pulpa (Gambar 1).
Pemeriksaan tersebut dilihat dari gambaran radiografi periapikal. Gambaran
radiografi terlihat garis radiolusen horizontal pada sepertiga tengah gigi insisivus
sentralis rahang atas kanan, dan fraktur horizontal gigi insisivus sentralis rahang atas
kiri terjadi pada sepertiga akar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan radiografi pasien mengalami fraktur
horizontal pada bagian akar gigi insisivus sentralis kanan rahang atas dan fraktur
mahkota akar pada insisivus rahang atas kiri. Rencana perawatan yang dilakukan
pada gigi insisivus sentralis rahang atas kiri yaitu pulpektomi. Sesuai dengan usia dan
kooperatif pasien gigi insisivus sentralis rahang atas kanan dilakukan observasi.
Diskusi
Prevalensi avulsi gigi termasuk trauma luksasi pada gigi sulung terjadi sekitar
5,8 % dan 19,4%. Trauma tersebut mengenai tulang alveolar dan terjadi perpindahan
gigi insisivus. Fraktur akar pada gigi sulung lebih sering terjadi pada usia 3-4 tahun
saat terjadi resorpsi akar sehingga akar lebih rentan terjadi fraktur. Trauma yang
berlebihan pada gigi sulung tidak hanya menyebabkan kerusakan tetapi juga dapat
menyebabkan perkembangan bakteri pada benih gigi permanen yang dekat dengan
akar gigi sulung. Prevalensi gangguan perkembangan gigi permanen berkisar 12%
dan 69% tergantung dari derajat keparahan dan tipe injuri saat pertumbuhan gigi
permanen. Malformasi gigi, impaksi gigi dan gangguan erupsi gigi saat pertumbuhan
gigi permanen akan mengakibatkan kerusakan di gigi permanen dan tulang alveolar.
Akibat dari kerusakan benih gigi permanen dapat terjadi: perubahan warna,
nekrosis pulpa, kehilangan saluran akar, retraksi gingiva, perpindahan gigi permanen
setelah luksasi, resorpsi akar patologis selama dalam perkembangan resorpsi akar dan
premature loss. Pada penelitian dalam jangka waktu yang panjang dari 255 gigi
sulung yang mengalami trauma, 23% erupsi gigi permanen menunjukkan gangguan
perkembangan. Prevalensi tertinggi ditemukan setelah terjadi intrusi pada gigi
permanen.
Pada kasus ini fraktur mahkota berdasarkan ukuran dari ruang pulpa,
pertumbuhan akar dan resorpsi akar harus diperhatikan saat rencana perawatan.
Bagaimanapun juga perawatan pada anak-anak dibutuhkan kooperatif pasien.
Menurut IADT pada anak-anak yang belum dewasa masih dalam pertumbuhan akar,
hal ini menguntungkan untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan pulp capping
atau pulpotomi sebagian. Perawatan ini menjadi pilihan pada pasien muda dengan
pembentukan akar yang sempurna. Kalsium hidroksida merupakan bahan yang cocok
untuk setiap prosedurnya. Kedua perawatan harus dipertimbangkan bila
memungkinkan jika tidak diindikasikan pencabutan. Namun pencabutan pada gigi
insisivus atas merupakan pilihan terakhir karena berefek terhadap estetik, berbicara
dan menyebabkan hilangnya ruang dan akan merusak kualitas hidup pada anak.
Dalam kasus ini perlu dipertimbangkan usia anak untuk dilakukan ZOE pulpektomi
pada gigi insisivus kiri atas dan restorasi dengan GIC (Gambar 3 dan 4).
Kesimpulan
Fraktur akar harus dirawat secara konservatif untuk kepentingan memperbaiki
fungsional dan estetika sehingga meminimalkan biaya finansial, fisik dan psikososial
yang dihasilkan dari perawatan. Perawatan pada gigi sulung tidak terdapat bukti yang
memuaskan untuk menunjukkan keunggulan dari setiap perawatan. Perawatan
dilakukan untuk membatasi kerusakan serta perkembangan gigi tidak terganggu oleh
bakteri.
DAFTAR PUSTAKA