Anda di halaman 1dari 18

RESUME TUTORIAL SKENARIO 3 BLOK XII

ORAL INFECTION DAN MANIFESTASI

Oleh :
Caesar Asrul Rizki Priambodo
NIM. 10619024
Fasilitator
Sawitri Dwi Indah Pertami, drg., M.Si.

PROGRAM STUDI S1 KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI INSTITUT ILMU
KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2022
1. Prosedur pemerikasaan pada pasien (anamnesa>pertanyaan apa saja?,
pemeriksaan obyektif (IO dan EO), pemeriksaan penunjang (interpretasi hasil
lab).
Anamnesis merupakan percakapan professional antara dokter dengan pasien untuk
mendapatkan data atau riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien. Informasi tentang
riwayat pasien dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini
memberikan informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.
1) Pengenalan dan pembukaan diri terdiri dari :
 Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri
 Melakukan kontak mata dengan pasien
2) Menanyakan identitas pasien, terdiri dari :
 Nama : Tn/Ny.
 Usia
 Jenis Kelamin
 Alamat
 Pekerjaan
3) Menanyakan Keluhan Utama saat ini (presenting complaint) : keluhan saat
pasien datang atau keluhan yang membuat pasien datang menemui dokter gigi
4) Menanyakan sejarah keluhan utama, meliputi :
 Kapan keluhan terjadi (onset)
 Lamanya keluhan berlangsung (duration)
 Lokasi keluhan
 Faktor-faktor yang memperingan
 Faktor-faktor yang memperberat
 Kronologis (investigation thus far)
 Perawatan yang telah diterima
5) Riwayat medis sebelumnya : riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita
sebelumnya. Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk
mencegah kesalahan kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan
pemeriksaan rutin. Rangkaian pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan
harus dijadikan sebagai petunjuk untuk melakukan kebiasaan diagnostik yang
tepat. Yang termasuk dengan penyakit sistemik adalah :
- Penyakit jantung congenital
- Demam rematik
- Kelainan darah
- Penyakit saluran pernapasan
- Asma
- Hepatitis
- Penyakit gastrointestinal
- Penyakit ginjal atau saluran kencing
- Penyakit tulang atau sendi
- Penyakit diabetes
- Penyakit kulit
- Kelainan congenital
- Alergi
- Pengobatan belakangan atau yang sedang dilakukan
- Operasi sebelumnya atau penyakit serius
- Kelainan subnormal mental
- Epilepsy
- Riwayat penyakit serius dalam keluarga
6) Riwayat dental sebelumnya : riwayat penyakit dental yang pernah diderita
sebelumnya
7) Riwayat penyakit keluarga : riwayat penyakit yang bersifat herediter
8) Kebiasaan kultural dan sosial : dapat berupa informasi yang berhubungan
dengan lingkungan sosioekonomi dan pekerjaan, riwayat perjalanan keluar
negeri, riwayat seksual, hobby dan kebiasaan-kebiasaan pasien yang relevant.
9) Harapan pasien

(Lamlanto dan Nurhaida, 2010)


 Pemeriksaan Objektif
1) Pemeriksaan Ekstraoral

Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat
dapat diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, corak kulit, mata,
bibir, simetri wajah, dan kelenjar limfe.
2) Pemeriksaan Intra-oral

Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh
seorang klinisi. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :

 Pemeriksaan visual dan taktil

Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan


penglihatan. Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama
pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak informasi penting hilang. suatu
pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak yang cermat
mengandalkan pada pemeriksaan “three Cs”: color, contour, dan
consistency (warna, kontur dan konsistensi). Pada jaringan lunak, seperti
gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat dapat dengan mudah
dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur yang timbul
dengan pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan, atau
seperti bunga karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat
adalah indikatif dari keadaan patologik.

 Tes Perkusi

Tujuan tes perkusi adalah:

- Mengevaluasi status periodonsium yang meliputi gingiva,


tulang alveolar, ligament periodontal, dan sementum sekitar
gigi dan apical gigi.
- Menentukan ada atau tidak adanya penyakit periradikuler yang
meliputi jaringan dentin, sementum, dan ligament periodontal.
 Tes Tekan
Tujuan tes tekan adalah: Untuk mengetahui adanya fraktur atau
kelainan pada periapical.
 Vitality Test

Tes vitalitas merupakan sebuah tes yang bertujuan untuk menentukan


diagnosa dan menentukan apakah gigi tersebut masih vital atau sudah
nonvital. Gigi vital merupakan gigi yang masih punya suplai darah,
sedangkan gigi nonvital tidak. Terdapat berbagai macam tes vitalitas,
yaitu: Thermal Test, Elictric Pulp Testing, Test Cavity.
(Lamlanto dan Nurhaida, 2010)

 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis uremic stomatitis selain berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, juga


dilakukan pemeriksaan lab seperti tes darah, tes fungsi ginjal, dan urinalysis.
a) Tes darah terdiri dari :
- Elektrolit (sodium, potassium, chloride, bicarbonate)
- Mineral (phosphorus, calcium)
- Protein (albumin, globulins)
- Produk-produk sisa/waste products (urea, creatinine)
- Haemoglobin dan haematokrit
- Leukosit
b) Urinalysis

Dalam biokimia klinis, urin diuji dan laporan diberikan pada sampel urin.
Prosedur ini disebut dengan analisis urin atau urinalisis. Urinalisis berfungsi untuk
mendeteksi substansi pada urin yang berhubungan dengan gangguan metabolisme dan
disfungi ginjal. Proteinuria merupakan indeks penting dari penyakit ginjal. Dalam urin
normal, konstrentasi protein sangat rendah, yang tidak dapat dideteksi dengan tes
biasa. Protein ini disekresikan oleh sel epitel tubulus. Proteinuria biasanya dinilai
dengan uji panas dan asam asetat. Nilai normal proteinuria adalah <150mg/24 jam.

c) CTScan

Hasil CT scan memperlihatkan atrofi ginjal secraa bilateral. Atrofi ginjal adalah
salah satu penyakit ginjal yang terjadi karena penyusutan ginjal akibat hilangnya
nefron. Atrofi ginjal dapat disebabkan oleh penyakit seperti pielonefritis akut atau
kronis dan obstruksi saluran kemih, dan lain-lain.
(Mahjour dkk, 2017)

2. Diagnosis dan diagnosis banding (persamaan dan perbedaan)


Diagnosis banding untuk penyakit ginjal kronis termasuk kondisi dan gangguan
berikut:
 Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus [SLE])
 Stenosis arteri ginjal
 Obstruksi saluran kemih
 Granulomatosis Wegener
 Gagal Ginjal Akut
 Sindrom Alport
 Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal
 Glomerulonefritis kronis
 Nefropati diabetes
 Sindrom Goodpasture
 Mieloma Multipel
 Nefrolitiasis
 Nefrosklerosis
 Glomerulonefritis progresif

(Arora, 2015)

3. Definisi Gagal Ginjal Kronik


Penyakit gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
disebabkan adanya kerusakan laju penyaringan (filtrasi) dan terjadi dalam jangka waktu
yang panjang, sehingga lama kelamaan ginjal mengalami kerusakan berat dan permanen.

(Naryati, 2021)

4. Etiologi dan Faktor Predisposisi Gagal Ginjal Kronik

Penyebab kerusakan ginjal pada PGK adalah multifaktorial dan kerusakannya bersifat
ireversibel. Penyebab PGK pada pasien hemodialisis baru di Indonesia adalah
glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati lupus/SLE 1%, penyakit
ginjal hipertensi 34%, ginjal polikistik 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi
8%, pielonefritis kronik/PNC 6%, lain-lain 6%, dan tidak diketahui sebesar 1%. Penyebab
terbanyak adalah penyakit ginjal hipertensi dengan persentase 34 %.
(Aisara, dkk, 2018)

Faktor predisposisi penyakit ginjal kronis antara lain :

1) Faktor inisiasi, yaitu faktor yang langsung menyebabkan kerusakan pada


ginjal seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit autoimun, infeksi
sistemik, infeksi saluran kemih, obstruksi saluran kemih, dan toksisitas obat.
2) Faktor progresif, yaitu faktor yang dapat memperparah kondisi penyakit ginjal
kronis dan mempercepat penurunan fungsi ginjal seperti kadar proteinuria
yang tinggi, hipertensi berat, kadar gula darah yang tidak terkontrol pada
pasien diabetes, dan merokok.
3) Faktor kerentanan, yaitu faktor yang menyebabkan seseorang rentan terhadap
penyakit ginjal kronis yaitu usia tua dan adanya riwayat keluarga penderita
penyakit ginjal kronis.
(Tsukamoto Y et al, 2005)

5. Patogenesis Gagal Ginjal Kronik Hingga Terjadinya Stomatitis Uremia

Stomatitis uremik adalah komplikasi uremia yang jarang terjadi karena munculnya
dialisis ginjal yang mungkin terjadi sebagai akibat dari gagal ginjal lanjut dengan adanya
peningkatan kadar BUN yang nyata sekitar 150-300 mg/dl.1 Secara klinis
direpresentasikan sebagai plak putih yang didistribusikan terutama pada mukosa bukal,
dasar mulut dan permukaan dorsal atau ventral lidah. Pasien biasanya mengeluh nyeri,
dysgeusia rasa tidak enak dan sensasi terbakar dengan lesi, dan klinisi dapat mendeteksi
bau amonia atau urin pada napas pasien.

(Liao, 2017)

6. Manifestasi Oral Gagal Ginjal Kronik

Adapun manifetasi oral yang dapat terjadi pada pasien gagal ginjal kronik antara lain:

1) Perubahan aliran saliva

Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan
ekosistem di dalam rongga mulut. Kadar kalsium dan fosfat dalam saliva sangat
penting untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan
karang gigi dan plak bakteri. Peningkatan laju aliran saliva dapat mempengaruhi
ion-ion dalam saliva. Kenaikan sekresi saliva akan meningkatkan pH karena
terjadi peningkatan ion bikarbonat sehingga kemampuan mempertahankan pH
saliva juga akan meningkat. Ion kalsium dan fosfat juga meningkat sehingga
akanterjadi keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi. Ureum pada
saliva digunakan oleh mikroorganisme pada rongga mulut dan menghasilkan
pembentukan amonia. Ammonia tersebut akan menetralkan hasil akhir
metabolisme asam dari bakteri, sehingga pHmenjadi lebih tinggi.
(Slomianny BL, 2000)

Penderita PGK memiliki sekresi saliva yang lebih rendah karena perubahan
fungsi kelenjar dan pengaruh konsumsi makanan kariogenik.1,18Kelenjar ludah
pasien yang menjalani hemodialisis biasanya terganggu oleh perubahan
metabolism yang terjadi karena penyakit ginjal maupun
pengobatannya.2,18Gangguan fungsi saliva pada pasien hemodialisa terkait
dengan atrofi glandular dan fibrosis kelenjar saliva minor.1,2Hasil ini didukung
oleh korelasi positif antara laju aliran air liur yang merangsang laju aliran sekresi
parotis.
(Martin C et al, 2008)
2) Disgeusia

Pada pasien PGK, fungsi pengecapan terhadap rasa manis dan asam lebih
berpengaruh dibandingkan rasa asin dan pahit. Tingginya kadar ureum, dimetil
dan trimetil amin dalam saliva dan rendahnya kadar zinc diduga terkait dengan
penurunan persepsi rasa pada penderita gagal ginjal terutama yang menjalani
hemodialisa.
(Becherucci F et al, 2016)

Tingkat urea yang meningkat pada saliva adalah komplikasi dari penyakit
gagal ginjal, hal ini akan menghilangkan pengaruh dari pembentukan asam pada
asupan makanan kariogenik.Mengkonsumsi makanan yang mempunyai
potensi kariogenik akan mengakibatkan penurunan pH saliva yang selanjutnya
menyebabkan penurunan aliran saliva.

Kemungkinan faktor penyebab adalah adanya gangguan metabolisme dan


defisiensi vitamin yang sering terjadi pada pasien gagal ginjal sehingga
menyebabkan atropi kuncup pengecap, gangguan rasa logam, bau uremik,
penurunan laju aliran saliva, akumulasi lapisan debris dilidah dan diperburuk oleh
kebersihan mulut yang buruk.
(Martin C et al, 2008)

3) Xerostomia

Xerostomia merupakan gejala berupa mulut kering akibat produksi kelenjar


saliva yang berkurang. Gangguan produksi kelenjar saliva tersebut dapat
diakibatkan oleh gangguan pada pusat saliva, syaraf pembawa rangsang saliva
ataupun oleh perubahan komposisi elektrolit saliva. Mulut kering pada pasien
dengan PGK dilaporkan sebagai akibat dari keterlibatan kelenjar (atrofi parenkim
kelenjar ludah minor), penurunan sekresi saliva (sebagai konsekuensi dari
pembatasan asupan cairan dan efek sekunder dari obat terutama anti hipertensi).
Gejala umum manifestasi oral pada pasein PGK adalah sensasi mulut kering, yang
disebabkan oleh pembatasan asupan cairan, dehidrasi, pernafasan dari mulut, efek
samping dari terapi obat, dan laju aliran saliva rendah.
(Indonesian Renal Registry, 2011)

Pasien PGK mendapat terapi antihipertensi meliputi golongan ACE inhibitor,


anti kolinergik, β-Blocker, Ca Channel Blocker dan diuretik. Medikasi tersebut
diketahui memiliki efek samping serogenik yang berperan dalam terjadinya
serostomia. Gejala serostomia dapat timbul pada banyak individu yang menerima
hemodialisis. serostomia jangka panjang bisa menyebabkan gigi rentan terhadap
karies dan inflamasi gingiva sehingga dapat menimbulkan kesulitan berbicara,
mengunyah makanan, disfagia, sakit pada mulut, dan hilangnya daya pengecap.

(Levey AS et al. 2005)

4) Kalkulus dan karies gigi

Pasien PGK cenderung memiliki asupan makanan yang tidak sesuai seperti
konsumsi terlalu sedikit protein dan terlalu banyak kalori dan lemak. Jumlah gigi
sangat penting untuk fungsi pengunyahan. Peningkatan periodontitis dan karies
gigi yang pasien PGK menyebabkan kehilangan gigi, yang dapat mengakibatkan
kesulitan mengunyah, hal ini bila terus berlanjut dapat membuat anak menderita
malnutrisi akibat asupan makanan kurang. Kalkulus/karang gigi yaitu suatu
endapan keras hasil mineralisasi/kalsifikasi yang melekat disekeliling mahkota
dan akar gigi. Pasien yang menjalani terapi dialisis, terjadi peningkatan urea
dalam saliva yang memicu pembentukan kalkulus gigi. Dalam lingkungan mulut
yang sehat, kadar kalsium dan fosfat dalam saliva jenuh tanpa pengendapan. Jika
keseimbangan kadar ini terganggu, maka kalkulus gigi akan terbentuk pada pH
saliva yang tinggi. PGK ditandai dengan gangguan metabolisme kalsium-fosfat
dan peningkatan beban kalsium sebagai akibat dari pemberian pengikat fosfat
berbasis kalsium. Pasien memiliki tingkat pH mukosa mulut tinggi akibat jumlah
urea meningkat pada sekresi kelenjar saliva.
Oleh bakteri menyebabkan pelepasan ammonia dan peningkatan pH
menyebabkan kondisi alkalinisasi. Kondisi alkalinisasi dapat memfasilitasi
terjadinya demineralisasi email yang memicu timbulnya karang gigi sehingga
berkontribusi untuk peningkatan pembentukan kalkulus. Peningkatan pH saliva,
urea, fosfat dan penurunan kadar magnesium pada saliva menyebabkan
pengendapan kalsium fosfat dan kalsium oksalat yang memicu pembentukan
kalkulus gigi. Penurunan laju aliran saliva disebabkan oleh kombinasi
keterlibatan langsung uremia pada kelenjar saliva serta dehidrasi yang terkait
pembatasan asupan cairan. Aliran saliva berkurang, urea saliva akan membentuk
ammonia yang akan membuat pH saliva naik sehingga menganggu keseimbangan
serum fosfat dan kalsium yang pada akhirnya menyebabkan pengendapan garam
kalsium fosfat sehingga memicu timbulnya kalkulus gigi.
(Dencheva M et al, 2010)

5) Halitosis / Bau mulut tak sedap

Pasien uremik memiliki bau mulut seperti amonia yang juga terjadi pada
sepertiga orang yang menjalani terapi hemodialysis pada kasus gagal ginjal kronis.
Pasien juga mengalami sensasi rasa logam di mulut (uremik fetor). Uremik
fetorterjadi sebagai akibat dari tingginya kadar ureum yang dipecah menjadi
amonia mengakibatkan kadarnya meningkat dalam saliva sehingga menimbulkan
halitosis. Penyebab lain yang mungkin meningkatnya konsentrasi fosfat dan
protein, serta perubahan pH saliva. Pada beberapa pasien mengeluh mengalami
sensasi lidah seperti membesar.
(Levey AS et al. 2005)

6) Infeksi rongga mulut

Infeksi Candida terjadi akibat kehilangan kemampuan untuk melawan infeksi.


Saliva memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan homeostasis
rongga mulut, melalui aktivitas antimikrobial dan fungsi lubrikasi bagi mukosa
mulut, sehingga kondisi mulut yang kering dan kebersihan mulut yang buruk akan
meningkatkan risiko terjadinya infeksi di rongga mulut. Kandidiasis lebih sering
terjadi pada pasien transplantasi ginjal karena imunosupresi. Periodontitis
merupakan sumber potensial dari timbulnya bakteremia, terutama pada pasien
immunokompromi. Bakteremia pada pasien dengan karies gigi dan penyakit
periodontal cenderung berkelanjut dan meningkatkan risiko penyebaran secara
hematogen dari infeksi gigi. Hal ini dimungkinkan bahwa disfungsi imun pada
kondisi uremia dapat secara substansial meningkatkan risiko infeksi sistemik dan
kondisi patologis mulut lainnya. Bakteri dari rongga mulut dapat masuk ke dalam
saluran pernapasan dan dapat menyebabkan pneumonia.
(Pardede SO, 2009)

7) Coated Tongue

Coated tongue adalah lapisan berwarna putih, kuning, atau kecoklatan di atas
permukaan lidah. Coated tongue disebabkan adanya akumulasi dari bakteri,
sejumlah besar deskuamasi sel epitel yang dilepaskan dari mukosa, leukosit dari
poket periodontal, metabolisme darah dan berbagai jenis nutrisi. Gambaran klinis
coated tongue yaitu adanya lapisan tebal berwarna putih atau kuning di atas
permukaan lidah. Lesi tersebut terjadi karena adanya akumulasi debris makanan
dan bakteri. Lesi ini dapat hilang dengan cara di hapus tanpa meninggalkan daerah
eritem. Untuk beberapa alasan orang yang sudah lanjut usia lebih sering
mengalami coated tongue dari pada orang yang lebih muda, ini dikarenakan dari
pola makan, ketidakmampuan seseorang secara fisik dalam menjaga kebersihan
mulut, penurunan aliran kelenjar saliva akan menyebabkan terjadinya penimbunan
debris makanan pada gigi. Coated tongue akan menyebabkan terjadinya
penumpukan bakteri, bau mulut dan berkurangnya sensasi rasa pada lidah.
(Dencheva M et al, 2010)
8) Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh candida albicans yang
berhubungan dengan penyakit sistemik pada PGK. Terjadinya kandidiasis pada
rongga mulut di awali dengan adanya kemampuan candida untuk melekat pada
mukosa mulut. Perlekatan jamur pada mukosa mulut mengakibatkan proliferasi,
kolonisasi tanpa atau dengan gejala infeksi. Hal ini yang menyebabkan awal
terjadinya infeksi kandida. Infeksi kandida kemungkinan terjadi terus menerus,
terutama pada pasien yang mengalami imunosupresan, atau reaksi plak dan bakteri
pada mukosa oral. Secara klinis infeksi candida dibagi atas candidiasis akut dan
kronik. Kandidiasis pseudomembran akut terjadi dengan plak berwarna putih
tebal, dan dapat hilang dengan cara dihapus tetapi meninggalkan permukaan
merah, kasar, atau berdarah dan merupakan infeksi kandida yang paling sering
ditemukan pada penderita gagal ginjal kronis.
(Sunil Aet al, 2013)

9) Stomatitis Uremia

Stomatitis uremia perlu diperhatikan dan dapat muncul sebagai daerah


berpigmentasi putih, merah, maupun keabuan pada mukosa oral, dan
menimbulkan rasa sakit. Stomatitis uremia biasanya timbul apabila konsentrasi
urea dalam darah melebihi 300 mg/L. Mekanisme timbulnya stomatitis pada
penderita gagal ginjal diperkirakan merupakan akibat dari uremia. Pada keadaan
uremia, terjadi pengumpulan urea dalam sekret-sekret tubuh antara lain dalam
keringat dan saliva. Urea dalam saliva akan dipecah oleh urease yang dihasilkan
oleh mikroorganisme mulut menjadi amonia bebas. Adanya amonia bebas
ditambah dengan oral hygiene yang jelek akan menimbulkan iritasi mukosa mulut.
Selain pengumpulan urea dalam sekret tubuh, uremia juga akan menyebabkan
penurunan respons imun baik seluler maupun humoral dan barier mukokutan
yang berfungsi sebagai proteksi
terhadap kuman-kuman patogen akan mudah rusak atau pecah sehingga terjadi
ulserasi. Hal ini akan menyebabkan timbulnya stomatitis uremia.

(Sunariani J dkk. 2007)

7. Definisi Stomatitis Uremia

Stomatitis uremik merupakan komplikasi penyakit ginjal kronis, dan terjadi di


intraoral rongga mulut. Stomatitis uremik ditandai adanya ulserasi disertai rasa nyeri yang
ditutupi dengan pseudomembran putih keabu-abuan dan terletak pada batas lateral, dorsum
lidah, dasar mulut atau mukosa bukal.
( Arunkumar S. 2015)

8. Klasifikasi Stomatitis Uremia


Stomatitis uremia mempunyai empat tipe yaitu tipe ulseratif, tipe hemoragik, tipe
nonulseratif pseudomembranosa, dan tipe hiperkeratotik.
1) Tipe ulserartif adalah ulser berwarna kemerahan ditutupi lapisan tipis
pseudomembran, terletak pada lidah dan dasar mulut.

2) Tipe hemoragik dimana gingiva membengkak, berwarna kemerahan, dan


biasanya berdarah.
3) Tipe nonulseratif pseudomembranosa terlihat sebagai eritema difus yang nyeri,
tertutup pseudomembran tebal berwarna putih kelabu terletak pada lidah dan
dasar mulut.
4) Tipe hiperkeratotik tampak sebagai lesi hiperkeratotik berwarna putih disertai
tonjolan tipis terletak pada bagian lateral lidah.

(Laskaris G, 2012)

9. Gambaran Klinis Stomatitis Uremia (Per Klasifikasi)

Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai leukoplakia berbulu oral. Stomatitis


uremik dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis seperti erythemopultaceous, ulseratif,
hemoragik dan hiperkeratosis. Secara histologis, stomatitis uremik ditandai dengan
infiltrat inflamasi minimal dengan epitel hiperplastik dan hiperparakeratinisasi yang tidak
biasa. Lesi oral diduga karena iritasi dan cedera kimia mukosa oleh senyawa amonia atau
amonium yang dibentuk oleh hidrolisis urea dalam air liur oleh urease.
(Oxford Univ, 2017)

10. Tatalaksana, Perawatan Holistik, Rujukan, dan Kie Stomatitis Uremia

Secara umum perlu adanya kerjasama dengan spesialis ginjal sebelum dilakukan
pemberian terapi pada pasien stomatitis uremik baik lokal atau sistematik. Lesi pada
rongga mulut harus dilakukan perawatan setelah dilakukan hemodialisis" Terapi lokal
yang diberikan pada pasien uremik stomatitis adalah kontol oral hygene, pemberian obat
kumur
Hidrogen Peroksida 10% (1:1 dengan air) 3-4 kali sehari selama 1-2 minggu,
pemberian antijamur topikal seperti mikonazol oral gel 3-4 kali sehari atau nistatin oral
suspensi 3-4 kali sehari bila tampak adanya kandidiasis, dan penggunaan air liur buatan
pada pasien xerostomia.l6,18 Pasien dengan uremic stomatitis merespon perawatan yang
dilakukan pada gagal ginjal kronis dan akan kronis sembuh spontan setelah 2-3 minggu
pasca terapi. Stomatitis uremik merespons pengobatan gagal ginjal yang
dimilikinya.Selain itu, langkah-langkah lokal yang bertujuan untuk meningkatkan
kebersihan mulut juga dapat digunakan.
Perawatan pada Pasien Pada laporan kasus ini pasien diberi terapi berupa
Chlorhexidine digluconate 0,12% (membersihkan rongga mulut minimal 3x sehari), NaCl
0,9% (kompres bibir minimal 3x sehari) dan terapi nonfarmakologis berupa OHI KIE
(membersihkan gigi dan mulut dengan sikat gigi bristle lembut minimal 3x sehari).
Pasien yang menderita penyakit stomatitis uremia memerlukan perawatan gigi yang
khusus, bukan hanya karena adanya hubungan antara sistemik dan rongga mulut tetapi
karena efek samping dan karasteristik dari perawatan yang diterima harus diperhatikan
agar tidak menambah beban dan rasa sakit pada penderita. Perawatan secara klinis yang
teratur sangat penting untuk identifikasi dini dari komplikasi rongga mulut dari penyakit
stomatitis uremia. Perawatan yang diindikasikan adalah perawatan periodontal yang
teratur, dan non- bedah. Selain itu, meskipun memiliti tingkat kebutuhan untuk perawatan
gigi yang tinggi, kehadiran pasien ketempat perawatan gigi tidak lebih baik dibandingkan
mereka yang tanpa penyakit ginjal
(Sudarshan, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Arunkumar S, Annigeri RG. Ulcerative uremic stomatitis-review of the literature and a


rare case report. JKIMSU. 2015; 1(4): 148-154
Arora, P. (2015, April 7). Chronic Kidney Disease. (V. Batuman, Editor) Diunduh pada
Januari 30, 2016, dari Medscape: http://emedicine.medscape.com/article/238 798-
overview
Dencheva M, Krasteva A, GueorgievaTzv, Kisselova A. Oral finding in patients with
replaced renal function - a pilot study. J of IMAB 2010; 16: 54- 6.
Indonesian Renal Registry. Report of Indonesian Renal Registry 4thed, 2011: 1-20
Lamlanto, Nurhaida. 2010. Prosedur Menegakkan Diagnosis dalam Praktik Kedokteran
Gigi. Makassar : Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas Hassanudin.
Laskaris G. Atlas saku penyakit mulut. Alih Bahasa. Siswasuwignya P. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran , 2012: 12-26.
Levey AS, Eckardt AU, Tsukamoto Y et al. Definiton and classification of chronic
kidney disease: a position statement from kidney disease. Kidney International
2005; 67: 2089.
Naryati, 2021. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Melalui Terapi Hemodialisa. Jurnal Ilmiah
Keperawatan ,Vol 7, No 2
Pardede SO, Chunnaedy S. Penyakit ginjal kronik pada anak. Sari pediatri 2009; 11: 199-
202.
Sitifa Aisara, Syaiful Azmi , Mefri Yanni,, 2018, Gambaran Klinis Penderita Penyakit
Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUP Dr. M. Djamil Padang ,
Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(1).
Sudarshan, Ramachandran. Stomatitis uremik. Contemp Clin Dent. 2012 Jan-Mar: 3(1):
113–115.
Sunariani J dkk. Perbedaan persepsi pengecapan rasa asin antara usia subur dan usia
lanjut. Majalah Ilmu Faal Indonesia 2007. Maret 6: 184-5.
Sunil Aet al. Common superficial tongue lesions. Ind J of Clinical Practice 2013; 23: 536-
8.
.

Anda mungkin juga menyukai