BAB I
PENDAHULUAN
Penuaan adalah hal alami bagi setiap individu. Mekanisme penuaan terjadi
bertahap pada semua bagian tubuh serta organ. Jenis penuaan terdapat dua jenis,
penuaan yang tidak bisa dihambat, dalam hal ini seperti bertambahnya usia.
pencegahan penyakit ataupun mekanisme penuaan itu sendiri. Hal ini dipelajari
penyakit, penuaan bisa dicegah serta diobati sehingga penuaan itu berjalan dengan
lambat bahkan ditiadakan. Hal itu membuat manusia berupaya untuk tidak
menjadi tua dengan berbagai upaya terapi. Namun terapi ini masih butuh diteliti
lebih lanjut sebab ilmu ini masih baru (Pangkahila 2007). Saat ini teori penyebab
penuaan mulai berkembang, dengan ini sebagai dasar untuk upaya mencegah
penuaan guna mencapai individu yang panjang umur dalam keaadaan sehat serta
1
2
serta eksternal. Adapun faktor internal terdiri dari radikal bebas, perubahan
tubuh. Sementara faktor eksternal terdiri dari polusi, tingkat stres, ekonomi, serta
gaya hidup (Pangkahila 2011). Secara khusus penuaan pada kulit terjadi akibat
faktor eksternal seperti konsumsi alkohol serta rokok, asupan nutrisi, serta
paparan sinar ultraviolet (UV). Adapun paparan sinar UV secara berulang bisa
terkena langsung matahari, contohnya wajah, lengan, serta dada. Gejala yang bisa
muncul akibat photoaging bisa berupa kulit mengalami kerutan, kasar, lesi
Sinar matahari merupakan sumber utama sinar UV. Sinar UV terdiri dari
tiga jenis, yaitu UVA, UVB, dan UVC. Pada UVA panjang gelombang yang
dimiliki yaitu 320-400 nm, UVB memiliki panjang gelombang 280-320 nm dan
kemampuan merusak hingga menembus lapisan dermis dan serat kolagen adalah
Radikal bebas pada sel atau disebut reactive oxygen species (ROS)
disebabkan akibat kerusakan sel cross-linking pada basa pirimidin. Hal ini terjadi
akibat paparan sinar UVB melebihi dosis serta secara berulang dalam waktu yang
lama. Hal ini juga mengakibatkan degradasi kolagen yang makin tinggi.
pelindung organ dari trauma luar serta bisa direnggangkan menjadi kulit. Kolagen
pada kulit terdiri dari kolagen tipe I, III, IV, V, VII serta XVII (Lawton 2019).
mengalami glikasi. Glikasi yakni reaksi non enzimatik, dimana gula mereduksi
molekul matriks ekstraseluler kolagen serta protein. Akibat hal ini kolagen
berpengaruh terhadap percepatan penuaan kulit, dimana akan lebih cepat terjadi
terkandung belum efektif guna mengatasi stress oksidatif yang dialami (Yaar dan
Gilchrest, 2008). Akibat jumlah yang tidak memadai, membuat tubuh butuh
dengan cara menetralisasi radikal bebas pada kulit melalui donasi elektron.
Umbi bit merah termasuk sumber antosianin serta senyawa fenolik tingkat
tinggi. Sebuah tanaman seperti umbi bit merah (Beta vulgaris) juga dikenal
sebagai akar bit. Di Indonesia umbi bit merah sudah mulai banyak dikembangkan,
Batu dan Kopeng. Umbi bit yang dijual di Indonesia sebagian besar dari daerah
Pigmen betalain, yang memberi warna ungu kemerahan pada umbi bit
merah, adalah komponen yang paling penting. Umbi bit dalam beberapa
terbesar. Ada dua subkelas betalain, yaitu betacyanin (merah violet) dan
yang larut dalam air. Betacyanin, sering dikenal sebagai betanin, yakni komponen
betalain utama yang ada dalam umbi bit. Ada hubungan diantara aktivitas pH,
cahaya, udara, serta air pada bit merah dengan kualitas betalain pigmen tumbuhan
tersebut, dengan pigmen lebih stabil pada pH 5,6 dibandingkan pada suhu
5
serendah 14oC (Mastuti, dkk., 2010). Konsentrasi antioksidan pada umbi bit
merah yakni 1,98 mmol/100 g, menjadikannya satu dari makanan yang paling
betanin (300-600 mg/kg), asam askorbat (50-868 mg/kg), serta karotenoid (0,44
mg/kg) merupakan mayoritas komposisi antioksidan bit merah (Ananda 2008). Bit
Untuk mengetahui apakah ekstrak bit dapat menekan ekspresi MMP1 dan
menghambat penurunan kadar kolagen pada kulit tikus Wistar yang terpapar sinar
radiasi UV-B, peneliti ingin menguji hipotesis ini dengan memakai ekstrak bit
merah (Beta vulgaris). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
upaya pencegahan dan terapi baru terhadap penuaan kulit di masa yang akan
datang.
2. Apakah krim ekstrak Umbi bit merah (Beta vulgaris) secara topikal bisa
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan ekstrak bit (Beta
kolagen di kulit tikus Wistar yang terpapar UV, dan untuk mengurangi efek
Sesuai uraian rumusan masalah, tujuan khusus dari penelitian ini yakni :
Untuk menambah pengetahuan mengenai krim ekstrak Umbi bit merah (Beta
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
dicegah dan diobati sehingga penuaan itu berjalan dengan lambat bahkan
ditiadakan. Hal itu membuat manusia berupaya untuk tidak menjadi tua dengan
berbagai upaya terapi. Namun terapi ini masih perlu diteliti lebih lanjut karena
adalah fisik dan mental yang mengalami kegagalan yang berhubungan dengan
penambahan usia dan disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat dicegah
Secara umum teori penuaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu teori
keausan dan teori program. Teori keausan menunjukkan bahwa tubuh menua
hingga mati karena akumulasi kerusakan pada tubuh, baik itu kerusakan DNA,
organ, atau efek radikal bebas. Sedangkan berdasarkan prinsip teori program,
bahwa penuaan terjadi karena tubuh telah memprogram jam biologis, teori ini
2011).
8
9
Faktor internal disebabkan oleh faktor fisiologis dari dalam tubuh. Faktor intrinsik
terdiri dari genetik, keadaan fisik, dan keadaan mental. Faktor genetik merujuk
pada gen pada DNA seseorang yang memiliki komponen gen yang membawa
pergantian sel-sel yang rusak sehingga banyak organ akan terjadi penurunan
fungsi normalnya. Keadaan fisik merupakan kondisi organ, daya tahan tubuh dan
penyakit fisik yang diderita. Daya tahan tubuh berbanding lurus dengan kesakitan
seseorang, semakin tinggi daya tahan seseorang maka makain jarang terkena
(Aryana dan Semaradana, 2019). Selain itu keadaan hormonal, radikal bebas,
dkk., 2014).
Faktor ekternal penyebab penuaan merupakan faktor yang berasal dari luar
tubuh. Faktor ekternal dapat berupa aktivitas, makanan, dan lingkungan. Aktivitas
fisik yang rendah akan lebih cepat mengalami proses penuaan. Konsumsi makanan
pada tubuh dan proses perbaikan sel. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
penuaan terutama paparan polusi dan radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul
tidak stabil yang menyerang sel-sel tubuh. Hal ini dapat mempercepat penuaan.
Proses penuaan dapat terjadi lebih cepat akibat interaksi kedua faktor internal dan
Penurunan fungsi organ ini menyebabkan muncul gejala dan tanda penuaan.
Pada fase subklinik terjadi penurunan hormon dalam tubuh. Hormon ini antara
lain hormone pertumbuhan, testosterone, dan estrogen. Selain itu fase ini telah
mengalami pembentukan radikal bebas yang merusak bagian sel dan DNA. Hal
ini membuat perubahan tidak tampak dari luar dan kondisi yang dialami
tampak normal.
Pada fase ini hormone mengalami penurunan hingga 25%. Selain itu otot juga
lemak tubuh meningkat dan tenaga serta kekuatan cenderung menurun. Hal ini
jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Gejala yang muncul pada fase ini
menurun. Perubahan ini terlihat dari luar sehingga tampak lebih tua.
dan mineral. Kondisi otot juga mengalami penurunan hingga 1 kg setiap tiga
(Pangkahila, 2011).
2.2 Kulit
15% dari komposisi berat tubuh manusia yakni kulit, sehingga kulit
menjadi organ terbesar dari tubuh. Susunan kulit terdiri dari epidermis, dermis,
serta subkutis yang memiliki fungsi serta karekteristik tersendiri (Lawton 2019).
Lapisan paling luar yang terdiri dari epitel skuamosa disebut lapisan
luar, itu terdiri dari stratum basale (lapisan sel basal) serta sublapisannya stratum
serta lemak di bawah kulit. Ketebalan kulit ditentukan oleh lapisan ini, serta
kolagen membentuk sebagian besar lapisan dermis. Dermis retikuler dan papiler
12
merupakan dua lapisan dermis yang paling dekat dengan epidermis serta lemak
ini juga mencakup kolagen yang lebih matang serta lebih banyak pembuluh darah
Fibroblas dermal yakni jenis sel yang paling umum. Kolagen, elastin, serta
protein matriks lainnya semuanya diproduksi oleh fibroblas, seperti juga enzim
yang menyediakan energi bagi tubuh. Kolagen I, III, serta V semuanya ada di
lapisan ini. Guna menjaga agar kulit tetap melekat pada jaringan di bawahnya,
maka lapisan subkutis diperlukan. Dari segi kuantitas serta ukuran, itu tergantung
pada bagian tubuh tertentu serta status gizi individu (Lawton 2019).
Kulit menjadi organ yang paling terlihat perubahannya saat proses penuaan.
