“Materi 1-4”
Disusun oleh :
NIM : P00313018028
JURUSAN GIZI
2020
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan
karunianya sehinga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga
ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah Ilmu Teknologi Pangan Hasil Laut ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai
sebagai data dan fakta pada makalah ini. Kami menyadari bahwa kami adalah manusia yang
mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat
diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah kami ini tidak semua hal
dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini, kami telah melakukannya
semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki.
Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman.
Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat
memperbaiki makalah kami di masa datang.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari makalah kami ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………..……………....
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………….....
DAFTARPUSTAKA……………………..........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Mikroalga juga memiliki kandungan protein yang sangat tinggi, sehingga mikroalga
juga dikenal sebagai single cell protein (SCP). Dilihat dari sudut nutrisi mikroalga
merupakan suatu sumber mikro nutrien, vitamin , minyak dan elemen mikro untuk
komunitas perairan. Mikroalg sebagian ada yang mencemari air dan dapat menurunkan
kualitas air. Hal ini disebabkan karena mikroalga dapat menimbulkan rasa, bau yang tidak
enak, menurunkan pH, menyebabkan warna, dan kekeruhan (kasrina dkk, 2012).
Lemak dalam mikroalga terdiri dari gliserol, asam lemak jenuh atau asam lemak tak
jenuh. Komposisi lemak pada masing-masing mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti perbe-daan nutrisi, lingkungan dan fasa pertumbuhan.Beberapa jenis mikroalga
berpotensi sebagai sumber minyak. Kandungan minyak mikroalga bervariasi tergantung
jenis mikroalganya (Noer Abyor Handayani, Dessy Arianty, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
1) Apakah sirip dan tulang rawan ikan hiu juga mengandung senyawa lain yang
berbahaya ?
2) Berapa banyakah jumlah fucoxantin yang terkandung di dalam alga coklat sehingga
mampu mencegah penyakit degenerative kardiovaskuler dan kanker tersebut ?
3) Bagaimanakah cara mengolah ikan buntal agar tidak mengandung racun lagi dan dapat
dijadikan makanan lezat dan bergizi ?
4) Apakah kandungan mercury pada ikan tuna ini dapat menurunkan / mempengaruhi
kandungan Omega -3 ikan tuna ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam sirip dan tulang rawan ikan hiu
2. Untuk mengetahui jumlah fucoxantin yang terkandung dalam alga coklat sehingga
mampu mencegah penyakit degenerative kardiovaskuler dan kanker.
3. Untuk mengetahui cara pengolahan ikan buntal agar tidak mengandung racun lagi dan
dapat dijadikan makanan lezat dan bergizi
4. Untuk mengetahui kandungan merkuri pada ikan tuna dapat mempengaruhi
kandungan Omega-3 dari ikan tuna
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Senyawa yang Terkandung Pada Sirip dan Tulang Rawan Ikan Hiu
lkan hiu termasuk hewan akuatik yang unik karena mampu bertahan hidup dalam
kondisi perairan yang oaling buruk sekalipun, misalnya di perairan yang tercemar berat oleh
bahan kimia karsinogenik Diduga kemampuan tersebut didukung oleh sistem kekebalan
tubuh yang luar biasa dalam menangkal serangan bakteri, virus, dan senyawa kimia yang
toksik (Lane & Comac, 1993, Suparno, 1996) Selain itu, setiap bagian tubuh ikan hiu dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti pangan, obat-obatan, kosmetik, dan industri
lainnya (Wibowo & Susanto, 1995). Salah satu bagian tubuh ikan hiu yang akhir- akhir ini
mendapat perhatian dari para ilmuwan adalah tulang rawannya.
