Anda di halaman 1dari 23

Formulasi Sediaan Krim Ekstra Pomegranate atau Buah Delima Merah (Punica

Granatum L.) Sebagai Anti-Aging dan Tabir Surya

METODOLOGI PENELITIAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh manusia. Luas kulit
orang dewasa adalah 1,7 m2 dengan berat sekitar 10% dari berat badan (Diana, et al., 2010) .
Kulit merupakan organ tubuh yang paling kompleks untuk melindungi manusia dari pengaruh
lingkungan (Klaus, 2008). Adapun, fungsi kulit dari manusia, yaitu termoregulasi, sensasi
sensorik, ekskresi, pembentukan vitamin D, cadangan energi, dan absorbsi. Kulit berperan
penting yaitu sebagai pelindung. Epitel berlapis dengan lapisan tanduk pada kulit berfungsi
sebagai perlindungan fisik terhadap abrasi fisik, bahan kimia, patogen atau mikroorganisme
lainnya yang berasal dari luar tubuh. Selain itu, lapisan tanduk juga bisa mencegah tubuh dari
kehilangan cairan, elektrolit, dan makromolekul karena lapisan tanduk tahan terhadap air.
Selain itu, kulit juga melindungi dari radiasi sinar UV karena mengandung pigmen melanin
yang terdapat dalam sel melanosit. Sinar UV menjadi perhatian khusus karena dapat
berinteraksi dengan sel kulit dan menyebabkan berbagai efek kerusakan seperti terjadinya
pembakaran pada kulit, penuaan dini, atau kerusakan kulit lainnya termasuk kanker (Sopyan,
2016).

Proses menua merupakan suatu proses fisiologis yang terjadi pada semua organ tubuh
manusia, termasuk kulit. Proses menua pada kulit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses
menua instrinsik dimana proses menua tersebut sejalan dengan waktu dan proses menua
ekstrinsik dimana proses menua dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti pajanan sinar
matahari yang berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok, dan nutrisi yang tidak
seimbang (Ardhie, 2011). Gejala penuaan dini merupakan masalah yang sering muncul saat
ini. Meskipun hal tersebut bukanlah penyakit atau gangguan kesehatan yang kronis, namun
memiliki dampak psikologis yang luar biasa pada diri setiap orang (Bogadenta, 2012).

Aging atau penuaan tidak hanya proses menjadi tua. Aging atau penuaan secara praktis
dapat dilihat sebagai suatu penurunan fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat
dihindarkan dan berjalan dengan kecepatan yang berbeda tergantung dari susunan genetik
seseorang, lingkungan dan gaya hidup. Dengan demikian, aging dapat terjadi lebih dini atau
lambat tergantung pada kesehatan masing-masing individu (Ardhie, 2011).

1
Indonesia sendiri merupakan negara tropis yang disinari matahari sepanjang tahun. Sinar
UV memberikan kontribusi sebanyak 80% yang menjadi penyebab dari penuaan kulit.
Paparan sinar UV yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan flek atau pigmentasi
seperti lentigo dan melasma. Sinar UV terbagi menjadi 3 spektrum, yaitu UVA (320-400
nm), UVB (290-320 nm), dan UVC (270-290 nm). Sinar UVB memberikan efek lebih
banyak dari pada UVA dalam menstimulasi pigmentasi kulit (Alam, 2010). Efek sinar UV
yang bersifat akut akan menyebabkan eritema, pigmentasi, kerusakan DNA, dan penekanan
sistem imun sedangkan efek sinar UV yang bersifat kronis akan menyebabkan photoaging
dan fotokarsinogenesis.

