Anda di halaman 1dari 5

Contextual Teaching And Learning(CTL) merupakan model pendidikan dan

pembelajaran yang sudah lama berkembang di negara-negara maju seperti Amerika. Model ini
dianggap sebagai strategi pelaksanaan pendidikan melalui proses pembelajaran yang pada
hakekatnya adalah membantu pendidik atau guru untuk mengaitkan materi yang diajarkannya
dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik atau siswa untuk mengaitkan pengetahuan
yang dipelajari dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Menurut Johnson, E.B (2002) memberikan definisi CTL adalah proses pendidikan
belajar yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.
Jadi, Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tersebut dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit melalui
proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya di
masyarakat. Cara belajar yang terbaik dalam model atau pendekatan ini adalah siswa
mengkonstruksikan secara aktif pemahamannya sendiri.

Model pendidikan dan pembelajaran berbasis CTL ini memiliki 7 komponen utama yaitu:

1. konstruktivisme, komponen ini dijadikan sebagai landasan filosofi bahwa peserta didik akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, membangun sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya, peserta didik belajar sedikit demi sedikit dari konteks terbatas,
pemahaman siswa yang mendalam diperoleh melalui pengalaman belajar yang memadai.
2. menemukan (inquiry), komponen ini sebagai strategi pembelajaran yang berpusat pada
peserta didik peserta didik, dimana peserta didik berusaha mengamati, memahami, menganalisa
sebuah fenomena, mengajukan dugaan sementara, dan sampai pada merumuskannya konsep
sendiri sebagai kesimpulan, baik secara individual maupun kelompok.
3. Bertanya (Questioning), komponen ini sebagai modal dasar keingintahuan yang perlu
dikembangkan oleh peserta didik. Peserta didik didorong untuk lebih agresif mengetahui sesuatu
dengan cara selalu bertanya dan bertanya, sehingga mendapatkan informasi yang sebanyak-
banyaknya dan kemudian dipikirkannya sendiri yang kemudian diharapkan terbangun sebuah
konsep baru.
4. masyarakat belajar (Learning Comunity), komponen ini sebagai upaya menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif. Peserta didik bisa saling tukar pengalaman dengan orang lain,
saling bekerja sama dalam memecahkan berbagai persoalan sehingga diperlukan adanya kerja
kelompok, pendidik memfasilitasi bagaimana caranya agar peserta didik bisa belajar dari semua
yang ada di lingkungan belajar, peserta didik lebih bisa memahami berbagai perbedaan pendapat
dan lain-lain.
5. pemodelan (Modeling), komponen ini sebagai acuan pencapaian kompetensi. Dalam
komponen ini menjelaskan perlunya berbagai model dalam pembelajaran, sehingga bisa ditiru
atau dipraktikkan peserta didik. Model ini di samping untuk menghilangkan kejenuhan peserta
didik dalam belajar juga bertugas sebagai upaya memudahkan dan percepatan belajar peserta
didik sehingga cepat menemukan sesuatu. Sebagai contoh, pendidik menunjukkan Bagaimana
cara mempelajari kitab kitab fiqih yang berbahasa Arab gundul supaya cepat bisa dipahami dan
lain-lain.
6. refleksi (Reflektion), komponen ini sebagai langkah akhir dalam proses belajar. Dalam
komponen ini menjelaskan cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa apa yang kita lakukan di masa yang lalu atau dengan kata lain dalam
refleksi ini peserta didik diajak untuk memberikan respon baik melalui lisan, tulisan atau
demonstratif seni terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru saja diterima dan
membandingkan dengan pengalaman yang pernah dialami sebelum-sebelumnya.
7. penilaian yang sebenarnya(Aunthetic Assessment), komponen ini sebagai proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar peserta
didik. Penilaian yang benar adalah menilai apa yang seharusnya dinilai. Kemajuan belajar
dimulai dari proses, disamping penilaian hasil, artinya bahwa pada saat proses pembelajaran
berlangsung pada saat itu pula penilaian diberikan seberapa besar kemajuan belajar peserta didik
telah dicapai melalui berbagai cara dan sumber. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan adanya kemacetan belajar peserta didik maka pendidik segera bisa
mengambil tindakan yang tepat agar peserta didik terbebas dari kemacetan belajar tersebut.

Disamping komponen utama diatas, menurut Zahorik(dalam Dirjen Dikdasmen


Depdiknas, 2003:10) ada 5 elemen atau prinsip yang perlu diperhatikan dalam praktik
pembelajaran kontekstual, yaitu :
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating
knowledge)
2. Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge)
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knomledge)
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge)

Tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk membekali mahasiswa berupa


pengetahuan dan kemampuan skill yang lebih realistis, karena inti pembelajaran adalah untuk
mendekatkan hal-hal yang teoritis dan praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini
diusahakan teori yang dipelajari teraplikasi dalam situasi riil. Bagi dosen metode ini membantu
dasar mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata dan mendorong mahasiswa
membuat hubungan antara pengetahuan sebelumnya dengan aplikasinya dalam kehidupan
mereka di masyarakat
Dalam konteks ini peserta didik perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
dalam status apa mereka, dan bagaimana menyampaikan mencapainya. Mereka sadar bahwa
yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan demikian mereka memosisikan
sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya kelak. Mereka mempelajari
apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu mereka
memerlukan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kelas.
Dalam kontekstual tugas guru adalah membimbing peserta didik mencapai tujuannya
guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi
anggota kelas. Sesuatu yang baru baik pengetahuan maupun keterampilan datang dari
“menemukan” sendiri bukan dari apa kata guru, begitulah peran guru di kelas yang dikelola
dengan pendekatan kontekstual.
Kontekstual hanya sebagai sebuah strategi pembelajaran seperti halnya strategi
pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan
lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dilaksanakan tanpa harus mengubah
kurikulum dan tatanan yang ada.

STRATEGI-STRATEGI PEMBELAJARAN CTL


Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual antara
lain:
1. Pembelajaran berbasis masalah.
Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama,siswa ditantang untuk berfikir kritis
untuk memecahkan .
2.Menggunakan konteks yang beragam.
Dalam CTL guru membermaknakan pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa
menjadi berkualitas.
3.Mempertimbangkan kebhinekaan siswa.
Guru mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan social seyogianya
dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan toleransi untuk
mewujudkan ketrampilan interpersonal.
4.Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri.
Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar
untuk belajar mandiri dikemudian hari.
5.Belajar melalui kolaborasi
Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan
sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya
6.Menggunakan penelitian autentik
Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual
dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang
dimilikinya
7.Mengejar standar tinggi
Setiap seyogianya menentukan kompetensi kelulusan dari waktu kewaktu terus ditingkatkan dan
setiap sekolah hendaknya melakukan Benchmarking dengan melukan study banding keberbagai
sekolah dan luar negeri.

Menurut JONHSON (2004) tiga pilar dalam system CTL antara lain :

1. CTL mencerminkan prinsip saling ketergantungan


Kesaling ketergantungan mewujudkan diri.Misalnya ketika para siswa bergabung untuk
memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekanya .Hal ini
tampak jelas ketika subyek yang berbeda dihubungkan dan ketika kenitraan menggabungkan
sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas.
2. CTL mencerminkan prinsip berdeferensiasi
Ketika CTL menentang para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing ,untuk
menghormati perbedaan,untuk menjadi kreatif,untuk bekerja sama ,untuk menghasilkan gagasan
dan hasil baru yang berbeda ,dan untuk menyadari bahwa keragaman adalah tabda kemantapan
dan kekuatan.
3. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri
Pengorganisasian diri terlihat para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka
sendiri yang berbeda ,mendapat manfaat dari umpan balik yang diberiakan oleh penilaian
autentik,mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi
dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada sisiwa yang membuat hati
mereka bernyanyi

TUJUAN
Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan
mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi
dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
Model pembelajaran ini bertujuan agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi
perlu dengan adanya pemahaman
Model pembelajaran ini menekankan pada pengembangan minat pengalaman siswa.
Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan
terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang
bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
Model pembelajaran CTL ini bertujun agar pembelajaran lebih produktif dan bermakna
Model pembelajaran nodel CTL ini bertujuan untuk mengajak anak pada suatu aktivitas yang
mengkaitkan materi akademik dengan konteks jehidupan sehari-hari
Tujuan pembelajaran model CTL ini bertujuan agar siswa secara indinidu dapat menemukan dan
mentrasfer informasi-informasi komplek dan siswa dapat menjadikan informasi itu miliknya
sendiri.
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN CTL
Langkah-langkah pembelajaran CTL antara lain :
Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri,menemukan sendiri ,dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topic
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
Menciptakan masyarakat belajar
Menghadirkan model sebagia contoh belajar
Melakukan refleksi diakhir pertemuan.
Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Ciri kelas yang menggunakan pendekatan konstektual
Pengalaman nyata
Kerja sama, saling menunjang
Gembira, belajar dengan bergairah
Pembelajaran terintegrasi
Menggunakan berbagai sumber
Siswa aktif dan kritis
Menyenangkan ,tidak membosankan
Sharing dengan teman
Guru kreatif
H. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN
1. Kelebihan dari model pembelajaran CTL
a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang
dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b.Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan
memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g.Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
2. Kelemahan dari model pembelajarab CTL
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa
padahal,dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan
kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama
b.Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki
kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan
rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal
dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa
tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap
pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami
kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan
yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang memiliki kemampuan intelektual
tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami kesulitan
sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai
pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri
mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan

Anda mungkin juga menyukai