Anda di halaman 1dari 28

PENETAPAN KADAR VITAMIN C DAN AKTIVITAS

ANTIOKSIDAN EKSTRAK METANOL DAN FRAKSI KULIT


BUAH JERUK KEPROK (Citrus reticulata) SECARA INVITRO

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
WELMINCE CINDY LOKWATTY
210209124

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DUTA BANGSA SURAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahaya radikal bebas sering dikaitkan dengan masalah kesehatan.
Polusi udara, sinar UV dan makanan cepat saji dapat menghasilkan radikal
bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat
reaktif, serta mengandung satu atau lebih elektron yang tidak memiliki
pasangan pada orbital terluarnya, sehingga ketika mencapai kestabilan,
mereka akan bereaksi dengan molekul sekitarnya untuk memperoleh pasangan
elektron. Reaksi ini terjadi secara monoton di dalam tubuh, dan jika dibiarkan
akan merusak sel-sel, berdampak sangat berbahaya bagi kesehatan, dan dapat
memicu berbagai penyakit seperti kanker, penyakit jantung, katarak, penuaan
dini, dan penyakit degeneratif lainnya (Sami dan Rahimah, 2015). Radikal
bebas merupakan senyawa yang tidak memiliki pasangan elektron pada
kulitnya, sehingga bersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan protein, lipid,
karbohidrat, atau DNA (Rao et al., 2011).
Antioksidan adalah suatu substansi yang diperlukan oleh tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang dapat disebabkan
oleh radikal bebas terhadap sel–sel normal, protein, lemak dan antioksidan
mempunyai kemampuan mendonorkan elektron untuk menstabilkan radikal
bebas. Antioksidan dapat diproduksi di dalam maupun luar tubuh (Hery,
2007). Sumber antioksidan alami banyak berasal dari buah, sayuran, atau
tanaman lain yang mengandung vitamin A, C, antosianin, senyawa fenol, dan
flavonoid (TremL dan Šmejkal, 2016). Senyawa metabolit yang memiliki
potensi sebagai antioksidan alami adalah flavonoid (Sayuti dan Yenrina,
2015). salah satu senyawa yang sering digunakan sebagai antioksidan adalah
vitamin C.
Vitamin C adalah salah satu antioksidan yang kuat. Konsumsi
makanan yang kaya akan vitamin C membantu tubuh mengembangkan
ketahanan terhadap radikal bebas di dalam darah. Jeruk merupakan salah satu
buah yang kaya akan vitamin C (Pracaya, 2011). Salah satu jenis jeruk yang
paling banyak dikonsumsi adalah keruk keprok atau sering disebut jeruk
mandarin. Kulit buah jeruk keprok merupakan bagian buah yang jarang
dimanfaatkan dan sering dibuang sebagai sampah. Menurut Shi Ji Zong dan
Chu Feng Zhu, 1997 dalam bukunya “”Pengobatan Cina Tradisional”, kulit
jeruk keprok atau Tangerin (Citrus reticulata), sudah lama dikenal sebagai
salah satu bahan obat tradisional dan kandungan kimia tidak berbeda jauh dari
buahnya sendiri. Selain itu Yunita et, al., 2019 dalam penelitiannya
melaporkan kandungan kimia dalam kulit jeruk keprok 3 kali lipat dari daging
buahnya.
Kulit jeruk mengandung vitamin C, fenolik, flavonoid, triterpene,
minyak atsiri, pigmen (β-Karoten) dan saponin. Senyawa β-Karoten dan
vitamin C dalam kulit jeruk (Citrus reticulata) berfungsi sebagai antioksidan.
Selain itu juga bermanfaat menjaga kesehatan kulit dan melindungi kulit dari
resiko akibat sinar UV untuk mencegah penuaan dini (Nabilla, 2022).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Apa senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak
methanol kulit Jeruk keprok (Citrus reticulata)?
2. Berapa nilai antioksidan ekstrak metano kulit Jeruk keprok (Citrus
reticulata), fraksi n-heksana, etil asetat, dan air dari menggunakan
metode FRAP?
3. Apakah ekstrak etanol 70% dan fraksi n-heksana, etil asetat, dan air
memiliki aktivitas antioksidan yang dilihat dari nilai IC50
menggunakan metode ABTS•+ ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak
metanol
2. Mengetahui nilai antioksidan ekstrak metanol 70%, fraksi n-heksana,
etil asetat, dan air ekstrak etanol 70% menggunakan metode FRAP.
3. Mengetahui ekstrak etanol 70% dan fraksi n-heksana, etil asetat, dan air
Batang Beluntas (Pluchea indica Less.) memiliki aktivitas antioksidan
yang dilihat dari nilai IC50 menggunakan metode ABTS•+.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka penelitian ini bermanfaat untuk
:
1. Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan dapat dijadikan sebagai salah
satu upaya untuk mengembangkan Jeruk Keprok (Citrus reticulata)
menjadi salah satu tanaman yang memiliki khasiat sebagai antioksidan.
2. Sebagai salah satu referensi atau perbandingan dalam penelitian lebih
lanjut.
E. Hipotesis
Diduga dengan adanya perlakuan perbedaan dengan metode FRAP
dan ABTS serta interaksi antara kedua faktor perlakuan akan berpengaruh
nyata terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kulit jeruk keprok (Citrus
reticulata) yang dihasilkan.

BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Jeruk Mandarin (Citrus reticulata)

Gambar 2.1 Jeruk Keprok (Citrus reticulata)


Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari
Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak
ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara
alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah
peninggalan orang Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok
dari Amerika dan Italia (Deputi Menegristek, 2010). Tanaman jeruk sudah
lama di budidayakan di Indonesia dan negara-negara tropis Asia lainnya.
Sebab tanaman jeruk memang berasal dari negara-negara tropis asia
seperti India, Cina Selatan, Australia Utara, termasuk di wilayah
Indonesia. Buah jeruk dari kawasan Asia memiliki warna dan bentuk yang
khas dan menarik. Di Eropa, umumnya hanya dikenal jeruk “Citroen”
yaitu pada tahun ± 300 SM. Jeruk mandarin baru dikenal pada tahun 1400
M (Kanisius, 2011). Jeruk memiliki banyak spesies dari enam genus,
yakni Citrus, Microcitrus, Fortunella, Poncirus, Cymedia, dan Eremocirus.
Genus yang terkenal adalah Citrus, Fortunella, dan Poncitrus. Namun,
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi hanyalah Citrus. Salah satu spesies
Citrus yang terkenal di indonesia adalah Citrus reticulata yang dikenal
dengan nama jeruk keprok atau lebih dikenal dengan jeruk mandarin. Di
Indonesia, tanaman jeruk keprok dan siam terdapat di Garut,
Tawangmangu, Madura, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat
(Sunarjono, 2008).
1. Taksonomi Tanaman Jeruk Keprok (Citrus reticulata)
Klasifikasi tanaman jeruk keprok dapat dijabarkan sebagai berikut
(Backer dan Bakhhuizen, 1965) :
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus reticulata
2. Morfologi
Citrus reticulata merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter.
Batang jeruk mandarin mempunyai bentuk bulat atau setengah bulat dan
memiliki percabangan yang banyak dengan tajuk yang sangat rindang.
Daun jeruk mandarin berbentuk bulat telur memanjang, elips atau lanset
dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing seperti tombak. Permukaan
atas daun berwarna hijau tua mengkilat sedangkan permukaan bawah hijau
muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1,5-4 cm (Soelarso, 1996). Tangkai
daun bersayap sangat sempit sampai boleh 8 dikatakan tidak bersayap,
panjang 0,5-1,5 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5- 2,5 cm,
berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola tertekan
dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging buahnya
berwarna oranye. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 1-
1,5 mm (Van Steenis, 1975).
3. Kandungan Tanaman Citrus reticulata
Citrus reticulata merupakan sumber yang kaya akan flavonoid
seperti flavanones, flavones, dan flavonols (Gattuso et al. 2007). Selain
glikosida flavonoid utama (yaitu hesperidin dan naringin) pada kulit jeruk,
polimetoksilasi dan banyak hidroksikinamat juga ditemukan dan
merupakan unsur utama fenolik (Manthey and Grohmann, 2001).
Khususnya pada bagian kulit citrus reticulata telah ditemukan
mengandung asam askorbat, flavonoid, minyak atsiri, lemak, protein,
magnesium, karotenoid, serat makanan, dan polifenol (Rincon A. et al.
2005). Kandungan Kimia dari Citrus reticulata pada serbuk kering pada
tiap mg/100 gram.

Tabel 2.1 : Kandungan kimia Citrus reticulata


No Senyawa Means (rata-rata
. kandungan
1 Alkaloid 0,38
2 Flavonoid 0,26
3 Tanin 0,2
4 Polifenol 0,3
5 Saponin 0,3
Sumber : International Journal of Molecular Medicine and Advance
Sciences (2006)

Kulit buah jeruk keprok diketahui mengandung beberapa senyawa minyak


atsiri dari golongan monoterpen. Minyak atsiri dapat digunakan untuk
antibakteri (Inouye et al. 2001).
B. Antioksiadan
Antioksidan merupakan substansi penting yang mampu melindungi
tubuh dari serangan radikal bebas dan meredamnya. Konsumsi antioksidan
dalam jumlah memadai mampu menurunkan resiko terkena penyakit
degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis,
dan lain-lain. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat
meningkatkan status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit
degeneratif akibat penuaan. Kecukupan antioksidan secara optimal
dibutuhkan oleh semua kelompok umur (Winarsi, 2007).
1. Macam-macam Antioksidan
Berdasarkan sumbernya antioksidan digolongkan menjadi
antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan dapat berupa
enzim
(misalnya superoksida dismutase atau SOD, katalase, dan glutation
peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A, dan beta-karoten), dan
senyawa non enzim (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin,
seruloplasmin, dan lain-lain) (Winarsi, 2007).
Menurut (Winarsi, 2007) berdasarkan fungsinya, antioksidan
dibedakan menjadi tiga macam yaitu antioksidan primer, antioksidan
sekunder, dan antioksidan tersier. Antioksidan primer berfungsi untuk
mencegah terbentuknya radikal bebas baru yang ada dalam tubuh. Enzim
superoksidase dismutase (SOD) sangat terkenal dalam melindungi
hancurnya sel-sel dalam tubuh akibat serangan radikal bebas. Antioksidan
sekunder berfungsi untuk menangkal radikal bebas serta mencegah
terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih
besar, misalnya vitamin E, vitamin C, cod liver oil, virgin coconut oil, dan
beta- karoten. Antioksidan tersier berfungsi untuk memperbaiki sel-sel dan
jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Contoh antioksidan
tersier adalah jenis enzim, misalnya metionin sulfoksida reduktase yang
dapat memperbaiki DNA pada penderita kanker.
2. Mekanisme Kerja Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (elektron
donor) atau reduktan/reduktor. Antioksidan mampu menghambat reaksi
oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat
reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Senyawa ini mempunyai
berat molekul kecil tapi mampu menginaktivasi reaksi oksidasi dengan
mencegah terbentuknya radikal bebas (Winarsi, 2007).
3. Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara spektrofotometri.
Uji kuantitatif yang dapat dilakukan untuk mengetahui aktivitas suatu
senyawa sebagai antioksidan antara lain pengujian penangkapan radikal,
pengujian dengan sistem linoleat-tiosianat, pengujian dengan asam 2-
tiobarbiturat, dan pengujian dengan sistem β-karoten-linoleat.
a. Pengujian Penangkapan Radikal. Pengujian ini dilakukan
dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik dalam pelarut
organik polar seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Radikal
sintetik yang sering digunakan adalah DPPH (1,1-diphenyl-2-
picrylhydrazil) dan ABTS (Azonobis (3-etil benzotiazolin-asam
sulfonat)). Menurut Faisal (2019) metode DPPH (1,1- difenil-2-
pikrilhidrazil) mengukur daya peredaman sampel (ekstrak)
terhadap radikal bebas DPPH. DPPH akan bereaksi dengan atom
hidrogen dari senyawa peredaman radikal bebas membentuk DPPH
yang lebih stabil. Senyawa peredaman radikal bebas yang bereaksi
dengan DPPH akan menjadi radikal baru yang lebih stabil atau
senyawa bukan radikal. Metode peredaman radikal bebas 2,2-
azinobis-3-Ethylbenzothiazoline-6-Sulfonic Acid (ABTS)
merupakan metode pengujian untuk mengukur jumlah radikal
bebas yang memiliki sensitivitas yang cukup tinggi, kelebihan
ABTS dibandingkan dengan metode lain yaitu pengujiannya yang
sederhana, efektif, cepat, dan mudah diulang.
b. Pengujian dengan sistem linoleat-tiosianat.Asam linoleat
merupakan asam lemak tidak jenuh dengan dua buah ikatan
rangkap yang mudah mengalami oksidasi membentuk peroksida,
selanjutnya mengoksidasi ion ferro menjadi ion ferri yang akan
bereaksi dengan ammonium tiosianat kompleks ferri tiosianat
(Fe(CNS)3) yang berwarna merah. Intensitas warna ini diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm. Intensitas warna
merah yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyak
peroksida yang terbentuk.
c. Pengujian dengan asam 2-tiobarbiturat. Pengujian aktivitas
antioksidan dengan metode asam 2-tiobarbiturat ini dilakukan
dengan cara mengukur absorbansi produk TBA-reacting substrate
(TBArs) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
532 nm. Uji ini berdasarkan atas terbentuknya warna merah jambu
hasil kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul
malonaldehida, kemudian direaksikan dengan asam 2-
tiobarbiturat sampai terbentuk kompleks warna merah jambu.
Malonaldehida dibentuk dari asam lemak bebas tak jenuh yang
minimal memiliki 3 ikatan rangkap dua.
d. Pengujian dengan sistem β-karoten-linoleat. Pengujian dengan
sistem β-karoten-linoleat berdasarkan pada waktu pemucatan
warna β- karoten dalam sistem emulsi β-karoten-linoleat, yang
diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 470 nm.
Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai % penghambatan relatif
proses oksidasi β-karoten-linoleat oleh sampel terhadap kontrol
sistem β-karoten- linoleat tanpa ekstrak antioksidan.
C. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain,
berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan dalam tiga
macam, yaitu (Depkes, 2017) :
1. Simplisia nabati, yaitu simplisia yang berupa tanaman utuh atau eksudat
tanaman.
2. Simplisia hewani yaitu bahan pengobatan dari hewan utuh atau bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan- hewan dan
belum merupakan zat kimia murni.
3. Simplisa mineral adalah simplisia yang berupa bahan mineral belum
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia.
D. Ekstraksi
1. Pengertian
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun
cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan inert kedalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang
bersifat fisik karena komponen terlarut yang kemudian dikembalikan lagi
pada kondisi semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstrak dari
bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam
pelarut pengekstraksi (Panji dan Yuliani, 2005). Pada berbagai simplisia
terdapat zat aktif yang dapat digolongkan ke dalam alkaloid, flavonoid,
glikosida, dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan
mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut
terhadap pemanasan, logam berat, udara, cahaya, dan derajat keasaman,
sehingga dengan diketahuinya zat aktif yang terkandung pada simplisia
akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang
tepat (Ditjen dan Depkes, 2000).
2. Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut menurut Ditjen dan
Depkes, 2000 yaitu sebagai berikut:
a. Cara dingin
1) Maserasi
Maserasi memiliki istilah asli yaitu Macerare yang dalam
bahasa Latin, artinya merendam merupakan sediaan cair yang dibuat
dengan cara mengekstraksi bahan nabati dengan merendam
menggunakan pelarut yang bukan dari jenis air (pelarut non polar) atau
setengah air, contohnya etanol, selama periode waktu tertentu sesuai
dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes, 1995). Maserasi
adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan dengan suhu kamar.
Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus menerus disebut
maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan
seterusnya disebut remaserasi (Ditjen dan Depkes, 2000).
2) Perlokasi
Perkolasi merupakan proses penyarian simplisia dengan pelarut
yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya
dilakukan dengan menggunakan suhu kamar. Proses perkolasi meliputi
tahap pelembaban bahan, tahap perendaman, dan tahap perkolasi
sebenarnya atau penetesan/penampungan ekstrak secara terus menerus
hingga diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan yang
diekstraksi (Ditjen & Depkes, 2000).
b. Cara panas
1) Refluks
Merupakan suatu proses penyarian simplisia menggunakan alat
pada suhu titik didihnya, dengan waktu tertentu serta jumlah pelarut
terbatas dan relatif stabil dengan adanya pendingin balik (Ditjen dan
Depkes, 2000).
2) Digesti
Merupakan suatu proses penyarian dengan pengadukan secara
berkelanjutan pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada suhu 40-50℃ (Ditjen dan Depkes, 2000).