Melanosit menghasilkan melanin yang berfungsi sebagai pelindung kulit terhadap


kerusakan akibat paparan sinar UV dan penahan radikal bebas. Paparan sinar UV yang
berlebihan dan terus-menerus akan menyebabkan kerusakan protein, lipid dan asam nukleat
sehingga menghasilkan radikal bebas yang akan merusak sel-sel lainnya (Pillai, 2010).
Radikal bebas yang merupakan produk samping dari metabolisme normal seluler dapat
mempercepat proses penuaan alami tubuh. Paparan sinar UV merupakan salah satu penyebab
radikal bebas dapat terbentuk. Terpapar radiasi UV dalam waktu lama akan menyebabkan
kerusakan kulit, sunburn, photoaging, dan dapat menimbulkan kanker kulit (Murrad, 1999)
Radikal bebas dapat dinetralisir melalui mekanisme pertahanan alami tubuh dengan
menggunakan antioksidan.
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menetralkan dan meredam radikal
bebas serta menghambat terjadinya oksidasi pada sel sehingga mengurangi terjadinya
kerusakan sel, seperti penuaan dini (Hernani dan Raharjo, 2005). Antioksidan ditemukan
dalam dua bentuk yaitu antioksidan enzimatik dan nonenzimatik. Superokside dismutase
(SOD), katalase, dan glutathione peroksidase adalah beberapa dari antioksidan enzimatik
alami yang digunakan oleh tubuh. Adapun antioksidan non-enzimatik antara lain polifenol,
Vitamin E (tokoferol), Vitamin C (asam askorbat), vitamin A (beta karoten) dan lain-lain.
Tubuh kita tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika
terjadi paparan radikal bebas yang berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan dari luar.
Oleh karena itu, antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana,
2001). Penuaan dapat dicegah bila radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh seimbang
dengan antioksidan yang dihasilkan tubuh (Darmawan, 2013).
Terdapat 2 tipe melanin yaitu eumelanin (pigmen berwarna coklat kehitaman) dan
pheomelanin (pigmen berwarna kuning-kemerahan). Pembentukan melanin dapat dicegah

2
dengan cara menghambat kerja enzim tirosinase, transfer tirosinase, dan aktifitas tirosinase.
Krim pemutih kulit (penghambat hiperpigmentasi) yang bekerja sebagai inhibitor tirosinase
telah banyak ditemukan dalam bahan kosmetik, diantaranya ialah asam askorbat, arbutin,
asam kojik, dan hidrokuinon (Pillai, et al 2010).

Hasil fitokimia menunjukkan bahwa kulit buah delima merah mengandung 20-30%
ellagitannin dan telah diteliti sebagai antioksidan yang kuat. Punicalagin ialah salah satu
bentuk antioksidan ellagitannin (polifenol) yang terdapat dalam buah delima merah selain
ellagic acid, gallic acid, dan antosianin. Dua kandungan polifenol pada sari buah delima
merah yang terbanyak ialah punicalagin dan ellagitannin. Punicalagin merupakan
antioksidan poten yang dimetabolisme menjadi ellagic acid dan urolitin yang juga merupakan
antioksidan poten. Penelitian sebelumnya oleh Palencia et al. 2008, telah meneliti efek
perlindungan potensial dari ekstrak delima terstandar untuk Punicalagin terhadap kerusakan
UVA dan induksi UVB pada sel fibroblas SKU-1064 kulit manusia. Ekstrak delima berkisar
dari 5-60 mg/L, yang efektif untuk melindungi fibroblas kulit manusia dari kematian sel
setelah paparan UV. Hasil penelitian tersebut menunjukkan efek proteksi pada serangan
kerusakan yang diinduksi UVA dan UVB dan penggunaan potensi polifenol delima dalam
aplikasi melindungi kulit dari kerusakan UV maka akan dilakukan formulasi suatu sediaan
krim tabir surya dengan penambahan ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.) untuk
mendapatkan sediaan yang baik, stabil, efektif, menarik dan aman dalam penggunaannya.
Anti-aging merupakan proses untuk mencegah atau memperlambat efek penuaan supaya
seseorang menjadi lebih segar, cantik, dan awet muda. Krim antiaging dirancang secara
khusus untuk mencegah penuaan dini. Dengan demikian krim anti-aging dapat
memperlambat penuaan pada kulit (Fauzi dan Nurmalina, 2012).
Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang formulasi dan uji efek anti-
aging dan tabir surya dari ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) dalam sediaan
krim.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ekstrak kulit buah delima merah dapat diformulasikan dalam sediaan krim?

2. Apakah perbedaan konsentrasi ekstrak kulit buah delima merah dalam sediaan krim
mempengaruhi efektivitas anti-aging?

3
3. Apakah penggunaan sediaan krim kulit buah delima merah menunjukkan peningkatan
kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu pemakaian?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan ekstrak kulit buah delima merah
(Punica granatum) dalam sediaan krim.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengekstrak kulit buah delima

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara akademik
maupun manfaat secara praktis.

1.4.1 Manfaat Akademik


1. Bagi perkembangan suatu ilmu pengetahuan, penelitian ini berguna sebagai media
disiplin ilmu dalam pembuatan formulasi sediaan krim
2. Bagi penyusun, penelitian ini dapat menjadi suatu pembelajaran dalam menulis,
sehingga dapat dikembangkan penelitian berikutnya dengan harapan menjadikan
ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum) dalam sediaan krim.

1.4.2 Manfaat Praktis


1. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini merupakan pandahuluan atau dasar
ditemukannya obat baru dari bahan alam. Jika penelitian ini berhasil dan
dikembangkan, masyarakat dapat memanfaatkan ekstrak kulit buah delima
merah (Punica granatum) dalam sediaan krim dengan jumlah kadar yang tepat
dan efek samping yang minimal.
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai identifikasi senyawa
naftokuinon dalam ekstrak kulit buah delima merah (Punica granatum)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Delima merah


Secara morfologi, tumbuhan delima (Punica granatum) merupakan tanaman
semak atau perdu meranggas yang dapat tumbuh dengan tinggi mencapai 5-8 meter.
Tanaman ini berasal dari Persia dan daerah Himalaya yang terletak di selatan India. Ada
beberapa jenis delima yaitu delima putih, delima merah, dan delima hitam. Dari ketiga
jenis itu yang paling terkenal adalah delima merah. Delima merah sering ditanam di
perkarangan rumah sebagai tanaman hias, juga dapat dikonsumsi buahnya (Kurniawan,
dkk. 2014). Warna merah pada delima disebabkan oleh kandungan antosianin yang
cukup tinggi pada buah delima. Antosianin yang dapat diidentifikasi pada buah delima
merah anatara lain delphinidin 3-glucoside dan 3,5diglucoside, cyanidin 3-glucoside dan
3,5- diglucoside, pelargonidin 3-glucoside dan 3,5 diglucoside.

Gambar 1. Punica granatum L. (http://darsatop. lecture. ub. ac. id)

2.2 Klasifikasi delima merah


Klasifikasi ilmiah buah delima adalah sebagai berikut (Budka, 2008)):

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Lythraceae

Genus : Punica

5
Spesies : Punica granatum L

2.3 Kandungan
Kandungan kimia buah delima merah mengandung alkaloid pelletierene, granatin,
betulic acid, ursolic acid, isoquercitrin, elligatanin, resin, triterpenoid, kalsium oksalat
dan pati. Kulit akar dan kulit kayu mengandung sekitar 20% elligatanin dan 0,5-1%
senyawa alkaloid, antara lain alkaloid pelletierene (C8H14N0), Pseudopelletierine
(C8H15N0), dan metilpelletierene (C8HNO). Alkaloid pelletierine sangat toksik
sehingga menyebabkan kelumpuhan cacing pita, cacing gelang dan cacing kremi. Daun
mengandung alkaloid, tanin, kalsium oksalat, lemak, sulfur peroksidase (Rossidy, 2008).

Beberapa studi menyebutkan manfaat dari buah delima pada manusia yaitu sebagai
antioksidan yang sangat baik untuk mencegah tubuh dari kerusakan oksidatif. Asupan
antioksidan sekunder dari bahan pangan sangat diperlukan. Makin tinggi asupan
antioksidan eksogenus, makin tinggi pula status antioksidan endogenus. Diperlukan
konsumsi bahan makanan yang kaya akan komponen antioksidan dalam tubuh sehingga
mampu menekan kerusakan sel yang berlebihan dan mempertahankan status antioksidan
seluler (Harborne and Wiliam, 2001; Buhler and Miranda, 2000).

Bagian dari buah delima yang dapat dimakan (kurang lebih 50% dari berat total buah)
terdiri dari 80% jus dan 20% biji. Jus segar dari buah delima mengandung 85% air, 10%
gula dan 1,5% pektin, asam askorbat, dan flavonoid polifenol (Eibond, 2004).
Kandungan polifenol dalam jus delima tergantung dari jenis atau varietasnya yang
sebagian besar terdiri dari antosianin, katekin, ellagic tannis, gallic dan ellagic acid.
Polifenol komplek bersifat sebagai antioksidan yang dapat diserap dalam tubuh manusia.
Selain polifenol, jus delima juga mengandung vitamin C yang bersifat sebagai
antioksidan (Buhler and Miranda, 2000; Ignarro et al., 2006).

6
Tabel 1. Kandungan Nutrisi Per 100 Gram Buah Delima (Budka, 2013)

Menurut Duke (2010), kandungan kulit buah delima merah yang mempunyai efek
farmakologis dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Kandungan kimia dan efek farmakologis buah delima

2.4 Kegunaan
Hampir semua bagian tanaman bermanfaat untuk kesehatan, mulai daun, bunga,
buah, kulit akar, dan lain sebagainya. Berikut merupakan manfaat dari bagian tanaman
buah delima, seperti sari buah delima (jus) yang banyak mengandung flavonoid yang
kaya dengan antikarsinogenik, yaitu senyawa antioksidan yang mampu mencegah radikal
bebas di dalam tubuh sekaligus memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak serta mampu
memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung, kanker kulit, dan kanker prostat.
Antioksidan yang terkandung di dalamnya membantu mencegah terjadinya penyumbatan
pada pembuluh darah arteri oleh kolesterol, khususnya bagi mereka yang berisiko tinggi,
delima membantu mengatur gula darah, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin,
mampu melawan peradangan, dan meningkatkan berbagai faktor lain yang terlibat dalam

7
sindrom metabolis yang kerap dikaitkan dengan obesitas dan pemicu diabetes. Karena
efek ini, delima dapat membantu penurunan berat badan, dan jus delima dapat
menyebabkan kematian sel kanker (Sudjijo, 2014).

2.5 Tanin, Flavonoid dan Vitamin C

2.5.1 Tanin
Tannin merupakan suatu polifenol yang merupakan senyawa antara suatu
metabolisme pada tanaman tingkat tinggi dan merupakan suatu ester dari Galloyl atau
turunannya, yang terikat pada inti catechin dan triterpenoid (gallotannins, ellagitannins and
complex tannins), bisa juga suatu oligomer dan polimer proanthocyanidins yang mempunyai
substitusi flavanil yang berlainan (condensed tannins).

Gambar 2. Struktur Tanin

Tanin ialah senyawa fenol yang memiliki berat molekul 500-3000 daltons (DA).
Tanin diklasifikasikan menjadi 2 jenis : tanin terhidrolisis (hydrolyzable tannin) yaitu tanin
pada pemanasan dengan asam klorida atau asam sulfat menghasilkan asam galat (ellagic
acid), dan tanin terkondensasi (condensed tannin) yaitu tanin pada pemanasan asam klorida
menghasilkan phlobaphenes seperti phloro-glucinol. Tanin memiliki sifat larut dalam air dan
alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH. Tanin dapat
mencegah kerusakan oksidatif DNA melalui dua cara, yaitu mengikat logam terutama besi
dan secara langsung menangkal radikal bebas. Tanin juga mempunyai kemampuan sebagai
anti tirosinase karena menghambat proses biosintesis melanin sehingga peningkatan produksi
melanin tidak terjadi setelah paparan sinar UVB (Shimogaki, et al., 2000)

8
2.5.2 Flavonoid

Gambar 3. Struktur flavonoid

Flavonoid merupakan komponen polyphenolic flavonoid turunan benzo-pyrane yang


memiliki cincin fenol dan pyrane, terdapat pada banyak tanaman. Berdasarkan struktur kimia,
lebih dari 4000 flavonoid telah diidentifikasikan dari berbagai tanaman. Efek perlindungan
flavonoid dalam sistem biologik ialah kapasitasnya untuk mentransfer elektron kepada
radikal bebas, mengikat katalis logam, mengaktifkan antioksidan enzimatik, dan menghambat
oksidase. Pada lapisan epidermis sinar UVB dapat menghasilkan ROS terutama dari proses
lipid peroksidase membran keratinosit dan melanosit. Flavonoid dapat berfungsi sebagai
antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini, sehingga proses melanogenesis yang dipicu
oleh adanya ROS dapat dihambat dan dinetralisir (Yu, et al., 2005).

2.5.3 Vitamin C

Gambar 4. Struktur Vitamin C

Vitamin C merupakan antioksidan primer yang bekerja dengan cara menetralisir


radikal bebas dengan mendonasi 1 elektronnya. Berkat efek vitamin C tersebut maka ROS
tidak terbentuk dan proses melanogenesis dapat dihambat, sehingga tidak terjadi peningkatan
jumlah melanin. Cara kerja vitamin C dalam menghambat peningkatan jumlah melanin yaitu
dengan menurunkan oksidasi melanin dan mencegah DOPAkuinon kembali menjadi DOPA
(Yu, et al., 2005).

9
Gambar 5. Mekanisme tanin, flavonoid, dan vitamin C dalam menghambat kerja enzim
tirosinase (Siahaan, et al., 2017)

Keterangan: Kedua melanin, eumelanin dan pheomelanin berasal dari asam amino tirosin.
Tirosinase merupakan enzim yang mengkatalisis terjadinya kedua melanin tersebut. Bila
kerja enzim tirosinase dihambat maka sintesis melanin tidak terjadi

2.6 Formulasi krim


Formulasi krim diawali dengan orientasi basis yaitu emulgator kombinasi antara
trietanolamin (TEA) dan asam stearat. Asam stearat dalam krim berfungsi sebagai zat
pengemulsi untuk memperoleh konsistensi krim tertentu serta untuk memperoleh efek yang
tidak menyilaukan mata. Jika stearat digunakan sebagai pengemulsi, maka umumnya TEA
ditambahkan secukupnya agar bereaksi dengan asam stearat. Dari hasil orientasi tersebut
semua formula menunjukkan pH sediaan yang terbentuk adalah di atas pH 8 dan tidak
memenuhi rentang pH kulit yaitu antara pH 4,5–6 sehingga orientasi dengan menggunakan
emulgator TEA-sterat tidak dilanjutkan (Mita, N., et al., 2015)

Orientasi basis krim selanjutnya adalah dengan menggunakan emulgator Tween 80–
Span 80. Pada formula ini digunakan minyak kelapa murni (VCO) karena kandungan asam
lemak (terutama asam laurat dan asam oleat) dalam VCO bersifat melembutkan kulit
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembawa sediaan obat. Selain itu, VCO juga
berperan sebagai peningkat penetrasi melalui mekanisme peningkatan hidrasi kulit dengan

10
cara berinteraksi dengan lipid (mortar) pada stratum korneum sehingga meningkatkan
permeabilitas stratum korneum. Selain itu VCO digunakan sebanyak 40% sebagai fase
minyak karena diharapkan terbentuk krim tipe a/m. Setostearil alkohol digunakan dalam
formula karena berfungsi sebagai emolien dan peningkat konsistensi dalam sediaan krim.
Sedangkan propilen glikol dalam formula krim berfungsi sebagai humektan. Formula awal
dibuat dengan menggunakan Tween 80-Span 80 3% dan setostearil alkohol 4% yaitu formula
H. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa pH sediaan krim pada formula H yaitu 6,05. pH
tersebut masih masuk dalam interval pH kulit (Mita, N., et al., 2015).

Tabel 3. Orientasi basis krim dengan emulgator Tween 80- Span 80 (Mita, N., et al., 2015)

2.7 Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim

2.7.1 Uji Homogenitas Sediaan


Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, pengamatan homogenitas dapat dilakukan
dengan mengoleskan sediaan pada object glass, lalu diratakan, jika tidak ada butiran-
butiran maka sediaan dapat dikatakan homogen. Sediaan yang homogen merupakan
salah satu syarat sediaan farmasetika yang baik.

2.7.2 Penentuan pH Sediaan


pH sediaan ditentukan dengan menggunakan pH sediaan

Tabel 3. Hasil uji pH Sediaan Krim (Syamsul, 2014)

Keterangan :

11
F1 : Blanko
F2 : EKBD 2%
F3 : EKBD 4%
F4 : EKBD 6%
Hasil penentuan pH sediaan, didapatkan bahwa pH dari Blanko kulit buah delima 2%,
kulit buah delima 4%, dan kulit buah delima 6%, berkisar 6,2-6,5. Adapun, pH untuk
sediaan krim adalah 6-5, sehingga sediaan diatas memenuhi syarat sebagai sediaan krim
pada kulit.

2.7.3 Tipe Emulsi Sediaan


Merupakan Hasil percobaan untuk pengujian tipe emulsi sediaan

Tabel 4. Data penentuan Tipe Emulsi Sediaan (Syamsul, 2014)

Ket:
F1 : Blanko +: metil biru larut
F2 : EKBD 2% -: metil biru yang tidak larut
F3 : EKBD 3%
F4 : EKBD 6%
Uji tipe krim ini menggunakan metode pewarnaan. Krim dioleskan pada kaca objek,
kemudian ditetesi dengan metilen biru dan amati perubahan yang terjadi dengan mikroskop.
Jika metilen blue menyebar secara merata, maka tipe krim adalah m/a dan jika metilen biru
terpisah, maka tipe krim adalah a/m (Arifin, 2010).

2.8 Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum L.)
Ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.) yang diperoleh diperiksa
kandungannya melalui penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan alkaloid, polifenolat,
tanin, flavonoid, monoterpenoid dan sesquiterpenoid, triterpenoid dan steroid, kuinon,
dan saponin.
Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah delima adalah sebagai berikut
(Sopyan, 2016) :

12
Tabel 5. Hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah delima

Ekstrak kulit delima merah terbukti dapat mencegah peningkatan jumlah melanin
pada kulit. Hal ini dikarenakan ekstrak kulit delima merah mengandung beberapa
senyawa seperti tanin, flavonoid, dan vitamin C yang mempunyai efek sebagai
antioksidan dan fotoprotektif degradasi tirosinase sehingga mencegah peningkatan
jumlah melanin (Siahaan, et al., 2017).

2.9 Penentuan nilai SPF ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.)
Ekstrak kulit buah delima (Punica grantum L.) diambil sebanyak 0,1 g kemudian
diencerkan dengan etanol 96% (kualitas p.a.) hingga 100 ml. Kemudian dilakukan
pengenceran hingga didapat konsentrasi 0,01%, 0,011%, 0,012% dan 0,013%. Untuk
mengukur nilai SPF (Sun Protecting Factor) ekstrak tersebut diukur serapannya
dengan Spektrofotometer UV dan serapan pada panjang gelombang ke- (n-1) dibagi 2
dikali 5 (luas trapesium). Dihitung nilai log SPF dengan cara membagi jumlah seluruh
area di bawah kurva dengan selisih panjang gelombang terbesar dan terkecil.
Selanjutnya nilai log SPF diubah menjadi SPF. Perhitungan SPF dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
A=log10SPF (Yuliani, 2010).
2.10 Pemilihan basis krim tabir surya
Sebelum dilakukan pembuatan losio tabir surya dengan penambahan ekstrak kulit
buah delima, terlebih dahulu dilakukan pemilihan basis krim. Pemilihan basis losio
dilakukan terhadap tiga formula basis berupa krim tipe minyak dalam air (m/a), seperti
yang tertera pada tabel

13
Tabel 6. Formula basis krim
Formula krim tabir surya dibuat dari formula basis krim yang terbaik dengan
penambahan ekstrak kulit buah delima sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga
homogen.

14
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL

Ekstrak Buah Delima Merah

Buah delima merah (pomegranate) mengandung flavonoid


polifenol dan vitamin C (Eibond, 2004).

Buhler and Miranda, 2000; Ignarro et al., 2006 mengatakan


bahwa flavonoid polifenol dan vitamin C bersifat sebagai
antioksidan.

Dikembangkan sebagai Sediaan Sediaan krim stabil,


Krim sebagai Anti-Aging dan mudah digunakan, lunak,
Tabir Surya. terdistribusi merata
(Widodo, 2013).

Formulasi Ekstrak Promegranatte sebagai


Sediaan Krim sebagai Anti-Aging dan
Tabir Surya.

Evaluasi sediaan krim.

Hipotesis :

1. Formulasi krim ekstrak promegranate memenuhi karakteristik yang baik.


2. Formulasi krim ekstrak pomegranate memenuhi persyaratan stabilitas
krim.

15
BAB IV

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian dengan rancangan true experimental karena
penelitian variabel luar berpengaruh terhadap jalannya eksperimen. Eksperimen ini
bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa naftokuinon (eleutherine)
pada ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L )

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini direncanakan akan berlangsung pada bulan November 2020.
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Fitokimia, Laboratorium Kimia Analisis dan
Laboratorium Instrumen Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian


1. Variabel bebas : variasi eluen yang digunakan yaitu etanol 96%
2. Variabel tergantung : sampel yang digunakan (ekstrak kulit buah delima)
3. Variabel kontrol : jumlah sampel yang digunakan, waktu proses ekstraksi
4. Variabel terikat : kandungan polifenol, evaluasi sediaan

3.3.2 Definisi Operasional


1. Sampel yang digunakan adalah ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.)
perkebunan Toga “Sari Jatra”, Kecamatan Kali Bawang, Kabupaten Kulon
Progo.
2. Eluen yang digunakan yaitu etanol 96%,

16
2.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : spektrofotometer UV-Vis
(Specord-200, Germany), viskometer Brookfiled (DV II+ pro, USA), pH spear (Eutech
Instrument OAKTON, JPN), mikroskop cahaya (Zeus)

3.4.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Ekstrak kulit buah delima
(Punica granatum L.) (Lansida Herbal), PEG 8 Beeswax (PT. Menjangan Sakti), parafin cair
(PT. Brataco), setil alkohol (PT.Brataco), propilenglikol (PT.Brataco), metil paraben (PT.
Brataco), propil paraben (PT. Brataco), pelat silika GF254.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Penyiapan ekstrak kulit buah delima(Punica granatum L.)


Penyiapan ekstrak kulit buah delima (Punica granatum L.) dilakukan di
Malang. Penyiapan ekstrak dimulai dari proses pengumpulan dan determinasi
tumbuhan, ekstraksi dan pengujian parameter ekstrak kulit buah delima. Kulit buah
delima diperoleh dari perkebunan Toga “Sari Jatra”, Kecamatan Kali Bawang,
Kabupaten Kulon Progo. Hasil determinasi tanaman buah delima yang digunakan
menunjukkan jenis Punica granatum L., suku Punicaceae. Ekstraksi kulit buah delima
dilakukan di Lansida Herbal, Yogyakarta. Metode ekstraksi yang dipilih adalah
dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol 96%. Metode ekstraksi dingin ini
dipilih untuk mencegah perusakan komponen-komponen dari kulit buah delima yang
bersifat termolabil. Etanol dipilih sebagai cairan penyari karena pelarut ini dapat
melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung dalam kulit buah
delima. Selain itu, etanol juga bersifat tidak toksik.

3.5.2 Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum L.)
Dari pustaka diketahui bahwa kandungan polifenol dari ekstrak kulit buah
delima dapat dijadikan sebagai zat aktif dalam sediaan tabir surya yang akan dibuat.
Berdasarkan pustaka, kulit buah delima sebenarnya mengandung alkaloid yaitu
pelletrien, tetapi pada hasil penapisan fitokimia ekstrak kulit buah delima tidak

17
mengandung alkaloid. Hal ini disebabkan karena kandungan alkaloid yang kecil maka
akan sulit terdeteksi dengan reagen yang digunakan.

3.5.3 Hasil Penentuan Nilai SPF Ekstrak Kulit Buah Delima (Punica granatum
Nilai SPF yang menunjukkan kemampuan dari ekstrak kulit buah delima
untuk melindungi kulit dari induksi sinar ultraviolet (UVB). Menurut Wasitaatmadja,
nilai SPF yang dianggap baik berada diatas 15, karena memberikan perlindungan
yang optimal terhadap kulit. Dengan alasan tersebut maka sediaan krim tabir surya
dibuat dan dioptimasikan dengan nilai SPF diatas 15.

3.6 Pembuatan krim Ekstrak Kulit Buah Delima


Fase minyak dibuat dengan berturut- turut meleburkan adepslanae, setil
alkohol, asam stearat, span 80, di atas penangas air pada suhu 70ºC. Fase air
dibuat dengan melarutkan tween 80 dalam air yang telah dipanaskan hingga
70ºC, kemudian ditambah propilen glikol. Krim dibuat dengan menambahkan
fase minyak ke dalam fase air, ditambah metil paraben sambil diaduk dengan
pengaduk elektrik selama 2 menit, kemudian didiamkan 20 detik lalu
diaduk kembali sampai homogen. Ekstrak digerus dalam mortir yang sudah
dipanaskan, ditambahkan basis krim sedikit demi sedikit dan diaduk sampai
homogen.

3.7 Hasil Pengujian Keamanan Krim Tabir Surya


Hasil pengujian iritasi terhadap sukarelawan menggunakan metode tempel tertutup
(Patch test) untuk mengetahui ada tidaknya iritasi pada kulit sehingga dapat mengetahui
bahwa sediaan aman untuk digunakan

3.8 Evaluasi Sediaan Secara Kualitatif Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak kulit buah delima dan sediaan krim yang mengandung ekstrak kulit buah
delima dilakukan pengamatan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk melihat
adanya perubahan sebelum dan sesudah dilakukan formulasi. Hasil kromatografi lapis
tipis diamati menggunakan UV 254 nm, UV 366 nm dan penampak bercak FeCl3.
Apabila dalam didapatkan pola bercak dan jarak yang sama dari sediaan krim tabir surya
dan ekstrak kulit buah delima. Hal ini menunjukan tidak adanya perubahan senyawa
setelah dan sebelum ekstrak kulit buah delima diformulasi. Berdasarkan MMI, bercak

18
ini menunjukkan senyawa aktif dari ekstrak kulit buah delima karena memberikan reaksi
positif dengan penampak bercak FeCl3 yaitu bercak berwarna hitam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alam M, Havey J. 2010. Photoaging. New Jersey: Wiley-Blackwell. p. 13-20


Arifin HI., 2010. Formulasi Krim Anti Jerawat Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera (L.)
Burm.f) Terhadap Staphyloccus aureus dan Staphyloccus epidermidis. Skripsi.
Bandung : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari.
Ardhie, A.M. 2011. Radikal Bebas dan Peranan Antioksidan dalam Mencegah Penuaan.
Medicinus
Bogadenta, A. 2012. Manajemen Pengelolaan Apotek. Jogjakarta: D-Medika

Budka, D. 2013. Active Ingredients,Their Bioavailabilityand The Health Benefits Of The


Punica Granatum Linn (Pomegranate). Bangalore: Front picture: Cleanfoods Ltd.

Buhler,D.R and Miranda, C. 2000. Antioxidant Activities of Flavonoid. Departement of


Environmental and Molecular Toxicology Oregon StateUniversity.

Chang TS. 2009. An update review of tyrosinase inhibitors. [cited 2014 May 21]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2705500/
Diana B, Rafael L, Rajkumar R. 2010. Effect of Olive Oil on the Skin. [cited 2014 Dec 3]:
1125-1132. Available from: ScienceDirect

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Duke,J.A.2010. Handbook of Phytochemical Constituents of GRAS Herbsand Other


Economical Plants. Egypt: CRCPress

Eibond, K.A. Reynertson, X.D. Luo, M.J. Basile, E.J. Kennelly. 2004. Anthocyanin
antioxidants from edible fruits, Food Chemistry. 84(1), 23

Harbone,J.B and Wiliam C.A. 2001. Anthocyanins and other Flavonoids. The Royal Society
of Chemistry.Nat Prod Rep.18:310-333.

Hernani dan Mono Raharjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta : Penerbit
Swadaya.

Ignarro, L.J., Byrns, R.E., Sumi, D., Nigris, F., Napoli, C. 2006. PomegranateJuice Protects
Nitric Oxide Against Oxidative Destruction and Enhances theBiological Actions of
Nitric Oxide. Available online atwww.sciencedirect.com

20
Klaus Wolff, et al. Development and Structure of Skin. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine Seventh Edition. USA: Mc Graw Hill. 2008: 57-73

Kurniawan, Edrizal, Eka D. 2014. Efektifitas estrak buah delima (punica granatum) secara
topikal dalam proses penyembuhan luka mukosa pada tikus putih (galur wistar). Jurnal
B-Dent. Vol 1. No. 2

Madhawati, R. 2012. Si Cantik Delima (Punica granatum) Dengan Sejuta Manfaat


Antioksidan sebagai bahan Alternatif Alami Tampil Sehat dan Awet Muda. Malang:
Universitas Negeri Malang

Mita, Sasanti, T, Sophi. 2015. Evaluasi formula krim minyak biji delima (punica granatum l.)
Dan uji aktivitas antioksidan dengan metode β-carotene bleaching. Samarinda:
Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi
Universitas Mulawarman. Vol 3. No. 2
Murad, M. 1999. Pomegranate Fruit Extract Composition for Treating Dermatological
Disorder, Patent, Patent No. US 6, 800, 292. BI USA
Nijveldt R. J., Nood E., Hoorn D. E. C., et al. 2001. Flavonoids: a review of probable
mechanisms of action and potential applications. Am J Clin Nutr. 74:418–25
Palencia, L.A.P., Giuliana, N., Lal, H., Stephen, T. T., and Susane, U. M. T. 2008. Protective
Effects of Standardized Pomegranate (Punica granatum L.) Polyphenolic Extract in
Ultraviolet-Irradiated Human Skin Fibroblasts. Journal of Agricultural and Food
Chemistry. 56 (18). 8434-8441.
Pillai S, Cornell M, Oresajo C. 2010. Skin physiology pertinent to cosmetic dermatology. In:
Draelos ZD, (1st ed). New Jersey: Wiley-Blackwell. p 3-11.
Rohdiana, D. 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol dalam Daun Teh. Majalah
Jurnal Indonesia : 53-58.
Rossidy, I. 2008. Rahasia Tumbuhan obat perspektif islam. Malang: UIN-Maliki press.
Shimogaki, Y. Tanaka, H. Tamai, M. Masuda. 2010. In vitro and in vivo evaluation of
ellagic acid on melanogenesis inhibition Int J Cosmetic Sci, 22

Siahaan, Wimpie, Wiraguna. 2017. Krim ekstrak kulit delima merah (Punica granatum)
menghambat peningkatan jumlah melanin sama efektifnya dengan krim hidrokuinon
pada kulit marmut (Cavia porcellus) betina yang dipapar sinar UVB. Jurnal Biomedik
(JBM). Vol. 9 (1)

21
Sudjijo. 2014. Sekilas Tanaman Delima Dan Manfaatnya. Solok: Balai Penelitian Tanaman
Buah Tropika.

Sopyan, Iyan. Dkk. 2016. FORMULASI SEDIAAN LOSIO DARI ESKTRAK KULIT
BUAH DELIMA (Punica Granatum L.) SEBAGAI TABIR SURYA. Jurnal Farmaka.
Vol 14.

Sugianto, Lidyawati, N. 2011. Pemberian Jus Delima Merah (Punica granatum) Dapat
Meningkatkan Kadar Glutation Peroksidase Darah Pada Mencit (Mus musculus)
Dengan Aktivitas Fisik Maksimal. Skripsi. Denpasar: Universitas Udayana.

Syamsul. 2014. FORMULASI SEDIAAN KRIM PELEMBAB EKSTRAK KULIT BUAH


DELIMA (Purica granatum L). Jurnal Dunia Farmasi. Volume 1, No.1.
Yu J, Wang L, Walzem RL, Miller EG, Pike LM, Patil BS. 2005. Antioxidant activity of
citrus limonoids, flavonoids and coumarins. J Agric Food Chem.
Yuliani, S. H. 2010. Optimasi Kombinasi Campuran Sorbitol, Gliserol, dan Propilenglikol
Dalam Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Curcuma Mangga. Majalah Farmasi Indonesia. 21
(2). 83-89.

22

Anda mungkin juga menyukai