Anda di halaman 1dari 84

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.

Hampir semua jenis tumbuhan dapat tumbuh di Indonesia. Sebagian besar

tumbuhan tersebut sudah dimanfaatkan untuk kosmetik, dimana kosmetik ini

dikenal untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan

memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi

baik (Chan, Adek 2016).

Kulit merupakan organ bagian terluar tubuh yang melapisi seluruh

permukaan tubuh manusia dan mempunyai fungsi untuk melindungi diri dari

pengaruh luar. Kulit sangat mendukung untuk penampilan seseorang sehingga

perlu dirawat dan dijaga kesehatannya. Dengan perawatan dan pemeliharaan,

maka penampilan kulit akan terlihat sehat, terawat, dan memancarkan

kesegaran (I Made, 2018).

Salah satu aspek penyebab proses kerusakan pada kulit adalah radikal

bebas. Radikal bebas tersebar luas di lingkungan kita, misalnya udara yang

terpolusi oleh asap kendaraan bermotor, asap rokok, makanan yang

mengandung lemak jenuh dan paparan sinar ultraviolet (UV). Sinar UV

memiliki efek oksidatif yang dapat menyebabkan peradangan. Sinar UV dapat

membentuk radikal bebas dari ROS (Radical Oxygen Species) yang

merupakan molekul tidak stabil, sehingga dapat merusak komponen sel seperti

lemak, protein dan asam nukleat. Kerusakan pada komponen sel ini

1
menyebabkan kulit menjadi kering, dan kusam. Senyawa kimia yang dapat

digunakan untuk mencegah dan memperlambat kerusakan kulit akibat radikal

bebas adalah senyawa antioksidan (HD Astuti, 2019).

Salah satu tanaman yang dapat menangkal radikal bebas dan mempunyai

sifat antioksidan yang tinggi adalah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

(Khasanah, 2014). Menurut penelitian Ismiyyatun Khasanah, Maria Ulfah, dan

Sumantri kulit Jeruk Nipis yang masih mentah paling banyak mempunyai

kandungan antioksidan. Tanaman Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle)

yang dikenal dapat membantu proses penyembuhan berbagai macam penyakit

ternyata dapat pula menghaluskan kulit, melembabkan kulit, mencerahkan

kulit, dan membantu menghilangkan noda hitam di kulit. Jeruk nipis

mengandung vitamin A, B1 dan C, serta mineral seperti kalsium, fosfor dan

zat besi. Jeruk Nipis juga mengandung senyawa flavonoid, saponin dan

minyak atsiri (S and Hutape 1991). Selain dari buahnya, kulit Jeruk Nipis juga

mengandung senyawa pektin dan flavonoid. Flavonoid adalah zat metabolit

sekunder pada Jeruk Nipis yang memiliki konsentrasi paling tinggi pada

bagian kulitnya. Adanya kandungan flavonoid dari ekstrak kulit Jeruk Nipis

dapat dijadikan acuan untuk menetapkan potensi tabir suryanya, karena

senyawa flavonoid memiliki gugus benzen aromatis terkonjugasi yang mampu

menyerap sinar UV-A atau UV-B yang dapat menyebabkan efek buruk

terhadap kulit. Untuk meningkatkan daya guna kulit Jeruk Nipis, maka dapat

dibuat dalam bentuk sediaan kosmetik salah satunya adalah sediaan sabun

padat trasnparan (Qisty, 2009).

2
Sabun padat transparan merupakan salah satu inovasi sabun yang

menjadikan sabun lebih menarik. Sabun trannsparan mempunyai busa yang

lebih halus dibandingkan dengan sabun opaque sabun yang tidak transparan

(Qisty, 2009).

Menurut jurnal penelitian Ismiyyatun Khasanah, Maria Ulfah, dan

Sumantri yang berjudul ”Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Buah

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Dengan Metode DPPH (1,1-difenil-

2- pikrilhidrazil) dengan konsentrasi 10%(X1), 20%(X2), dan 40%(X3).

Diperoleh nilai IC50 sebesar 54,458 µg/mL. Merupakan sediaan antioksidan

yang paling baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Uji Aktivitas Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah Kulit”.

1.2 Pembatasan Masalah

Untuk mempersempit ruang lingkup masalah penelitian, penulis hanya

membatasi penelitian kali ini pada :

1) Uji aktivitas sabun padat transparan kulit Jeruk Nipis (Citrus auratifolia

Swingle) Sebagai pencerah kulit dengan masing–masing konsentrasi 10%

(X1), 20% (X2), 40% (X3).

2) Metode pengujian pencerah kulit dengan Ethical Clearance.

3) Ekstraksi kulit Jeruk Nipis menggunakan metode maserasi menggunakan

pelarut etanol 70%.

3
4) Evaluasi sediaan sabun meliputi pH, organoleptis, pembentukan busa, dan

uji iritasi.

5) Uji stabilitas sabun dengan metode dipercepat selama 4 minggu pada suhu

±00C, ±250C, ±400C meliputi pH, organoleptis, dan pembentukan busa.

1.3 Identifikasi Masalah

Pada penelitian kali ini, penulis mengidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut :

1) Pengujian aktivitas sabun padat trasnparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus auratifolia Swingle) sebagai pencerah kulit.

2) Pada konsentrasi tertentu sabun padat trasnparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus auratifolia Swingle) mempunyai aktivitas pencerah kulit yang

paling baik.

3) Sediaan sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

auratifolia Swingle) memenuhi persyaratan dan stabilitas yang baik.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, rumusan masalah pada penelitian

kali ini adalah sebagai berikut :

1) Apakah sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

auratifolia Swingle) mempunyai aktivitas sebagai pencerah kulit?

2) Berapakah konsentrasi sediaan sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus auratifolia Swingle) yang mempunyai aktivitas sebagai

pencerah kulit paling baik?

