Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KOSMETOLOGI

FLAVONOID

Disusun Oleh:
Andita Eltivitasari (18/432958/PFA/01858)
Lukman Mahdi (18/432983/PFA/01883)
Putri Khaerani C (18/432993/PFA/01893)

FAKULTAS FARMASI
MAGISTER ILMU FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
A. Latar belakang
Dalam perkembangannya flavonoid sebagai senyawa aktif yang berasal dari bahan
alam banyak dimanfaatkan karena banyak mengandung aktivitas farmakologi. Tak terkecuali
pada bidang kosmetik, flavonoid menjadi alternatif pengembangan sediaan kosmetik sun
protector. Sekarang banyak produsen kosmetika sedang bersaing dalam mengelola senyawa
aktif bahan alam sebagai kandungan aktif dalam produknya. Sebagai negara yang kaya akan
keanekaragaman hayati dan budaya, pemakaian kosmetika tradisional telah banyak
digunakan sejak lama. Banyak ramuan-ramuan herbal yang menjadi acuan bagi produsen
kosmetika untuk melakukan inovasi terhadap produknya.
Apigenin adalah senyawa turunan flavonoid tanaman yang banyak terkandung dalam
buah dan sayuran yang berkhasiat untuk perawatan kulit.Penelitan yang dilakukan Choi S et
al., (2016) bahwa krim berbasis apigenin dapat meningkatkan kepadatan kulit,meningkatkan
elastisitas, mengurangi panjang kerutan halus, meningkatkan kerataan warna, kelembaban,
dan kehilangan air transepidermal, sehingga dapat berpotensi menjadi agen antiaging.
Pada umumnya sediaan kosmetik digunakan pada bagian luar tubuh dan memiliki
fungsi untuk memperindah dan merawat tubuh. Kulit merupakan bagian tubuh terluar yang
sering diaplikasikan oleh kosmetik. Kulit terdiri atas berbagai lapisan yang dapat dibagi
menjadi epidermis, dermis dan subkutan. Diketahui flavonoid memiliki polaritas tinggi tetapi
disisi lain juga memiliki kelarutan dalam air yang rendah. Hal ini mengakibatkan penggunaan
flavonoid pada kulit menjadi terbatas.
Beberapa teknik dapat digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas senyawa yakni
nanopartikel, nanoemulsi, liposom, fitosom dan nanosuspensi. Penggunaan bahan bahan
untuk mengatasi kelarutan senyawa seperti surfaktan, kosolven dan kompleksasi dektrin
dapat menyebabkan efek samping iritasi pada kulit. Oleh sebab itu perlu alternatif dalam
mengembangkan flavonoid khususnya apigenin sebagai kosmetika dengan cara membuat
senyawa menjadi nanopartikel.

B. Pembahasan
1. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol. Flavonoid dapat ditemukan disetiap
bagian tanaman baik buah, biji, bunga maupun batang. Pada tanaman senyawa ini
berperan sebagai zat warna kuning dan melindungi tanaman dari kerusakan yang
diakibatkan oleh sinar UV. Pada tanaman flavonoid akan berada dalam bentuk bebasnya,
berikatan dengan glukosa membentuk suatu glikosida. Flavonoid adalah senyawa
fenilbenzopiran terdiri dari 15 atom karbon dan 2 cincin aromatik yang dihubungkan
dengan 3 ikatan karbon. Di alam, flavonoid terdapat sebagai flavon, flavonon, flavonol,
flavonol, isoflavon, antosianidin dan kalkon. Kalkon dapat dianggap sebagai suatu
prekursor semua kelompok flavonoid lainnya. Terdapat tiga jalur biogenesis flavonoid,
yaitu jalur asetat malonat, asetat mevalonat dan asam sikimat.
Glikosida flavonoid terutama terdapat dalam bentuk O-glikosida atau C-glikosida.
Kandungan glikosida flavonoid terdapat dalam cairan sel dari jaringan yang relative muda
pada tumbuhan tingkat tinggi dari beberapa suku seperti Compositae, Leguminosae,
Polygonaceae, Rutaceae dan Umbelliferae. Baik O-glikosida atau C-glikosida merupakan
flavonoid tanaman yang umum seperti rutin (suatu O-glikosida) dan isoviteksin (suatu C-
glikosida). Konjugat tersulfatasi juga umum dalam serangkaian flavon dan flavonol, yang
mana konjugasi sulfat dapat berada pada suatu gugus hidroksil fenolik dan/atau hidroksil
alifatik suatu glikosida. Flavovoid dapat dikelompokan berdasarkan asal mula
biosintesisnya. Beberapa flavonoid merupakan zat antara dalam biosintesis dan dalam
biosintesis produk akhir, seperti kalkon, flavanon, flavan-3-ol, dan flavan-3,4-diol.
Sementara itu kelompol lain seperti antosianin, flavon, dan flavonol diketahui sebagai
produk akhir (Sarker dan Nahar, 2009). Kerangka dasar flavonoid dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka dasar flavonoid.