Penuaan pada kulit terjadi melalui dua mekanisme, ialah penuaan intrinsik serta
timbulnya penuaan intrinsik. Penuaan internal, di sisi lain, mengacu pada penuaan
organ internal seseorang, termasuk kulit serta organ dalam seperti jantung dan
13
paru-paru. Dari kedua mekanisme tersebut yang bisa dicegah yakni faktor
ekstogen. Atrofi epidermis, pendataran rete ridges epidermal, serta atrofi dermis
UV. Mekanisme ini disebut dengan photoaging. 80% penuaan ekstrinsik terjadi
seperti wajah serta lengan paling berdampak (Geng, dkk., 2021). Photoaging
terjadi akibat paparan radiasi UV jangka Panjang yang merubah jalur pensinyalan
jalur Transforming growth faktor β (TGF β)/Smad serta ekspresi yang tidak
Penuaan intrinsik berbeda dari penuaan ekstrinsik dalam hal kulit tampak lebih
halus serta kurang keriput, meskipun fakta bahwasanya kulit menua secara
Sinar matahari termasuk sumber utama sinar UV. Sinar UV terdiri dari
tiga jenis, ialah UVA, UVB, serta UVC. Pada UVA panjang gelombang yang
dimiliki ialah 320-400 nm, UVB panjang gelombang yang dimiliki ialah 280-320
nm serta sinar UVC panjang gelombang yang dimiliki ialah 100-280 nm. Sinar
serat kolagen yakni sinar UVB (Krutmann, 2011). Dampak UVB paling banyak
Umbi bit merah (Beta vulgaris) atau akar bit yang merupakan tanaman
dari familia Chenopodiaceae dengan ciri tanaman berbentuk akar yang mirip
15
umbi-umbian. Umbi bit merah tubuh di wilayah dataran rendah hingga dataran
tinggi dengan ketinggian 500 dpl sampai 1.000 dpl dan banyak ditemui di wilayah
Eropa, Asia, dan Amerika. Umbi bit merah berbentuk bulat seperti kentang,
warnanya merah keunguan tua, dan memiliki tinggi bervariasi antara 1-3 meter.
Di Indonesia ubi bit sudah mulai banyak dikembangkan, khususnya di Pulau Jawa
2013). Dalam penelitian ini digunakan umbi bit merah yang berasal dari Batu
Malang.
Tampak dalam umbi bit merah apabila dipotong secara melintang akan
tampak garis-garis putih dan berwarna merah muda. Kandungan nutrisi umbi bit
antara lain kandungan vitamin C yang tinggi sebagai antioksidan. Warna merah
muda umbi bit berasal dari kandungan pigmen betasianin (Nanda 2014). Daun bit
memiliki bentuk memanjang dan segitiga. Varietas daun dapat memiliki helaian
daun bergelombang atau lurus dan permukaan daun rata atau melengkung. Batang
bit tipis dan panjangnya bervariasi. Sistem akar bit sangat efisien, membuat
tanaman ini toleran terhadap kekeringan (Wibawanto, 2014). Semakin tua umbi
bit kadar vitamin C semakin tinggi, tetapi untuk konsumsi menjadi lebih keras
(Wibawanto, 2014).
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Chenopodiaceae
Genus : Beta
Gambar 2.2 Umbi Bit Merah (Beta vulgaris) (Sumber: Ananingsih, 2015)
Umbi bit merah (Beta vulgaris) atau akar bit, tanaman dari famili
Chenopodiaceae, dengan bentuk akar tanaman mirip umbi. Ada empat jenis bit
yaitu bit merah, bit swiss, bit gula dan bit pakan ternak. Komponen utama umbi
bit adalah pigmen betalain yang memberi warna merah - ungu. Berdasarkan
terbanyak, yaitu betalain. Betalain memiliki dua subkelas, yaitu betacyanin dan
bunga, buah, dan jaringan vegetatif. Komponen utama betalain dalam bit adalah
betacyanin, yang disebut betanin. Sifat betalain betalain dipengaruhi oleh pH,
cahaya, aktivitas udara dan air, stabilitas pigmen lebih baik pada suhu rendah
(<14oC) dalam kondisi gelap, dengan kadar udara rendah pada kisaran pH 5-7,
dalam umbi bit mampu merangsang perbaikan sistem peredaran darah dan sel
darah merah. Umbi bit merah kaya akan berbagai vitamin B, yaitu B1, B2, B3,
dan B6. Kandungan nutrisi utama umbi bit adalah asam folat, serat dan gula,
namun nilai kalori umbi bit masih tergolong sedang. Kandungan antioksidan lain
pada umbi bit yaitu kandungan total fenolik flavonoid sebesar 10,19±1,7mg/100g
bobot segar dan kandungan total fenolik sebesar 323mg/100g bobot segar, yang
berarti kandungan total fenolik lebih tinggi dibandingkan dengan buah dan sayur
lainnya. Buah dan sayuran dengan kandungan fenol tinggi, yaitu wortel hitam
(350 mg/100 g), umbi bit (323 mg/100 g), jahe (221,3 mg/100 g), kunyit (175
mg/100 g), brokoli (87,5 mg/100 g), batang teratai (85,7 mg/100 g), coriander
(82,5 mg/100 g), dan tomat (68 mg/100 g) (Venkatachalam, 2014). Andarwulan,
sebesar 9,8 %, triptofan sebesar 1,4 %, zat besi sebesar 7,4 %, tembaga sebesar
18
6,5 %, fosfor sebesar 6,5 %, dan kumarin. Kandungan kimia dalam 100 g umbi bit
2.4 Krim
kandungan air kurang dari 60%, serta mengandung bahan obat terlarut yang
nasional, krim adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung
air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Secara
tradisional istilah krim digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai
konsistensi relatif cair di formulasi sebagai emulsi air dalam minyak (a/m) atau
Antioksidan topikal berguna untuk menekan efek ROS pada kulit. Basis krim
minyak dalam air menjadi pilihan antioksidan topikal, karena stabil, krim lebih
mudah menyerap serta lebih mudah dihapus (Dreher and Maibach 2001).
sedikit ruang, makan, dan minum, mudah dalam pemeliharaan, dan dapat diubah
sedangkan pada manusia dalam beberapa minggu atau bulan (Birke 2014).
harus dipenuhi, yaitu harus memiliki fisiologi yang jelas, bebas dari penyakit,
berasal dari tempat berkembang biak yang baik atau dibiakkan secara mandiri.
