Anda di halaman 1dari 36

Oiuujnn uyiyuyuuiyvxv vb gf

gvcvcbcvvbvbvb

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

RESI ANDELA
1710802002

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................
1.1 Latar Belakang......................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................6
1.3 Tujuan Penelitian...................................................7
1.4 Manfaat Penelitian.................................................7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian.....................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................
2.1 Kapuk Randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn).........9
2.3 Tabir Surya..........................................................13
2.4 Spektrofotometri Uv-Vis.....................................16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................
3.1 Waktu dan Tempat..............................................19
3.2 Alat dan Bahan Penelitian...................................19
3.2.1 Alat....................................................................
3.2.2 Bahan.................................................................
3.3 Metode Penelitian................................................20
3.3.1 Preparasi Sampel...............................................
3.3.2 Ekstraksi Sampel...............................................
3.3.3 Skrining Fitokimia............................................
3.3.4 Proses Pembuatan Larutan Uji..........................
3.3.5 Analisis data.....................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................

ii

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan
sumber daya alam karena beriklim tropis dengan
paparan sinar matahari yang tinggi [1][2]. Matahari
adalah sumber cahaya alami yang berperan sangat
penting bagi kehidupan, tetapi selain mempunyai
manfaat sinar matahari juga dapat membawa dampak
yang tidak baik pada kulit terutama jika jumlah
paparannya berlebihan [3]. Radiasi sinar matahari
terdiri atas sinar inframerah (>760 nm), sinar tampak
(400-760 nm), dan sinar UV (ultraviolet) yang terdiri
atas UV A (320-400 nm), UV B (290- 320 nm) serta
UV C (200-290 nm).
Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi
dan mempunyai dampak negatif terhadap kulit adalah
sinar UV A dan UV B, sedangkan UV C tertahan
karena diabsorbsi seluruhnya oleh lapisan ozon [2].
Radiasi sinar UV B dapat menembus lapisan
epidermis pada kulit sehingga membuat kulit merasa
terbakar akibat iritasi. Radiasi sinar UV A dapat

1
menembus lapisan kulit yang lebih dalam yaitu lapisan
dermis dan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
sel-sel sehingga keelastisitasan kulit menjadi
berkurang dan efek jangka panjangnya kulit akan
mengalami penuaan dini maupun kanker kulit [4][5].
Berdasarkan analisis data riset kesehatan
Andalas tahun 2015-2017, prevalensi kanker kulit di
Indonesia menempati urutan ketiga setelah kanker
rahim dan kanker payudara dengan persentase 5,9 –
7,8 % dari semua jenis kanker pertahun. Jenis kanker
kulit yang paling banyak di Indonesia yaitu karsinoma
sel basal (65,5%), diikuti karsinoma sel skuamosa
(23%), dan melanoma maligna (7,9%). Bentuk yang
paling invasif kanker kulit adalah melanoma, memiliki
tingkat kematian yang tinggi, terutama jika tidak
terdeteksi dini [6].
Secara alami jaringan epidermis pada kulit dapat
melawan efek negatif yang disebabkan oleh sinar UV
seperti pengeluaran keringat, pembentukan melanin,
dan penebalan stratum corneum, akan tetapi apabila
paparan sinar UV tersebut berlebih epidermis tidak

2
cukup mampu menangkalnya, sehingga dibutuhkan
perlindungan tambahan seperti pemakaian tabir surya
[5].
Tabir surya atau lebih dikenal dengan sunscreen
terbagi menjadi 2 yaitu chemical sunscreen dan
physical sunscreen (sunblock). Chemical sunscreen
umumnya merupakan senyawa aromatik yang
dikonjugasi oleh gugus karbonil, memiliki kromofor
dan auksokrom dimana sunscreen ini bekerja dengan
cara mengabsorbsi sinar UV intensitas tinggi.
Sedangkan Physical sunscreen bekerja dengan cara
memantulkan atau menyebarkan sinar UV [7].
Efektivitas suatu sunscreen dilihat dari nilai SPF
(Sun Protecting Factor). Semakin besar nilai SPF
maka semakin besar kemampuannya dalam
melindungi kulit dari efek negatif sinar UV. Nilai SPF
merupakan rasio Minimal Erythema Dose (MED) pada
kulit manusia yang terlindungi oleh sunscreen
terhadap MED tanpa perlindungan sunscreen [7].
Berdasarkan nilai SPF, sunscreen dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tingkat kualitas
perlindungan yaitu proteksi minimal (2-4), proteksi

3
sedang (4-6), proteksi ekstra (6-8), proteksi maksimal
(8-15), dan proteksi ultra (>15) [5].
Sunscreen dapat dihasilkan dari sintesis suatu
senyawa maupun ekstraksi bahan alam. Pada bidang
kosmetik, pembuatan produk dari bahan alam lebih
menguntungkan lantaran mempunyai toleransi yang
baik untuk kulit, karena tidak memunculkan iritasi
berat pada kulit yang sensitif [3].
Penelitian aktivitas tabir surya dari ekstrak
bahan alam telah banyak dilakukan. Menurut Wenny
dkk [8] aktivitas tabir surya daun cempedak
(Artocarpus champeden Spreng) fraksi etil asetat pada
konsentrasi 200 ppm memiliki aktivitas tabir surya
yang paling baik dengan proteksi sutan standar karena
mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu
flavonoid. Uji aktivitas tabir surya ekstrak daun dan
kulit batang dengen (Dillenia serrata) menggunakan
fraksi etanol 96% yang mengandung polifenol dan
flavonoid memberikan aktivitas tabir surya dengan
proteksi sedang.
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, dapat
disimpulkan bahwa tumbuhan yang mengandung

4
senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid dan
polifenol memiliki potensi yang baik sebagai agen
tabir surya, hal ini disebabkan senyawa-senyawa
metabolit sekunder tersebut memiliki gugus aromatis
terkonjugasi dengan gugus karbonil.
Senyawa polifenol dan flavonoid dapat
menstabilkan perpindahan elektron karena dapat
menyerap atau mengurangi intensitas radiasi sinar UV.
Berdasarkan perhitungan quantum mekanik
ditunjukkan bahwa energi delokalisasi elektron ini
berhubungan dengan energi radiasi pada daerah UV A
dan UV B [9]. Salah satu bahan alam yang dapat
dijadikan sebagai sunscreen alami lainnya adalah
kapuk randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn) karena
mengandung senyawa polifenol dan flavonoid [10].
Kapuk randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn)
banyak ditemukan di Sumatera Selatan tepatnya di
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tanaman ini sering
dijumpai di pinggir-pinggir jalan ataupun di
perkebunan dan biasanya buahnya digunakan
masyarakat untuk pembuatan bantal karena memiliki
serat yang halus dan lembut. Selain itu juga kapuk

5
randu banyak dimanfaatkan untuk pengobatan karena
bersifat antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan [10]
[11][12]. Menurut Yamin dkk [12] kandungan
flavonoid dari ekstrak etanol kulit batang kapuk randu
memiliki aktivitas sebagai antioksidan dengan nilai
IC50 sebesar 26.06 µg/Ml.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka akan
dilakukan penelitian untuk menguji aktivitas
sunscreen fraksi etanol daun kapuk randu (Ceiba
petandra (L.) Gaertn) secara In Vitro dengan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penelitian ini,
yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas sunscreen fraksi etanol
daun kapuk randu (Ceiba petandra (L.)
Gaertn)?
2. Berapakah nilai SPF (Sun Protection Factor)
fraksi etanol daun kapuk randu (Ceiba
petandra (L.) Gaertn) pada konsentrasi 10, 30,
50, 70 dan 90 ppm?

6
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Mengetahui aktivitas sunscreen fraksi etanol
daun kapuk randu (Ceiba petandra (L.)
Gaertn).
2. Mengetahui nilai SPF (Sun Protection Factor)
fraksi etanol daun kapuk randu (Ceiba
petandra (L.) Gaertn) pada konsentrasi 10, 30,
50, 70 dan 90 ppm.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu sebagai
berikut:
1. Sebagai informasi kepada masyarakat
mengenai potensi daun kapuk randu (Ceiba
petandra (L.) Gaertn) sebagai sunscreen.
2. Diketahui aktivitas sunscreen dan nilai SPF
(Sun Protection Factor) fraksi etanol daun
kapuk randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn)
3. Menjadi alternatif produk kosmetik herbal di
bidang farmasi sebagai sediaan sunscreen.

7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan
uji aktivitas sunscreen fraksi etanol daun kapuk randu
(Ceiba petandra (L.) Gaertn) dan mengetahui nilai
SPF (Sun Protection Factor) fraksi etanol daun kapuk
randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn) pada konsentrasi
10, 30, 50, 70 dan 90 ppm.

8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kapuk Randu (Ceiba petandra (L.) Gaertn)

Kapuk randu adalah pohon tropis yang tergolong


ordo malvales dan famili malvaceae, memiliki
ketinggian mencapai 8-30 meter dan memiliki batang
pohon utama yang cukup besar. Pada batangnya juga
terdapat duri-duri tempel besar yang berbentuk kerucut
dan daunnya bertangkai panjang. Tumbuhan ini tahan
terhadap kekurangan air sehingga dapat tumbuh di
kawasan pinggir pantai serta lahan-lahan dengan
ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut. Areal
seluruhnya saat ini mencapai 250.500 hektar dengan
produksi serat 84.700 per kilogram [11][13].
Selain jumlahnya yang banyak, tiap bagian dari
tanaman kapuk memiliki manfaat dan potensi yang
sangat besar, mulai dari kayu, daun, bunga, buah, biji
hingga kulit buah. Bagian kayu dari tanaman kapuk
dapat digunakan untuk pembuatan kertas, pintu,
furniture dan mainan. Daun dari tanaman kapuk randu
dapat digunakan sebagai makanan ternak dan dapat
memperbaiki tanah. Bunganya merupakan sumber

9
madu yang bagus dan bunga kapuk randu ini dapat
digunakan sebagai obat tradisional untuk penyakit
demam, batuk, serak dan lain sebagainya. Buah
digunakan sebagai bahan dasar matras, bantal dan
hiasan dinding. Kulit kering dapat digunakan sebagai
bahan bakar [10][14].
Adapun klasifikasi tanaman kapuk randu yaitu
sebagai berikut [13]:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Ceiba
Spesies : Ceiba pentandra

10
Kapuk randu merupakan salah satu tumbuhan
tingkat tinggi yang telah diidentifikasi dan digunakan
untuk tujuan pengobatan. Kebiasaan tradisional di
beberapa daerah sudah banyak digunakan untuk
pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
jamur, parasit dan gangguan inflamasi. Daunnya
memiliki khasiat menghilangkan bekas luka dan
mengobati panas dalam. Daun C. Pentandra dapat
digunakan untuk mengobati batuk dan diare. Sari daun
yang masih muda dipergunakan untuk membantu
pertumbuhan rambut dengan cara digosokkan pada
kulit kepala kemudian dipijit-pijit [11].
Penelitian Mughni [14] menyatakan bahwa uji
fitokimia ekstrak etanol daun kapuk randu
mengandung senyawa metabolite sekunder seperti
tanin, steroid, saponin, dan alkaloid. Selain itu
penelitian lain [10] melaporkan bahwa didalam organ
daun juga terkandung gula pereduksi, saponin,
poliuronoid, polifenol, tanin, plobatanin dan flavonoid.
Daun mudanya mengandung fenol, alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, phytate, oxalate, trypsin
inhibitor, dan hemagglutinin [10].