Tulang rawan ikan hiu mengandung mineral, protein, lemak, dan karbohidrat Manfaat
tulang rawan ikan hiu dalam bidang kesehatan telah banyak diungkapkan oleh para ahli.
antara lain untuk pengobatan alternatif penyakit kanker karena mengandung senyawa
protein aktif yang disebut cartilage derived inhibitor (CDI) (Langer et al., 1976; Lee &
Langer, 1983, Asmino, 1996; Lane & Comac, 1993). Senyawa lain yang termasuk penting
adalah karbohidrat yang terdapat dalam bentuk makromolekul. Karbohidrat inr termasuk
kategori mukopolisakarida atau glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan pada tulang rawan
ikan hiu yang dominan adalah kondroitin sulfat (Sugahara et al., 1992; de Waard et al.,
1992) Kondroitin sulfat telah dikenal dalam bidang farmasi drgunakan untuk penyembuhan
inflamast dan luka katarak, pen gerasan dan pembeng kakan pembu I u h darah, menjaga
kelenturan organ tubuh dan tegangan permukaan kulit menahan cairan tubuh dan mengatast
penyakit degeneratif persendian pertfer, khususnya lenis reumatik (Lane & Comac, 1993:
Mutschler, 1991; SuParno, 1996)
Pada bagian sirip ikan hiu terdapat sebuah zat antikanker yang apabila dikonsumsi
secara rutin akan berdampak pada semakin kecilnya resiko terkena kanker. Sirip ikan hiu
mengandung tiga komponen besar yaitu air, abu, dan protein serta komponen lain seperti
lemak zat besi, kalsium, dan fosfor. Protein yang dimaksud yaitu protein yang tidak
mengandung asam amino esensial Tryptophan sehingga sulit diserap manusia.
Kualitas dari sirip ikan hiu dapat ditentukan dari letak sirip itu sendiri. Sirip ekor hiu
memiliki trombosit tulang rawan yang paling tinggi dibandingkan dengan sirip lainya.
Kemudian diikuti dengan sirip dorsal posterior, sepasang sirip ventral dan sirip anal yang
dianggap kualitasnya jauh lebih tinggi. Hal tersebut didasarkan karena semakin besar dan
tebal sebuah sirip maka kandungan serat kolagennya semakin besar pula.
Terlepas dari semua hal mengenai manfaat dari sirip ikan hiu, yang paling penting yaitu
bahwa ikan hiu adalah predator yang menduduki posisi konsumen puncak pada rantai
makanan di ekosistem laut yang berarti jumlah ikan hiu sangat berpengaruh. Apabila kita
tidak memperhatikan hal tersebut maka keseimbangan ekosistem akan terganggu. Selain itu,
semakin kotornya ekosistem laut oleh beberapa unsur logam juga berpengaruh pada
kandungan ikan hiu sehingga bukan mendapat manfaat dari ikan hiu, tetapi kita akan
terkena dampak dari unsur logam yang ada pada hiu seperti merkuri.
2.2 Jumlah Fucoxantin yang Terkandung dalam Alga Coklat
Makroalga merupakan salah satu biota laut yang sudah sejak lama dimanfaatkan oleh
industri farmasi. Fukosantin merupakan salah satu bahan bioaktif dari makroalga yang
dimanfaatkan untuk industri farmasi. Fukosantin merupakan salah satu karotenoid yang
hanya dihasilkan oleh makroalga coklat dan diatom (mikroalga). Bahan bioaktif ini hanya
dihasilkan oleh makroalga coklat dan diatom saja, sehingga jumlah ketersediaan dengan
jumlah permintaan fukosantin tidak seimbang.
Fukosantin merupakan pigmen warna oranye atau karotenoid terbesar dari makroalga
coklat. Pigmen ini terbentuk bersama-sama dengan klorofil a, klorofil b dan β-karoten yang
dihasilkan oleh makroalga coklat dari Divisi Ochrophyta (Kanazawa et al., 2008; Peng et
al., 2011). Fukosantin memiliki sifat biologis yang luar biasa berdasarkan sifat molekulnya
yang unik seperti neosantin, dinosantin dan peridinin (Kanazawa et al., 2008). Fukosantin
memiliki ikatan alenik yang tidak biasa dan beberapa kelompok aksigenik fungsional
epoksi, hidroksil, karbonil, dan karboksil di dalam molekulnya.
nitrat, prostaglandin E2, tumor necrosis factor-α, interleukin-1β, dan interleukin-6 melalui
penghambatan aktivasi faktor-kB nuklir dan fosforilasi kinase protein yang diaktifkan
mitogen (Heo et al., 2008; Kim et al., 2010b). Selain itu, fukosantin secara signifikan
menghambat pembengkakan dan mengurangi tingkat tumor necrosis faktor-α dan
histamin. Hal ini menunjukkan bahwa fukosantin memberikan efek antiinflamasi dengan
menekan degranulasi sel mast secara in vivo (Sakai et al., 2011).
e. Aktivitas antidiabetes
Fukosantin merupakan senyawa yang memiliki aktivitas anti diabetes. Penambahan
fukosantin (dengan kemurnian 97%) pada pakan mencit sebanyak 1% dan 2% selama 4
minggu, menunjukkan hasil bahwa terjadi penurunan konsentrasi glukosa darah, kadar
insulin serum dan konsentrasi leptin serum dibandingkan dengan perlakuan control. Ketika
leptin disekresikan dari jaringan adiposa, aktivitas fukosantin untuk menurunkan
konsentrasi serum leptin diyakini dilakukan dengan mengurangi jaringan adiposa putih
(WAT). Dengan demikian fukosantin diharapkan dapat mengurangi kadar glukosa darah
yang tinggi yang disebabkan oleh akumulasi lemak visceral (obesitas) (Maeda et al.,
2007).
Fukosantin secara signifikan mengurangi glukosa darah, hemoglobin A1c, insulin
plasma, dan kadar resistin. Tidak ditemukannya perubahan dalam konsentrasi glukagon
plasma dalam diet tinggi lemak yang diberikan pada tikus, menunjukkan bahwa
pengurangan rasio insulin / glukagon bisa menjadi bagian yang bertanggung jawab untuk
menurunkan konsentrasi glukosa darah oleh fukosantin (Woo et al., 2010).
f. Aktivitas penghambatan kolagenase
Kolagen membentuk 90% dermis kulit. Kolagen didistribusikan ke seluruh dermis,
membuat kulit cukup elastis dan kuat. Ketika kolagenase diaktifkan dan kolagen
terdegradasi, fenomena penuaan seperti keriput dan kendur terjadi. Ekstrak Laminaria
japanica (mengandung fukosantin 8,6%) dapat menghambat aktivasi kolagenase, sehingga
menyebabkan penghambatan degradasi kolagen (Peng et al., 2011).
g. Aktivitas penghambatan pigmentasi.
Pigmentasi terjadi karena adanya paparan sinar UV , sehingga terjadi penggelapan
pada kulit. Semakin rendah nilai L (lightness) akan menunjukkan warna yang semakin
gelap. Penambahan fukosantin 1% dapat menurunkan nilai L yang berarti kulit semakin
terang. Dari hasil penelitian tersebut, fukosantin dapat menghambat pigmentasi dan
mempercepat proses untuk menghilangkan deposit pigmen (Shimoda et al., 2010)
2.3 Cara Pengolahan Ikan Buntal
ikan buntal pisang (Tetraodon lunaris) dianggap sebagai ikan beracun yang mematikan,
padahal di perairan Indonesia ikan jenis ini cukup berlimpah. Racun ikan buntal adalah
tetradotoksin yang terdapat di gonad, usus, hati, empedu, dan di bawah kulit. Dengan
pengolahan yang tepat, daging ikan buntal menjadi sangat komersial. Tiap tahun, Jepang
mengonsumsi ikan buntal jenis Fugu sebanyak 20.000 ton. Di Indonesia, ikan buntal
dikonsumsi di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi, dan Tuban yang diolah menjadi ikan asin
(Rukiyah et al., 2010).
Salah satu produk olahan yang dapat menggunakan bahan baku ikan buntal, terutama
kulitnya yaitu rambak. Rambak berasal dari kulit yang dapat digunakan sebagai bahan
dalam pembuatan kerupuk kulit ikan harus dalam kondisi yang memenuhi syarat baik dari
segi kesegarannya, ketebalannya, dan keuletannya. Adapun kulit ikan mentah tersebut dapat
diperoleh dalam keadaan basah maupun kering (Indraswari, 2003).
Diagram Alir Pembuatan Rambak Ikan Buntal
Penanganan
- Daging 10,26 kg
Dikuliti - Kepala dan isi perut 21,32 kg
- Tulang 3,23 kg
Kulit ikan buntal pisang basah 5,16 kg
Bumbu-bumbu (garam dan penyedap rasa)
Dicuci dengan air dan air
Kulit dijemur dibawah sinar matahari selama ± 7-8 jam sampai kering suhu ± 35-45 ℃
Penghalusan duri ikan dengan cara dipukul kayu dari bagian perut dekat kepala sampai
ke bagian ekor dan pemotongan kulit yang sudah kering
Penggorengan I
Penggorengan II
merkuri pada bigeye tuna kelompok berat 1-10 kg/ekor dengan ukuran yang lebih besar
(>100 kg/ekor). Sedangkan pada swordfish, kandungan merkuri meningkat dengan
penambahan berat ikan dan pada ukuran >50 kg terdapat swordfish dengan kandungan Hg
melebihi batas 1,0 mg/kg. Perairan Samudera Hindia cenderung lebih tercemar merkuri
dibanding Samudera Pasifik, hal ini berkaitan dengan penggunaan dan pembuangan limbah
merkuri dari industri di negara yang berada pada lintasan Samudera Hindia, sedangkan
negara pada lintasan Samudera Pasifik cenderung menerapkan aturan penggunaan merkuri
yang sangat ketat.
Seorang peneliti bernama Edwin van Wijngaarden, mengatakan konsumsi ikan tertentu
secara keseluruhan berdampak positif karena manfaat dari omega-3 lebih besar dari efek
samping merkuri, ia jga mengatakan bahwa merkuri juga dapat merusak sel melalui oksidasi
dan peradangan, tetapi omega-3 adalah anti inflamasi yang bisa melawan efek tersebut.
Van Wijngaarden juga mencatat bahwa mengkonsumsi ikan memberikan manfaat
kardiovaskular dan kognitif untuk orang dewasa karena efek perlindungan dari omega-3 dan
nutrisi lainseperti selenium. Jadi menurutnya dapat ditemukan asosiasi yang sama antara
kandungan nutrisi dan interaksi terhadap merkuri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ikan hiu adalah predator yang menduduki posisi konsumen puncak pada rantai
makanan di ekosistem laut yang berarti jumlah ikan hiu sangat berpengaruh. Selain itu,
semakin kotornya ekosistem laut oleh beberapa unsur logam juga berpengaruh pada
kandungan ikan hiu sehingga bukan mendapat manfaat dari ikan hiu, tetapi kita akan
terkena dampak dari unsur logam yang ada pada hiu seperti merkuri.
Makroalga coklat memiliki kandungan fucooxantin yang berbeda-beda kadarnya
tergantung jenisnya.Contohnya Cystoceira barbata memiliki kandungan fucoxantin 1,34
mg/g sedangkan Sargassum filipendula memiliki kandungan fucoxantin 1,08 mg/g.
Ikan buntal dikenal dengan kandungan racunnya, namun jika kita pintar mengolahnya
ikan ini dapat diolah menjadi makanan yang lezat contohnya seperti rambak yang terbuat
dari kulit ikan buntal. Selain rambak ikan buntal juga dapat diolah menjadi ikan asin yang
biasa dikonsumsi didaerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi, dan Tuban.
Ikan tuna merupakan ikan diperairan laut dalam yang dikenal memiliki kandungan
omega-3 namun juga relative memiliki kandungan merkuri yang tinggi. Walaupun ikan tuna
memiliki kanungan merkri yang tinggi hal tersebut tidak mempengaruhi kandungan omega-
3 dari ikan tuna karena omega-3 adalah anti inflamasi yang dapat melawan efek tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kanazawa, K., Y. Ozaki, T. Hashimoto, S. K. Das, S. Matsushita, M. Hirano, T. Okada,, A.
Komoto, N. Mori, and M. Nakatsuka. 2008 Commercial-scale preparation of
biofunctional fucoxanthin from waste parts of brown sea algae Laminaria japonica.
Food Sci. Technol. Res. 14: 573–582.
Peng J., J.P. Yuan, C. F. Wu and J. H. Wang. 2011. Fucoxanthin, a marine carotenoid present
in brown seaweeds and diatoms: metabolism and bioactivities relevant to human
health. Marine Drugs 9: 1806-1828, doi:10.3390/md9101806.
Sachindra, N.M., E. Sato, H. Maeda, M. Hosokawa, Y. Niwano, M. Kohno, and K.
Miyashita. 2007. Radical scavenging and singlet oxygen quenching activity of
marine carotenoid fucoxanthin and its metabolites. J. Agric. Food Chem. 55: 8516–
8522.
Langer, R., Brem, H., Falterman, K, Klein, M., and Folkman. J. 1976. lsolation of cartilage
factor that inhibits tumor neovascularization. Sciettce, 1 93 7 0-72.
Sugahara, K.. Oki Y., Harada, T,, de Waard, P., and Vlieqenlhart. J F G 1992. Structural
studies on sul fated oligosaccharides derived from thearbohydrateprotein lirrkage
region of chondroitin 6-sulfate proteoglycans of shark cartilage. L Six compounds
containing o- or 1-sulfate andlor phosphate resadue J. Biol. Chem. 267 .6027-6035.
Lane. LW and Comac, L. 1993. Shark Don't Get Cancer: How Shark Carlilage Could Save
Your Life. Avery Publishing Group Inc., New York' 192 pp.
Rukiyah I, Steven, Vini O, Wulan D, Dan Zahidah. 2010. Karakteristik Morfologi Tingkat
Kemunduran Mutu Dan Analisis Kadar Protein Ikan Buntal Pisang (Tetraodon
Lunaris). Artikel. Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2 halaman
Indraswari, C. S.E. 2003. Teknologi Pengolahan Pangan: Rambak Kulit Ikan. Kanisius.
Yogyakarta. 97 halaman.
Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.
Llaurado, G. M., Garcia, P. M., Escribano, J., Monasterolo, C. R., Luque, V., Grote, V.,
Weber, M., Espínola, F. J, Kowalska, J. C, Verduci, E., Martin, F., Piqueras, M. J.,
Koletzko, B., Decsi, T., Campoy, C., & Emmet, P. P. (2016). Fish consumption in
mid-childhood and its relationship to neuropsychological outcomes measured in 7–
9 year old children using a nutrimenthe neuropsychological battery. Journal of
Clinical Nutrition, 35(6), 1301-1307. https://doi.org/ 10.1016/j.clnu.2016.02.008.
Llop, S., Ballester, F., Murcia, M., Forns, J., Tardon, A., Andiarena, A., Vioque, J., Ibarluzea,
J., Somoano, A.F., Sunyer, J., Julvez, J., Rebagliato, M., & Espinosa, M, J, L.
(2017). Prenatal exposure to mercury and neuropsychological development in
young children: the role of fish consumption. International Journal of
Epidemiology, 46(3), 827-838. https://doi.org/ 10.1093/ije/dyw259.
Riani, E., Sudarso, Y., & Cordova, M. R. (2014). Heavy metals effect on unviable larvae of
Dicrotendipes simpsoni (Diptera: Chironomidae), a case study from Saguling Dam,
Indonesia. International Journal of the Bioflux Society, 7(2), 76-84.
Riani, E. (2015). The effect of heavy metals on tissue damage in different organs of goldfish
cultivated in floating fish net in Cirata Reservoir, Indonesia. PARIPEX - Indian
Journal of Research, 4(2), 54-58.
Lamborg. C.H., Hammerschmidt, C.R., Bowman, K.L., Swarr, G.J., Munson, K.M.,
Ohnemus, D.C., Lam, P.J., Heimbürger, L.E., Rijkenberg, M.J., & Saito, M.A.
(2014). A global ocean inventory of anthropogenic mercury based on water column
measurements. Nature. 512: 65-68. http://dx.doi.org/10.1038/ nature13563
Sunderland, E. M, & Mason, R. (2007). Human impact on ocean mercury concentration.
Global Biogeochemical Cycles, 21, 1-15. doi:10.1029/ 2006GB002876.
Connell, W., & Miller, G. (1995). Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran
(diterjemahkan oleh Yanti Koestoer dan Sahati). Jakarta: UI Press.