2. Apigenin
Apigenin merupakan suatu senyawa flavon yang mengikat tiga gugus hidroksi
pada posisi 5, 7 dan 4’. Apigenin yang berikatan dengan suatu glukosa disebut apiin
(glikosida). Apigenin memiliki rumus kimia C15H10O5 dengan berat molekul 270,24
g/mol. Apigenin berbentuk serbuk kristal yang berwarna kuning. Struktur apigenin dapat
dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Apigenin

Apigenin yang merupakan bentuk aglikon dari apiin. Apigenin banyak ditemukan
pada Apium graveolens dan Apium petroselinum yang berasal dari suku Umbelliferae.
Semua flavonoid pada dasarnya disintesis melalui jalur yang disebut jalur asam shikimat.
Jalur ini mengubah erythrose-4-fosfat (E4P), suatu prekursor karbohidrat sederhana dan
fosfoenol piruvat (PEP) menjadi asam amino aromatik. E4P dan PEP bertindak sebagai
molekul pemicu yang akan bergabung yang dipengaruhi oleh enzim dihydroarabino
heptulosonate-7-phosphate synthase (DAHP synthase) untuk membentuk dihydroarabino
heptulosonate-7-phosphate. Dihidroarabino heptulosonat-7-phosphate ini kemudian
diubah menjadi dehydroquinat, dehydro shikimat, asam shikimat, dan cincin aromatik
yang mengandung asam amino (fenilalanin dan tirosin).
Proses deaminasi fenilalanin dantirosin menghasilkan asam sinamat.Asam sinamat
mengalami beberapa langkahbiosintesis menghasilkan naringenin sebagai perantara
utama dari jalur flavon/antosianin, yang berfungsi sebagai prekursor umum untuk
sejumlah besar flavonoid (Ali et al., 2017). Proses biosintesis apigenin dapat dilihat pada
Gambar 3.

Gambar 3. Jalur biosintesis apigenin.


a. Apigenin sebagai antikanker
Ada banyak bukti penelitian yang menunjukkan potensi apigenin dalam
mengatasi sejumlah penyakit. Apigenin dilaporkan memiliki banyak aktivitas
farmakologi seperti antioksidan, antiinflamasi, antitumor, antigenotoksik, antialergi,
neuroprotektif, kardioprotektif dan antimikroba. Apigenin telah banyak dimanfaatkan
dalam promosi kesehatan karena toksisitas intrinsiknya yang rendah. Apigenin
diketahui mempunyai efek sebagai antikanker yang kemungkinan disebabkan karena
aktivitas antioksidan dan aktivitas antiinflamasinya yang kuat. Apigenin mampu
menangkap radikal bebas dan merangsang enzim detoksifikasi fase II baik in vitro dan
in vivo (Ali et al., 2017).
Apigenin memainkan peran penting dalam pencegahan kanker dengan
menginduksi apoptosis di berbagai in vitro dan in vivo. Secara tidak langsung terdapat
penelitian yang mendukung asumsi diatas yakni penelitian Kim et al., (2003) yang
menunjukan bahwa konsumsi flavonoid oleh sukarelawan manusia yang sehat telah
dilaporkan mengurangi tanda-tanda stres oksidatif dalam darah.

b. Apigenin dalam kosmetika


Apigenin dapat memperbaiki DNA yang rusak karena induksi UVB melalui
stimulasi sistem Nucleotide Excision Repair. Pengujian apigenin pada sel keratinosit
(HaCaT) dan mencit menunjukan hasil dapat menghambat Reactive Oxygen Species
(ROS) serta menghambat jalur signaling NF-kB dan MAPK yang berhubungan
dengan mekanisme apoptosis yang terjadi (Das, S., et al, 2013).
Gambar 4. Mekanisme perlindungan kulit oleh Apigenin

Menggunakan human dermal fibroblast (nHDFs), apigenin terbukti dapat


mengembalikan viabilitas sel yang berukurang karena paparan UVA. Selain itu,
apigenin juga mengurangi ekspresi kolagenase, matriks metaloproteinase (MMP)-1,
pada nHDFs yang terpapar UVA. MMP-1 merupakan penyebab hilangnya elastisitas
dan kelembapan kulit (Choi, S., et al., 2016). Penelitian ini sejalan dengan yang
dilakukan oleh Hou, M., et al. (2013) terhadap mencit. Apigenin terbukti memperbaiki
permeabilitas epidermis dengan menstimulasi diferensiasi sel epidermal, sintesis dan
sekresi lemak.
Dalam bentuk apigenin 7-O-glikosida kemampuan untuk meningkatkan
sintesis melanogenesis dan aktivitas tirosinase pada sel melanoma B16F10. Melanin
adalah pigmen yang di biosintesis dari L-tirosin pada melanosit dan berperan penting
dalam mencegah kanker kulit yang disebabkan oleh sinar ultraviolent. Oleh karena
itu, mengendalikan melanogenesis penting untuk menjaga tubuh manusia agar tetap
cantik dan sehat. Tyrosinase adalah enzim kunci yang terlibat dalam biosintesis
melanin (Bouzaiene et al., 2016).
Studi klinis Arterbery dan Gupta (2018) serta Choi et al. (2016) membuktikan
bahwa penggunaan apigenin topikal pada responden dapat meningkatkan densitas,
elastisitas, dan kelembapan kulit. Selain itu dapat senyawa ini juga dapat mengurangi
kerutan halus serta transepidermal water loss. Penggunaan apigenin dalam produk
topical berkontribusi pada peningkatan parameter secara objektif terhadap kesehatan
kulit dan secara subyektif terhadap penampilan.

3. Metode Nanopartikel flavonoid


Nanokristal pada produk kosmetik dapat diproduksi dengan teknik top-down.
Teknik ini cenderung lebih mudah untuk scalling up produksi sehingga lebih
menguntungkan bagi industri. Dari tiga macam teknologi pembuatan nanokristal,
bead milling (Nanosystem/elan), homogenisasi tekanan tinggi (Dissocubes®), dan
smartCrystals®. Teknologi smartCrystals® merupakan kombinasi teknologi yang dapat
meningkatkan stabilitas dan memperkecil ukuran partikel sehingga dapat
mengoptimalkan rute pemberian dan efek senyawa aktif. Penelitian yang dilakukan
oleh Al Shaal, L., et al (2011) membuktikan bahwa sediaan nanokristal dari apigenin
yang dibuat menggunakan teknologi smartCrystals® memiliki aktivitas dua kali lebih
tinggi dibandingkan sediaan makrosuspensinya.

Nama Bahan INCI Fungsi


Apigenin serbuk Apigenin Antioksidan Gambar
Plantacare 2000® Decyl Glucoside Surfaktan
4. Skema
Yttria stabilized zirkonia Milling medium
produksi
apigenin smartCrystals

Serbuk apigenin diidispersikan ke dalam larutan surfaktan-air (Plantacare


2000®, 1% b/b) menggunakan Ultra Turrax T25 selama 1 menit hingga didapatkan
sediaan makrosuspensi. Selanjutnya, suspensi digiling menggunakan Buhler PML-2
bead/pearl sebanyak 7 kali. Kemudian dilewatkan pada Avestin C50, homogenizer
tekanan tinggi untuk mendapatkan nanokristal apigenin yang homogen (Al Shaal, L.,
et al, 2011).

4. Uji aktivitas antiradikal


Sebanyak 0,1 mL apigenin nanokristal dicampurkan ke dalam larutan DPPH
metanolik (0,025g/100mL) lalu diukur absorbansinya pada interval waktu tertentu
hingga reaksi mencapai puncaknya. Serapan tersebut diplotkan terhadap kurva standar
yang sebelumnya dibuat dengan menggunakan seri konsentrasi DPPH metanolik.
Nilai EC50 nanosuspensi apigenin dua kali lebih rendah dibandingkan nilai EC50
makrosuspensinya. Dengan kata lain, aktivitas antioksidannya dua kali lebih tinggi
dibanding sediaan makrosuspensi.

5. Uji stabilitas : pengukuran zeta potensial


Zeta potensi adalah parameter muatan listrik antara partikel koloid. Makin
tinggi nilai potensial zeta maka akan semakin mencegah terjadinya flokulasi/
(peristiwa penggabungan koloid dari yang kecil menjadi besar)
Pengukuran zeta potensial dilakukan dalam air yang dikondisikan untuk
konduktivas Milli-Q (50µS/cm) dan dalam surfaktan tersebut menggunakan Malvern
Zatasizer Nano ZS pada suhu 25℃. Mobilitas elektroforesis dikonversikan menjadi
nilai zeta potensial menggunakan persamaan Helmholtz-Smoluchowski.
Hasil pengukuran menunjukkan nilai ZP pada produk dalam aquades -38mV,
sedangkan nilai ZP pada produk dalam surfaktan -37mV. Nilai di atas 30mV
menunjukkan stabilitas selama penyimpanan. Artinya, nanosuspensi apigenin memiliki
sifat elektrostatik yang baik dan menstabilkan sterik.

6. Uji stabilitas : uji difraksi sinar X


Menggunakan Phillips X-Ray Generator PW 1830 (40kV, 25mA), serbuk
apigenin dan sediaan nanosuspensi yang dikeringkan, diukur dengan sudut difraksi
antara 0,6 dan 40 dengan kecepatan 0,04 per 2 detik.
Pengujian menunjukkan bentuk kristalin yang tinggi, tidak ada penurunan
intensitas. Dapat disimpulkan penggilingan dikombinasikan dengan teknologi HPH
efisien untuk mendapatkan nanokristal apigenin yang secara fisik stabil, tidak
membentuk fraksi amorf.

7. Produk Kosmetika Apigenin

Bisa diakses pada web https://www.elaynearterbery.com/


Kami memilih CLEAN MACHINE untuk di bahas komposisinya :
1. Fractionated Coconut oil / Caprylic / Capric Triglyceride

2. Sunflower oil
3. Grape seed oil / Vitis vinifera seed oil
Fungsinya sebagai emollient dan skin conditioning

4. 4,5,7-Trihydroxyflavone / Apigenin
5. PEG 40 Hydrogenated Castor Oil / Butyl paraben
Fungsinya digunakan agen pengemulsi, perawatan kulit, dan pengawet

6. Capryly Glycol/EHG

C. Kesimpulan
1. Apigenin dapat dimanfaatkan sebagai protektor kerusakan sel dan DNA oleh UVA dan
UVB. Selain itu, apigenin dapat memperbaiki morfologi kulit, melembabkan, dan
berpotensi sebagai agen sitotoksik.
2. Apigenin merupakan senyawa flavonoid yang kelarutannya kurang dalam air, akan
tetapi pengembangannya menjadi sediaan nanokristal dapat meningkatkan kelarutan,
stabilitas dan aktivitasnya sehingga lebih mudah lagi untuk dikembangkan menjadi
sediaan kosmetik.
3. Banyak industri kosmetik yang membuat sediaan dengan apigenin sebagai bahan
aktifnya, salah satunya adalah Elayne Arterbery yang memproduksi Eyejuvenate,
SmartC Serum, Skintelligent, Clean Machine, dan Bodywell.
Pertanyaan
Bagaimana prinsip potensial zeta dan apa hubungannya dengan formula aigenin?
Potensial zeta dalah parameter muatan listtrik antara partikel koloid. Potensial zeta
menunjukan tingkatan tolak menolak antar partikel yang bermuatan sama yang saling
berdekatan. Koloid dengan nilai potensial zeta tinggi adalah elektrik stabil sedangkan nilai
potensial zeta yang rendah akan cenderung mengental/flokulasi. Tujuan pengukuran potensial
zeta adalah untuk mengetahui stabilitas suatu larutan, memprediksi morfologi permukaan
suatu partikel dan untuk mengetahui muatan permukaan (surface charge). Berkaitan dengan
apigenin yang dibentuk sebagai nanopartikel, nilai potensial zeta yang rendah akan
menyebabkan partikel-partikel apigenin. Hal ini memyebabkan kestabilannya menurun dan
bahkan mengurangi efek farmakologi dari apigenin itu sendiri.
Daftar Pustaka
Ali, F., Rahul., Naz, F., Jyoti, S., Siddique, Y, H., 2017, Health Functionality of Apigenin: A
Review, International Journal Of Food Properties, 20(6): 1197–1238.
Al Shaal, L., Shegokar R., Muller, R.J., 2011, Production and characterization of antioxidant
apigenin nanocrystals as a novel UV skin protective formulation, International Journal
of Pharmaceutics, 420 (2011): 133-140.
Arterbery, V,E.,dan Gupta,S, 2018, Apigenin as an Anti-Aging Skin Treatment, Journal of
Clinical and Cosmetic Dermatology, 2(2): 1-8.
Bouzaiene, N, N., Chaabane, F., Sassi, A., Ghedira, L, C., Ghedira, K., 2016, Effect of
apigenin-7-glucoside, genkwanin and naringenin on tyrosinase activity and melanin
synthesis in B16F10 melanoma cells, Life Sciences, 144: 80–85.
Choi S, Youn J, Kim K, Joo da H, Shin S, et al, 2016, Apigenin Inhibits UVA-Induced
Cytotoxicity In Vitro and Prevents Signs of Skin Aging In Vivo. Int J Mol Med, 38(2):
627-634.
Das, S., Das, J., Paul, A., Samadder, A., Khuda-Bukhsh, A,R., 2013, Apigenin, a Bioactive
Flavonoid from Lycopodium clavatum, Stimulates Nucleotide Excision Repair Genes
to Protect Skin Keratinocytes from Ultraviolet B-Induced Reactive Oxygen Species
and DNA Damage, Journal of Acupuncture and Meridian Studies, 6(5): 252-262.
Kim, H.Y., Kim, O.H., Sung, M.K.J., 2003, Effects of Phenol-Depleted and Phenol-Rich
Diets on Blood Markers of Oxidative Stress, and Urinary Excretion of Quercetin and
Kaempferol in Healthy Volunteers, Journal of the American College of Nutrition, 22:
217–223.
Sarker, S,D., dan Nahar, L., 2009, Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi: Bahan Kimia Organik,
Alam, dan Umum, Diterjemahkan oleh: Abdul Rohman, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai