Anda di halaman 1dari 14

Tugas Resume Jurnal

“PENUAAN dan IMUNITAS ”

Oleh :

Nama : Ni Putu Trisnawati

Nim : P00313018028

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN GIZI

2020
Resume Jurnal Penuaan

“OPTIMASI FORMULA SEDIAAN KRIM ANTI-AGING DARI


EKSTRAK TERONG UNGU (Solanum melongena L.) DAN TOMAT
(Solanum lycopersicum L.) ”

a. Pendahuluan

Penuaan dini ditandai dengan kondisi kulit kering, kasar, keriput dan noda hitam,
menjadi hal yang ditakuti oleh wanita saat ini. Faktor penyebab penuaan dini dibedakan
menjadi dua yaitu faktor internal (stres, daya tahan tubuh, perubahan hormonal dan
kesehatan) dan faktor eksternal (radikal bebas, radiasi ultra violet (UV) dan polutan).
Radikal bebas dapat diatasi dengan penggunaan antioksidan baik sintetik maupun alami
(Swastika, Mufrod, & Purwanto, 2013).
Terong ungu (Solanum melongena L.) adalah sayuran yang mempunyai antioksidan
yang unggul. Terong ungu memiliki kandungan nasunin yang mempunyai aktivitas
signifikan pada radikal bebas yang berperan utama pada fenomena seperti penuaan,
inflamasi, penyakit kardiovaskular dan kanker. Nasunin merupakan antosianin yang
terkonsentrasi pada kulit terong ungu (Gallo, Naviglio, & Ferrara, 2014). Tomat (Solanum
lycopersicum L.) juga merupakan sumber antioksidan yang alami. Daya antioksidan yang
kuat dalam tomat dapat membuat kesehatan fisik tetap terjaga dan membuat tubuh tetap
awet muda (Swastika, Mufrod, & Purwanto, 2013). Salah satu aktivitas antipenuaan kulit
pada tomat terdapat pada kandungan likopen. Likopen mampu mengendalikan radikal
bebas 100 kali lebih efisien daripada vitamin E atau 12.500 kali dari pada gluthation dan
digunakan sebagai antipenuaan kulit (Surbakti & Berawi, 2016).
b. Metode Penelitian
Penentuan stabilitas dan formula terbaik didapatkan dari evaluasi sediaan krim yang
meliputi uji organoleptis, uji homogenitas fisik, uji pH, uji daya sebar, dan uji tipe emulsi.
Analisis data penelitian ini menggunakan Uji ANOVA one way (p ≥ 0,05) untuk
mengetahui adanya perbedaan daya sebar ketiga formula sediaan krim ekstrak terong ungu
dan tomat.
c. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan emulgator kombinasi Span 60 dan
Tween 80 dapat menghasilkan sediaan krim yang baik, tetapi formula 2 lebih menunjukkan
konsistensi sediaan krim yang paling baik. Kesimpulan penelitian ini adalah krim dengan
nilai HLB emulgator kombinasi Span 60 dan Tween 80 sebesar 9,34 lebih sesuai untuk
formula sediaan krim dari ekstrak terong ungu dan tomat.
Ekstrak terong ungu (Solanum melongena L.) dan tomat (Solanum lycopersicum L.)
yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan zat aktif utama yang memiliki aktivitas
antioksidan karena senyawa antosianin di dalamnya. Bagian terong ungu yang digunakan
adalah kulitnya, sedangkan bagian tomat yang digunakan adalah buahnya. Metode
ekstraksi terong ungu dilakukan dengan metode maserasi yaitu mencampur terong ungu
dengan pelarut ethanol 70%, yang selanjutnya diaduk. Penggunaan pelarut ethanol karena
pelarut tersebut merupakan pelarut polar sehingga dapat melarutkan antosianin yang
merupakan senyawa polar. Larutan tersebut kemudian didiamkan selama 24 jam.
Kemudian, ditambahkan etanol 70% lagi, lalu diaduk lagi. Perlakuan pengadukan
dilakukan agar pelarut dapat menarik senyawa yang diinginkan dengan maksimal. Setelah
dilakukan pengadukan, ekstrak terong ungu didiamkan kembali selama 24 jam. Setelah itu,
diuapkan di atas waterbath dengan suhu 40oC untuk mendapatkan ekstrak kental.
Pembuatan ekstrak tomat dengan cara yaitu dengan cara tomat segar dicuci, kemudian
diblender dengan juicer selama 10 menit. Kemudian, disaring dengan alat penyaring
hingga didapat filtrat halus yang tidak tercampur dengan biji dan kulit.
d. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa formulasi sediaan krim anti-
aging dari ekstrak terong ungu (Solanum melongena L.) dan tomat (Solanum
lycopersicum L.) dapat menghasilkan krim yang memiliki stabilitas yang baik dengan
komposisi ekstrak kulit terong ungu, ekstrak tomat, vaselin album, asam stearat, gliserin,
span 60, tween 80, metil paraben, propil paraben dan aquadest. Tidak ada perbedaan yang
signifikan adanya variasi nilai HLB emulgator Span 60 dan Tween 80 terhadap stabilitas
sediaan krim. Formula krim terbaik adalah formula 2 dengan nilai HLB emulgator Span 60
dan Tween 80 yaitu 9,34.
e. Daftar Pustaka

Altuntaş, E dan Yener, G. 2015. Anti-aging Potential of A Cream Containing Herbal Oils
and Honey: Formulation and In Vivo Evaluation of Effectiveness Using Non-
invasive Biophysical Techniques. IOSR Journal of Pharmacy and Biological
Sciences. 10 (6) : 51-60.
Dewana, F.S. dan Rohmani, S. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Terong
(Solanum melongena L) dan Uji Sifat Fisika Kimia dalam Sediaan Krim.
Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret.
Fauzi, R. A dan Nurmalina, R. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta. Elex Media
Komputindo.
Gallo, M. dan Ferrara, L. N.D. 2014. Nasunin, An Antioxidant Anthocyanin From
Eggplant Peels, As Natural Dye To Avoid Food Allergies And Intolerances.
European Scientific Journal. 10 (9) : 1-11.
Resume Jurnal Penuaan

EKSTRAK KULIT RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.) SEBAGAI ANTI


PENUAAN DINI DALAM BENTUK EMULGEL

a. Pendahuluan
Emulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang sering ditemui dan banyak
digunakan oleh masyarakat luas. Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara
termodinamik tidak stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak
bercampur satu sama lain di mana cairan yang satu terdispersi di dalam cairan yang lain
dan diperlukan penambahan emulgator.1 Sedangkan, emulgel merupakan emulsi, yang
dicampurkan dengan suatu gelling agent sehingga membentuk suatu sistem semi padat
yang memiliki keunggulan baik dari segi emulsi maupun gel.
Tanaman yang bersifat antioksidan dan mengandung polifenol merupakan bahan yang
dapat dimanfaatkan sebagai anti penuaan dini. Rambutan (Nephelium lappaceum) adalah
salah satu tanaman ini, dan merupakan tanaman yang banyak terdapat di Indonesia dengan
berbagai jenis seperti lebak, rapia, nona, binjai, aceh dan lain-lainnya. Kulit buah rambutan
telah dilaporkan mengandung senyawa-senyawa golongan tanin, polifenol dan saponin, oleh
karena itu dapat di duga kulit rambutan ini juga berpotensi memiliki aktivitas anti- oksidan.
b. Metode Penelitian
Metoda yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi dengan cara maserasi.
Sedangkan penentuan stabilitas emulgel meliputi pemeriksaan kondisi fisik, viskositas
dan sifat alir, kemampuan menyebar, dan pH.
c. Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa ekstrak kulit rambutan dapat dibuat sediaan
emulgel, dan dari keempat formula yang dibuat menunjukkan bahwa yang stabil adalah
formula II dengan HPMC 8% dan karbomer 941 0,55%.
d. Kesimpulan
Formula 1 dan formula 2 dengan gelling agent karbomer 941 0,55% diperoleh
viskositas 20000-60000 Cps, kemampuan menyebar 3845,6– 6588 mm2, dan pH 5,90 -
6,40, merupakan sedian emulgel yang stabil. 2. Formula 3 dan formula 4 dengan
gelling agent HPMC 8% diperoleh viskositas 17600-37600 Cps, kemampuan menyebar
2505,9– 4899,19 mm2, merupakan sedian yang tidak stabil karena bentuk ini lama-lama
memisah (tidak baik).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak etanol kulit rambutan binjai mempunyai
aktivitas sebagai anti penuaan dini.
e. Daftar Pustaka
Thitilertdecha, N., Teerawutgulrag, A., Rakariyatham, N.,.Antioxidant and
Antibacterial Activities of Nephelium lappaceum L.extracts., Food
Science and Technology, 2007, 41: 2029-2035
Wade A, Weller PJ, editors.,. Handbook of pharmaceutical excipients 2nd
ed.Washington, London : American Pharmaceutical Association, The
Pharmaceutical Press, 1994. ; p. 71, 310-5, 375, 407-11, 451, 473-5.
Gennaro AR., Remington the science and practice of pharmacy. 20th edition. Volume
I. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2000,. Hal 307-308.
Resume Jurnal Penuaan