3) Sokletasi
Proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru,
dilakukan menggunakan alat sokhlet sehingga terjadi ekstraksi berlanjut
dengan pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen
dan Depkes, 2000).
4) Infundasi
Proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada tempratur
90℃ (Ditjen dan Depkes, 2000).
5) Dekoktasi
Proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur
90℃ selama 30 menit (Ditjen dan Depkes, 2000).
E. Fraksinasi
Fraksinasi adalah suatu metode pemisahan senyawa organik
berdasarkan kelarutan senyawa-senyawa tersebut dalam dua pelarut yang
tidak saling bercampur, biasanya antara pelarut air dan pelarut organik.
Teknik pemisahan ekstraksi cairan ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan corong pisah. Kedua pelarut yang tidak saling bercampur
tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian dikocok dan
didiamkan. Solut atau senyawa organik akan terdistribusi ke dalam
fasenya. Masing-masing bergantung kepada kelarutanya terhadap fase
tersebut dan kemudian akan terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas dan
lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan membuka kunci pipa corong
pisah (Soebagio, Rusdiana, and Khairudin 2007).
F. Spektrofotometer UV-Visible
Spektrofotometeri UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang
dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh
sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup
untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang
PENGUMPULAN
lebih tinggi. Spektrofotometri UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul
SIMPLISIA
dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spectrum ini sangat
DETERMINASI
berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di
DICUCI
dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorbansi pada panjang
DIKERINGKAN
gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Pratama
PENETAPANdan Zulkarnain 2015). Prinsip kerja spektrofotometer berdasarkan hukum
KADAR
DISERBUK, DIAYAK
Lambert Beer, menyatakan hubungan linearitas antara konsentrasi sampel
DENGAN AYAKAN N0 40
dengan energi absorbsi. Jika radiasi monokromatis melewati larutan
mengandung zat yang dapat menyerap, radiasi ini akan dipantulkan dan
diabsorbsi oleh zatnya dan sisanya ditransmisikan (Harmita 2006).
Panjang gelombang yang digunakan dalam analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk
pemilihan panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat
kurva baku hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari
suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu, kurva tersebut disebut
sebagai kurva baku (Rohman, 2007).
G. Keaslian Penelitian

H. Alur Penelitian

KULIT JERUK
KEPROK
SERBUK KULIT
JERUK KEPROK
SUSUT PENGERINGAN

MASERASI DENGAN
METANOL 3X@24
JAM

DIPEKATKAN
DENGAN ROTARY
EVAPORATOR

BAB III
EKSTRAK KENTAL
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimental. Penelitian ini bertujuan untuk menetapan kadar flavonoid
dan uji antioksidan ekstrak etanol serta fraksinasi Batang Beluntas
(Pluchea indica Less.) menggunakan metode FRAP (Ferric Reducing
Ability of Plasma) dan ABTS•+ (2,2-azino-bis(3-ethylbenz- thiazoline-6-
sulfonic-acid). Tahap penelitian dimulai dari pengambilan sampel,
determinasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak, skrining
fitokimia, pembuatan larutan uji, pengujian aktivitas antioksidan dan
analisis data.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober sampai bulan Desember
2022 di laboratorium Farmasi Universitas Duta Bangsa Surakarta.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak methanol
Jeruk keprok
2. Variabel Terikat
D. Alat dan Bahan Yang Digunakan
1. Alat
2. Bahan
E. Tahap Penelitian
1. Pengumpulan Sampel dan Determinasi
Sampel Jeruk Keprok diambil dari Supermarket, DI Yogyakarta.
Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran sampel
tanaman yang dipakai dalam penelitian. Proses determinasi dilakukan di
Laboratorium Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Pembuatan Serbuk Simplisia
Sampel Jeruk keprok sebanyak 3 kg dilakukan sortasi basah kemudian
dicuci dan diserut. Kemudian dikeringkan dalam lemari pengering pada
suhu 40-60 °C kemudian diserbuk dengan cara dihaluskan menggunakan
blender. Serbuk diayak menggunakan pengayak ukuran 40 mesh.
Hasilnya disimpan dalam wadah kering dan tertutup (Wicaksono dan
Ulfah, 2017).
3. Pembuatan Ekstrak
Serbuk Jeruk keprok (Citrus reticulata) sebanyak 250,0 gram
secara seksama dimasukkan dalam bejana maserasi dengan pelarut etanol
70% sebanyak 1750 ml atau 1 : 7, selanjutnya cairan penyari didiamkan
selama 2 hari dengan dilakukan pengadukan satu kali dalam sehari. Hasil
maserat disaring menggunakan kertas saring. Hasil penyaringan
ditambahkan kembali dengan 1750 ml etanol 70% didiamkan selama 1
hari, perlakuan tersebut disebut sebagai proses remaserasi. Setelah itu
didapatkan filtrat ekstrak methanol jeruk keprok, kemudian ekstrak
dipekatkan dengan vacum rotary evaporator kecepatan 200 rpm dengan
suhu 50○C hingga diperoleh ekstrak kental, pembuatan ekstrak dilakukan
dengan replikasi 3 kali (Depkes RI, 2013).
Perhitungan Rendemen
Hasil rendemen ekstrak dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ (𝑔𝑟𝑎𝑚)
% Rendemen = 𝑥 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 (𝑔𝑟𝑎𝑚)

4. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia ekstrak metanol Jeruk Keprok pada penelitian ini
dilakukan secara kualitatif. Senyawa yang diidentifikasi diantaranya
adalah Alkaloid, Flavonoid, Saponin, Tanin, dan Triterpenoid.
a Identifikasi Senyawa Alkoloid
Masing-masing ekstrak Jeruk Keprok ditimbang 10 mg kemudian
ditambahkan 10 mL kloroform diaduk rata. Campuran disaring ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 1 mL HCl 2N dan dikocok baik-
baik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan yang terbentuk diuji dengan
pereaksi Dragendorff dan Mayer. Hasil positif apabila terbentuk endapan
berwarna kuning jingga (orange) atau merah dengan pereaksi Dragendorff
dan terdapat endapan putih dengan pereaksi Mayer (Tarigan, et al., 2008).
b Identifikasi Senyawa Flavonoid
Ekstrak Jeruk Keprok (Citrus reticulata) masing-masing ditimbang
sebanyak 10 mg, ditambahkan 20 mL etanol dan dipipet 10 mL ke dalam
tabung reaksi lain. Campuran ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, 3-
4 butir magnesium. Tabung reaksi dikocok beberapa saat dan diamati
terjadinya perubahan. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna
merah, kuning atau jingga menunjukkan reaksi positif terhadap flavonoid
(Tarigan, et al., 2008).
c Identifikasi Senyawa Saponin
Ekstrak Jeruk Kaprok (Citrus reticulata) masing-masing ditimbang
sebanyak 10 mg, ditambahkan 20 mL air panas. Selanjutnya di kocok kuat
selama 10 detik, akan terbentuk buih yang stabil setinggi 1-10 cm selama
30 menit, dan tidak hilang setelah penambahan 1 tetes asam klorida 2N
menunjukkan adanya saponin (Tarigan, et al., 2008).
d Identifikasi Senyawa Tanin
Ekstrak Jeruk Keprok (Citrus reticulata) ditimbang 10 mg, ditambahkan
20 mL air panas dan 5 tetes larutan NaCl 10%. Campuran dibagi menjadi
2 tabung reaksi, tabung pertama sebagai kontrol dan tabung kedua
ditambahkan larutan FeCl3 1% 3 tetes. Hasil positif apabila terbentuk
warna biru atau biru hitam (Tarigan, et al., 2008).
F. Fraksinasi
Pembuatan fraksi n-heksana, etil asetat dan air dilakukan
dengan menimbang 10 gram ekstrak kental dilarutkan dengan etanol 96%
ditambah akuades hingga 150 ml dan dimasukkan ke dalam corong
pisah kemudian difraksinasi dengan n-heksana. Fraksinasi n-heksana
dilakukan sebanyak tiga kali. Sari yang didapat dari fraksinasi n-heksana
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 40ºC. Hasil
fraksinasi ini disebut fraksi n-heksana.
Lapisan sisa fraksinasi n-heksana (lapisan air) kemudian
ditambah dengan etil asetat. Fraksinasi etil asetat sebanyak tiga kali. Hasil
yang didapat dari fraksinasi etil asetat dipekatkan dengan vacuum rotary
evaporator pada suhu 40ºC Hasil fraksi ini disebut fraksi etil asetat.
Sisa hasil fraksinasi n- heksana dan etil asetat kemudian dipekatkan
dengan cara diuapkan di atas penangas air, hasilnya disebut fraksi air
(Mus dkk, 2017).
G. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode ABTS
1. Pembuatab Larutan
1) Larutan ABTS : ABTS (7 mM) ditimbang seksama sebanyak 18 mg dilarutkan ke
dalam aquades dalam labu ukur 5 mL (Ulfah 2018).
2) Larutan K2S2O8 : Kalium persulfat (2,45 mM) ditimbang seksama sebanyak 14,0
mg dilarutkan ke dalam akuades dimasukkan sampai tanda batas 25 mL (Ulfah
2018).
3) Larutan PBS pH 7,4 : Sodium phosphate dibasic heptahydrate (Na2HPO4)
ditimbang seksama sebanyak 10,107 g, 1,697 Sodium phosphate monobasic
monohydrate (NaH2PO4) dilarutkan dalam akuades sampai 1 L.
4) Larutan radikal ABTS+ : Larutan ABTS sebanyak 5 mL ditambahkan 5 mL
larutan kalium persulfat, diinkubasi dalam ruang gelap suhu 22- 24ºC selama 12-
16 jam sebelum digunakan, dihasilkan ABTS dengan warna biru gelap. Larutan
yang diperoleh digunakan sebagai larutan kontrol (Ulfah 2018).
5) Larutan blanko: Kalium persulfat sebanyak 5 mL ditambahkan dengan 5 mL
akuades diinkubasi dalam ruang gelap suhu 22-24ºC selama 12- 16 jam sebelum
digunakan.
2. Pembuatan Larutan Baku Pembanding Kuesetin
Serbuk kuersetin ditimbang seksama sebanyak 10 mg, dilarutkan dengan
metanol p.a dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL sehingga didapatkan
konsentrasi kuersetin 1000 ppm. Larutan baku intermediet 100 ppm dibuat
dengan mengencerkan 1 mL larutan baku 1000 ppm hingga 10 mL.
Larutan baku kerja kuersetin dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm,
20 ppm, dan 25 ppm dibuat dari larutan intermediet 100 ppm yang dipipet
masing-masing sebanyak 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; 1 mL; dan 0,25 mL
dalam labu ukur 5 mL kemudian ditambahkan metanol p.a sampai tanda
batas (Kusuma, Sukaton, and Kim 2009).
3. Pengukuran Panjng Gelombang Maksimum
Larutan radikal ABTS+ dipipet sebanyak 1 mL dan ditambahkan dengan
PBS pH 7,4 hingga 25 mL. Absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang 700-750 nm, ditentukan panjang gelombang saat diperoleh
serapan tertinggi (Ulfah 2018).
4. Penentuan Operating time (OT)
Larutan baku kerja kuersetin 15 ppm dipipet 0,1 mL kemudian ditambah 2
mL larutan radikal ABTS+. Absorbansi larutan diukur pada panjang
gelombang maksimum dengan interval waktu 1 menit hingga diperoleh
absorbansi stabil. Operating time tercapai pada waktu dihasilkan
absorbansi yang stabil (Yam et al, 2008).
5. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan Baku
Pembanding Kuersetin
Larutan baku kerja kuersetin dengan deret konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15
ppm, 20 ppm, dan 25 ppm dibuat dari larutan intermediet 100 ppm yang
dipipet masing - masing sebanyak 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75 mL; 1 mL; 1,25
mL dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL, kemudian ditambahkan
metanol p.a sampai tanda batas. Masing-masing konsentrasi dipipet
sebanyak 0,3 mL larutan baku kerja ditambah 0,7 mL larutan radikal
ABTS+, larutan diinkubasi selama waktu operating time yang diperoleh
dan diukur serapan dengan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum (Faisal 2019b).
6. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Sampel ( Ekstrak
methanol, fraksi air, fraksi etil asetat, fraksi n-heksana kulit
jeruk keprok )
Larutan stok sampel 1000 ppm dibuat dengan menimbang seksama
sebanyak 10 mg sampel uji (ekstrak etanol, fraksi air, fraksi etil asetat, dan
fraksi n-heksana daun ketepeng cina) kemudian masing-masing dilarutkan
dengan metanol p.a hingga 10 mL. Larutan dengan deret konsentrasi 5
ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm dibuat dari larutan ekstrak
100 ppm yang dipipet masing-masing sebanyak 0,25 mL; 0,5 mL; 0,75
mL; 1 mL, dan 1,25 mL kemudian ditambahkan metanol p.a hingga 5 mL.
Masing- masing konsentrasi dipipet sebanyak 0,3 mL larutan dan
ditambah 0,7 mL larutan radikal ABTS+, larutan selanjutnya diinkubasi
selama waktu operating time yang diperoleh dan diukur serapan dengan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum, dilakukan
replikasi 3 kali (Faisal 2019).
H. Uji Antioksidan Dengan Metode FRAP
1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang maksimum diperoleh melalui pengukuran
absorbansi dari larutan standar asam askorbat pada konsentrasi 60 ppm.
Dari larutan tersebut diambil sebanyak 1 mL kemudian dicampurkan
dengan 1 mL dapar fosfat 0,2 M (pH 6,6) dan 1 mL kalium ferrisianida 1
%, campuran diinkubasi pada 50ºC selama 20 menit. Setelah selesai
diinkubasi ditambahkan 1 mL larutan asam trikloroasetat, selanjutnya di
sentrifuge pada 3000 rpm selama 10 menit. Diambil lapisan atas dari
larutan tersebut sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan dengan 1 mL
aquadest dan 0,5 mL FeCl3 0,1%, dan ukur panjang gelombang maksimum
dalam kisaran 700- 750 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-
Vis.
2. Penentuan Operating Time (OT)
Absorbansi larutan baku vitamin 60 ppm ditambah Dari larutan
tersebut diambil sebanyak 1 mL kemudian dicampurkan dengan 1 mL
dapar fosfat 0,2 M (pH 6,6) dan 1 mL kalium ferrisianida 1 %, campuran
diinkubasi pada 50ºC selama 20 menit. Setelah selesai diinkubasi
ditambahkan 1 mL larutan asam trikloroasetat, selanjutnya di sentrifuge
pada 3000 rpm selama 10 menit. Diambil lapisan atas dari larutan tersebut
sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan dengan 1 mL aquadest dan 0,5 mL
FeCl3 0,1% diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
dengan interval waktu 1 menit hingga diperoleh absorbansi yang stabil.
operating time tercapai pada waktu dihasilkan absorbansi yang stabil.
3. Penyiapan Laruratan
Larutan Dapar Fosfat 0,2 M pH 6,6
Larutan disiapkan dengan menimbang 2 gram NaOH dan dilarutkan
dengan aquades bebas CO2 hingga tepat 250 mL dalam labu takar.
Kemudian sebanyak 6,8 gram KH2PO4 yang dilarutkan dengan aquades
bebas CO2 250 mL dalam labu takar. Kemudian dipipet sebanyak 16,4 mL
NaOH dimasukkan dalam labu takar dan dicampurkan 50 mL KH 2PO4,
selanjutnya diukur sampai pH 6,6 dan dicukupkan dengan aquades bebas
CO2 hingga 200 ml.
Larutan oksalat 1%
Larutan disiapkan dengan melarutkan 1 gram asam oksalat dalam air
bebas CO2 dan diencerkan dalam labu takar 100 mL.
Larutan Kalium Ferrisianida 1%
Larutan disiapkan dengan melarutkan 1 gram kalium
ferrisianida dalam aquades dan diencerkan dalam labu
takar 100 mL
Larutan FeCl3 0,1%
Larutan disiapkan dengan melarutkan 0,1 gram FeCl3
dalam aquades dan diencerkan dalam labu takar 100 mL.
Larutan asam trikloroasetat (TCA) 10%
Larutan disiapkan dengan melarutkan 10 gram TCA dalam
aquades dan diencerkan dalam labu takar 100 mL.
4. Penyiapan Kurva Baku Vitamin C (Asam Askrobat)
Larutan stok 1000 ppm dibuat dengan melarutkan 25 mg asam
askorbat yang dilarutkan dengan asam oksalat 1% hingga batas labu ukur
25 mL. Selanjutnya dari larutan stok 1000 ppm diambil masing-masing
0,6; 0,7; 0,8; 0,9; dan 1,0 mL
dan ditempatkan dalam labu ukur 10 mL yang berbeda dan diencerkan
dengan asam oksalat 1% hingga 10 mL dan dihomogenkan. Konsentrasi
larutan standar 1000 ppm asam askorbat yakni 60, 70, 80, 90, 100 ppm.
Dari masing-masing konsentrasi
ipipet 1 mL, ditambahkan 1 mL dapar fosfat 0,2 M (pH 6.6) dan 1 mL
K3Fe(CN)6 1% setelah itu,diinkubasi selama 20 menit dengan suhu 50°C.
Setelah diinkubasi ditambahkan 1 mL TCA lalu disentrifuge dengan
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah disentifuge dipipet 1 mL
lapisan bagian atas kedalam tabung reaksi, dan ditambahkan 1 mL aquades
dan 0,5 mL FeCl3 0,1%. Larutan didiamkan selama 10 menit dan diukur
absorbansinya pada 720 nm. Sebagai blangko digunakan campuran larutan
oksalat.
I. Analisis Data
1. Penentuan Aktivitas Antioksidan Metode ABTS
Hasil uji penangkal radikal bebas metode ABTS + pada ekstrak dan
fraksi daun ketepeng cina (Cassia alata L.) dipaparkan sebagai hasil
penelitian, sehingga didapat jumlah persen penangkal antioksidan.
Pengukuran presentase aktivitas antioksidan dihitung menggunakan rumus
(Cholisoh dan Utami, 2008) :
Keterangan :
Absorbansi kontrol = Absorbansi larutan radikal ABTS
Absorbansi sampel= Absorbansi larutan sampel yang telah ditambah
radikal ABTS
2. Penentuan Aktivitas Antioksidan Metode FRAP
Nilai FRAP dinyatakan dalam mg equivalen asam askorbat/gr
ekstrak. Perhitungan FRAP dari kurva baku Vitamin C (asam askorbat),
regresi linier konsentrasi (x) dan absorbansi (y) persamaan yang
digunakan yaitu y = bx + a, asorbansi sampel dimasukkan dalam
persamaan regresi linier sebagai sumbu y dan aktivitas antioksidan sebagai
sumbu x dapat dihitung.

Anda mungkin juga menyukai