11
2.2 Senyawa Metabolite Sekunder
Senyawa metabolite sekunder merupakan
senyawa yang dihasilkan atau disintesis pada sel dan
grup taksonomi tertentu pada tingkat pertumbuhan
atau stress tertentu. Senyawa ini diproduksi hanya
dalam jumlah sedikit dan tidak terus- menerus untuk
mempertahankan diri dari habitatnya dan tidak
berperan penting dalam proses metabolisme utama
(primer). Pada tanaman, senyawa metabolit sekunder
memiliki beberapa fungsi, diantaranya sebagai
atraktan (menarik serangga penyerbuk), melindungi
dari stres lingkungan, pelindung dari serangan
hama/penyakit (phytoaleksin), pelindung terhadap
sinar ultraviolet, sebagai zat pengatur tumbuh dan
untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati) [15].
Metabolit sekunder merupakan kelompok
senyawa alami tanaman yang memiliki perbedaan
dalam jalur biosintesa biokimia, sehingga sangat
rentan terhadap pengaruh lingkungan dan potensi
predator herbal, seperti faktor abiotik dan biotik
mungkin secara khusus diinduksi melalui berbagai

12
mekanisme, yang membuat variasi dalam akumulasi
atau biogenesis metabolit sekunder [15].

2.3 Tabir Surya


Tabir surya (sunscreen) adalah bahan yang dapat
mengabsorbsi, memantulkan, atau menghamburkan
radiasi UV sehingga dapat menjaga kulit dari efek UV
yang membahayakan [2]. Tabir surya merupakan
sediaan yang mengandung senyawa kimia aktif yang
dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan struktur
kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya [16].
Biasanya tabir surya dapat dibuat dari bahan
alam yang ada disekitar, dengan senyawa fenolik
khususnya golongan flavanoid dan tanin yang
mempunyai potensi tabir surya karena adanya gugus
kromofor (ikatan rangkap tunggal terkonjugasi) yang
mampu menyerap sinar UV baik UV A maupun UV
B, sehingga mampu megurangi intensitasnya pada
kulit Nilai SPF nya sendiri berkisar antara 0 sampai
100, dan kemapuan tabir surya yang dianggap baik
berada diatas 15 [17].

13
Berdasarkan mekanisme kerjanya, bahan aktif
tabir surya dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Tabir surya fisik mekanisme kerjanya memantulkan
radiasi sinar ultraviolet, kemampuannya
berdasarkan ukuran partikel dan ketebalan lapisan,
bisa menembus lapisan dermis hingga subkutan
atau hipodermis dan efektif pada spekrum radiasi
UV-A, UV-B dan sinar tampak.
b. Tabir surya kimia mekanisme kerjanya
mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan
mengubahnya menjadi bentuk energi panas, dapat
mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UV-B yang
dapat menyebabkan sunburn [18].
Adapun syarat bagi bahan aktif untuk preparat
tabir surya yaitu [19] :
a. Efektif menyerap radiasi UV B tanpa perubahan
kimiawi, karena jika tidak demikian akan
mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau
menimbulkan iritasi.
b. Meneruskan UV A untuk mendapatkan tanning
(kulit kaukasia/Eropa)
c. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap

14
d. Mempunyai daya larut yang cukup
untuk
mempermudah formulasinya
e. Tidak berbau atau boleh berbau ringan
f. Tidak toksik, tidak mengiritasi, dan tidak
menyebabkan sensitisasi.
Menurut Ilyas [20] keefektifan sediaan tabir
surya berdasarkan nilai SPF dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
N Nilai Kategori Proteksi Tabir
o SPF Surya
1 2–4 Proteksi minimal
2 4–6 Proteksi sedang
3 6–8 Proteksi ekstra
4 8 – 15 Proteksi maksimal
5 ≥ 15 Proteksi ultra

Sun Protection Factor (SPF ) adalah nilai


keefektifitasan dari suatu sediaan tabir surya yang
didefinisikan sebagai jumlah energi UV yang
dibutuhkan untuk mencapai minimal erythema dose
(MED) pada kulit yang dilindungi oleh suatu tabir
surya, dibagi dengan jumlah energi UV yang

15
dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit yang
tidak diberikan perlindungan. MED didefinisikan
sebagai jangka waktu terendah atau dosis radiasi sinar
UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
erythema [21].
Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya
dapat dilakukan secara in vitro. Metode in vitro ini
secara umum terbagi dalam dua tipe yaitu:
a. Dengan mengukur serapan atau transmisi radiasi
UV melalui produk tabir surya pada plat kuarsa
atau biomembran
b. Dengan menentukkan karakteristik serapan tabir
surya menggunakan analisa secara
spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari
tabir surya yang diuji.