Etika hewan percobaan juga harus diperhatikan berdasarkan hasil lokakarya yang
membentuk Komite Etik Penelitian Medis pada tahun 1986. Salah satu poin etika
dalam pertemuan tersebut adalah jika percobaan menyebabkan lebih dari rasa
sakit atau nyeri ringan dalam waktu singkat harus dilakukan dengan pra-
perawatan yang tepat dan di bawah anestesi sesuai dengan praktik dokter hewan
yang terstandar. Pada poin tambahan dinyatakan bahwa pada akhir percobaan,
hewan yang menderita sakit parah atau penderitaan kronis, rasa tidak enak, atau
20
cacat yang tidak dapat disembuhkan harus di-eutanasia dengan cara yang tepat
(Darmono 2011).
Tikus termasuk dalam genus Rattus dengan spesies Rattus rattus dan Rattus
Rattus Norvegicus karena tubuhnya yang lebih besar dari pada Rattus rattus
(Keith, 2010).
Rattus Norvegicus yang sering dipakai dalam penelitian adalah strain Wistar
dan Spargue Dawley yang merupakan tikus albino. Tikus strain Wistar memiliki
ciri – ciri kepala lebar, telinga panjang dan memiliki ekor panjang kurang dari
2010).
membrane. Salah satu MMP yang berperan dalam kerutan kulit adalah MMP 1
pada kulit yang dominan daripada proteinase ekstraseluler lainnya. MMP 1 juga
kolagen setelah residu ke 775 (Gly), dalam sekuen rantai GIA-alpha 1 dan rantai
GLL-alpha2 (Chang dan Buehler, 2014). MMP 1 disekresikan oleh keratinosit dan
fibroblast dermal sebagai respon terhadap rangsangan stres oksidatif, radiasi UV,
Gambar 2.3 Diagram Peran MMP dalam Proses Photoaging Akibat Kelebihan
Dosis Paparan UV (Sumber: Pittayapruek, dkk., 2016)
kerapuhan, dan tekstur kulit kasar. Degradasi kolagen oleh MMP adalah aktivitas
2.7 Kolagen
Kolagen adalah protein tersusun dari triple helix dari tiga rantai α
komponen utama penyusun jaringan ikat dan membentuk kurang lebih 25%
Pada kulit terdapat 4 jenis kolagen, yaitu kolagen tipe I, III, V, dan VI yang
membentuk struktur horizontal di dermis, diselingi oleh serat elastis. Kolagen tipe
I adalah jenis kolagen yang paling banyak ditemukan pada jaringan kulit. Serat
dan ketahanan pada kulit (Kadler, dkk., 2007). Kolagen tipe I mengalami dua
proses sintesis pada sel fibroblas, yaitu proses di dalam dan di luar sel. Proses
sintesis dalam sel dimulai dengan pembentukan prokolagen berupa dua rantai
RER, setelah itu rantai peptida menjadi rantai pro-alfa. Selain itu, terjadi proses
hidroksilasi asam amino lisin dan prolin di dalam lumen dengan kofaktor asam
23
2010).
internal meliputi genetika dan hormon, sedangkan faktor eksternal meliputi sinar
ultraviolet, polusi, dan pola makan. Produksi kolagen juga dipengaruhi oleh
BAB III
PENELITIAN
penuaan pada kulit yang disebut photoaging. Pada photoaging terjadi perubahan
Sinar UV yang dapat menembus sampai ke lapisan kulit dan merusak serat – serat
kolagen adalah sinar UVB. Pada tikus juga terjadi hal yang sama, dimana tikus
dari sinar UVB yang mencapai bumi dan kerusakannya menembus sampai ke
lapisan dermis. Paparan sinar UVB berulang akan berinteraksi langsung dengan
DNA yaitu induksi kerusakan DNA, berupa Cross-linking basa pirimidin. Reaksi
protein ekstraselular yang paling utama dari tubuh manusia. Kolagen mengisi 70 –
80% dermis, dengan tipe kolagen dermis terbanyak yaitu tipe kolagen I yang
menjaga kelenturan dermis. Kolagen yang telah terpapar berulang oleh sinar UVB
25
26
negatif pada sintesis kolagen. Gambaran histopatologi kulit dan kolagen yang
Komponen utama pada bit ialah pigmen betalain yang memberikan warna
buah dengan antioksidan tertinggi yaitu betalain. Umbi bit merah kaya akan
berbagai kandungan vitamin B yaitu vitamin B1, B2, B3 dan B6. Kandungan gizi
utama umbi bit merah adalah asam folat, serat dan gula, namun nilai kalori umbi
bit merah masih tergolong sedang. Kandungan senyawa fenol dan flavonoid yang
cukup tinggi menjadikan umbi bit salah satu bahan yang memiliki potensi sumber
antioksidan kuat yang dapat menekan efek stress oksidatif sel dan sebagai
protektor kolagen.
