gvcvcbcvvbvbvb
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh :
RESI ANDELA
1710802002
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
menembus lapisan kulit yang lebih dalam yaitu lapisan
dermis dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
sel-sel sehingga keelastisitasan kulit menjadi
berkurang dan efek jangka panjangnya kulit akan
mengalami penuaan dini maupun kanker kulit [4][5].
Berdasarkan analisis data riset kesehatan
Andalas tahun 2015-2017, prevalensi kanker kulit di
Indonesia menempati urutan ketiga setelah kanker
rahim dan kanker payudara dengan persentase 5,9 –
7,8 % dari semua jenis kanker pertahun. Jenis kanker
kulit yang paling banyak di Indonesia yaitu karsinoma
sel basal (65,5%), diikuti karsinoma sel skuamosa
(23%), dan melanoma maligna (7,9%). Bentuk yang
paling invasif kanker kulit adalah melanoma, memiliki
tingkat kematian yang tinggi, terutama jika tidak
terdeteksi dini [6].
Secara alami jaringan epidermis pada kulit dapat
melawan efek negatif yang disebabkan oleh sinar UV
seperti pengeluaran keringat, pembentukan melanin,
dan penebalan stratum corneum, akan tetapi apabila
paparan sinar UV tersebut berlebih epidermis tidak
2
cukup mampu menangkalnya, sehingga dibutuhkan
perlindungan tambahan seperti pemakaian tabir surya
[5].
Tabir surya atau lebih dikenal dengan sunscreen
terbagi menjadi 2 yaitu chemical sunscreen dan
physical sunscreen (sunblock). Chemical sunscreen
umumnya merupakan senyawa aromatik yang
dikonjugasi oleh gugus karbonil, memiliki kromofor
dan auksokrom dimana sunscreen ini bekerja dengan
cara mengabsorbsi sinar UV intensitas tinggi.
Sedangkan Physical sunscreen bekerja dengan cara
memantulkan atau menyebarkan sinar UV [7].
Efektivitas suatu sunscreen dilihat dari nilai SPF
(Sun Protecting Factor). Semakin besar nilai SPF
maka semakin besar kemampuannya dalam
melindungi kulit dari efek negatif sinar UV. Nilai SPF
merupakan rasio Minimal Erythema Dose (MED) pada
kulit manusia yang terlindungi oleh sunscreen
terhadap MED tanpa perlindungan sunscreen [7].
Berdasarkan nilai SPF, sunscreen dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tingkat kualitas
perlindungan yaitu proteksi minimal (2-4), proteksi
3
sedang (4-6), proteksi ekstra (6-8), proteksi maksimal
(8-15), dan proteksi ultra (>15) [5].
Sunscreen dapat dihasilkan dari sintesis suatu
senyawa maupun ekstraksi bahan alam. Pada bidang
kosmetik, pembuatan produk dari bahan alam lebih
menguntungkan lantaran mempunyai toleransi yang
baik untuk kulit, karena tidak memunculkan iritasi
berat pada kulit yang sensitif [3].
Penelitian aktivitas tabir surya dari ekstrak
bahan alam telah banyak dilakukan. Menurut Wenny
dkk [8] aktivitas tabir surya daun cempedak
(Artocarpus champeden Spreng) fraksi etil asetat pada
konsentrasi 200 ppm memiliki aktivitas tabir surya
yang paling baik dengan proteksi sutan standar karena
mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu
flavonoid. Uji aktivitas tabir surya ekstrak daun dan
kulit batang dengen (Dillenia serrata) menggunakan
fraksi etanol 96% yang mengandung polifenol dan
flavonoid memberikan aktivitas tabir surya dengan
proteksi sedang.
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tumbuhan yang mengandung
4
senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid dan
polifenol memiliki potensi yang baik sebagai agen
tabir surya, hal ini disebabkan senyawa-senyawa
metabolit sekunder tersebut memiliki gugus aromatis
terkonjugasi dengan gugus karbonil.
Senyawa polifenol dan flavonoid dapat
menstabilkan perpindahan elektron karena dapat
menyerap atau mengurangi intensitas radiasi sinar UV.
