Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Wajah

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher,

gambaran yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah

terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini

tampak dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut

membentuk leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan kepala.

Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah terbentuk oleh stomodeum yang

dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketika mudigah berusia 41⁄2

minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim yaitu: lengkung faring

pertama (tonjolan-tonjolan mandibula) di sebelah kaudal stomodeum, lengkung

faring kedua (tonjolan-tonjolan maksila) terletak disebelah lateral stomodeum,

lengkung faring ketiga (tonjolan-tonjolan frontonasal), suatu tonjolan yang agak

membulat di sebelah kaudal stomodeum, lengkung faring keempat dan kelima

yang unsur rawannya bersatu membentuk tulang rawan thyroidea, crioidea,

corniculata, dan cuneiforme dari laring (Sadler, 2000).

Lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal sebagai

prominensia maksilaris, yang meluas dibawah daerah mata, dan satu bagian

ventral, prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan

selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua bagian kecil diujung

dorsal dan masing–masing membentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia

8
9

maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zigomatikus, dan

bagian os temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk

melalui penulangan membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang

rawan Meckel (Sadler, 2000).

Pada akhir minggu ke-4, mulai tampak tonjolan-tonjolan wajah yang

terutama dibentuk oleh mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama

dibentuk oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila dapat dikenali

disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah kaudal

stomodeum. Prominensia frontonasalis, yang dibentuk oleh proliferasi mesenkim

disebelah ventral vesikel otak, merupakan tepi atas stomodeum. Di sisi kanan dan

kiri prominesia frontonasalis, muncul penebalan-penebalan setempat dari

ectoderm permukaan, yaitu plakoda nasal (olfaktorius), di bawah pengaruh

induksi bagian ventral otak depan (Sadler, 2000).

Selama minggu ke-5 plakoda-plakoda hidung tersebut mengalami

invaginasi membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda hidung ini

membentuk suatu rigi jaringan yang mengelilingi masing-masing lobang dan

membentuk tonjolan hidung. Tonjolan yang berada ditepi luar lubang adalah

tonjolan hidung lateral dan yang berada ditepi dalam adalah tonjolan hidung

medial (Sadler, 2000).

Selama dua minggu selanjutnya, tonjolan maksila terus bertambah besar

ukurannya. Bersamaan dengan itu, tonjolan ini tumbuh kearah medial, sehingga

mendesak tonjol hidung ke medial. Selanjutnya, celah antara tonjol hidung medial

dan tonjol maksial hilang, dan keduanya bersatu. Oleh karena itu bibir atas
10

dibentuk oleh tonjolan hidung medial dan kedua tonjol maksila itu. Tonjol hidung

lateral tidak ikut dalam pembentukan bibir atas. Bibir bawah dan rahang bawah

dibentuk dari tonjolan mandibula yang menyatu digaris tengah (Sadler, 2000).

Tonjol maksila dan tonjol hidung lateral terpisah oleh sebuah alur yang

dalam, alur nasolacrimal. Ektoderm ditandai alur ini membentuk sebuah tali epitel

padat yang melepaskan diri dari ectoderm dibawahnya. Setelah terjadi kanalisasi,

tali ini membentuk duktus nasolacrimalis ujung atasnya melebar untuk

membentuk sacus lacrimalis. Setelah lepasnya tali tersebut, tonjolan maksila dan

tonjolan hidung lateral saling menyatu. Duktus lacrimalis kemudian berjalan dari

tepi medial ke meatus inferior rongga hidung (Sadler, 2000).

Tulang pipi merupakan artikulasi dari tulang zigomatikus dan prosesus

zigomatikus dari tulang temporal. Pusat penulangan tersebut berasal dari membran

lateral dan mengikuti perkembangan dari mata pada akhir bulan kedua. Bentuk

wajah orang dewasa dipengaruhi oleh perkembangan sinus paranasale, conchae

nasals dan gigi-geligi (Sadler, 2000).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Wajah

Pertumbuhan wajah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

(Mundiyah, 1998 ; Mokhtar, 2002)

1. Faktor keturunan

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dapat

dipelajari pada data-data anak kembar baik monozigot maupun dizigot. Gen dapat

mempengaruhi sifat-sifat pertumbuhan, ukuran, kecepatan, kapan mulai terjadinya


11

perubahan erupsi gigi dan sebagainya. Penelitian pada anak kembar bahwa ukuran

gigi, lebar kepala dan lebar mandibula sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan

dibandingkan dengan ukuran antero posterior.

2. Nutrisi

Malnutrisi yang terjadi pada anak-anak yang sedang tumbuh akan

memperlambat pertumbuhan. Malnutrisi dapat mempengaruhi ukuran bagian

badan, sehingga terjadi perbandingan ukuran badan yang berbeda-beda dan

kualitas jaringan yang berbeda seperti kualitas gigi dan tulang.

3. Penyakit

Penyakit sistemik yang berlangsung lama dan berat dapat mempengaruhi

pertumbuhan anak. Gangguan kelenjar endokrin yang ikut berperan pada

pertumbuhan seperti: hipofise, tiroidea, suprarenalis dan gonad dapat

menyebabkan kemunduran pertumbuhan.

4. Perbedaan ras dan etnik

Pada ras dan etnik yang berbeda-beda terlihat adanya perbedaan

kongenital, kecepatan tinggi dan berat badan, pertumbuhan pada masing-masing

ras dan etnik juga berbeda, begitu juga waktu maturasi, pembentukan tulang,

klasifikasi gigi, dan waktu erupsi gigi.

5. Pengaruh hormon

Pertumbuhan badan manusia prinsipnya dipengaruhi oleh hormon

pertumbuhan yang dihasilkan oleh kelenjar hipofise. Pada masa pubertas dimana

hormon seks mulai aktif, maka hormon ini juga mempengaruhi perkembangan

wajah.
12

Pada anak wanita pertumbuhan dimulai lebih cepat dibandingkan pada

anak laki-laki. Pada anak laki-laki pertumbuhan dimulai pada usia 12 tahun,

sehingga kebanyakan laki-laki yang mencapai remaja lebih tinggi dari pada

perempuan (Snell, 2006). Pusat kalsifikasi pada ujung-ujung tulang atau dikenal

dengan lempeng epifisis akan berakhir seiring dengan pertambahan usia, dan pada

setiap tulang, penutupan dari lempeng epifisis tersebut rata-rata terjadi pada usia

21 tahun (Heffiner, 2008).

6. Aktivitas Fungsional

Pertumbuhan wajah dipengaruhi oleh aktivitas fungsional misalnya fungsi

dan kerja lidah, fungsi otot-otot wajah dan pengunyahan. Pergerakan lidah

berhubungan dengan pertumbuhan tulang rahang atas dan rahang bawah serta

tulang alveolar sebab pergerakan lidah akan merangsang pertumbuhan tulang

rahang yang akan mempengaruhi pertumbuhan wajah. Makin banyak lidah

digunakan maka pertumbuhan wajah makin baik, demikian pula jika otot-otot

wajah dan pengunyahan berfungsi dengan baik akan menjadi rangsangan bagi

pertumbuhan wajah. Pada manusia purba fungsi untuk mengunyah lebih besar,

karena makanan lebih keras, sedangkan fungsi untuk berfikir kurang digunakan,

maka pada manusia purba bentuk wajahnya lebih besar dan tengkoraknya lebih

kecil jika dibandingkan dengan bentuk muka dan tengkorak manusia modern

(Tan, 1969).
13

2.3 Arah Pertumbuhan Wajah

Arah pertumbuhan wajah terdiri dari tiga arah, yaitu:

2.3.1 Pertumbuhan wajah kearah transversal

Pertumbuhan wajah kearah transversal sebagian besar disebabkan oleh

karena bertambah besarnya corpus maksila, prosessus alveolaris, adanya resorbsi

pada bagian lingual prosessus alveolaris dan pada dinding lateral rongga hidung

serta antrum. Bertambah lebarnya wajah merupakan akibat dari adanya pusat

permukaan yang aktif pada sutura palatina media. Pertumbuhan tulang zygomatik

kearah transversal akan menambah lebar wajah. Pertumbuhan transversal tulang

zygomatik ini disebabkan oleh aposisi permukaan lateral dan permukaan

didalamnya.

2.3.2 Pertumbuhan wajah kearah ventral

Perkembangan panjang wajah berhubungan dengan erupsi gigi susu antara

1 sampai 3 tahun, dan gigi tetap pada usia 6 sampai 14 tahun. Hal-hal ini

mempengaruhi pertumbuhan panjang wajah adalah sebagai berkut:

1. Pada wajah bagian atas antara Trikhion (TR) dan Nation (N),

pertumbuhann dipengaruhi oleh otak dan tulang-tulang cranium.

2. Pada wajah bagian tengah antara Nation (N) dan Subnation (Sn)

pertumbuhan dipengaruhi oleh sinus-sinus maksilaris dan bertambah

besarnya daerah sub nasal. Bertambah tingginya palatum dan bertambah

besarnya ukuran prosessus alveolar pada tulang atas.


14

3. Pada wajah bagian bawah, yaitu antara Subnation (Sn) dan Gnation (Gn),

pertumbuhan dipengaruhi oleh rahang bawah pada saat erupsi gigi-gigi

pada pertumbuhan kondilus pada rahang bawah.

2.3.3 Pertumbuhan wajah kearah sagital

Perumbuhan wajah kearah depan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan

panjang dari tulang-tulang wajah ke arah anteroposterior. (Salzmann, 1966;

Wintoko, 2008).

2.4 Laju Pertumbuhan Wajah

Laju pertumbuhan wajah yang mencapai puncaknya sewaktu lahir akan

mengalami penurunan dengan tajam dan mencapai laju minimalnya mencapai

masa pubertas. Laju pertumbuhan anak perempuan dua tahun lebih awal daripada

anak laki-laki. Laju pertumbuhan kemudian meningkat mencapai puncaknya pada

masa pubertas dan menurun lagi dan melambat sampai pertumbuhan berhenti

pada akhir masa remaja. Laju pertumbuhan wajah mengikuti pola kasar yang

sama seperti laju pertumbuhan tubuh. Hasil penelitian Lewis, dkk (1985)

menunjukkan bahwa pertumbuhan ke depan dan ke belakang baik dari maksila

maupun mandibula mengikuti pola tersebut, dan pada periode pertumbuhan

rahang maksila pada masa pubertas adalah beberapa bulan lebih lambat dari pada

tubuh (Foster, 1999).


15

2.5 Pertumbuhan Tulang Wajah

2.5.1 Mekanisme pertumbuhan tulang wajah

Ada tiga mekanisme utama pertumbuhan tulang wajah yang berperan pada

pertumbuhan tengkorak dan rahang (Foster, 1999):

1. Pertumbuhan kartigelanosa

Pertumbuhan dari kartilago septum hidung akan menyebabkan hidung

lebih kedepan dari posisi semula dibawah bagian depan kranium. Pertumbuhan

dari kartilago kondilus mandibula akan memperbesar panjang dan tinggi

keseluruhan dari mandibula. Semua pertumbuhan kartilago ini berperan dalam

keseluruhan dari kepala.

2. Pertumbuhan sutura

Pertumbuhan sutura akan memperbesar ukuran kepala pada semua

dimensi. Diperkirakan bahwa sutura-sutura yang memisahkan wajah dari kranium

tesusun sedemikian rupa sehingga pertumbuhan pada sutura-sutura tersebut akan

menggerakan wajah kearah depan dan ke bawah dalam kaitannya dengan

kranium.

3. Pertumbuhan periosteal dan endosteal

Aposisi tulang pada permukaan periosteum akan menambah besar ukuran

kepala dalam segala dimensi. Akibat lain adalah tulang-tulang menjadi sangat

lebar sehingga reposisi tulang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan ketebalan

dan kekuatan yang akurat.


16

2.5.2 Pertumbuhan Tulang-Tulang Facial (splanchnocranium)

Pertumbuhan wajah sebagian besar terdiri atas pertumbuhan maksila dan

mandibula (Mochtar, 2002).

1. Pertumbuhan Maksila

Maksila menyatu dengan basis kranium. Basis kranium tumbuh membesar

secara endokhondral, tetapi pertumbuhan maksila adalah secara intramembranosa

pada sutura-sutura dan aposisi pada permukaan. Pertumbuhan maksila bergerak

ke depan dan ke bawah, dengan demikian kranium bergeser ke belakang dan ke

atas. Pertumbuhan endokhondral dari basis kranium ke septum nasi penting untuk

bergeraknya kesatuan maksila kedepan dan kebawah.

2. Pertumbuhan Mandibula

Saat bayi baru lahirkan kedua ramus mandibula yang berasal dari

prosessus mandibularis belum bersatu dengan yang lain dan masih terpisah oleh

simfisis yang terdiri dari jaringan fibrikartilago dan jaringan ikat. Rami mandibula

ini pada waktu lahir berukuran pendek dan bagian kondilus sama sekali belum

berkembang. Memasuki umur empat bulan sampai satu tahun, simfisis kartilago

ini mengalami osifikasi menjadi tulang.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bentuk Lengkung Gigi

Perubahan dimensi lengkung gigi merupakan mekanisme kompensasi

yang terjadi sebagai akibat dari pertumbuhan dan diperlukan untuk menjaga

keseimbangan fungsional, struktural wajah dan perubahan gigi. Dimensi lengkung


17

gigi berubah secara sistematis selama pertumbuhan dan perkembangan (Ribeiro,

2012).

Menurut Van der Linden faktor yang mempengaruhi karakteristik

lengkung gigi antara lain:

1. Fungsi Rongga Mulut

Fungsi rongga mulut dibedakan atas periode neonatal dan postnatal.

Fungsi rongga mulut periode neonatal antara lain menyusui dan menelan,

pemeliharaan jalan nafas, menangis, batuk dan gagging. Sedangkan fungsi rongga

mulut postnatal adalah untuk mengunyah, ekspresi wajah, berbicara, dan

penelanan matur (Enlow, 1996).

2. Kebiasaan Oral

Kebiasaan oral yang mempengaruhi lengkung gigi antara lain mengisap

ibu jari, bernafas melalui mulut, dan kebiasaan menjulurkan lidah. Peran

kebiasaan oral terhadap perubahan dan karakteristik lengkung tergantung dari

frekuensi, intensitas, dan lama durasi. Aktifitas kebiasaan buruk ini berkaitan

dengan otot-otot rongga mulut. Aktifitas ini paling sering ditemukan pada anak-

anak usia muda dan bisa dianggap normal pada masa bayi, tetapi hal ini menjadi

tidak normal apabila berlanjut hingga dewasa. Dampak perubahan dapat mengenai

morfologi fasial yaitu mengenai gigi, rahang, dan skeletal fasial (Enlow,1996).

3. Otot Rongga Mulut

Otot penguyahan yang kuat akan meningkatkan mekanisme pengunyahan

rahang, dan ini memicu pertumbuhan sutura dan aposisi tulang yang

menyebabkan peningkatan pertumbuhan rahang. Otot yang berperan terhadap


18

perubahan karakter lengkung gigi adalah otot orofasial dan pengunyahan.

Gangguan otot sering dihubungkan dengan kelainan neuromuskular, genetik, dan

penyakit (Enlow. 1996).

2.7 Hubungan Perkembangan Gigi dan Pertumbuhan Wajah

Hellman menggunakan periode-periode perkembangan gigi untuk

mengukur pertumbuhan wajah karena pertumbuhan wajah tidak berdasarkan pada

umur saja, tetapi juga secara anatomi ada hubungan antara perkembangan gigi-

geligi dengan pertumbuhan wajah. Menurut Salzman (1957), periode

perkembangan muka dibagi menjadi : lahir sampai dengan umur 5 tahun, umur 5

sampai 15 tahun, dan umur 15 sampai 20 tahun.

2.7.1 Lahir sampai dengan Umur 5 Tahun

Selama periode ini, gigi sulung sudah lengkap dan pertumbuhan dalam

arah anteroposterior secara lebih intensif mulai berlangsung.

1. Lahir (21 hari) sampai umur 7 bulan

Periode pertama pertumbuhan rahang yang cepat. Pertumbuhan dalam arah

transversal mulai berlangsung untuk memberi tempat bagi gigi sulung, sedangkan

pertumbuhan dalam arah vertikal sedikit sekali. Pada periode ini terjadi

perkembangan lengkung gigi yang cepat.

2. Umur 7 bulan sampai akhir tahun kedua

Terjadi pertumbuhan dalam arah vertikal disertai erupsi gigi sulung. Pada

periode ini tidak ada pertumbuhan dalam arah anteroposterior.


19

3. Umur 3 sampai 4 tahun

Terjadi pertumbuhan dalam arah horizontal dan vertikal, terutama

pertumbuhan dalam arah vertikal.

4. Umur 4 sampai 7 tahun

Pertumbuhan dominan ke arah anteroposterior. Ini merupakan periode

kedua pertumbuhan rahang, yang dimulai dengan erupsi gigi molar pertama tetap.

2.7.2 Umur 5 sampai 15 Tahun

Selama periode ini gigi sulung sudah mulai tanggal dan semua gigi tetap

mulai erupsi kecuali molar ketiga. Perkembangan wajah dalam arah transversal,

vertikal dan anteroposterior berlangsung lebih intensif. Perkembangan lebar muka

terjadi pada permukaan tulang yang bebas secara aposisi, dinding lateral palatum

dan lengkung pipi mengalami perkembangan ke samping yang akan melebarkan

muka. Perkembangan tinggi wajah tergantung dari fungsi otot, perkembangan dari

sinus maksilaris serta perkembangan dan erupsi gigi-geligi (Salzmann, 1957).

Pertumbuhan maksila dan mandibula dalam arah anteroposterior menyebabkan

pergerakan tulang rahang ke depan dan ke bawah, hal ini berarti bahwa muka

bertambah besar dalam arah vertikal dan anteroposterior (Tan, 1969).

1. Umur 8 sampai 11 tahun

Terjadi pertumbuhan vertikal dan horizontal (tinggi dan lebar) muka. Gigi

insisif tetap mulai beroklusi dan molar kedua tetap mulai erupsi, menurut

Hellman, periode ini merupakan periode pertumbuhan maksimum pada anak

perempuan dalam arah tinggi, dalam, dan lebar muka (Tan, 1969).
20

2. Umur 12 sampai 16 tahun

Pada anak laki-laki terjadi pertumbuhan maksimum kearah tinggi, lebar

dan dalamnya wajah (Tan, 1969).

2.7.3 Umur 15 sampai 20 Tahun

Seluruh gigi tetap sudah erupsi kecuali gigi molar ketiga mulai bererupsi.

Pada perempuan pertumbuhan kearah vertikal masih berlangsung, tetapi lebih

intensif terjadi pada laki-laki (Tan, 1969).

2.8 Tipe Wajah

Penentuan tipe wajah merupakan salah satu prosedur penting dalam

menentukan diagnosis ortodonti walaupun tidak memberikan keterangan secara

lengkap mengenai tulang kraniofasial. Analisa tipe wajah dapat memperlihatkan

hubungan variasi bagian-bagian wajah sehingga para klinisi lebih mudah untuk

mengidentifikasi kemungkinan malrelasi yang terjadi (Bishara, 2001).

Secara umum morfologi tipe wajah dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis

kelamin, dan usia (Kumar, 2013). Walaupun bentuk wajah setiap orang berbeda,

seseorang mampu mengenal ribuan wajah karena ada kombinasi unik dari kontur

nasal, bibir, rahang, dan sebagainya yang memudahkan seseorang untuk mengenal

satu sama lain. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang

pipi, hidung, rahang atas, rahang bawah, mulut, dagu, mata, dahi, dan

supraorbital (Enlow, 1996).


21

Perubahan tipe wajah menurut usia terbagi dalam tiga tahap, yakni pada

usia 5-10 tahun, 10-15 tahun, 15-25 tahun. Pada Usia 5-10 tahun wajah

mengalami perubahan sebesar 40%. Pada usia 10-15 tahun terjadi perubahan

sebesar 40%. Pada usia 15-25 terjadi proses pencarian keseimbangan sampai

akhirnya wajah menjadi matur (Bishara, 2001).

Perubahan tipe wajah pada perempuan terjadi lebih cepat dibandingkan

laki-laki pada masa pubertas karena dipengaruhi oleh perbedaan percepatan

pertumbuhan antara laki-laki dan perempuan (Bishara, 2001). Pertambahan

ukuran pertumbuhan terus berjalan dengan kecepatan yang bervariasi. Ukuran

tinggi wajah anak perempuan umur 4-5 tahun lebih besar daripada anak laki-laki,

karena anak perempuan lebih cepat masa pertumbuhannya dibandingkan dengan

anak laki-laki. Pada usia tersebut, anak laki-laki biasanya lebih aktif daripada anak

perempuan, sehingga masukan zat gizi untuk pertumbuhan dipakai sebagai bahan

untuk perbentukan energi (Singh, 2007).

Menurut Singh pada tahun 2007 tipe wajah berdasarkan indeks morfologi

wajah. Indeks tersebut merupakan hasil pengukuran pada tinggi wajah total (Na-

Gn) dibagi dengan lebar wajah (Zy-Zy). Dari perhitungan tersebut beliau

mengklasifikasikan tipe wajah ke dalam beberapa bentuk yaitu: hipereuryprosopic

dengan indeks X-78,9, euryprosopic dengan indeks 79,0-83, mesoprospic dengan

indeks 84,0-87,9, leptoprosopic dengan indeks 88,0-92,9 dan hyperleptoprosopic

dengan indeks 93,0-x. Tipe wajah rata-rata yang dimiliki manusia adalah

euryprosopic, mesoprosopic dan leptoprosopic.


22

2.8.1 Tipe Wajah Leptoprosopic

Tipe wajah leptoprosopic memiliki ciri-ciri bentuk kepala panjang dan

sempit, bentuk dan sudut bidang mandibula yang sempit, bentuk wajah seperti

segitiga (tapered), tulang pipi tegak, rongga orbita berbentuk rektangular dan

apertunasal yang lebar. Kebanyakan bentuk kepala ini dimiliki oleh ras Negroid

dan Aborigin Australia (Ardhana, 2009). Tipe wajah leptoprosopic berada pada

rentang indeks 88 – 92,9 (Singh, 2007). Tipe wajah leptoprosopic dapat dilihat

pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tipe Wajah Leptoprosopic


(Sumber :Singh, 2007)

Tipe wajah leptoprosopic memiliki tulang hidung cenderung tinggi dan

hidung terlihat lebih protusif. Karena sangat protusif, kadang-kadang hidung

menjadi bengkok bahkan turun. Oleh karena bagian hidung dari tipe wajah

leptoprosopic lebih protusif, glabela dan lingkaran tulang orbital bagian atas
23

menjadi sangat menonjol sedangkan tulang pipi menjadi terlihat kurang menonjol.

Tipe wajah juga mempengaruhi bentuk lengkung gigi. Bentuk wajah yang sempit

dan panjang akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang panjang,

sempit, dan dalam. Selain itu, mandibula dan bibir bawah cenderung menjadi

retrusif sehingga profil wajah menjadi cembung (Enlow and Hans, 1996).

2.8.2 Tipe Wajah Euryprosopic

Tipe wajah euryprosopic memiliki tulang pipi yang lebih lebar, datar, dan

kurang protusif sehingga membuat konfigurasi tulang pipi terlihat jelas berbentuk

persegi. Bola mata juga lebih besar dan menonjol karena kavitas orbital yang

dangkal. Karakter wajah seperti ini membuat tipe wajah euryprosopic terlihat

lebih menonjol daripada leptoprosopic. Tipe wajah euryprosopic memiliki

lengkung maksila dan palatum yang lebar dan dangkal. Mandibula dan dagu

cenderung lebih protusif sehingga profil wajah menjadi lurus atau bahkan cekung

(Enlow, 1996). Tipe wajah euryprosopic dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Tipe Wajah Euryprosopic


(Sumber :Singh, 2007)
24

2.8.3 Tipe Wajah Mesoprosopic

Tipe wajah mesoprosopic memiliki karakterristik fisik antara lain, kepala

lonjong dan bentuk muka terlihat oval dengan zigomatik yang sedikit mengecil,

profil wajah ortognasi, apertura nasal yang sempit, spina nasalis menonjol dan

meatus auditoryexternal membulat. Tipe wajah seperti ini kebanyakan dimiliki

oleh orang Kaukasoid. Tipe wajah mesoprosopic berada pada rentang indeks 84,0-

87,9 (Singh, 2007). Tipe wajah mesoprosopic memiliki bentuk hidung, dahi,

tulang pipi, bola mata, dan lengkung rahang yang tidak selebar tipe wajah

euryprosopic dan tidak sesempit tipe wajah leptoprosopic (Enlow, 1996). Tipe

wajah mesoprosopic disajikan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Tipe wajah mesoprosopic


(Sumber :Singh, 2007)

2.9 Analisis Tipe Wajah Menggunakan Antropometri Wajah

Antropometri adalah pengukuran manusia dan lebih cenderung terfokus

pada dimensi tubuh manusia. Ilmu pengetahuan mengenai antropometri


25

berkembang terutama dalam konteks antropologi. Antropometri meliputi

penggunaan secara hati-hati dan teliti dari titik-titik pada tubuh untuk pengukuran,

posisi spesifik dari subjek yang ingin diukur dan penggunaan alat yang benar.

Pengukuran massa, panjang, tinggi, lebar, dalam, circumference (putaran),

curvatur (busur), pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pada intinya

pengukuran dapat dilakukan pada tubuh secara keseluruhan (contoh: stature)

maupun membagi tubuh dalam bagian yang spesifik (contoh: panjang tungkai)

(Christopher, 2003).

2.10 Lengkung Gigi

Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi-geligi.

Moyers menyatakan bahwa lengkung gigi merupakan refleksi gabungan dari

ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir, pipi dan lidah (Robert,

1998). Bentuk lengkung gigi awalnya dibentuk oleh konfigurasi tulang pendukung

dan diikuti dengan erupsi gigi oleh otot-otot sirkum oral dan tekanan fungsional

intraoral. Peneliti pada zaman dulu mendeskripsikan bentuk lengkung gigi dalam

bentuk qualitatif sederhana seperti elips, parabola, dan bentuk U. (Al-barakati,

2010).

Keberhasilan suatu perawatan ortodontik dapat dinilai berdasarkan

stabilitas hasil perawatan. Salah satu hal yang mempengaruhi stabilitas adalah

keberhasilan mempertahankan bentuk lengkung gigi (Arcis, 2012). Perbedaan

bentuk dan dimensi lengkung gigi dapat mempengaruhi perawatan secara klinis.

Setiap orang memiliki variasi lengkung gigi oleh sebab itu dokter harus
26

memperkirakan besarnya ruang yang tersedia, stabilitas, estetika gigi, prospek

pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam merawat semua kasus (Anwar, 2010).

Selain itu bentuk lengkung gigi selalu diperhatikan karena prinsip dasar perawatan

ortodonti adalah mempertahankan bentuk dasar lengkung gigi awal pasien

sebelum dirawat. Bentuk lengkung gigi tersebut diharapkan menjadi stabil setelah

perawatan selesai (Braun, 1998).

2.11 Klasifikasi Bentuk Lengkung Gigi

Penelitian mengenai bentuk lengkung gigi telah dimulai sejak awal

berkembangnya ilmu ortodonti itu sendiri. Berbagai metode dan formulasi

dikembangkan untuk dapat memprediksi bentuk lengkung gigi individual, tetapi

belum ada diantara formulasi tersebut yang dapat mewakili variasi bentuk

lengkung gigi pada seluruh populasi dan ras. Ada beberapa formulasi yang dahulu

cukup popular dalam menentukan bentuk lengkung gigi (Riberio, 2012), yaitu:

2.11.1 Lengkung Gigi Bonwill

Pada tahun 1885, Bonwill menjadi pasien dalam mengemukakan suatu

postulat untuk memprediksi bentuk lengkung gigi individual. Beliau mengatakan

bahwa bentuk tripod dari mandibula merupakan suatu segitiga yang sama sisi

dengan jarak antar kondilus sebagai dasar segitiga dan titik kontak insisif sentral

sebagai puncaknya. Panjang rata-rata tiap sisinya adalah 4 inci dengan variasi

tidak lebih dari ¼ inci (Arthadini, 2008). Bentuk lengkung Gigi Bonwill disajikan

pada gambar 2.4.


27

Gambar 2.4 Bentuk Lengkung Gigi Bonwill.


(Sumber :Al-barakati, 2010)

2.11.2 Lengkung Gigi Hawley

Hawley pada tahun 1994 memodifikasi postulat Bonwill yang dikenal

sebagai Bonwill-Hawley Chart. Chart menggunakan jumlah lebar enam gigi

antrior sebagai radius lingkaran, lalu gigi disusun pada lingkaran tersebut. Dari

lingkaran ini dibuat segitiga yang seimbang dengan lebar interkondil sebagai

dasar. Konstruksi ini dapat membantu untuk memprediksi bentuk lengkung gigi

normal (Al-barakati, 2010). Bentuk lengkung gigi Hawley disajikan pada gambar

2.5.

Gambar 2.5 Bentuk Lengkung Gigi Bonwill-Hawley


(Sumber: Riberio, 2012)
28

2.11.3 Lengkung Gigi Catenary

MacConail dan Scher pada tahun 1994 memperkenalkan disain Catenary.

Kurva ini ditentukan berdasarkan lebar intermolar yang diukur dari sentral fossa

molar pertama kanan dan kiri. Kurva Catenary adalah kurva yang terbentuk dari

lengkung kawat halus yang ditekan pada kedua ujungnya. Graber menambahkan

bahwa bentuk kurva hanya tepat pada sekitar 27% dari total subyek penelitian

(Braun, 1998). Bentuk lengkung gigi Catenary disajikan pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Kurva Catenary Graber.


(Sumber: Al-barakati, 2010).

2.11.4 Lengkung Gigi Brader

Tahun 1972 dipopulerkan suatu disain lengkung gigi Brader yang dikenal

dengan tripocal ellipses. Bentuk lengkung gigi ditentukan berdasarkan jarak

antara molar kedua terhadap permukaan bidang fasial dan gingival. Kekurangan

dari disain elips ini adalah kurang memperhatikan region kaninus yang seringkali

menjadi sangat lebar (Braun, 1998). Bentuk lengkung gigi Brader disajikan pada

gambar 2.7.
29

Gambar 2.7 Lengkung Gigi Brader.


(Sumber: Al-barakati, 2010).

2.11.5 Lengkung Gigi Raberin

Beberapa klinisi membuat klasifikasi bentuk lengkung gigi guna

memudahkan pekerjaannya untuk mengatasi banyaknya variasi lengkung gigi.

Raberin misalnya, dengan melakukan penelitian pada subyek tanpa perawatan

ortodonti, mengklasifikasikan lima bentuk lengkung gigi pentamorphic yaitu :

narrow, wide, mid, pointed dan flat. Titik referensi pada sistem pentamorphic ini

adalah titik tengah insisal gigi insisivus sentral, puncak tonjol gigi kaninus,

puncak tonjol mesio-bukal gigi molar pertama, puncak tonjol disto-bukal gigi

molar kedua (Raberin, 1993). Bentuk lengkung gigi Raberin disajikan pada

gambar 2.8.
30

Gambar 2.8 Lengkung gigi Raberin.


(Sumber: Tweed, 1966)

2.12 Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi

Bentuk lengkung gigi menggambarkan posisi dan hubungan dari satu gigi

ke gigi yang lainnya dalam bentuk 3 dimensi yang merupakan hasil dari morfologi

skeletal, jaringan lunak sekitarnya dan efek dari lingkungan (Shafique, 2011).

Pendeskripsian dari bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, mulai dari

bentuk geometri sampai ke fungsi matematika. Setiap metode penentuan bentuk

lengkung gigi memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional mudah

dilakukan namun kurang memiliki bukti matematika dan terdiri dari faktor-faktor

yang selalu mengarah pada pemahaman yang beragam karena tergantung pada

pemeriksaan visual pribadi. Sedangkan metode kuantitatif banyak menggunakan

evaluasi matematika yang melibatkan pengukuran titik referensi tertentu dan

menganalisis berbagai fungsi aljabar dengan menetapkan 4 sampai 5 jenis bentuk

lengkung gigi. Metode ini mengembangkan data yang banyak serta membutuhkan

kaliberasi rumit dengan peralatan tertentu (Shafique, 2011).


31

2.13 Orthoform Template

Chunk pada tahun 1932 mengklasifikasikan bentuk lengkung ke dalam 3

bentuk yaitu square, ovoid, dan tapered (Arthadini, 2008). Kemudian pada tahun

1987 Felton mencoba untuk mengevaluasi perbedaan lebar bentuk lengkung

kawat gigi pada arch wire yang digunakan untuk perawatan ortodonti dari sebuah

perusahaan ortodonti. Dari penelitiannya tersebut, Felton menemukan orthoform

template yaitu sebuah template transparan yang di atasnya digambar 3 bentuk

lengkung gigi yang berbeda yaitu bentuk lengkung gigi square, ovoid, dan

tapered (Othman, 2012).

Orthoform template digunakan untuk menentukan bentuk lengkung gigi

secara kualitatif. Orthoform template diletakkan pada bagian atas midline

lengkung gigi pada model cetakan baik pada rahang atas dan rahang bawah.

Bentuk lengkung gigi dipilih disesuaikan dengan template yang paling cocok

dengan model cetakan gigi (Othman, 2012). Orthoform template bentuk tapered,

ovoid, dan square disajikan masing-masing pada gambar 2.9, 2.10, dan 2.11.
32

Gambar 2.9 Orthoform template bentuk tapered


(Sumber: Othman, 2012)

Gambar 2.10 Orthoform template bentuk ovoid


(Sumber: Othman, 2012).
33

Gambar 2.11 Orthoform template bentuk square.


(Sumber: Othman, 2012).

2.14 Suku Jawa

Penduduk Indonesia berasal dari ras Mongoloid dan Austramelanesoid.

Populasi Jawa berasal dari ras Mongoloid dan sub ras Deutero Melayu (Artaria,

2012). Orang Jawa paling banyak tinggal di tanah Jawa dan merupakan suku

terbesar di Indonesia dengan jumlah sekitar 90 juta (Suseno, 2009). Populasi Jawa

memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain: bentuk kepala brachi-meso-dolicho cephali,

bentuk muka eury-mesoleptoprosope, bibir agak tebal, profil hidung konkaf,

rambut hitam lurus atau berombak, rambut tubuh jarang. Bentuk lengkung gigi

rahang atas ras Mongoloid kebanyakan berbentuk ellips (Eckert, 1997).

Anda mungkin juga menyukai