4
3) Apakah sediaan sabun padat transparan ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus

auratifolia Swingle) memenuhi persyaratan dan stabilitas sabun yang

baik?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian kali ini, adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus auratifolia Swingle) sebagai pencerah kulit.

2) Untuk mengetahui konsentrasi sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus auratifolia Swingle) yang mempunyai aktivitas sebagai

pencerah kulit yang paling baik.

3) Untuk mengetahui sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

auratifolia Swingle) memenuhi persyaratan dan stabilatas sebagai

pencerah kulit.

1.6 Manfaat Penelitian

1) Bagi Penulis

Sebagai bahan untuk memperoleh pengetahuan dan menambah

wawasan tentang manfaat kulit Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle).

2) Bagi Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon

Menginformasikan tentang hasil dari uji aktivitas sabun padat

trasnparan kulit Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle) sebagai pencerah

kulit dan semoga bisa menjadi referensi dalam pembuatan sabun untuk

peneliti selanjutnya.

3) Bagi Masyarakat

5
Sebagai tambahan informasi kepada masyarakat, bahwa ekstrak yang

diperoleh dari kulit Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle) dapat

digunakan sebagai sabun padat transparan. Dan kulit Jeruk Nipis (Citrus

auratifolia Swingle) dapat dijadikan sebagai pilihan alternatif sebagai

produk pencerah kulit yang berbahan dasar zat aktif dari alam.

1.7 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi (STF)

YPIB, Jalan Perjuangan no 07, kelurahan Karyamulya, kecamatan Kesambi,

Kota Cirebon. Rancangan kegiatan penyusunan tugas akhir (Skripsi) dapat

dilihat pada lampiran 15.

1.8 Hipotesa

H₀ : Sabun padat transparan kulit Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle)

tidak mempunyai aktivitas sebagai pencerah kulit.

Hₗ : Sabun padat transparan kulit Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle)

mempunyai aktivitas sebagai pencerah kulit.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jeruk Nipis (Citrus auratifolia Swingle)

4.1 Deskripsi Tanaman (Citrus aurantifolia Swingle)

Jeruk nipis berasal dari India dan Myanmar. Sekarang tersebar di

daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, tanaman ini dapat ditemukan

pada ketinggian 1-1000 m dpl. Dikenal sebagai tanaman serbaguna,

manfaat jeruk nipis sebagai tanaman obat tidak diketahui oleh banyak

orang karena sifat asamnya hanya diketahui sebagai campuran bumbu

masakan. Aroma khasnya sering dipakai sebagai pewangi pada

perlengkapan produk pembersih (Latief, 2014).

Jeruk Nipis juga terdapat nama-nama lain yang terdapat pada

beberapa daerah. Daerah-daerah tertentu jeruk nipis dikenal dengan

istilah yang berbeda-beda antara lain: Jawa: jeruk pecel/jeruk asam;

Sunda: jeruk nipis; Melayu: limau nipis; Arab: limah; Sumatera: limau;

Kalimantan: lemau epi; Maluku: putat ebi; Flores: mudutelang; Madura:

jeruk dhurga, Inggris: lime. (Latief, 2014).

4.2 Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Gambar Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dapat dilihat

pada gambar 2.1 sebagai berikut :

7
Gambar 2.1 Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

(Dibyosaputro, 2020).

4.3 Klasifikasi Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

Family : Rutaceae

Genus : Citrus

Species : Citrus aurantiifolia (Cristm.) Swingle

(Syamsiah, 2011)

2.1.4 Morfologi Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

1) Akar  (Radix)

Sistem perakaran Jeruk Nipis adalah akar tunggang  dimana

akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-

8
cabang menjadi akar-akar yang kecil. Akarnya memiliki cabang dan

serabut akar (Giva, 2021). 

2) Daun (Folium)

Daunnya berwarna hijau dan berwarna segar, tetapi kalau

sudah tua warna kulitnya menjadi kuning, tangkai daun bersayap

sempit. Helaian daun berbentuk jorong, pangkal bulat, ujung tumpul,

tepi beringgit, permukaan atas berwarna hijau tua mengkilap,

permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda, daging daun

seperti kertas, panjang 2.5 – 9 cm, lebar 2.5 cm sedangkan tulang

daunnya menyirip dengan tangkai bersayap, hijau dan lebar 5 – 25

mm. Duduk daun tersebar (folia sparsa), karena disetiap buku-buku

terdapat hanya satu daun (Giva, 2021). 

3) Bunga (Flos)

Bunga merupakan alat reproduksi seksual (Generatif). Dalam

Jeruk Nipis memiliki bunga majemuk (inflorescentia). Bunga

majemuk (inflorescentia), tersusun dalam malai yang keluar dari

ketiak daun dengan diameter 1,5 – 2,5 cm, bunga berbentuk

mangkuk berbagi 4 – 5 dengan diameter 0,4 – 0,7 cm berwarna putih

dan tangkai putik silindris putih kekuningan. Daun mahkota

berjumlah 4 – 5 berbentuk lanset dengan panjang 0,7 – 1,25 dan

lebar 0,25 – 0,5 cm dan berwarna putih. Bunga pada Jeruk Nipis

memiliki benang sari yang banyak. Jumlah lingkaran benang sari

sama dengan jumlah lingkaran mahkota bunga. Kepala sari

9
menghadap ke dalam beruang dua, dan membuka dengan celah

membujur (Giva, 2021). 

4) Buah (Fructus)

Hampir bulat telur, diameter 3.5 – 5 cm, tebal kulitnya 0,2 –

0,5 cm, tipe buah buah sejati tunggal berdaging jeruk

(hesperedium), permukaan licin, dan berkulit tipis (Giva, 2021). 

5) Kulit (Cortex)

Kulit buahnya memiliki 3 lapisan yaitu :

Lapisan luar yang kaku menjangat dan mengandung banyak

kelenjar minyak astiri, yang mula-mula berwarna hijau, tetapi jika

buah masak warnanya berubah menjadi kekuning-kuningan  lapisan

ini disebut flavedo (Giva, 2021). 