Berdasarkan perhitungan quantum mekanik
ditunjukkan bahwa energi delokalisasi elektron ini
berhubungan dengan energi radiasi pada daerah UV A
dan UV B [9]. Salah satu bahan alam yang dapat
dijadikan sebagai sunscreen alami lainnya adalah
kapuk randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn) karena
mengandung senyawa polifenol dan flavonoid [10].
Kapuk randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn)
banyak ditemukan di Sumatera Selatan tepatnya di
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tanaman ini sering
dijumpai di pinggir-pinggir jalan ataupun di
perkebunan dan biasanya buahnya digunakan
masyarakat untuk pembuatan bantal karena memiliki
serat yang halus dan lembut. Selain itu juga kapuk
5
randu banyak dimanfaatkan untuk pengobatan karena
bersifat antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan [10]
[11][12]. Menurut Yamin dkk [12] kandungan
flavonoid dari ekstrak etanol kulit batang kapuk randu
memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan nilai
IC50 sebesar 26.06 µg/Ml.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan
dilakukan penelitian untuk menguji aktivitas
sunscreen fraksi etanol daun kapuk randu (Ceiba
petandra (L.) Gaertn) secara In Vitro dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis.
6
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Mengetahui aktivitas sunscreen fraksi etanol
daun kapuk randu (Ceiba petandra (L.)
Gaertn).
2. Mengetahui nilai SPF (Sun Protection Factor)
fraksi etanol daun kapuk randu (Ceiba
petandra (L.) Gaertn) pada konsentrasi 10, 30,
50, 70 dan 90 ppm.
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan
uji aktivitas sunscreen fraksi etanol daun kapuk randu
(Ceiba petandra (L.) Gaertn) dan mengetahui nilai
SPF (Sun Protection Factor) fraksi etanol daun kapuk
randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn) pada konsentrasi
10, 30, 50, 70 dan 90 ppm.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapuk Randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn)
9
madu yang bagus dan bunga kapuk randu ini dapat
digunakan sebagai obat tradisional untuk penyakit
demam, batuk, serak dan lain sebagainya. Buah
digunakan sebagai bahan dasar matras, bantal dan
hiasan dinding. Kulit kering dapat digunakan sebagai
bahan bakar [10][14].
Adapun klasifikasi tanaman kapuk randu yaitu
sebagai berikut [13]:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Ceiba
Spesies : Ceiba pentandra
10
Kapuk randu merupakan salah satu tumbuhan
tingkat tinggi yang telah diidentifikasi dan digunakan
untuk tujuan pengobatan. Kebiasaan tradisional di
beberapa daerah sudah banyak digunakan untuk
pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
jamur, parasit dan gangguan inflamasi. Daunnya
memiliki khasiat menghilangkan bekas luka dan
mengobati panas dalam. Daun C. Pentandra dapat
digunakan untuk mengobati batuk dan diare. Sari daun
yang masih muda dipergunakan untuk membantu
pertumbuhan rambut dengan cara digosokkan pada
kulit kepala kemudian dipijit-pijit [11].
Penelitian Mughni [14] menyatakan bahwa uji
fitokimia ekstrak etanol daun kapuk randu
mengandung senyawa metabolite sekunder seperti
tanin, steroid, saponin, dan alkaloid. Selain itu
penelitian lain [10] melaporkan bahwa didalam organ
daun juga terkandung gula pereduksi, saponin,
poliuronoid, polifenol, tanin, plobatanin dan flavonoid.
Daun mudanya mengandung fenol, alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, phytate, oxalate, trypsin
inhibitor, dan hemagglutinin [10].
11
2.2 Senyawa Metabolite Sekunder
Senyawa metabolite sekunder merupakan
senyawa yang dihasilkan atau disintesis pada sel dan
grup taksonomi tertentu pada tingkat pertumbuhan
atau stress tertentu. Senyawa ini diproduksi hanya
dalam jumlah sedikit dan tidak terus- menerus untuk
mempertahankan diri dari habitatnya dan tidak
berperan penting dalam proses metabolisme utama
(primer). Pada tanaman, senyawa metabolit sekunder
memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai
atraktan (menarik serangga penyerbuk), melindungi
dari stres lingkungan, pelindung dari serangan
hama/penyakit (phytoaleksin), pelindung terhadap
sinar ultraviolet, sebagai zat pengatur tumbuh dan
untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati) [15].