2.4 Spektrofotometri Uv-Vis

Spektrofotometer merupakan alat yang


digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, dan
diemisikan sebagai fungsi dari spektrum dengan
panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat

16
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
yang diabsorbsi [22].
Spektrofotometri serapan
merupakan pengukuran suatu interaksi
antara radiasi elektromagnetik dan molekul
atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering
digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra
merah dan serapan atom. Jangkauan panjang
gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380
nm, daerah tampak 380-780 nm, daerah infra merah
dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-4,0
µm [22].
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis
spektrofotometri UV-Vis antara lain [22]:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk
analisis kuantitatif adalah panjang gelombang
yang mempunyai absorbansi maksimal kepekaan
baik.
b. Pembuatan kurva baku

17
Masing-masing absorbansi larutan dengan
berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat
kurva yang merupakan hubungan antara
absorbansi (y) dengan kosenstrasi (x). Bila hukum
Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi
berbentuk garis lurus.
c. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan
Absorban yang terbaca pada
spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,8 atau
15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan.
Anjuran ini berdasarkan anggapan
bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah
0,05 atau
0,5% (kesalahan fotometrik).

18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian mengenai uji aktivitas sunscreen
fraksi etanol daun kapuk randu (Ceiba petandra (L.)
Gaertn) secara in vitro ini dilaksanakan di
Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah
gelas kimia, gelas ukur, pipet tetes, kertas saring,
spatula, batang pengaduk, corong kaca, corong pisah,
statif, klem, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan
petri, blender, cawan porselin, oven, rotary
evaporator, neraca analitik, kuvet dan instrumen
spektrofotometer UV-Vis.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini


adalah daun kapuk randu (Ceiba petandra (L.)
Gaertn), aquades, etanol 96%, n-heksan, besi (III)

19
klorida, asam klorida, serbuk Magnesium, asam
sulfat, pereaksi Mayer dan asetat anhidrat.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Preparasi Sampel


Daun kapuk randu (Ceiba petandra (L.)
Gaertn) diambil dari Kabupaten Ogan Komering Ilir
Sumatera Selatan. Dipilih bagian tanaman yang
bagus meliputi daun yang sudah tua kemudian dicuci
bersih dengan air mengalir. Setelah itu, daun kapuk
randu dikeringanginkan. Selanjutnya daun kapuk
randu yang telah kering diblender hingga menjadi
serbuk halus.

3.3.2 Ekstraksi Sampel

Daun kapuk randu yang telah diserbukkan


masing-masing ditimbang dan dimasukan ke dalam
wadah maserasi, kemudian ditambahkan etanol 96%
hingga terendam seluruhnya. Setelah dicampurkan
dengan pelarut etanol, larutan diaduk dengan alat
pengaduk hingga homogen. Selanjutnya larutan
direndam selama 24 jam dan disaring hingga

20
mendapatkan ekstrak yang diinginkan. Ekstrak yang
diperoleh kemudian diuapkan dengan rotary
evaporator sampai mendapatkan ekstrak kental [23].

Selanjutnya ekstrak kental etanol daun kapuk


randu sebanyak 5 gram dilarutkan dengan pelarut
etanol 25 mL. Kemudian difraksinasi dengan
nheksan sebanyak 50 mL dalam corong pisah,
digojog dan ditunggu sampai terbentuk 2 lapisan lalu
dipisahkan lapisan atas dan bawah. Lapisan bawah
merupakan fraksi etanol daun kapuk randu dan
lapisan atas merupakan fraksi n-heksan. Fraksinasi
ini dilakukan dengan metode partisi cair-cair yaitu
metode yang didasarkan pada tingkat kepolaran
pelarut [24]. Setelah dipisahkan fraksi etanol dan
fraksi n-heksan diuapkan menggunakan oven pada
suhu 40ºC sampai terbebas dari pelarut. Kemudian
dilakukan prosedur skrining fitokimia.

3.3.3 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan salah satu upaya


yang dilakukan untuk mengetahui fitokimia atau
bahan aktif senyawa metobolit sekunder pada

21
tumbuhan. Skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan pereaksi pendeteksi golongan pada
plat tetes atau tabung reaksi [23]. Uji itokimia yang
dilakukan diantaranya:

a. Uji Alkaloid

Disiapkan fraksi etanol daun kapuk randu


(Ceiba petandra (L.) Gaertn) dan diambil beberapa
tetes kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
Pada sampel tersebut ditambahkan 2 tetes pereaksi
Mayer. Perubahan yang terjadi diamati setelah 30
menit, hasil uji dinyatakan positif apabila dengan
pereaksi Mayer terbentuk larutan kuning dengan
endapan putih [23].

b. Uji Flavonoid
Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan,
kemudian dilarutkan dalam 1 mL etanol 96 % dan
tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 mL
HCl pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai
merah ungu menunjukkan adanya flavonoid. Jika

22
terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya
flavon, kalkon dan auron [25].

c. Uji Fenol

Pipet 1 mL larutan percobaan ditambahkan 3


tetes FeCl3 5 %. Sampel positif mengandung fenol
bila terbentuk warna biru atau hijau kehitaman [25].

d. Uji Tanin

Satu mL fraksi etanol tambahkan 3 tetes FeCl3


10 %. Sampel positif mengandung tanin bila
terbentuk warna hijau kehitaman atau biru kehitaman
[25].

e. Uji Terpenoid

Hasil ekstraksi 1 g serbuk ditambahkan 2 tetes


asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.
perubahan warna ungu atau merah kemudian
menjadi biru hijau menunjukkan adanya terpenoid

[25].

f. Uji Saponin

23
Satu mL larutan percobaan ditambahkan
dengan 10 mL air dan dikocok kuat-kuat selama
selama 10 menit. Bila busa yang terbentuk tetap
stabil selama lebih kurang 10 menit, setinggi 1 cm
sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes HCl 2 N,
buih tidak hilang, maka fraksi positif mengandung
saponin [25].

3.3.4 Proses Pembuatan Larutan Uji

Ditimbang fraksi etanol daun kapuk randu


(Ceiba petandra (L.) Gaertn) sebanyak 10 mg,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000
ppm (Larutan Stock). Dari larutan stock dibuat seri
konsentrasi larutan 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm, 70
ppm, dan 90 ppm. Seri larutan kemudian diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 290 nm
hingga 320 nm dengan interval panjang gelombang 5
nm [9].

24
3.3.5 Analisis data

Dibuat kurva serapan kuvet 1 cm, dengan


panjang gelombang antara 290 nm dan 360 nm,
digunakan etanol sebagai blanko. Serapan larutan uji
menunjukan pengaruh zat yang menyerap maupun
yang memantulkan sinar UV dalam larutan.
Kemudian dibaca absorbansi setiap interval 5 nm
dari panjang gelombang 290 nm sampai panjang
gelombang 320 nm. Untuk menghitung nilai SPF
digunakan persamaan [9]:

Keterangan:

CF : Faktor Koreksi (=10)


EE : Spektrum Efek Eritema
I : Spektrum Intensitas dari Matahari
Abs: Absorbansi dari sampel
Nilai EE × I adalah konstan. Konstanta nilai
EE × I dapat dilihat di bawah ini [9] :

Tabel 3.1 Normalized product function digunakan


pada kalkulasi SPF

25
Panjang Gelombang (λ) Nilai EE x I

290 0,0150

295 0,0817

300 0,2874

305 0,3278

310 0,1864

315 0,0839

320 0,0180

Total 1

DAFTAR PUSTAKA

[1] I. Savitri, L. Suhendra, and N. M. Wartini,


“PENGARUH JENIS PELARUT PADA
METODE MASERASI TERHADAP
KARAKTERISTIK EKSTRAK Sargassum
polycystum,” vol. 5, no. 3, pp. 93–101, 2017.

26
[2] H. Noviardi, D. Ratnasari, and M. Fermadianto,
“Formulasi Sediaan Krim Tabir Surya dari
Ekstrak Etanol Buah Bisbul ( Diospyros blancoi
) ( Sunscreen Cream Formulation of Bisbul fruit
( Diospyros blancoi ) Ethanol Extract ),” vol.
17, no. 2, 2019.
[3] P. Tongkol, J. Zea, and M. L. Sebagai,
“POTENSI TONGKOL JAGUNG ( Zea Mays
L.) SEBAGAI SUNSCREEN DALAM
SEDIAAN HAND BODY LOTION,” vol. 2,
no. 2, pp. 198–207, 2016.
[4] S. Isfardiyana and S. Safitri, “Pentingnya
melindungi kulit dari sinar ultraviolet dan cara
melindungi kulit dengan sunblock buatan
sendiri,” J. Inov. dan Kewirausahaan, vol. 3,
no. 2, pp. 126–133, 2014.
[5] I. Ismail, G. N. Handayany, and D. Wahyuni,
“FORMULASI DAN PENENTUAN NILAI
SPF ( SUN PROTECTING FACTOR )
SEDIAAN KRIM TABIR SURYA EKSTRAK
ETANOL DAUN KEMANGI ( Ocimum

27
sanctum L .),” vol. 2, no. 1, pp. 6–11, 2014.
[6] S. Wilvestra, S. Lestari, and E. Asri, “Studi
Retrospektif Kanker Kulit di Poliklinik Ilmu
Kesehatan,” J. Kesehat. Andalas, vol. 7, no. 3,
pp. 47–49, 2018.
[7] E. Hapsari, OPTIMASI KECEPATAN PUTAR
DAN LAMA PENCAMPURAN PADA PROSES
PEMBUATAN KRIM SUNSCREEN EKSTRAK
KERING TEH HIJAU (Camellia sinensis L.):
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL.
YOGYAKARTA: FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA, 2009.
[8] L. R. Whenny, Rolan Rusli, “Aktivitas Tabir
Surya Ekstrak Daun Cempedak ( Artocarpus
champeden Spreng ),” vol. Vol 1. No, no.
December 2015, p. 6, 2016, doi:
10.25026/jsk.v1i4.33.
[9] R. D. J. Santi Sinala, Ismail Ibrahim, Alfrida
Monica Salasa, “POTENSI AKTIVITAS
TABIR SURYA EKSTRAK DAUN DAN
KULIT BATANG DENGEN (Dillenia serrata)

28
SECARA IN VITRO,” vol. XVI, no. 1, pp.
109–115, 2020.
[10] R. H. Pratiwi, “Potensi Kapuk Randu (Ceiba
Pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan Obat
Herbal,” E-Journal WIDYA Kesehat. Dan
Lingkung., vol. 1, no. 1, pp. 53–60, 2014.
[11] R. H. Pratiwi, “Potensi Ekstrak Etanol Batang
Kapuk Randu Sebagai Antibakteri,”
Bioeksperimen J. Penelit. Biol., vol. 3, no. 1, p.
29, 2017, doi:
10.23917/bioeksperimen.v3i1.3668.
[12] Y. Yamin, R. Hamsidi, N. Nasria, and S.
Sabarudin, “Karakterisasi dan Uji Aktivitas
Antioksidan serta Penetapan Kadar Fenolik
Total Ekstrak Etanol Kulit Batang Kapuk
Randu (Ceiba petandra L. Gaertn),”
Pharmauho
J. Farm. Sains, dan Kesehat., vol. 4, no. 2, pp.
2–5, 2019, doi:
10.33772/pharmauho.v4i2.6277.
[13] Nurhudah, Pembuatan Briket dari Campuran
Limbah Kulit Singkong (Manihot utilissima)