Lapisan tengah yang bersifat seperti sepon, terdiri atas

jaringan bunga karang yang biasanya berwarna putih, dinamakan

albedo (Giva, 2021). 

Dan  kemudian suatu lapisan dalam yang bersekat-sekat,

hingga terbentuk beberapa ruangan. Dalam ruangan-ruangan ini

terdapat gelembung-gelembung berair, dan bijinya terdapat bebas di

antara gelembung-gelembung (Giva, 2021). 

6) Biji (Semen)

Bijinya banyak kecil-kecil, licin, bulat telur sungsang.

Biji Jeruk Nipis ini juga memiliki lapisan kulit luar (testa) : tipis, dan

bagian pelindung utama  bagi bagian biji yang ada didalam dan

10
lapisan kulit dalam ( tegmen )  biasanya tipis seperti selaput (Giva,

2021). 

4.5 Kandungan Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Kandungan utama yang terdapat pada Jeruk Nipis adalah asam

sitrat. Asam sitrat inilah yang menyebabkan rasa asam pada Jeruk Nipis.

Selain asam sitrat, Jeruk Nipis juga mengandung senyawa flavonoid,

asam amino (triptofan, lisin), vitamin A, vitamin C, vitamin B1, kalsium,

kalium, fosfor, besi, tembaga dan minyak atsiri (sitral, limonene,

fellandren, terpineol, kamfen) (Latief, 2014).

4.6 Manfaat Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Dalam kegunaannya sehari-hari cairan buah ini digunakan untuk

memberi rasa asam pada berbagai masakan, daunnya dapat dipakai

sebagai bumbu pada gorengan lauk-pauk dari daging. Kulit terluar buah

Jeruk Nipis dapat diambil minyak atsiri yang digunakan sebagai bahan

obat dan hampir seluruh industri makanan, minuman, sabun, kosmetik

dan parfum menggunakan sedikit minyak atsiri ini sebagai pengharum

dan juga dapat sebagai antirematik, antiseptik, antiracun, astringent,

antibakteri, diuretik, antipiretik, antihipertensi, antifungi, insektisida,

antivirus, ekspektoran. (Agusta, 2020). Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) merupakan salah satu jenis tanaman obat tradisional di

Indonesia. Secara umum, beberapa khasiat Jeruk Nipis di dunia medis

adalah sebagai obat batuk, peluruh dahak, (mukolitik), menghilangkan

ketombe, menurunkan demam, membantu proses pencernaan, peluruh

11
urin (diuretik), melangsingkan badan, dan mengatasi haid yang tidak

teratur. Semua bagian dari buah Jeruk Nipis dapat dimanfaatkan baik

kulit, ampas, biji, maupun segmen tanpa biji. Minyak atsiri jeruk yang

terdapat di kulit buah dapat digunakan sebagai bahan kosmetik. (Giva,

2021).

2.2 Simplisia

2.2.1 Definisi Simplisia

Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-

bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum

mengalami perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut Departemen

Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat yang

belum mengalami perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain

umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (Gunawan, Mulyani,

2004).

2.2.2 Jenis Simplisia

1) Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simpisia yang dapat berupa tanaman

utuh, bagian tanaman, eksudut tanaman, atau gabungan antara

ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus.

Eksudut tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari

tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.

Eksudut tanaman dapat berupa zat – zat atau bahan-bahan nabati

12
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanaman

(Gunawan, Mulyani, 2004).

2) Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan

utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan atau belum

berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris

asseli) dan madu (Mel depuratum) (Gunawan, Mulyani, 2004).

3) Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan

pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng

dan serbuk tembaga. Pada blog ini akan dibahas secara mendalam

tentang simplisia tanaman obat. Simplisia tanaman termasuk dalam

golongan simplisia nabati. Secara umum pemberian nama atau

penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama spesies diikuti

dengan nama bagian tanaman. Contoh : merica dengan nama spesies

Piperis albi maka nama simplisianya disebut sebagai Piperis albi

Fructus. Fructus menunjukan bagian tanaman yang artinya buah

(Gunawan, Mulyani, 2004).

2.2.3 Tahap Pembuatan Simplisia

Metode pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut:

1) Pengumpulan Bahan Baku

Kadar bahan aktif dalam simplisia bergantung :

13
a. Bagaian tanaman yang digunakan.

b. Waktu panen.

c. Lingkungan tumbuh simplisia.

d. Usia tanaman dan bagian tanaman sat di panen.

Pembersihan simplisia dari tanah dapat mengurangi jumlah

kontaminasi mikrobiologi (Agoes Goeswin, 2007).

2) Sortasi Basah

Sortasi basah di lakukan untuk memisahkan cemmaran atau

kotoran dari simplisia. Sortasi ini dapat mengurangi jumlah

kontaminasi mikroba (Agoes Goeswin, 2007).

3) Pencucian

Pencucian dilakukan dengan air bersih (Sumur, PAM, atau air

dari mata air). Simplisia yang mengandung zat mudah larut dalam air

mengalir, dicuci dalam waktu sesingkat mungkin. Pencucian secara

signifikan mampu mengurangi mikroba yang terdapat pada simpisia.

Dalam satu kali pencucian sayur-sayuran akan dapat menghilangkan

kurang 25 % jumlah mikroba awal, tiga kali pencucian, jumlah

mikroba tertinggal 47% dari jumlah mikroba awal. Jadi, penting

sekali di perhatikan kualitas dari pencucian yang di gunakan (Agoes

Goeswin, 2007).

14
4) Pengubahan Bentuk

Pengubahan bentuk simplisia dilakukan dengan cara

memperoleh proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.

Tanaman yang baru di panen sebelum dirajang, terlebih dahulu di

jemur dalam keadan utuh selama satu hari. Perajangan dapat

menggunakan pisau atau mesin pemotong khusus sebagai irisan tipis

atau potongan dengan ukuran tertentu (Agoes Goeswin, 2007).

5) Pengeringan

Pengeringan bertujuan untuk mendapatkan simpisia yang tidak

mudah rusak sehingga dapat di simpan dalam jangka waktu yang

lebih lama. Dengan penurunan kadar air, hal tersebut dapat

menghentikan reaksi enzimatik sehingga dapat di cegah terjadinya

penurunan mutu atau perusakan simplisia. Suhu pengeringan

bergantung pada simplisia dan cara pengeringan, pengeringan dapat

dilakukan antara suhu 30º - 90º C (terbaik 60º). Jika simplisia

mengandung bahan aktif tidak tahan panas atau mudah menguap,

pengeringan dilakukan pada suhu serendah mungkin, misal 30º - 40º

C atau dengan cara pengerigan vakum (Agoes Goeswin, 2007).

2.3 Ekstraksi

2.3.1 Definisi Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi

suatu zat sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simpisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

15
atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa

diperlukan sehingga memenuhi baku yang telah di keringkan. (Depkes

RI, 1995).

Ekstrak terbagi atas tiga macam yaitu ekstrak kering (siccum), kental

(spissum) dan cair (liquidum), yang di buat dengan cara menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai diluar pengaruh

cahaya matahari langsung dan cairan yang dipakai adalah ester, air, dan

campuran etanol serta air (Syamsuni, 2007).

2.3.2 Metode Ekstraksi

1) Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi

pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserasi pertama,

dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan

pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi

16
sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), secara terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5

kali bahan (Depkes RI, 2000).

2) Cara Panas

a. Sokhletasi

Sokhletasi disebut juga penyarian berkesinambungan,

merupakan gabungan dari metode maserasi dan perkolasi (Depkes

RI, 1989). Cairan penyari di panaskan sampai mendidih. Uap

penyaria akan naik melalui pipa samping, kemudian di embunkan

lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk menyari zat

aktif dalam simplisia. Selanjutnya jika cairan penyari mencapai

pipa sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan

terjadi proses sirkulasi. Demikian seharusnya sampai zat aktif yang

terdapat pada simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya

cairan yang lewat pada tabung sifon (Anonim, 2000).

b. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik, dengan pengadukan

secara kontinyu pada tempertaur ruangan (kamar), yaitu secara

umum pada suhu 40-50 ºC (Depkes RI, 1979).

c. Dekokta

Dekokta adalah infusa pada waktu yang lebih lama (30

menit) dan temperatur air sampai titik didih air (Depkes RI, 1979).

17
d. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya selama waktu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan dengan adanya pendinginan balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses residu pertama 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna dan di ekstraksi selama 4 jam

(Depkes RI, 1979).

e. Destilasi

Menurut buku panduan Teknologi Ekstrak (Anonim, 2000).

Destilasi merupakan cara pemisahan zat cair dari campurannya

berdasarkan titik didih atau berdasarkan kemampuan zat untuk

menguap. Dimana zat cair di panaskan sehingga titik didihnya, dan

mengumpulkan hasil pengembunan sebagai zat cair.

2.3.3 Macam – Macam Cairan Penyari

1) Air

Merupakan pelarut yang murah dan mudah digunakan dengan

pemakaian yang luas. Pada suhu kamar, air adalah pelarut yang baik

untuk berbagai zat. Keuntungan penarikan dengan air adalah bahwa

jenis-jenis gula, gom, asam tumbuh-tumbuhan, garam mineral dan

zat-zat akan tertarik atau melarut lebih dahulu dan larutan yang

terjadi ini dapat melarutkan zat-zat lain dengan lebih baik dari pada

air saja. Air memiliki kelarutan sebagai pelarut, yaitu karena air

dapat menarik banyak zat, namun banyak di antara zat tersebut

18
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur dan bakteri,

akibatnya simplisia mengembang sedemikian rupa sehingga

mempersulit penarikan metode perkolasi (Syamsuni, 2007).

2) Etanol

Etanol hanya dapat melarutkan zat-zat tertentu, tidak sebanyak

air dalam melarutkan berbagai jenis zat. Oleh karena itu lebik baik

dipakai sebagai cairan penarik untuk sediaan galenik yang

mengandung zat berkhasiat tertentu. Umumnya etanol adalah pelarut

yang baik untuk alkaloid, glukosida, dammar-damar dan minyak

atsiri, tetapi tidak untuk jenis gom, gula, dan albumin (Syamsuni,

2007).

3) Eter

Kebanyakan zat dalam simplisia tidak larut dalam cairan ini,

tetapi beberapa zat mempunyai kelarutan yang baik misalnya

alkaloid basa, lemak-lemak, damar dan minyak-minyak atsiri, maka

diamping memiliki efek farmakologi, cairan ini kurang tepat

digunakan sebagai menstrum sediaan galenik cair, baik untuk

pemakain dalam maupun untuk sediaan yang nantinya disimpan

dalam waktu yang lama (Syamsuni, 2007).

2.3.4 Skrining Fitokimia

1) Flavonoid

Flavonoid adalah salah satu golongan fenol alam terbesar yang

terdapat pada semua tumbuhan hijaun dan merupakan metabolit

19
sekunder yang menunjukan berbagai khasiat (I Made, 2018).

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali

dijumpai dalam bentuk tunggal dalam jaringan tumbuhan. Telah

dilaporkan bahwa senyawa turunan fenol merupakan kandungan

utama genus morus yang diantaranya mempunyai aktivitas sebagai

antioksidan, antitumor, antiinflamasi, antimalarial, antihipertensi dan

antivirus.

2) Saponin

Saponin merupakan suatu senyawa metabolit sekunder dari

suatu glikosida alamiah yang terikat dengan steroid atau triterpen,

terdiri dari sapogenin yaitu bagian yang bebas dari Glikosida yang

disebut juga “Aglycone” dimana sapogenin dapat mengikat senyawa

sakarida sehingga terbentuk bentukan rantai. Saponin memiliki

khasiat diuretic dengan menurunkan volume plasma dengan cara

mengluarkan air dan elektrolit terutama natrium, sehingga pada

akhirnya Cardiac output menurun. Natrium dan air juga dapat

mempengaruhi resistensi perifer (I Made, 2018).

3) Alkaloid

Alkaloid merupakan suatu golongan organik yang mengandung

paling sedikit suatu atom nitrogen yang biasa bersifat basa. Alkaloid

memiliki aktivitas biologis yang berbeda, ada yang bersifat toksik

dan ada yang bermanfaat bagi manusia seperti kuinin, morfin, dan

20
stiknin yang sudah dikenal memberikan efek sifiologis dan

psikologis (I Made, 2018).

Alkaloid berfungsi sama dengan obat-obatan β−blocker

mempunyai khasiat inotropic negatif dan kronotropik negatif

terhadap jantung. Penurunan curah jantung, turunnya denyut jantung

dan kurangnya kekuatan kontraksi dari miokardium. Resistensi

perifer terkadang naik, terkadang juga tetap. Pengurangan Cardiac

output yang kronik menyebabkan resistensi perifer menurun. Hal

tersebut menyebabkan penurunan tekanan darah (I Made, 2018).

4) Tannin

Tannin merupakan salah satu jenis senyawa metabolit

sekunder yang berfungsi memberikan rasa pahit pada tanaman.

Senyawa metabolit tannin terdiri dari senyawa polifenol yang larut

dalam air. Secara umum senyawa tannin dibagi menjadi dua jenis,

yaitu tannin yang dapat terhidrolisis. Tannin terhidrolisis biasanya

terbentuk dari proses esterifikasi gula dengan asam fenolat

sederhana, seperti glukosa dan asam galat. Sedangkan tannin tidak

terhidrolisis atau biasa disebut tannin terkondensasi, biasanya

diperoleh dari polimerasi tannin dan flavonoid (I Made, 2018).

21
2.4 Kulit

Gambar 2.2 Struktur Kulit (Sonny, J, 2013)

2.4.1 Anatomi Kulit

Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.

1) Lapisan Pelindung Luar (Epidermis)

Epidermis atau sering disebut juga sebagai kulit ari. Epidermis

merupakan lapisan terluar dari kulit, yang memiliki struktur tipis

dengan ketebalan sekitar 0,07 mm. lapisan epidermis masih terdiri

atas beberapa bagian, yaitu bagian luar yang disebut stratum

korneum (lapisan tanduk), bagian tengah yang disebut stratum

granulosum, dan bagian dalam yang disebut lapisan Malpighi

(Sonny J.R. kalangi, 2013).

2) Lapisan Pelindung Dalam (Dermis)

Di bawah lapisan epidermis kulit terdapat lapisan pelindung

dalam yang disebut lapisan dermis. Dermis disebut juga kulit jamgat

atau korium. Dermis kulit tersebut berisi jaringan ikat berserat.

Jaringan dermis memiliki struktur yang lebih rumit daripada

22
epidermis, yang terdiri atas banyak lapisan. Jaringan ini lebih tebal

daripada epidermis yaitu sekitar 2,5 mm. Dermis dibentuk oleh

serabut-serabut khusus yang membuatnya lentur, yang terdiri atas

kolagen, yaitu suatu jenis protein yang membentuk sekitar 30% dari

protein tubuh. Kolagen akan berangsur-angsur berkurang seiring

dengan bertambahnya usia. Itulah sebabnya seorang yang sudah tua

tekstur kulitnya kasar dan keriput (Sonny J.R. kalangi, 2013).

2.4.2 Fungsi Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan

memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam

gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui

sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk

secara terus-menerus, respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi

sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk

melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari, sebagai perba

dan perasa serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar

(Handayani, 2010).

2.4.3 Warna Kulit

Warna kulit ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pigmen melanin

berwarna coklat dalam stratum basal, derajat oksigenasi darah dan

keadaan pembuluh darah dalam dermis yang memberi warna merah serta

pigmen empedu dan keraton dalam lemak subkutan yang memberi warna

kekuningan. Perbedaan warna kulit tidak berhubungan dengan jumlah

23
melanosit tetapi disebabkan oleh jumlah granul-granul melanin yang

ditemukan dalam keratinosit (Sonny J.R. kalangi, 2013).

2.5 Sabun

2.5.1 Definisi Sabun

Sabun didefinisikan sebagai garam dari logam alkali, biasanya

Natrium dan Kalium, dari asam lemak rantai panjang. Ketika asam

lemak disaponifikasi oleh logam Natrium maupun Kalium maka akan

berbentuk garam yang disebut sabun dengan gliserol sebagai produk

sampingan (Barel et al, 2009).

Sabun batangan dikategorikan sebagai transparan apabila sabun

1
dengan ketebalan inchi. Sabun transparan dibuat dengan
4

menggunakan alkohol dan juga tambahan gliserin ( 5 – 25%) serta sirup

(10 – 25%). Sirup gula yang digunakan merupakan bahan yang

bertanggung jawab terhadap warna transparan yang akan terbentuk

(Setyoningrum, 2009b).

2.5.2 Bentuk Sediaan Sabun

Bentuk sediaan sabun dibagi beberapa macam secara khusus,

misalnya :

1) Superfatty, yang menambahkan lanolin atau paraffin.

2) Transparan, yang menambahakan sukrosa dan gliserin.

3) Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen,

diklorofen, triklosan, dan sulful koloida.

24
4) Antiseptik, yang menambahkan bahan antiseptic misalnya fenol,

kresol, dan sebagainya.

5) Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.

6) Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan

tujuan yang berbeda.

(Barel et al, 2009).

2.5.3 Syarat Sabun

Sabun mandi yang baik dikategorikan jika sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Adapun syarat mutu sabun mandi menurut SNI 06-3532-1994 dapat

dilihat pada tabel 2.1 (BPOM, 2011).

Tabel 2.1 Syarat Mutu Sabun Mandi Menurut SNI (SNI 3532 –

2016) (BPOM, 2011)

No. Uraian Satuan Tipe I Tipe II Superfat


1 Kadar air % Maks. Maks. Maks.
15 15 15
2 Jumlah asam % >70 64 - 70 >70
lemak
3 Alkali bebas % Maks. Maks. Maks.
(dihitung sebagai 0,1 0,1 0,1
NaOH) (dihitung % Maks. Maks. Maks.
sebagai KOH) 0,14 0,14 0,14

4 Asam lemak % <2,5 <2,5 2,5 – 7,5


bebas dan atau
lemak nabati
5 Minyak mineral % Negatif Negatif Negatif
2.5.4 Bahan Baku pembuatan Sabun

1) Surfaktan

25
Surfaktan adalah bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak

yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak

C12 (DEA) yang merupakan surfaktan nonionik yang berfungsi

sebagai penstabil busa yang efektif. Penggunaan bahan berbeda

menghasilkan sabun berbeda, baik secara fisik maupun kimia, ada

sabun yang cepat berbusa tetapi trasa airnya kasar dan tidak stabil,

ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil (I Made,2018).

2) Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang

tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk

sabun yang lunak, misal : asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol,

lenolin, parafin unak, cocoa butte, dan minyak almond, bahan

sintetik ester asam sulfoksusinat, asam lemak isotionat, asam lemak

etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer arkilat). Bahan-

bahan tersebut selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa

dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers) (I Made, 2018).

3) Antioksidan dan sequestering agents

Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik,

dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya steril hidrazid dan

dan butilhydroxy toluena (0,02% - 0,1%). Sequestering agent

dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalisis oksidasi

EDTA, EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate) (I Made, 2018).

4) Deodoran

26
Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950,

namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasa.

Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanitide) dan 2-

hidroxy 2,4,4-trichlodiphenyl ester (I Made, 2018).

5) Warna

Kebanyakan sabun berwarna putih atau krem. Pewarna sabun

dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada,

pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil

sekali (0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada

berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini

dibuat sabun tanpa warna transparan (I Made, 2018).

6) Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahakan parfum sebagai

pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang

berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun

bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakaiannya.

Biasaya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk

membedakan produk masing-masing (I Made, 2018).

7) Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat dapat

menurunkan pH sabun (I Made, 2018).

2.5.5 Formulasi Dasar Sediaan Sabun

27
Menurut Wasiatmadja (1997), sabun transparan mempunyai nilai

tambah yang jadi pemikat karena memiliki permukaan yang halus,

penampilan yang berwarna dan ketransparannya dapat membuat kulit

menjadi lembut karena didalamnya mengandung gliserin dan sukrosa

yang berfungsi sebagai humektan dan emolient serta sebagai komponen

pembentuk transparan.

Tabel 2.2 Formula Dasar Sabun Transparan

Bahan Berat (gram)


Minyak jarak 7,5 g
Minyak kelapa 20,5 g
Asam stearat 9g
NaOH 30% 18,5 g
Etanol 20 g
Gula 7,5 g
Gliserin 7,5 g
Aquadest 7,5 g
Sumber : (Wasiatmadja, 1997)

2.5.6 Komponen Sabun Padat Transparan

Adapun komponen sabun transparan sebagai berikut :

1) Minyak Kelapa

Minyak kelapa merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan

pemerasan bagian padat endosperm Cocus nucifera L (palmae) yang

dikeringkan. Berupa cairan jernih, tidak berwrna atau kunig pucat,

bau khas tidak tengik. Sangat mudah larutdalam eter P dan

kloroform P. pada suhu 60oC, mudah larut dalam etanol (95%) P,

kurang larut pada suhu yang lebih rendah. Memiliki bilangan iodium

28
7,0-11,0 dan bilangan penyabunan 251-263. Digunakan untuk

perawatan kulit, rambut dan juga sebagai pelarut (I Made, 2018).

2) Asam Stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh

dari lemak dan minyak yang sebagian besar terdiri atas asam

oktadekotat dan asam heksadekonat, berupa zat padat keras

mengkilat menunjukan susunan hablur putih atau kuning pucat, mirip

lemak lilin, praktis tidak larut dalam air, larut dalam bagian etanol

(95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P,

suhu lebur tidak kurang dari 54oC, bilangan iodium tidak lebih dari 4.

Diguakan sebagai pengemulsi, dengan konsentrasi 1-20% surfaktan,

mengeraskan sabun dan menstabilkan busa (I Made, 2018).

3) NaOH

Natrium Hidroksida (NaOH) sering kali disebut dengan kaustik

soda atau soda api yang merupakan senyawa alkali yang mampu

menetralisir asam. NaOH berupa kristal putih, dengan sifat cepat

menyerap kelembaban, bentuk batang, butiran, masa hablur kering,

keras, rapuh dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleleh

basah, cepat menyerap kelembaban, sangat alkalis dan korosif,

menyerap karbondioksida, sangat mudah larut dalam air dan dalam

etanol (95%) (I Made, 2018).

29
4) Gula (Sukrosa)

Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum officinalum

L. (Graminae), Beta vulgaris L. (Chenopodiaceae) dan sumber lain.

Berupa hablur, massa atau gumpalan hablur bewarna putih, tidak

berbau, rasa manis, stabil diudara. Sangat mudah larut dalam air,

terlebih lagi air mendidih, sukar larut dalam etanol (95%), praktis

tidak larut dalam kloroform P, eter P. digunakan sebagai humektan,

perawatan kulit dan membantu terbentuknya transparansi sabun (I

Made, 2018).

5) Etanol

Berupa cairan jernih, mudah menguap dan mudah bergerak, tidak

berwarna, bau khas, rasa panas pada lidah, mudah terbakar, mendidih

pada suhu 78°C.mudah bercampur dengan air, eter P dan kloroform

P, digunakan sebagai pelarut, pembuat transparan pada sabun (I

Made, 2018).

6) Gliserin

Gliserin merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna , hanya

berbau khas lemah, bukan bau yang keras atau tidak enak, rasa

manis, higroskopis. Dapat bercampur dengan air, etanol (95%) P,

tidak larut dalam kloroform P, eter P, dan minyak atsiri.Digunakan

sebagai humektan dengan konsentrasi < 30%, emollient dengan

konsentrasi <30%, selain itu sebagai pelarut, perawat kulit,

penambah viskositas (I Made, 2018).

30
7) Narium Klorida (NaCl)

Natrium klorida (garam) merupakan bahan berbentuk kristal

putih, tidak berwarna dan bersifat higroskopik rendah. Penambahan

NaCl selain bertujuan untuk pembusaan sabun, juga meningkatkan

konsentrasi elektrolit agar sesuai dengan penurunan jumlah alkali

pada kahir reaksi sehingga bahan-bahan pembuat sabun tetap

seimbang selama proses pemanasan (I Made, 2018).

8) Pewangi

Pewangi ditambahkan pada proses pembuatan sabun untuk

memberikan efek wangi pada produk sabun. Pewangi yang sering

digunakan dalam pembuatan sabun adalah dalam bentuk parfum

dengan berbagai aroma (buah-buahan, bunga, tanaman herbal dan

lain-lain) (I Made, 2018).

2.5.7 Metode Pembuatan Sabun

Metode pembuatan sabun ada beberapa cara, antara lain sebagai

berikut :

1) Metode panas (full boiled)

Secara umum proses ini melibatkan reaksi saponifikasi dengan

menggunakan panas yang menghasilkan sabun dan membebaskan

gliserol. Selanjutnya dilakukan pemisahan dan penambahan garam

(salting out), kemudian akan terbentuk 2 lapisan yaitu bagian atas

merupakan lapisan sabun yang tidak larut di dalam air garam dan

31
lapisan bawah mengandung gliserol, sedikit alkali dan pengotor-

pengotor dalam fase air (Srivastava, SB, 2009).

2) Metode dingin

Cara ini merupakan cara yang paling mudah untuk dilakukan

dan tanpa disertai pemanasan. Namun cara ini hanya dapat dilakukan

terhadap minyak yang pada suhu kamar memang sudah berbentuk

cair. Minyak dicampurkan dengan larutan alkali disertai pengadukan

terus menerus hingga reaksi saponifikasi selesai. Larutan akan

menjadi sangat menebal dan kental. Selanjutnya dapat ditambahkan

pewarna, pewangi dan zat tambahan lain (Srivastava, SB, 2009).

Berbeda dengan fuly-boiled process, gliserol yang terbentuk

tidak dipisahkan. Ini menjadi suatu nilai tambah tersendiri karena

gliserol merupakan humektan yang dapat memberikan kelembaban.

Lapisan gliserol akan tertinggal pada kulit sehingga melembabkan

kulit. Proses pembuatan cara dingin dikenal menghasilkan kualitas

sabun yang tahan lama. Sabun dari minyak kelapa dapat dibuat

dengan proses ini (Srivastava, SB, 2009).

3) Metode semi-panas (semi boiled)

Teknik ini merupakan modifikasi dari cara dingin. Perbedaannya

hanya terletak pada penggunaan panas pada temperature 70℃ –

32
80℃. Cara ini memungkinkan pembuatan sabun dengan

menggunakan lemak bertitik lebih tinggi (Srivastava, SB, 2009).

2.5.8 Evaluasi Sabun

1) Organoleptik

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengamati adanya perubahan

fisik yang terjadi pada sediaan yaitu timbulnya bau dan perubahan

warna (Lachman, 2008).

2) Pemeriksaan pH

Sediaan sebaiknya memiliki pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu

sekitar 4,5 – 6,5 karena pH yang terlalu basa dapat menyebabkan

kulit menjadi bersisik, sedangkan jika pH terlalu asam menimbulkan

iritasi kulit. Menurut BSN (2010) pH sabun mandi berkisar antara 8

– 11 (Lachman, 2008).

3) Pembentukan busa

Selama pengocokan atau pemindahan suatu emulsi, busa bisa

terbentuk. Pembentukan busa terjadi karena surfaktan yang melarut

dalam air yang dibutuhkan untuk emulsifikasi, umumnya juga

mengurangi tegangan permukaan pada antar permukaan udara – air

(Lachman, 2008).

33
Stabilitas busa dilakukan dengan cara ditimbang 1 gram sabun

lalu dirajang-rajang kemudian dimasukkan ke tabung reaksi yang

berisi 10 ml aquadest, dan dipanaskan sampai sabun larut lalu di

kocok hingga selama 1 menit. Busa yang terbentuk diukur tingginya

menggunakan penggaris (tinggi busa awal). Tinggi busa diukur

kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir) (Asmarita, 2019).

2.6 Uji Stabilitas

2.6.1 Pengertian Uji Stabilitas

Uji stabilitas merupakan pengujian untuk mengetahui

kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan

karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya saat dibuat dalam

batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan

penggunaan. Stabilitas obat atau kosmetik adalah derajat degradasi suatu

obat atau kosmetik dipandang dari segi kimia, fisika, mikrobiologi dan

farmakologi. Stabilitas obat atau kosmetik dapat diketahui dari ada

tidaknya penurunan. Dengan uji stabilitas dapat diketahui faktor

lingkungan seperti suhu dan kelembaban terhadap parameter-parameter

stabilitas sediaan seperti pH dan kadar zat aktif (Sarmoko, 2009).