Metabolit sekunder merupakan kelompok
senyawa alami tanaman yang memiliki perbedaan
dalam jalur biosintesa biokimia, sehingga sangat
rentan terhadap pengaruh lingkungan dan potensi
predator herbal, seperti faktor abiotik dan biotik
mungkin secara khusus diinduksi melalui berbagai
12
mekanisme, yang membuat variasi dalam akumulasi
atau biogenesis metabolit sekunder [15].
13
Berdasarkan mekanisme kerjanya, bahan aktif
tabir surya dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tabir surya fisik mekanisme kerjanya memantulkan
radiasi sinar ultraviolet, kemampuannya
berdasarkan ukuran partikel dan ketebalan lapisan,
bisa menembus lapisan dermis hingga subkutan
atau hipodermis dan efektif pada spekrum radiasi
UV-A, UV-B dan sinar tampak.
b. Tabir surya kimia mekanisme kerjanya
mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan
mengubahnya menjadi bentuk energi panas, dapat
mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UV-B yang
dapat menyebabkan sunburn [18].
Adapun syarat bagi bahan aktif untuk preparat
tabir surya yaitu [19] :
a. Efektif menyerap radiasi UV B tanpa perubahan
kimiawi, karena jika tidak demikian akan
mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau
menimbulkan iritasi.
b. Meneruskan UV A untuk mendapatkan tanning
(kulit kaukasia/Eropa)
c. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap
14
d. Mempunyai daya larut yang cukup
untuk
mempermudah formulasinya
e. Tidak berbau atau boleh berbau ringan
f. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak
menyebabkan sensitisasi.
Menurut Ilyas [20] keefektifan sediaan tabir
surya berdasarkan nilai SPF dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
N Nilai Kategori Proteksi Tabir
o SPF Surya
1 2–4 Proteksi minimal
2 4–6 Proteksi sedang
3 6–8 Proteksi ekstra
4 8 – 15 Proteksi maksimal
5 ≥ 15 Proteksi ultra
15
dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang
tidak diberikan perlindungan. MED didefinisikan
sebagai jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar
UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
erythema [21].
Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya
dapat dilakukan secara in vitro. Metode in vitro ini
secara umum terbagi dalam dua tipe yaitu:
a. Dengan mengukur serapan atau transmisi radiasi
UV melalui produk tabir surya pada plat kuarsa
atau biomembran
b. Dengan menentukkan karakteristik serapan tabir
surya menggunakan analisa secara
spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari
tabir surya yang diuji.
16
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
yang diabsorbsi [22].
Spektrofotometri serapan
merupakan pengukuran suatu interaksi
antara radiasi elektromagnetik dan molekul
atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering
digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra
merah dan serapan atom. Jangkauan panjang
gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380
nm, daerah tampak 380-780 nm, daerah infra merah
dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-4,0
µm [22].
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis
spektrofotometri UV-Vis antara lain [22]:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk
analisis kuantitatif adalah panjang gelombang
yang mempunyai absorbansi maksimal kepekaan
baik.
b. Pembuatan kurva baku
17
Masing-masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat
kurva yang merupakan hubungan antara
absorbansi (y) dengan kosenstrasi (x). Bila hukum
Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi
berbentuk garis lurus.
c. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan
Absorban yang terbaca pada
spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau
15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan.
Anjuran ini berdasarkan anggapan
bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah
0,05 atau
0,5% (kesalahan fotometrik).
18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
gelas kimia, gelas ukur, pipet tetes, kertas saring,
spatula, batang pengaduk, corong kaca, corong pisah,
statif, klem, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan
petri, blender, cawan porselin, oven, rotary
evaporator, neraca analitik, kuvet dan instrumen
spektrofotometer UV-Vis.
3.2.2 Bahan
19
klorida, asam klorida, serbuk Magnesium, asam
sulfat, pereaksi Mayer dan asetat anhidrat.
20
mendapatkan ekstrak yang diinginkan. Ekstrak yang
diperoleh kemudian diuapkan dengan rotary
evaporator sampai mendapatkan ekstrak kental [23].
21
tumbuhan. Skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan pereaksi pendeteksi golongan pada
plat tetes atau tabung reaksi [23]. Uji itokimia yang
dilakukan diantaranya:
a. Uji Alkaloid
b. Uji Flavonoid
Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan,
kemudian dilarutkan dalam 1 mL etanol 96 % dan
tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 mL
HCl pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai
merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika
22
terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya
flavon, kalkon dan auron [25].
c. Uji Fenol
d. Uji Tanin
e. Uji Terpenoid
[25].
f. Uji Saponin
23
Satu mL larutan percobaan ditambahkan
dengan 10 mL air dan dikocok kuat-kuat selama
selama 10 menit. Bila busa yang terbentuk tetap
stabil selama lebih kurang 10 menit, setinggi 1 cm
sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N,
buih tidak hilang, maka fraksi positif mengandung
saponin [25].
24
3.3.5 Analisis data
Keterangan:
25
Panjang Gelombang (λ) Nilai EE x I
290 0,0150
295 0,0817
300 0,2874
305 0,3278
310 0,1864
315 0,0839
320 0,0180
Total 1
DAFTAR PUSTAKA
26
[2] H. Noviardi, D. Ratnasari, and M. Fermadianto,
“Formulasi Sediaan Krim Tabir Surya dari
Ekstrak Etanol Buah Bisbul ( Diospyros blancoi
) ( Sunscreen Cream Formulation of Bisbul fruit
( Diospyros blancoi ) Ethanol Extract ),” vol.
17, no. 2, 2019.
[3] P. Tongkol, J. Zea, and M. L. Sebagai,
“POTENSI TONGKOL JAGUNG ( Zea Mays
L.) SEBAGAI SUNSCREEN DALAM
SEDIAAN HAND BODY LOTION,” vol. 2,
no. 2, pp. 198–207, 2016.
[4] S. Isfardiyana and S. Safitri, “Pentingnya
melindungi kulit dari sinar ultraviolet dan cara
melindungi kulit dengan sunblock buatan
sendiri,” J. Inov. dan Kewirausahaan, vol. 3,
no. 2, pp. 126–133, 2014.
[5] I. Ismail, G. N. Handayany, and D. Wahyuni,
“FORMULASI DAN PENENTUAN NILAI
SPF ( SUN PROTECTING FACTOR )
SEDIAAN KRIM TABIR SURYA EKSTRAK
ETANOL DAUN KEMANGI ( Ocimum
27
sanctum L .),” vol. 2, no. 1, pp. 6–11, 2014.
[6] S. Wilvestra, S. Lestari, and E. Asri, “Studi
Retrospektif Kanker Kulit di Poliklinik Ilmu
Kesehatan,” J. Kesehat. Andalas, vol. 7, no. 3,
pp. 47–49, 2018.
[7] E. Hapsari, OPTIMASI KECEPATAN PUTAR
DAN LAMA PENCAMPURAN PADA PROSES
PEMBUATAN KRIM SUNSCREEN EKSTRAK
KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.):
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL.
YOGYAKARTA: FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA, 2009.
[8] L. R. Whenny, Rolan Rusli, “Aktivitas Tabir
Surya Ekstrak Daun Cempedak ( Artocarpus
champeden Spreng ),” vol. Vol 1. No, no.
December 2015, p. 6, 2016, doi:
10.25026/jsk.v1i4.33.
[9] R. D. J. Santi Sinala, Ismail Ibrahim, Alfrida
Monica Salasa, “POTENSI AKTIVITAS
TABIR SURYA EKSTRAK DAUN DAN
KULIT BATANG DENGEN (Dillenia serrata)
28
SECARA IN VITRO,” vol. XVI, no. 1, pp.
109–115, 2020.
[10] R. H. Pratiwi, “Potensi Kapuk Randu (Ceiba
Pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan Obat
Herbal,” E-Journal WIDYA Kesehat. Dan
Lingkung., vol. 1, no. 1, pp. 53–60, 2014.
[11] R. H. Pratiwi, “Potensi Ekstrak Etanol Batang
Kapuk Randu Sebagai Antibakteri,”
Bioeksperimen J. Penelit. Biol., vol. 3, no. 1, p.
29, 2017, doi:
10.23917/bioeksperimen.v3i1.3668.
[12] Y. Yamin, R. Hamsidi, N. Nasria, and S.
Sabarudin, “Karakterisasi dan Uji Aktivitas
Antioksidan serta Penetapan Kadar Fenolik
Total Ekstrak Etanol Kulit Batang Kapuk
Randu (Ceiba petandra L. Gaertn),”
Pharmauho
J. Farm. Sains, dan Kesehat., vol. 4, no. 2, pp.
2–5, 2019, doi:
10.33772/pharmauho.v4i2.6277.
[13] Nurhudah, Pembuatan Briket dari Campuran
Limbah Kulit Singkong (Manihot utilissima)
29
dan Kulit Kapuk (Ceiba pentandra l. gaertn)
Dengan Perekat Getah Pinus. 2018.
[14] A. I. Muhgni, “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol
70% Kulit Batang Kapuk Randu ( Ceiba
pentandra (L.) Gaertn) Sebagai Penghambat
Pembentukan Batu Ginjal PadaTikus Putih
Jantan,” Skripsi, pp. 1–79, 2013.
[15] E. Tando, “Review : Potensi Senyawa
Metabolit Sekunder dalam Sirsak ( Annona
Murricata ) dan Srikaya ( Annona squamosa )
sebagai Pestisida Nabati untuk Pengendalian
Hama dan Penyakit pada Tanaman,” J.
Biotropika, vol. 6, no. 1, pp. 21–27, 2018.
[16] W. Wulandari, H. Wasito, and S. S. Susilowati,
“Stabilitas fisik dan pengukuran nilai Sun
Protection Factor sediaan tabir surya pada
kondisi stress penyimpanan dengan
spektrofotometri,” Acta Pharm. Indones., vol.
30
Protection Factor) Ekstrak Dan Fraksi Daun
Kecombrang (Etlingera Elatior) Secara in Vitro
Menggunakan Metode Spektrofotometri,”
Parapemikir J. Ilm. Farm., vol. 8, no. 1, p. 14,
2019, doi: 10.30591/pjif.v8i1.1281.
[18] R. A. YASIN, “UJI POTENSI TABIR SURYA
EKSTRAK KULIT BUAH JERUK NIPIS
(Citrus aurantifolia) SECARA IN VITRO
SKRIPSI,” vol. 1, no. 1, 2017, pp. 287–295.
[19] S. L. A. Suda, “UJI AKTIVITAS TABIR
SURYA EKSTRAK BERAS MERAH ( Oryza
nivara ) SECARA SPEKTROFOTOMETRI
UV,” 2013.
[20] N. Z. Ilyas, “Uji Stabilitas Fisik Dan Penentuan
Nilai Sun Protection Factor ( Spf ) Krim Rice
Bran Oil Uji Stabilitas Fisik Dan Penentuan
Nilai Sun Protection Factor ( Spf ),” Skripsi,
Fak. Kedokt. dan Ilmu Kesehat. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2015.
[21] W. A. Pratama and A. K. Zulkarnain, “Uji Spf
In Vitro dan Sifat Fisik Beberapa Produk Tabir
31
Surya Yang Beredar Di Pasaran,” Maj. Farm.,
vol. 11, no. 1, pp. 275–283, 2015.
[22] Y. C. SUKMA, FORMULASI SEDIAAN
TABIR SURYA MIKROEMULSI EKSTRAK
KULIT
BUAH NANAS (Ananas comocus L) DAN UJI
IN VITRO NILAI SUN PROTECTION
FACTOR (SPF), vol. 10, no. 2. MALANG:
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM, 2018.
[23] S. Purwati, S. V. T. Lumora, and Samsurianto,
“Skrining Fitokimia Daun Saliara (Lantana
camara L) Sebagai Pestisida Nabati Penekan
Hama dan Insidensi Penyakit Pada Tanaman
Holtikultura di Kalimantan Timur,” Pros.
Semin. Nas. Kim. 2017, pp. 153–158, 2017.
[24] M. A. AMBARSARI, “AKTIVITAS
ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSAN
EKSTRAK ETANOL DAGING BUAH
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
aureus, Shigella sonnei dan SERTA
32
BIOAUTOGRAFINYA,” Surakarta, 2013.
[25] L. Elettaria and L. Maton, “ORIGINAL
ARTICEL Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Etanol Fraksi Heksan , Fraksi Etil Asetat dan
Fraksi Air,” vol. 2, no. 1, pp. 30–37, 2019.
33