29
dan Kulit Kapuk (Ceiba pentandra l. gaertn)
Dengan Perekat Getah Pinus. 2018.
[14] A. I. Muhgni, “Uji Aktivitas Ekstrak Etanol
70% Kulit Batang Kapuk Randu ( Ceiba
pentandra (L.) Gaertn) Sebagai Penghambat
Pembentukan Batu Ginjal PadaTikus Putih
Jantan,” Skripsi, pp. 1–79, 2013.
[15] E. Tando, “Review : Potensi Senyawa
Metabolit Sekunder dalam Sirsak ( Annona
Murricata ) dan Srikaya ( Annona squamosa )
sebagai Pestisida Nabati untuk Pengendalian
Hama dan Penyakit pada Tanaman,” J.
Biotropika, vol. 6, no. 1, pp. 21–27, 2018.
[16] W. Wulandari, H. Wasito, and S. S. Susilowati,
“Stabilitas fisik dan pengukuran nilai Sun
Protection Factor sediaan tabir surya pada
kondisi stress penyimpanan dengan
spektrofotometri,” Acta Pharm. Indones., vol.

6, no. 1, pp. 1–11, 2018, doi:


10.5281/zenodo.3703147.
[17] O. Pramiastuti, “Penentuan Nilai Spf ( Sun

30
Protection Factor) Ekstrak Dan Fraksi Daun
Kecombrang (Etlingera Elatior) Secara in Vitro
Menggunakan Metode Spektrofotometri,”
Parapemikir J. Ilm. Farm., vol. 8, no. 1, p. 14,
2019, doi: 10.30591/pjif.v8i1.1281.
[18] R. A. YASIN, “UJI POTENSI TABIR SURYA
EKSTRAK KULIT BUAH JERUK NIPIS
(Citrus aurantifolia) SECARA IN VITRO
SKRIPSI,” vol. 1, no. 1, 2017, pp. 287–295.
[19] S. L. A. Suda, “UJI AKTIVITAS TABIR
SURYA EKSTRAK BERAS MERAH ( Oryza
nivara ) SECARA SPEKTROFOTOMETRI
UV,” 2013.
[20] N. Z. Ilyas, “Uji Stabilitas Fisik Dan Penentuan
Nilai Sun Protection Factor ( Spf ) Krim Rice
Bran Oil Uji Stabilitas Fisik Dan Penentuan
Nilai Sun Protection Factor ( Spf ),” Skripsi,
Fak. Kedokt. dan Ilmu Kesehat. UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2015.
[21] W. A. Pratama and A. K. Zulkarnain, “Uji Spf
In Vitro dan Sifat Fisik Beberapa Produk Tabir

31
Surya Yang Beredar Di Pasaran,” Maj. Farm.,
vol. 11, no. 1, pp. 275–283, 2015.
[22] Y. C. SUKMA, FORMULASI SEDIAAN
TABIR SURYA MIKROEMULSI EKSTRAK
KULIT
BUAH NANAS (Ananas comocus L) DAN UJI
IN VITRO NILAI SUN PROTECTION
FACTOR (SPF), vol. 10, no. 2. MALANG:
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA
MALIK IBRAHIM, 2018.
[23] S. Purwati, S. V. T. Lumora, and Samsurianto,
“Skrining Fitokimia Daun Saliara (Lantana
camara L) Sebagai Pestisida Nabati Penekan
Hama dan Insidensi Penyakit Pada Tanaman
Holtikultura di Kalimantan Timur,” Pros.
Semin. Nas. Kim. 2017, pp. 153–158, 2017.
[24] M. A. AMBARSARI, “AKTIVITAS
ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSAN
EKSTRAK ETANOL DAGING BUAH
SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
aureus, Shigella sonnei dan SERTA
32
BIOAUTOGRAFINYA,” Surakarta, 2013.
[25] L. Elettaria and L. Maton, “ORIGINAL
ARTICEL Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Etanol Fraksi Heksan , Fraksi Etil Asetat dan
Fraksi Air,” vol. 2, no. 1, pp. 30–37, 2019.

33

Anda mungkin juga menyukai