27
(Beta vulgaris)
Aktivitas
Lingkungan
Makanan
1. Tidak ada pengaruh pemberian krim ekstrak Umbi bit merah (Beta
jumlah kolagen pada kulit tikus Wistar yang dipapar sinar ultraviolet B.
28
2. Ada pengaruh pemberian krim ekstrak Umbi bit merah (Beta vulgaris)
METODE PENELITIAN
P0 O1
P S P1 O2
P2 O3
29
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
sampai dengan Desember 2022. Pembuatan krim ekstrak umbi bit merah dan krim
minggu.
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus Norvegicus) galur wistar
jantan berusia 10-12 minggu. Tikus tidak menderita sakit, mau makan dan minum.
Udayana.
Kriteria Inklusi
b) Umur 2 bulan
Kriteria drop out : apabila tikus Wistar mati pada saat penelitian.
Keterangan :
n : Banyaknya ulangan
t : Banyaknya perlakuan
(n – 1)(t – 1) = 15
(n – 1)(3 – 1) = 15
(n – 1)(2) = 15
n – 1 = 7,5
n = 8,5
dibulatkan menjadi 9
Karena sampel dibagi menjadi 3 kelompok, maka jumlah sampel adalah 27.
sampel menjadi 30 ekor untuk menghindari drop out selama penelitian. Jadi
Variabel yang akan diukur adalah ekspresi MMP 1 dan jumlah kolagen
yang diambil dari jaringan kulit tikus wistar jantan secara histopatologi pada
kelompok yang terpapar sinar ultraviolet B dengan pemberian krim bahan dasar
dan kelompok yang terpapar sinar ultraviolet B dengan pemberian krim ekstrak
pakan tikus, aktifitas tikus, kesehatan tikus dan berat badan tikus.
Variabel Prakondisi
Sinar UVB
Variabel Kendali
Strain tikus, umur, jenis kelamin, genetik, pakan tikus,
aktifitas tikus, kesehatan tikus dan berat badan tikus
Gambar 4.2 Bagan Hubungan Antar Variabel
4.5.4. Definisi Operasional Variabel
b. Krim ekstrak umbi bit merah adalah ekstrak umbi bit merah yang
dicampur dengan bahan krim dasar yang terdiri dari cerra alba, sodium
Alat, bahan dan hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
2. Lampu ultraviolet B.
3. Alat cukur.
4. Timbangan digital.
7. Mikroskop Olympus.
8. Kamera.
9. Penggaris.
Bahan utama untuk penelitian ini adalah krim dengan kandungan 15%
ekstrak umbi bit merah (Beta vulgaris) yang diekstrak di laboratorium Fakultas
dasar (P1), dan kelompok 3 dipapar UVB dan diberikan krim umbi bit
pemotongan mikrotom
Histocut Leica 820), setebal 3-5 mikron, dan diambil irisan ke-5,
Lysine
etanol 96% selama 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit, dan air
perlahan
kolagen adalah:
4.7.5 Perwarnaan Immunohistokimia MMP 1
masing-masing 2 kali.
kemudian dicuci dalam toples kaca selama 5 menit dalam PBS 1X,
Observasi dan pemeriksaan jumlah MMP 1 dan kolagen pada jaringan kulit
sampel berjumlah lebih kecil dari 30. Data terdistribusi normal pada
p> 0,05.
HASIL PENELITIAN
Udayana dimulai Agustus sampai Desember 2021. Sampel yang digunakan hewan
coba tikus jantan Rattus Norvegicus strain wistar sebanyak 30 ekor sesuai kriteria
ekslusi dan inklusi. Dalam perjalanan proses penelitian dilakukan tidak terdapat
Pada proses adaptasi selama 1 minggu tikus dalam kondisi sehat dan
normal. Pada saat perlakuan tikus tampak sehat tidak terdapat kelainan, tikus
menghabiskan pakan yang diberikan setiap hari 40 gr serta berat badan tikus rata-
Olympus pada pembesaran objektif 400x. Berikut gambar jaringan dermis hewan
42
43
umbi bit) pada gambar A dan B tampak ekspresi MMP-1 (warna coklat)
Lebih banyak
pada ketiga kelompok tikus dengan cara menghitung persentase fibroblast yang
P1 55,76 ± 3,96
P2 25,11 ± 4,02
Keterangan: P0 (tidak ada perlakuan kelompok); P1 (kelompok yang terpapar UVB dan
menerima krim dasar); P2 (kelompok yang terpapar UVB dan menerima krim bit)
intervensi paparan UVB dan diberikan krim umbi bit memiliki rerata ekspresi
lainnya.
Hasil pengamatan jumlah kolagen oleh pewarnaan merah Sirius pada tikus
A B
C
Gambar 5.2 Jumlah Kolagen pada Jaringan Dermis dengan Pengecatan Picro-
Sirius Red
Keterangan: A (P2: kelompok yang terpapar UVB dan diberi krim bit); B (P1:
46
kelompok yang terpapar UVB dan menerima krim dasar); C (P0: tidak ada perlakuan);
tanda panah hitam menunjukkan serat kolagen utuh. Panah kuning menunjukkan serat
kolagen tidak utuh
UVB dan diberi pemakaian cream dasar), di mana susunan dan struktur
kolagen merah yang lebar serta tebal antara gambar A dan gambar C.
tikus tersebut dapat dihitung dengan menghitung persentase kolagen dari seluruh
wilayah jaringan yang tampak berwarna merah cerah. Hasil perhitungan jumlah
rerata kolagen pada setiap kelompok observasi ditunjukkan pada tabel di bawah
ini.
intervensi paparan UVB dan diberikan krim umbi bit memiliki rerata jumlah
5.2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Ekspresi MMP-1 dan Jumlah
bagaimana-jika pertama kali dilakukan sebelum analisis data lebih lanjut untuk
analisis statistik nonparametrik akan digunakan. Pada penelitian ini dilakukan uji
apakah p-value lebih besar dari tingkat signifikansi α = 0,05. maka data
berdistribusi normal dan sebaliknya bila nilai p lebih kecil dari taraf signifikansi α
= 0.05 maka data tidak berdistribusi normal. Pada analisis uji Shapiro-Wilk
Tabel 5.3 Uji normalitas ekspresi MMP1 dan kandungan kolagen pada tikus strain
Wistar (Rattus Norvegicus) yang terkena sinar radiasi UV-B
Kelompok Pengamatan Nilai p
Ekspresi MMP 1 Jumlah Kolagen
P0 0,087 0,994
P1 0,594 0,295
P2 0,005 0,547
48
didistribusikan dengan p-value > 0,05, sehingga dilakukan uji parametrik. Data
secara nonparametrik.
Tabel 5.4 Hasil homogenetis ekspresi MMP1 dan kandungan kolagen pada tikus
Wistar (Rattus Norvegicus) yang terkena penyinaran sinar UV B
Variabel nilai p
Ekspresi MMP 1 0,469
Jumlah Kolagen 0,274
nilai p yaitu 0,469 dan jumlah kolagen dengan nilai p yaitu 0,274. Jadi kedua
5.3. Analisa Beda Rerata Pemberian Krim Ekstrak Umbi Bit Merah (Beta
dosis rerata krim bit merah(Beta vulgaris) dan ekspresi MMP-1 pada tikus strain
Wistar (Rattus Norvegicus) yang terpapar sinar UV-B pada tiga kelompok
pengamatan, hal ini ditunjukan dengan nilai nilai p 0,001 (nilai p<0,05).
Tabel 5.5 Hasil Uji Perbandingan Rerata Kelompok Pengamatan Ekspesi MMP 1
Tikus (Rattus Norvegicus) Galur Wistar yang terkena sinar UV-B
Kelompok Pengamatan Rerata nilai p
MMP 1 P1 14,90 0,000*
P2 6,10
MMP 1 P0 13,15 0,023*
P2 7,50
Keterangan: *Bemakna p<0,05
Tabel 5,5 menunjukkan p-value sebesar < 0,05, berdasarkan hasil post hoc
paparan UVB. dan diberikan krim umbi bit merah lebih kecil dibandingkan
kelompok tanpa perlakuan dan kelompok dengan intervensi paparan UVB dan
merah pada tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang terkena sinar UV-B
5.4. Analisa Beda Rerata Pemberian Krim Ekstrak Umbi Bit Merah (Beta
One way Anova dilakukan untuk memeriksa perbedaan antara dosis rerata
cream bit merah (Beta vulgaris) dan jumlah kolagen pada tikus strain Wistar
(Rattus Norvegicus) yang terpapar sinar UV-B pada tiga kelompok perlakuan.
Dimana uji statistik ini melihat kemaknaan melalui nilai p dan rerata masing-
masing kelompok.
p-value 0,000 (p-value < 0,05) berdasarkan hasil uji one way Anova untuk
Tabel 5.6 Hasil uji perbandingan antar kelompok Pengamatan kandungan kolagen
dengan penyinaran sinar ultraviolet B pada tikus Wistar (Rattus
Norvegicus)
Kelompok Pengamatan Beda Rerata nilai p
P0 P1 5,61* 0,001
P2 -5,09* 0,000
P1 P0 -5,61* 0,001
P2 -10,70* 0,000
P2 P0 10,70* 0,000
P1 5,09* 0,003
Keterangan: *Bemakna p<0,05
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa nilai p <0,05. Hal ini berarti
kelompok lainnya. Tampak nilai rerata jumlah kolagen pada kelompok tikus
dengan intervensi paparan UVB dan diberikan krim umbi bit merah lebih besar
UVB dan diberikan krim dasar. Dimana beda rerata kelompok pengamatan P2
(kelompok dipapar UVB dan diberikan krim umbi bit merah) dengan kelompok
pengamatan P1 (kelompok dipapar UVB dan diberikan krim bahan dasar) sebesar
5,09.
cream bit merah untuk tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang terkena sinar UV-B
5.5. Analisa Korelasi Pemberian Krim Ekstrak Umbi Bit Merah (Beta
antara dua variabel. Pada penelitian ini peneliti bertujuan untuk mengetahui
tingkat kedekatan hubungan antara pemberian ekstrak bit merah (Beta vulgaris)
dengan ekspresi MMP-1 dan kandungan kolagen dengan uji korelasi Rank-
Spearman. Dimana uji statistik ini melihat kemaknaan melalui nilai p, sedangkan
untuk melihat besar korelasi dilihat dari nilai r. Hasil analisa data tersebut
Tabel 5.7 Hasil Uji Korelasi Antara Pemberian Krim Ekstrak Umbi Bit Merah
(Beta vulgaris) Terhadap Ekspresi MMP-1 dan Jumlah Kolagen pada
Tikus (Rattus Norvegicus) Galur Wistar yang Dipapar Sinar Ultra
Violet-B
52
(Beta vulgaris) dengan ekspresi MMP-1 dan jumlah kandungan kolagen pada
tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar yang terkena sinar UV-B. Dari tabel di
atas, koefisien korelasi (r) antara pemberian ekstrak bit merah (Beta vulgaris) dan
ekspresi MMP-1 adalah -0,712, menyiratkan bahwa arah korelasi antara kedua
variabel adalah negatif Ini berarti bahwa pemberian ekstrak bit merah (Beta
Tabel 5.6 menunjukan koefisien korelasi (r) antara pemberian ekstrak umbi
bit merah (Beta vulgaris) Kandungan kolagen 0, 785, yang berarti bahwa arah
korelasi antara kedua variabel menunjukan hasil yang positif. Artinya, pemberian
ekstrak bit merah (Beta vulgaris) menekan penurunan jumlah kolagen karena
kekuatan hubungannyaa.
53
BAB VI
PEMBAHASAN
Udayana. Penelitian ini menggunakan umbi bit merah yang diperoleh dari pasar
diwilayah Kota Denpasar. Proses bit merah dalam pembuatan cream dilakukan
dengan mencampurkan ekstrak bit dengan cream dasar yang terdiri dari Cera
Alba, Sodium Lauryl Sulfate, Petrolatum Alba, Propylene Glycol dan Distilled
Water.
minggu ke 4 penyinaran. Sampel yang digunakan hewan coba tikus jantan (Rattus
Norvegicus) galur wistar sebanyak 30 ekor sesuai kriteria ekslusi dan inklusi yang
dibagi menjadi 3 kelompok. Selama proses penelitian tidak ada sampel yang
6.2. Pengaruh Pemberian Krim Ekstrak Umbi Bit Merah (Beta vulgaris)
intervensi paparan UVB dan diberikan krim umbi bit memiliki rerata ekspresi
53
54
lainnya. Sedangkan rerata tertinggi yaitu 55,76 % pada Kelompok dipapar UVB
dan diberikan krim bahan dasar. Hal ini terbukti dari pengamatan jaringan dermis
kelompok dipapar UVB dan Ekspresi MMP-1 (coklat) pada kelompok cream bit
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jung et al (2021),
dimana sinar UV-B mempengaruhi peningkatan ekspresi MMP-1. Hal ini juga
dkk., 2016).
kulit atau photoaging (Todorova and Mandinova A 2020). Keriput kulit terutama
disebabkan oleh sinar UV yang meningkatkan ekspresi protein MMP-1 dan stres
oksidatif serta menguras kolagen pada kulit (Kim and Lee 2018). Regulasi MMP-
1 yang diinduksi oleh sinar UV berdampak langsung pada proses kerutan kulit
(Roh et al. 2017). Ekspresi MMP-1 yang berlebihan oleh radiasi sinar UV
sebelumnya telah menunjukkan bahwa jalur MAP kinase yang teraktivasi UV,
memainkan peran penting dalam aktivasi faktor transkripsi AP-1. Aktivitas AP-1
ditingkatkan oleh jalur MAPK dan Akt melalui fosforilasi c-Fos dan c-Jun, karena
AP-1 terdiri dari homodimer c-Jun atau heterodimer c-Jun dan c-Fos. Dalam sel
55
dimodulasi oleh AP-1. Photoaging yang ditandai dengan kerutan kulit adalah
proses penuaan yang terjadi secara alami. Dengan demikian, penting untuk
menemukan agen baru yang dapat menghambat atau menunda proses photoaging
bahan dasar), dan P2 (Kelompok dipapar UVB dan diberikan krim umbi bit
merah). Selain itu, dari analisa uji korelasi didapatkan nilai p 0,000 (p <ɑ ) dan
koefisien korelasi (r) sebesar -0,712 yang artinya arah korelasi antara kedua
variabel adalah negatif. Ini berarti bahwa ekstrak bit merah (Beta vulgaris)
cream bit merah pada tikus strain Wistar (Rattus Norvegicus) yang terpapar sinar
karotenoid, polifenol, saponin, dan nitrat tingkat tinggi (Clifford et al. 2015).
berupa hidrogen atau radikal. Variasi dalam kelompok substituen berasal dari asal
pigmen yang beragam dan memengaruhi stabilitas dan coraknya. Menurut struktur
56
75−95% betasianin dan 5−25% betaxanthin (Sitompul and Puspita Zulfati 2019).
Lebih dari 80% pigmen dari bit merah terdiri dari betacyanin, yaitu betanin dan
betalain dalam jus bit olahan dan melaporkan bahwa betanin berfungsi sebagai
komponen yang paling melimpah (300−600 mg/kg), diikuti oleh vulgaxanthin dan
isobetanin (Slavov et al. 2013). Betacyanin yang terkenal adalah betanin karena
bebas betanin dalam umbi bit merah hampir dua kali lebih tinggi dari beberapa
radikal bebas dan aktivitas antioksidan betanin yang tinggi terkait dengan
keberadaan gugus hidroksi fenolik dalam struktur (Costa et al. 2017). Laporan
dengan ikatan tak jenuh yang kaya pada cincin benzena (Esatbeyoglu et al. 2014).
lebih lanjut. Selain mengandung betanin, umbi bit merah juga mengandung
polifenol dan fenolik yang cukup banyak, sedikit vitamin C dan vitamin E, yang
2015).
Dalam sel hidup, reaksi berantai enzimatik yang dihasilkan dari proses
dan sitosol. Radikal bebas sangat reaktif dan dapat menyebabkan perubahan kimia
protein. Dengan adanya antioksidang yang diproduksi secara alami oleh tubuh,
maka tubuh mampu menyerap radikal bebas ini. Seiring bertambahnya usia,
radikal bebas terus meningkat, tetapi antioksidan alami saja tidak cukup. Ini
antioksidan yang ada, yang mengarah pada pembentukan spesies oksigen reaktif
tetapi juga menginduksi enzim yang bertanggung jawab untuk degradasi kolagen,
dermal (Eickelberg 2011). Melalui jalur ini, antioksidan umbi bit berperan sebagai
6.3. Pengaruh Pemberian Krim Ekstrak Umbi Bit Merah (Beta vulgaris)
paparan UVB dan diberikan krim umbi bit memiliki rerata jumlah kolagen paling
lainnya. Sedangkan rerata terendah pada Kelompok dipapar UVB dan diberikan
krim bahan dasar yaitu 69,38 % pixel. Hasil pengamatan jaringan dermis juga
krim umbi bit) Ini memiliki serat kolagen merah yang tampak lebih lebar dan
Penelitian lain juga menunjukan hasil yang sama, dimana Radiasi UV-B 3
kali seminggu selama 6 minggu dengan ukuran 130 mj/cm 2 in vivo menyebabkan
peningkatan kerusakan fibroblas pada mencit (Li et al. 2022). Pada penelitian
yang dilakukan Wahyono (2020) pemberian sinar UVB dengan dosis 130
mJ/cm2 sampai 150 mJ/cm2 dapat menurunkan ekspresi kolagen tipe-1 pada kulit
UV, polusi serta diet (Krutmann et al. 2021). Peningkatan ROS akibat radikal
bebas karena sinar UV-B ini dapat menyebabkan peningkatan perooksidasi lipid.
Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan dengan rendahnya
2012). Senyawa ROS ini tidak hanya memecah kolagen, tetapi juga berperan
Berdasarkan hasil analisa perbedaan rerata dengan uji one way ANOVA
diperoleh perbedaan bermakna rerata jumlah kolagen pada jaringan dermis antara
dioleskan dengan cream bahan dasar) kemudian P2 ( terpapar sinar UVB lalu
dioleskan dengan cream bit merah). Selain itu, dari analisa uji korelasi didapatkan
nilai p 0,000 (p <ɑ ) dan koefisien korelasi (r) dengan total 0,785 dapat diartikan
bahwa kesamaan antara variabel satu dengan variabl lainnya bernilai positif. Hal
hubungan yang kuat sebagai akibat dari pemberian ekstrak bit merah (Beta
vulgaris). Hal ini berarti pemberian krim umbi bit merah sangat berpengaruh
untuk menurunkan sejumlah kolagen pada tikus (Rattus Norvegicus) galur wistar
Kandungan nutrisi umbi bit antara lain kandungan vitamin C yang tinggi
sebagai antioksidan. Warna merah muda umbi bit berasal dari kandungan pigmen
vitamin dan mineral dalam umbi bit mampu merangsang perbaikan sistem
peredaran darah dan sel darah merah. Antioksidan lain dalam bit merah adalah
fenolik, dengan total flavonoid 10,19 ± 1,7 mg/100g berat segar dan total fenol
323 mg/100g berat segar, diartikan bahwa total kandungan fenolik lebih tinggi
daripada sayuran maupun buah buahan lainnya. Kegunaan bit merah dapat sebagai
melindungi kulit terhadap ROS. Saat kulit terpapar sinar UV, senyawa ROS
seperti ion superoksida dan peroksida. Antioksidan melindungi kulit dari stres
bebas. ROS dapat memicu reaksi berantai atau kaskade yang merusak sel. Efek
DNA sel, membran sel, dan protein sel, termasuk kolagen. Stres oksidatif juga
penuaan pada kulit. (PK 2009). ROS juga meningkatkan kadar mRNA elastin
pada fibroblas kulit. Ini bisa menjelaskan perubahan elastisitas yang diamati pada
kulit yang menua. Antioksidan diperlukan untuk menetralkan senyawa ROS yang
pembentukan sel yang terbakar sinar matahari dan mendorong perbaikan kolagen.
enzim prolysyl dan lysyl hidroksilase, enzim yang bertanggung jawab untuk
produksi kolagen pada kulit muda dan tua (Boo 2022). Oleh sebab itu
berdasarkan hasil penelitian dan kandungannya krim ekstra umbi bit merah
produksi kolagen pada kulit sehingga menghindari kerusakan akibat paparan sinar
UV-B.
peneliti belum dapat mengetahui secara pasti dosis yang aman pemberian
krim ekstrak umbi bit merah pada tikus (Rattus Norvegicus) galur wistar
bit merah sehingga tidak ada pembanding untuk mengetahui dosis terbaik.
3. Penelitian ini hanya mengamati efek pemberian krim ekstrak umbi bit
merah terhadap ekspresi MMP-1 dan jumlah kolagen tanpa melihat efek
KESIMPULAN
7.1 Simpulan
7.2 Saran
menyarankan:
64
65