Optimasi Formula Gel Antioksidan Ekstrak Etanol Buah Bligo (Benincasa


hispida) dengan Metode Simplex Lattice Design (SLD)
a. Pendahuluan
Penuaan dapat diartikan sebagai penurunan fungsi biologis dan kemampuan organisme
untuk beradaptasi terhadap stres metabolik. Penuaan dapat mengakibatkan penurunan
berbagai sistem dan fungsi tubuh sehingga menyebabkan munculnya berbagai penyakit.
Salah satu faktor internal penyebab penuaan adalah radikal bebas. Radikal bebas terjadi
akibat proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut. Salah satu tanaman yang
dapat menghasilkan antioksidan alami yaitu buah Bligo (Benincasa hispida) dengan
kandungan Vitamin C yang dimilikinya (Garg et al, 2002). Vitamin ini dapat bekerja
sebagai antioksidan dalam tubuh. Buah Bligo diketahui memiliki aktivitas antioksidan.
Sifat antioksidan dari buah bligo berasal dari adanya senyawa polifenol seperti flavon (iso-
vitexin) (Kumar et al, 2004).
b. Metode Penelitian
Ekstrak etanol buah Bligo diperoleh dengan metode maserasi kemudian dilakukan uji
aktivitas antioksidan ekstrak dengan metode DPPH. Formula gel antioksidan dibuat dengan
variasi kombinasi Carbomer 940, HPMC dan NaOH. Penentuan formula optimum gel
dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 7.1.5 metode Simplex Lattice
Design. Formula optimum diuji kembali karakteristik fisiknya dan dibandingkan dengan
hasil yang diperoleh menggunakan metode Simplex Lattice Design.
c. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak etanol buah Bligo
termasuk dalam kategori sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 40,28 μg/mL. Peningkatan
konsentrasi Carbomer 940, HPMC dan NaOH meningkatkan viskositas dengan nilai
koefisien masing-masing 4366, 4133 dan 3750. Peningkatan konsentrasi NaOH
meningkatkan pH dan daya sebar gel dengan koefisien masing-masing 11.0 dan 5.21. Nilai
desirability yang disarankan Simplex Lattice Design adalah 1,000 dengan variasi
komponen dari formula optimum yaitu Carbomer 940 1.5%, HPMC 0.5% dan NaOH
0.4%. Pengujian signifikansi terhadap prediksi formula optimum dengan hasil percobaan
laboratorium menunjukan signifikan dengan nilai viskositas sebesar 0.130, daya sebar
0.348 dan pH 0.184 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan antara prediksi Simplex
Lattice Design dengan hasil percobaan laboratorium yang ditunjukan dengan nilai
signifikansi masing-masing respons lebih dari 0.05.
d. Kesimpulan
A. Konsentrasi Carbomer 940, HPMC dan NaOH memberikan pengaruh terhadap
karakteristik fisik sediaan gel antioksidan yang meliputi viskositas, daya sebar dan pH
masing-masing sebagai berikut:
1) Carbomer 940, HPMC dan NaOH berpengaruh terhadap peningkatan viskositas
dengan nilai koefisien masing- masing 4366, 4133 dan 3750. Interaksi Carbomer
940-HPMC dan HPMC-NaOH menurunkan viskositas dengan koefisien - 198,00
dan -1502,00. Interaksi Carbomer 940-NaOH dan Carbomer 940-HPMC- NaOH
meningkatkan viskositas dengan koefisien 2768,00 dan 7137,00.
2) Carbomer 940, HPMC dan NaOH mempengaruhi peningkatan daya sebar dengan
koefisien masing-masing 4,11, 4,83 dan 5,21. Interaksi Carbomer 940-HPMC dan
HPMC-NaOH meningkatkan daya sebar dengan koefisien 0,36 dan 1,80
sedangkan interaksi Carbomer 940-NaOH dan Carbomer 940-HPMC-NaOH
menurunkan daya sebar dengan koefisien - 1,44 dan -8,28.
3) Ketiga bahan juga meningkatkan pH dengan koefisien 5,80, 7,00 dan 11,60.
Interaksi HPMC-NaOH meningkatkan pH dengan koefisien 4,80. Interaksi
Carbomer 940-HPMC, Carbomer 940-NaOH dan Carbomer 940-HPMC-NaOH
menurunkan pH masing-masing 0,80, 5,20 dan 21,60
B. Kosentrasi ketiga bahan yang menghasilkan formula optimum masing-masing 1,5%,
0,5% dan 0,4%.
e. Daftar Pustaka

Anjarsari, E.Y., Yonika A.L., Fikri, A. (2012). Masker Antioksidan dan Anti Aging
Berbasis Modernisasi Bahan Alam Indonesia, Bimfi, 1(1).
Ardhie, Ari, Muhandari. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah
Penuaan. Medicinus. 24 (1).

Garg, A., D. Aggarwal., S. Garg., Sigla A.K. (2002). Spreading of Semisolid


Formulation,USA: Pharmaceutical Technology. Pp. 84-104.

Indika, O.M., dan Arif F.M. (2012). Pengaruh Suplementasi Vitamin C Terhadap
Kapasitas Vital Paru Pada Perokok, Scientia, 2(1).
Tugas Resume Jurnal

“STRES dan IMUNITAS”

Oleh :

Nama : Ni Putu Trisnawati

Nim : P00313018028

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KENDARI

JURUSAN GIZI

2020
Resume Jurnal Stres

PENURUNAN TINGKAT STRES KERJA PADA PENERBANG MILITER


MELALUI PENERAPAN TERAPI YOGA TAWA

a. Pendahuluan
Stranks (2005) menjelaskan stres kerja adalah keadaan psikologis yang dapat
menyebabkan seseorang menjadi disfungsional di dalam pekerjaannya dan merupakan
hasil dari respon seseorang karena ketidakseimbangan antara beban kerja dengan
kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaannya tersebut.

Terapi yoga tawa adalah salah satu emotion-focused coping yang menggunakan teknik
olah fisik. Teknik olah fisik pada terapi yoga tawa ini mengkombinasikan antara teknik
yoga pernapasan, senam olah tubuh, tawa, gerakan tepuk tangan berirama dan meditasi
(Kataria, 2004). Pemilihan teknik yoga dan meditasi yang digabungkan dengan tawa,
karena yoga dan meditasi adalah teknik olah tubuh dan pernapasan untuk meningkatkan
fleksibilitas otot-otot tubuh sehingga bisa meningkatkan imunitas tubuh.

b. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan metode
untreated control group design with pretest-posttest design (Shadish, Cook & Campbell,
2002). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah terapi yoga tawa, sedangkan variabel
tergantung adalah stres kerja.

c. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil evaluasi dengan para penerbang militer setelah penerapan terapi
yoga tawa bisa memberikan dampak yang positif karena:
1.) Variasi gerakan terapi yoga tawa yang menyenangkan yaitu adanya berbagai
gerakan pada masing- masing tahapan yoga tawa, di mana sekelompok orang
melakukan kegiatan tertawa sebagai olahraga berdasarkan gerakan yoga, disusul
dengan sikap bermain-main yang membantu para peserta untuk tertawa secara
spontan. Jenis latihan tawa seperti ini bisa dilakukan di luar, seperti di taman
umum atau pantai, atau di dalam ruangan. Latihan ini dilakukan sambil berdiri dan
di dalam sesi terdapat banyak gerakan, interaksi dan kontak mata.

2.) Adanya fase meditasi tawa, di mana subjek tidak harus berusaha untuk tertawa,
namun menghasilkan tawa dalam kondisi tenang dan berasal dari jiwa. Meditasi
tawa ini dapat dilakukan di luar ruangan, namun membutuhkan keheningan dan
kosentrasi. Oleh karena itu, meditasi tawa bisa dilakukan di dalam ruangan atau
ditempat alam, sambil duduk tenang dan berbaring telentang dengan mata
tertutup.
d. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
stres kerja penerbang militer sebelum dan sesudah mengikuti terapi yoga tawa, yakni rerata
stres kerja setelah mengikuti terapi lebih rendah (t=-8,471; df=16,025; p=0,00; p<0,01).
Dengan demikian terapi yoga tawa efektif untuk menurunkan tingkat stres pada penerbang
militer. Efektivitas ini dapat diuji lebih jauh dengan menerapkan terapi yoga tawa sebagai
program yang diberikan secara berkelanjutan dalam bentuk klub atau kelompok tawa dan
dilakukan pengukuran ulang setelah berjalan 6-12 bulan.
e. Daftar Pustaka
Beckman, H., Regier, N., & Young, J. (2007). Effect of workplace laughter groups on
personal efficacy beliefs. The Journal of Primary Prevention, 28, 167-182.

Chaya, M. S., Kataria, M., & Nagendra, H.R. (2008). The effect of hearty extended
unconditional (heu) laughter using laughter yoga techniques on physiological,
psychological, and immunological parameters in the workplace: A randomized
control trial. Proceeding of the 23rd Scientific Meeting of the American Society
of Hypertension. New Orlean, USA
Nelson, J. K. (2008). Laugh and the world laughs with you: An attachment perspective on
the meaning of laughter in psychotherapy. Clinical Social Work Journal, 36, 41-
49.
Resume Jurnal Stres

STRES MEMPERLAMBAT PENYEMBUHAN LUKA PASKA SEKSIO SESAREA


(Stress Prolongs Wound Healing Post Cesarean Section)

a. Pendahuluan
Risiko kematian ibu karena menjalani seksio sesaria adalah tiga kali risiko kematian
ketika menjalani persalinan normal (Menacker and Dentzer, 2006). Persalinan dengan
seksio sesarea dengan jelas menambah beban psikologis dan fisik bagi ibu maupun
keluarga dibandingkan dengan persalinan per vaginam (H.S.T.A.T, 2007). Stres yang
terjadi sebelum persalinan maupun trauma pengalaman persalinan akan ikut menyebabkan
depresi pasca persalinan (Alegent, 2007).
Menurut Koenker (1994), seseorang yang terpapar stres menunjukkan peningkatan
rerata infeksi yaitu 74-90%. Stres menunjukkan 25-40% berdampak pada keterlambatan
dalam penyembuhan luka (Marucha, 2007). Adanya infeksi pada luka setelah
pembedahan merupakan masalah yang serius bagi pasien, terutama adanya komplikasi
pada luka tersebut baik komplikasi lokal maupun sistemik (Suriadi, 2007). Stres
mempengaruhi aktivasi kortisol sehingga menyebabkan penurunan inflamasi dan
memperpanjang waktu penyembuhan.
b. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Cross Sectional Design,
dengan 28 responden ibu pasca seksio sesarea berusia 20-40 tahun dan dengan Indeks
Masa Tubuh (IMT) 18,5-25,0. Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin I RSU Dr.
Soetomo pada Mei sampai dengan Juni 2007.
c. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan identifikasi yang dilakukan peneliti terhadap 28 orang responden,
sebanyak 16 orang mengalami stres dengan berbagai tingkatan yang bervariasi. Perubahan
fisiologis yang ditunjukkan oleh responden adalah 82% responden mengalami mulut
kering, 75% mengalami kelelahan, 61% menunjukkan perubahan denyut jantung dan
denyut nadi, sedangkan 57% mengalami kesulitan untuk beristirahat. Dampak psikologis
yang dialami adalah ketakutan (82%), cemas yang berlebihan dalam suatu situasi (78,6%),
keadaan tegang (61%), gelisah (53,6%), serta sedih dan depresi (43%).
Wanita dengan stres yang lebih tinggi menghasilkan dua proinflammatory cytokines
yang rendah. Proinflammatory cytokines penting bagi awal fase penyembuhan luka untuk
menghasilkan Interleukin 1 (IL-1α) dan IL-8. Menurut Petrie (2003) terdapat hasil
signifikan antara stres dengan penyembuhan luka, yaitu stres menghambat munculnya
proinflammatory cytokines pada awal fase perbaikan luka, yaitu fase inflamasi. Stres
menginduksi peningkatan glukokortikoid dan mengubah sistem dinamis yang mengontrol
perkembangan respons inflamasi, menekan IL-1α, IL-8, dan produksi TNF (Petrie and
Debbie , 2003 dalam Sheridan, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa seluruh responden wanita yang
mengalami stres sebelum hingga setelah tindakan seksio sesarea mengalami keterlambatan
fase penyembuhan luka, yaitu pada fase pertama proses penyembuhan luka.

d. Kesimpulan
Fase penyembuhan luka seksio sesarea berhubungan dengan tingkat stres pasien. Stres
memicu peningkatan kortisol yang berdampak terhadap supresi imunitas seluler.

e. Daftar Pustaka
Glaser, et al. 1999. Stress-Related Changes in Proinflammatory Cytokine Production in
Wounds, Archives of General Psychiatry, Vol. 56, 450-455.
Lovallo, W.R. 2005. Stress and Health: Biological and Psychological Interaction. Second
Edition.California: Sage Publications Inc., pp. 116-151.
Suriadi. 2007. Manajemen Luka. Pontianak: Percetakan Romeo Grafika, hlm. 1-48, 93-98,
159-163, dan 210.
Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif Obstetri Sosial. Jakarta: EGC, hlm.
117-156.
Mundy, G. 2005. Pemulihan Pasca Operasi Caesar. Alih bahasa oleh Anita Purnamasari.
Jakarta: EGC, hlm. 12-15 dan 34-35
Resume Jurnal Stres

Relaksasi Progresif Sebagai Penurun Tingkat Stres Pasien Kanker


Dengan Kemoterapi
a. Pendahuluan
Teknik relaksasi progresif merupakan teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, ketekunan dan sugesti (Herodes, 2010 dalam (Setyoadi &
Kushariyadi, 2011). Kanker adalah kondisi dimana sel-sel tidak dapat membelah diri atau
berkembang secara normal. Kanker itu sendiri dapat di kontrol dengan kemoterapi.
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Pasien yang mengalami
dan akan menjalani prosedur kemoterapi sangat beresiko mengalami peningkatan stres
karena ketidaktahuan prosedur kemoterapi yang akan di jalani ataupun karena kondisi
penyakitnya, dengan demikian di butuhkan upaya yang tepat untuk menurunkan tingkat
stres pada pasien dengan kemoterapi. Tubuh manusia berespon terhadap kecemasan dan
kejadian yang merangsang pikiran dan ketegangan otot, teknik relaksasi progresif adalah
terapi merilekskan otot.

b. Metode Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan one group pra-post test design dengan jumlah
sampel 33 pasien kanker dengan kemoterapi di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
Instrument yang digunakan adalah kuesioner data demografi dan lembar kuisioner DASS
(Depresion Anxiety Stress Scale).

c. Hasil dan Pembahasan


Hasil penelitian menunjukkan dari 33 responden pasien kanker yang menjalani
kemoterapi, sebagian besar mengalami stres sedang (72,7%). Setelah melakukan relaksasi
otot progresif terjadi penurunan respon stres, dimana sebagain besar mengalami stres
ringan (63,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat
menurunkan tingkat stres (p = < 0,001).
Stres di awali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya
yang di miliki oleh individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi maka semakin tinggi pula
tingkat stres yang di alami dan akan merasa terancam. Stres merupakan suatu reaksi fisik,
mental, dan kimiawi dari dalam tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan,
membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang. Stres adalah kondisi yang
tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stres dan hal yang di anggap
mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan antara
keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang apa
adanya (Hardjana,1994 dalam Yosep (n.d.).
d. Kesimpulan
Pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi dapat mengalami stres yang
berlebihan yang disebabkan karena tubuh tidak dapat menerima rangsangan atau tekanan
dari luar tubuh, yang beresiko merusak kondisi tubuh. Terapi relaksasi otot progresif
mengurangi response stress dengan cara menghambat sistem saraf simpatetik sehingga
menurunkan kerja organ-organ internal tubuh seperti detak jantung, frekuensi napas,
ketegangan otot termasuk produksi hormon stres. Pada saat tubuh berespon rileks karena
terapi relaksasi progresif secara otomatis akan terjadi perubahan rentang stres. Edukasi
perawat mengenai terapi relaksasi progresif, motivasi dan dukungan orang terdekat akan
menurunkan respon stres pasien. Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan terkait
penurunan hormon kortisol sebagai biomarker respon stres.

e. Daftar Pustaka
Bakhtiar, M. I., & Asriani, A. (2015). Efektivitas Strategi Problem Focused Coping Dan
Emotion Focused Coping Dalam Meningkatkan Pengelolaan Stres Siswa Di SMA
Negeri 1 Barru. GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan Dan
Konseling, 5(2), 69–82. https://doi.org/10.24127/gdn.v5i2.320

Bintang, Y. A., Ibrahim, K., & Emaliyawati, E. (2012). Gambaran Tingkat Kesemasan,
Stres dan Depresi pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi di Salah Satu
RS di Kota Bandung. Students E-Journals, 1(1). Retrieved from
http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/719/765

Konginan, A. (2008). Depresi Pada Penderita Kanker, Pengembangan Paliatif dan Bebas
Nyeri. Surabaya: RSU Dr. Soetomo Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai