Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN HASIL DISKUSI PEMICU 3 BLOK 17 MAKSILOFASIAL II Mery terjatuh dari sepeda

Penyusun Pemicu : Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA, MSc, Prof. dr. Abd. Rachman S,Sp.THT (K), dr. Suratmin, Sp.M (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

Anggota kelompok

Ketua Sekretaris Anggota Monica Evana

: Thinagan Rajendran(110600156) : Vinoshinie Regoo(110600159) : 110600134 110600137 110600138 110600139 110600140 110600141 110600142 110600143 110600144 110600146 110600148 110600149 110600150 110600151 110600152 110600155 110600157 110600158 110600160 110600161 110600162

Muhammad Rizky Dytha Debrina M. S. Andira Retno Utami Cyntia Gloria E. G. Annysa Yuliastika Yudith M. Hasibuan Rica Savitri Ayu Permatasari L Ulfah Yunida Revina Rahmadani Neggy Yudibrata Dina Fakhriza Eldora Teohardi Elisabeth Mutiara Prriyanka Ratna Harindren Subramaniam Sri Ram Kumar Patrick Savari Dass Kwan Min Fook Vassanty Tamalingam .

BAB I PENDAHULUAN

1.1.LatarBelakang Pengertian trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma dengan kata lain disebut injury atau wound, dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.Trauma juga diartikan sebagai suatu kejadian tidak terduga atau suatu penyebab sakit, karena kontak yang keras dengan suatu benda. Definisi lain menyebutkan bahwa trauma gigi adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis.Berdasarkan definisidefinisi tersebut maka trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.Penyebab trauma gigi pada anak-anak yang paling sering adalah karena jatuh saat bermain, baik di luar maupun di dalam rumah dan saat berolahraga. Trauma gigi anterior dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, trauma gigi secara langsung terjadi ketika benda keras langsung mengenai gigi, sedangkan trauma gigi secara tidak langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu menyebabkan gigi rahang bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba. Menurut suatu penelitian prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaiannya tentang keadaan belum cukup baik sehingga sering terjatuh dari tempat tidur, kereta dorong, atau kursi yang tinggi. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik. Penelitian lain menyebutkan bahwa salah satu periode rawan fraktur adalah pada saat usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi yang terjadi pada anak usia di atas 5 tahun menunjukkan penurunan disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka. Beberapa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada periode 8-12 tahun adalah kecelakaan di tempat bermain, bersepeda,
1

skateboard, atau pada saat berolahraga seperti olahraga beladiri, sepak bola, bola basket,lomba lari, sepatu roda, dan berenang.

1.2.Deskripsi Topik Mery usia 10 tahun datang bersama ibunya ke RSGM USU dengan membawa gigi yang terlepas karena jatuh dari sepeda 30 menit yang lalu. Gigi dibawa dengan menggunakan tissu oleh ibunya. Ibu terlihat panik dan sering menanyakan apa yang akan terjadi pada gigi Mery dikemudian hari. Merry mengeluh adanya luka dan berdarah pada daerah gusi rahang atas bagian depan sebelah kiri, gigi lepas dan ada gigi yang goyang. Berdasarkan anamnese anak tidak pingsan, tidak ada rasa pusing, maupun muntah ataupun mual. Pemeriksaan ekstra oral tidak dijumpai laserasi dan perdarahan pada wajah, ada perdarahan dari hidung dan dijumpai tanda-tanda krepitasi pada hidung, tidak ada double vision pada penglihatan ataupun pergerakan mata yang terbatas. Pemeriksaan intraoral diperoleh tidak ada lesi pada mukosa, interdental gingiva pada regio 11 dan 21 vulnus laserasi, tidak ada fraktur dento-alveolar, gigi 53 konkusi, gigi 12 ekstrusi dan luksasi 2 mm, gigi 11 avulsi dan gigi 21 subluksasi. Dibawah ini adalah gambaran ekstra oral, intra oral dan foto periapikal.

1.3.Learning Issue 1. Trauma gigi anak - Etiologi dan factor predisposisi trauma gigi - Penegakan diagnose dan seleksi kasus - Mekanisme / proses penyembuhan gigi avulsi - Merencanakan perawatan pendahuluan gigi avulsi - Merencanakan perawatan trauma gigi - Prognosa gigi yang mengalami trauma - Komplikasi pada trauma gigi - Kontrol pada trauma gigi - Tindakan preventif trauma gigi 1. Radiologi kedokteran gigi :

Interpretasi gambaran radiografi 2. Ilmu telinga hidung dan tengorokan (THT) : - Perdarahan di hidung/ rhinitis 3. Ilmu Mata : - Double vision dan pergerakan mata

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Etiologi dan Faktor Predisposisi Kebanyakan cedera disebabkan karena terjatuh dan kecelakaan ketika bermain. Cedera yang menyebabkan gigi atas berputar sering terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan karena mereka sering terjatuh selama bermain dan ketika belajar berjalan. Secara umum cedera lebih sering terjadi pada anak laki. Trauma yang tumpul cenderung menyebabkan kerusakan yang besar pada jaringan lunak dan jaringan pendukung, sedangkan kecepatan yang tinggi atau luka tusuk menyebabkan gigi berputar dan fraktur. Ellis dan Davey menbagi penyebab trauma menjadi dua yaitu : Langsung Yaitu gigi secara langsung terkena benda penyebab trauma.
3

Tidak langsung Gigi secara tidak langsung terkena benda penyebab trauma, misalnya trauma mengenai rahang bawah yang kemudian menyebabkan kerusakan gigi di rahang bawah.

Trauma yang terjadi secara tidak langsung maupun tidak langsung pada gigi depan anak dapat disebabkan oleh : 1. Terjatuh dan berkelahi (pukulan/dorongan) merupakan penyebab yang paling utama dari kerusakan gigi. 2. Kecelakaan olah raga/ permainan dan kecelakaan lalu lintas 3. Luka karena sengatan listrik atau hewan 4. Khusus untuk trauma yang terjadi secara langsung mengenai gigi dapat disebabkan oleh aksi pengunyahan yang disebut fraktur spontan. Fraktur spontan dapat terjadi sebagai akibat tekanan pengunyahan pada gigi yang mengalami karies besar, sehingga gigi dapat retak atau patah pada waktu menggigit benda yang keras.

2.2. Anamnesa dan Informasi lain yang harus ditanyakan! Riwayat dental pasien dapat diperoleh melalui when, where, how. When digunakan untuk menanyakan waktu kejadian. Interval waktu antara cedera dengan perawatan mempengaruhi prognosis dari gigi tersebut. Where digunakan untuk menanyakan lokasi cedera. Jika pasien cedera di luar rumah yang kotor maka dapat dipertimbangkan pemberian profilasksis antitetanus. How digunakan untuk memastikan trauma yang diperoleh pasien berasal dari kecelakaan atau karena sebab lain. Kemudian hal lain yang harus diperhatikan pula yaitu gigi/fragmen gigi yang hilang. Jika gigi tidak diketahui keberadaannya dan diketahui pasien mengalami kehilangan ingatan maka foto thorax diperlukan jika diduga gigi tertelan. Adanya concussion, sakit kepala, muntah dan lupa ingatan harus kita pertimbangkan adanya cedera kepala yang melibatkan otak dan harus segera dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Adanya riwayat trauma sebelumnya dapat mempengaruhi tes sensitifitas pulpa dan rencana terapi. Sebagai contohnya, jika pasien ditanyakan mengenai nyeri spontan dan hasilnya positif maka mungkin terjadi inflamasi pulpa akibat fraktur mahkota atau cedera jaringan periodontal.

1.3. Penatalaksanaan pendarahan pada hidung! Tujuan dari penatalaksanaan epistaksis adalah menghentikan perdarahan. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan adalah : Riwayat perdarahan sebelumnya, lokasi perdarahan, apakah darah terutama yang mengalir ke tenggorokan atau yang keluar dari hidung depan bila pasien dalam keadaan duduk tegak, lamanya perdarahan dan frekuensinya, riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit hati, gangguan koagulasi, trauma hidung yang belum lama. Penatalaksanaan epistaksis ini disesuaikan dengan keadaan dari pasien tersebut. Pada epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk, kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan kearah septum selama 15 menit. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain serta bantuan alat penghisap untuk membersihkan bekuan darah. Pada epistaksis anterior jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30% (asam trikloroasetat 10%) atau dengan elektrokauter. Sebelum dilakukan kaustik diberi analgesic topikal terlebih dahulu. Bila dengan kaustik perdarahan masih berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior.

1.4. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada THT! Pemeriksaan Penunjang Untuk menilai keadaan umum dan mencari etiologi, dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal hati dan ginjal. Dilakukan pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring, setelah keadaan akut diatasi. Pemeriksaan Diagnostik 1. Sonografi bisa manjadi teknik diagnostik untuk mengevaluasi fraktur hidung pada anakanak. Ini menimbulkan tidak ada radiasi, menyediakan berbagai pencitraan pesawat tanpa perubahan posisi. 2. CT Scan (computed tomography) menyediakan informasi terbaik mengenai sejauh mana cedera patah tulang di hidung dan wajah, khususnya digital Volume tomography (DVT). CT-Scan bisa melihat garis patah yang tidak nampak dengan foto polos. 3. Foto polos kepala tiga posisi, hampir 50% dari fraktur nasal akan terjawab dengan foto polos hidung. Cedera tulang rawan tidak terdeteksi oleh radiografi, oleh karena itu tidak dianggap rutin dilakukan pemeriksaan foto polos hidung hanya jika fraktur nasal diduga terisolasi. Walaupun garis patah kadang tidak jelas dengan membandingkan sisi kontralateral, dapat ditemukan diskontinuitas tulang. Perhatikan pengisian sinus oleh darah.
5

1.5. Pemeriksaan Double-Vision dan pergerakan mata terbatas! 1. Pemeriksaan Subjektif pada setiap kasus trauma,kita harus memeriksa tajam penglihatan dan pada penderita yang ketajaman penglihatanya menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma. Double Vision atau boleh dikatakan sebagai diplopia yaitu gangguan pada syaraf dan gerakan bola mata yang terbatas. Diplopia ini terbahagi pada dua yaitu : - Binocular diplopia yaitu gangguan syaraf pada sebahagian mata dimana gerakan bola mata terbatas. -Monocular diplopia yaitu gangguan syaraf pada kedua-dua mata dimana visionnya akan menjadi kabur dan gerakan bola mata terbatas. 2. Pemeriksaan Objektif pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui adanya kelainan disekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata, pembengkan di dahi, dipipi, hidung dll pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan cermat,pasien disuruh mengikuti jari pemeriksa untuk periksa keadaan kelopak mata, kornea, bilik mata depan , pupil, lensa, fundus, gerakan bola mata, tekanan bola mata. Pengidentifikasi trauma zygomatikum maksila dimana ada atau tidak perubahan posisi tulang zygoma posterior dapat dilakukan dengan palpasi.

1.6. Tindakan pendahuluan sebelum perawatan trauma gigi! Sebelum perawatan dilakukan, adalah penting menenangkan emosi pasien (anak) dan orang tuanya. Biasanya setelah terjadi kecelakaan, anak akan shock sehingga bila dokter gigi langsung melakukan perawatan terhadap luka/trauma yang terjadi, sementara rasa takut dan cemas yang dirasakan anak belum hilang, kemungkinan anak akan menunjukkan sikap yang tidak koperatif.Tindakan selanjutnya adalah menanggulangi keadaan yang gawat akibat trauma, misalnya menghentikan perdarahan, penanggulangan fraktur tulang rahang (jika ada) serta meredakan rasa sakit. Luka pada jaringan dibersihkan dari kotoran dengan menggunakan air garam hangat (warm saline dapat menghilangkan rasa sakit), H2O2 3 % , Betadine Solution atau air.Pemeriksaan soket dilakukan untuk meyakinkan bahwa kondisinya masih bagus dan memungkinkan untuk dilakukan replantasi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menekan (palpasi) pada permukaan fasial dan palatal dari soket.Selanjutnya, soket dibersihkan dengan larutan salin dan ketika gumpalan darah dandebris yang berada di dalamnya sudah bersih, periksa dinding soket apakah terjadiabses atau kolaps. Penting juga dilakukan pemeriksaan tulang alveolar untuk mengetahui apakah terjadi fraktur atau tidak.Dianjurkan pula untuk melakukan
6

pemeriksaan radiografis pada soket dan daerah sekitarnya, termasuk jaringan lunak.Jika pasien mengalami luka dan terkontaminasi dengan tanah, terutama pada daerah peternakan, tetanus booster sebaiknya dipertimbangkan.Jika tidak ada cedera pada jaringan lunak atau dento-alveolar yang signifikan, antibiotik tidak dibutuhkan. Antibiotik diresepkan sebagai profilaksis mencegah infeksi, tetapi bukan sebagai pengganti kerusakan.Semua obat sebaiknya diresepkan berdasarkan berat badan anak.

1.7.Interpretasi foto periapikal! Avulsi (gigi 11) Tulang pendukung normal Tulang alveolar dan soket gigi dalam keadaan yang baik Tiada kelainan periapikal Tiada resorpsi tulang

Subluksasi (gigi 21) Tulang pendukung normal Tulang alveolar dan soket gigi dalam keadaan yang baik Tiada kelainan periapikal Tiada resorpsi tulang Tiada fraktur akar

Ekstruksi (gigi 12) Terdapat radiolusen pada apeks Ligament periodontal yang melebar Apeks tertutup sempurna

1.8. Perawatan pada interdental gingival regio 11 dan 12! Pertama, perhatikan bentuk lukanya bersih atau tidak, jika luka kotor, maka kita bersihkan terlebih dahulu dengan cairan NaCl 0,9%, jika terlalu kotor dan melekat kuat kotorannya, kita bersihkan menggunakan betadine. Setelah luka dibersihkan langkah berikutnya adalah melakukan desinfektan dengan menggunakan iodine, jika luka lebar dan dalam maka kita harus melakukan hecting (menjahit) agar penyembuhan luka lebiih cepat, terhindar infeksi dan hasilnya baik (secara estetika lebih minimum meninggalkan bekas). Jika luka dalam, maka hecting boleh berlapis-lapis, jangan menyisakan rongga dibagian dalam, karena kuman akan sangat suka tinggal disana,makanya menjahit dengan berlapis sangat dianjurkan.
7

Biasanya luka jenis ini bentuknya tidak beraturan, oleh kerana itu bisa dirapihkan sedikit dengan cara mengunting bagian-bagian yang dirasa sangat berserabut (disesuaikan bentuk lukanya). Untuk perawatan luka VL ini adalah bentuk perawatan luka tertutup, dengan tetap menjaga sterilitas luka, untuk luka awal ganti tampon pertama bisa dilakukan 48 jam sesudah luka, tetap perhatikan tanda-tanda infeksi. Pembersihan luka bisa digunakan NaCl 0,9% dengantetap menjaga sterilitas.

1.9. Perawatan untuk gigi 53,12,11 dan 21 sampai selesai. Gigi 53 Concusi

Tidak ada perawatan yangdibutuhkan,hanya observasi 1 minggu hingga 8 minggu. Gigi 12 Extrusive luxation

Prinsip perawatan yang diberikan adalah reposisi segera dan fiksasi. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (1). Lakukan anestesi lokal. (2). Reposisi gigi dengan menggunakan jari perlahan-lahan dan tekanan ringan sampai batas insisal sama dengan gigi kontralateral. (3). Periksa posisi dengan membuat foto rontgen. (4). Lakukan stabilisasi dengan menggunakan splint. (5). Pertahanakan splint selama 2-3 minggu. Gigi 11 Avulsi

Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya trauma: (1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya sesegera mungkin.

(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu. (3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin. Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek: (1). Lakukan anestesi lokal. (2). Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe. (3). Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis. (4). Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari. (5). Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada posisinya dan ulangi kembali replantasi. (6). Pembuatan foto rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah posisi sudah benar. (7). Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint. (8). Berikan antibiotika selama 4-5 hari. (9). Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan sesuatu. (10). Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1 minggu. (11). Lepaskan splint setelah 1-2 minggu. (12). Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila tampak adanya kelainan pada pulpa. Gigi 21 Subluksasi

Lakukan splinting dan pasien diminta untuk memakan makanan lunak selama selama 1-2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin.

1.10. Proses pemyembuhan gigi 11 yang avulsi! Bone healing Sel sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit, osteoklas, unsure organic dan unsure anorganik. Osteoblas merupakan sel pembentuk tulang. Osteosit merupakan sel tulang dewasa. Osteoklas merupakan sel pemakan tulang. Ada 2 faktor yang penting dalam bone healing yaitu vaskularisasi dan immobility. Proses pemulihan atau osteosintesa terdiri dari tiga tahap, yaitu : Epitelisasi Proses ini diawali dengan penyebaran sel-sel dalam 12-24 jam, setelah terjadinya luka.pembagian sel-sel perifer terjadi pada 48-72 jamberikutnya, yang terjadi pada sel epitel berlapis pipih, yang menjembatani luka. Faktor-faktor pertumbuhan epidermal sangat berperan dalam proses pemyembuhan luka ini. Tapi, pembentukan jaringan baru, terjadi pada 10-14 hari kemudian. Keberhasilan teknik replantasi didukung oleh kondisi soket yang bebas dari kerusakan ligamen periodontal. Perlu dipastikan dengan roentgen foto apakah soket alveolar cukup adekuat untuk dilakukan replantasi. Inti dari pelaksanaan replantasi adalah mengembalikan fungsi ligamen periodontal untuk mengikatkan kembali gigi ke tulang alveolar. Inflamasi perbaikan atau perombakan Remodeling pada tahap inflamasi hematoma terbentuk pada fraktur sesaat beberapa waktu pertama dan berlanjut beberapa hari. Pada tahap perbaikan, fibroblast mulai terbentuk pada stroma yang dapat mendukung pertumbuhan vaskuler. Penyembuhan fraktur terbentuk sempurna pada tahap remodeling

1.11. Komplikasi gigi 11 Komplikasi mungkin timbul selama beberapa tahun ke depan secara teratur, termasuk ankilosis, mobilitas yang berlebihan gigi, dan resorpsi. Komplikasi lain yang dapat muncul terdiri dari perubahan warna, infeksi pada pulpa dan reinclusion gigi sebagai akibat dari penggantian resorpsi akar dan ankilosis.Beberapa komplikasi yang lain adalah : -gigi bisa menjadi nekrosis -patah akar dan mahkota
10

-tes vitalitas negative -kalsifikasi saluran akar

1.12. Prognosis gigi 11! Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu : 1) Tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami, apakah kerusakan yang dialami meliputi jaringan lain disekitar gigi, seperti jaringan lunak maupun jaringan keras seperti tulang rahang 2) Kualitas dan kesegaraan dari perawatan yang dilakukan setelah terjadi trauma 3) Evaluasi dari penatalaksanaan selama masa penyembuhan

1.13. Waktu kontrol pada trauma gigi dan tindakan yang dilakukan! Pasien dengan perawatan replantasi harus selalu dikontrol secara periodik selama 2-3 tahun setelah replantasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa replantasi yang dilakukan segera (yaitu kurang dari 5 menit), penyembuhan ligamen periodontal akan berhasil sampai dengan 73 %. Ini membuktikan bahwa faktor waktu sangat berpengaruh terhadap keberhasilan perawatan. Secara biologis kondisi ligamen periodontal adalah rawan apabila dilekatkan kembali, terutama bila terdapat cedera atau ada sementum yang terbuka karena kemungkinan besar akan terjadi ankilosis (penyatuan antara tulang alveolar dan sementum).Satu minggu pasca perawatan trauma dilakukan kontrol untuk melihat hasil perawatan avulsi. Pada saat kontrol yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan, dan bila perlu dilanjutkan dengan perawatan konservatif.Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan subjektif yaitu anamnesis mengenai ada atau tidaknya keluhan setelah perawatan. Dilanjutkan dengan pemeriksaan ojektif untuk melihat kondisi intra oral apakah terdapat suatu kelainan baik pada gigi yang dirawat maupun gigi lain dan jaringan sekitarnya. Pemeriksaan roentgen foto juga diperlukan sebagai penunjang untuk melihat apakah terdapat kelainan pada kondisi akar, tulang alveolar ataupun kemungkinan terdapatnya periapikal rarefying. Keseluruhan pemeriksaan ini penting untuk menghindari kondisi yang akan memberi dampak yang buruk pada kesehatan gigi anak. Secara ringkas pemeriksaan ulang harus dilakukan pada 1 minggu yaitu untuk melihat vitalitas gigi, 3 minggu untuk melihat adanya radiolusensi apikal, 6 minggu untuk memeriksa vitalitas dan resorpsi akar, 2 dan 6 bulan bila meragukan, 1 tahun untuk menilai prognosis jangka panjang yaitu melihat jaringan periodonsium dan tulang alveolar telah sembuh kembali.

11

1.14. Tindakan preventif mencegah trauma gigi anak Pada anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan mempunyai gerakan aktif, untuk mencegah terjadinya fraktur akibat trauma dapat digunakan alat pelindung mulut. Alat ini hanya digunakan sewaktu anak-anak melakukan aktifitas, misal berolah raga, naik sepeda atau berlari-lari. Ada tiga jenis alat pelindung tersebut yaitu : 1. Karet pelindung siap pakai,biasa digunakan petinju 2. Pelindung yang dibuat dalam mulut, ada dua jenis : Terbuat dari dua macam resin yang tetap kenyal pada temperatur mulut, sehingga tidak mengeras waktu digunakan anak dan gigi depan terlindung. Terbuat dari polivinil asetat polietilen setebal 3mm, yang dilunakkan dengan memasukkannya ke dalam air panas, kemudian dimasukkan ke dalam mulut, sehingga gigi depan terlindung.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Perawatan trauma gigi pada anak merupakan suatu tindakan yang segera harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa kendala yang muncul.Penanganan tingkah laku anak meliputi teknik saat pemeriksaan, perawatan, dan evaluasi hendaknya juga menjadi perhatian bagi para orang tua dan dokter gigi.Oleh karena keberhasilan perawatan sangat ditentukan oleh cara-cara tersebut. Dokter gigi hendaknya tetap bersikap tenang dalam menghadapi anak yang mengalami trauma gigi serta tetap menambah pengetahuan mengenai teknik perawatan dan obat-obatan yang digunakan agar keberhasilan perawatan yang optimal bisa dicapai.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Coulthard, P., Horner, K., Sloan, P., Theaker, E. D. Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, Pathology and Oral Medicine. Edinburgh: Churchill Livingstone, 2003. 2. Miloro, M. Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Surgery, ed 2. Hamilton: BC Decker Inc, 2004. 3. Pedersen G.D.Buku Ajar Praktis Bedah Mulut.Diterjemahkan dari Oral Surgery oleh Purwanto,Basoeseno.Jakarta:Penerbit Buku KEdokteraan EGC,2012. 4. Tsukiboshi M.Treatment Planning for Traumatized Teeth,ed 2.Illinois:Ouintessence Publishing Co,2000. 5. Roberts G,Longhurst G.Oral and Dental Trauma in Children and Adolescents,ed 3.New York:Oxford University Press Inc,1996. 6. Dibart S.Periodontal Surgery,ed 1.Victoria,Australia:C.O.S Printers PTE LTD,2007.

13

Anda mungkin juga menyukai