2.6.2 Macam-Macam Uji Stabilitas

1) Uji Stabilitas Jangka Panjang

Uji stabilitas jangka panjang dilakukan sampai dengan waktu

kadaluarsa produk seperti yang tertera pada kemasan. Pengujiannya

dilakukan setiap tiga bulan sekali pada tahun pertama dan setiap 6

34
bulan sekali pada tahun kedua. Pada tahun ketiga dan seterusnya,

pengujian dilakukan setahun sekali untuk uji stabilitas jangka

panjang, sampel disimpan pada kondisi :

a. Ruangan dengan suhu 30±20C dan 75±5% untuk menyimpan

produk-produk dengan klaim penyimpanan pada suhu kamar.

b. Ruangan dengan suhu 25±20C dan 75±5% untuk penyimpanan

produk-produk dengan klaim penyimpanan pada suhu sejuk

(Djajadisastra, 2004).

2) Uji Stabilitas Jangka Pendek (Dipercepat)


Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk obat

atau kosmetik untuk bertahan dalam spesifikasi yang diterapkan

sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan untuk menjamin

identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Sediaan obat

yang stabil didefinisikan sebagai suatu sediaan yang masih berada

dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan

dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristik sama dengan yang

dimilikinya pada saat dibuat (Djajadisastra, 2004).

Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya

perubahan warna atau munculnya warna, timbul bau dan pemisahan

fase, pecahnya emulsi, pengendapan suspensi atau caking, perubahan

konsistensi, pertumbuhan kristal, terbentuknya gas dan perubahan

fisik lainnya (Djajadisastra, 2004).

Untuk memperoleh nilai kestabilan mutu sediaan farmasetika

dalam waktu yang singkat, maka dilakukan uji stabilitas dipercepat

35
dengan suhu ± 0 ℃ , ±25 ℃ , dan ± 40 ℃ selama 1 bulan. Pengujian

ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diinginkan pada

waktu yang sesingkat mungkin dengan cara penyimpanan sampel

pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya

perubahan yang biasanya terjadi pada kondisi normal. Jika hasil

pengujian suatu sediaan pada uji stabilitas dipercepat selama satu

bulan diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan bahwa sediaan

tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun

(Djajadisastra, 2004).

36
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2011). Populasi pada

penelitian ini adalah tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle).

3.1.2 Sampel dan Penarikan Sampel

1) Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2011). Sampel yang diambil dari

penelitian ini adalah kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

yang berwarna hijau (mentah) sebanyak 5 kg yang diambil dari Desa

Cigedang, Kabupaten Kuningan, Jawa barat.

2) Teknik Penarikan Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

“Purposive sampling”. Purposive sampling adalah salah satu teknik

non randm sampling dimana peneliti menentukan pengambilan

sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai.

37
3.1.3 Variabel Penelitian Dan Operasional Variabel

Variabel adalah suatu kualitas dimana penelitian mempelajari dan

menarik kesimpulan darinya. Variabel terdiri dari variabel bebas,

variabel terikat, dan variabel kontrol. (Sugiyono, 2011).

1) Variabel Bebas

Variabel bebas (variabel indevendent) adalah variabel yang

mempengaruhi atau disebut juga variabel penyebab (Suharmisi

Arikunto, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sabun

padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) dengan masing-masing konsentrasi 10% b/b, 20% b/b, 40%

b/b (Khasanah, Ulfa dan Sumantri 2014).

2) Variabel Terikat

Menurut Suharmisi Arikunto (2006), variabel terikat (variabel

dependent) adalah variabel yang tergantung atau di sebut juga

variabel akibat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengaruh

tingkat kecerahan pada kulit manusia.

3) Variabel Kontrol

Menurut Suharmisi Arikunto (2006), variabel kontrol adalah

variabel yang membatasi variabel lain terutama berkaitan dengan

variabel bebas yang ikut berpengaruh terhadap pariabel terikat.

Variabel kontrol dalam penelitian ini terdapat 2 variabel yaitu :

a. Kontrol positif adalah variabel yang mengendalikan atau sebagai

pembanding yang berkaitan dengan variabel bebas. Kontrol

38
positif sebagai pembanding menggunakan sabun Papaya

whitening soap.

b. Kontrol negatif adalah variabel kendali negatif yang digunakan

sebagai variabel netral atau variabel dengan perlakuan netral

dalam penelitian kontrol negatif sebagai pembanding

menggunakan sabun tanpa ekstrak.

4) Operasional Variabel Penelitian

Pada penelitian ini di desain Operasional Variabel dapat dilihat pada

bagan 3.1

X1

X2
Y
X3

K-

K+
Bagan 3.1 : Operasional Variabel Penelitian

Keterangan :
X1 = sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis konsentrasi
10%
X2 = sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis konsentrasi
20%
X3 = sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis konsentrasi
40%
K- = kontrol negatif sabun tanpa ekstrak
K+ = kontrol positif sabun Papaya whitening soap.
Y = efek yang ditimbulkan (tingkat kecerahan kulit).

39
3.2 Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan metode eksperimen

yaitu dengan melakukan percobaan pada objek yang sedang diteliti dengan

tujuan untuk mengetahui segala sesuatu atau pengaruh yang timbul sebagai

akibat adanya perlakuan tertentu. Metode ini dilakukan untuk memperoleh

data atau hasil yang terinci dan akurat (sugiyono, 2015).

40
3.3 Desain Penelitian

Determinasi Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Pengumpulan Bahan Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)


dan Skrining Fitokimia

Pembuatan Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) Konsentrasi 10%, 20% , dan 40%.

Uji Aktivitas sabun padat


Evaluasi Sabun dan Uji
transparan sebagai pencerah
Stabilitas Sabun
kulit

Analisa Data dan Pengolahan Data

Kesimpulan

Bagan 3.2 Desain Penelitian

41
3.4 Alat dan Bahan Penelitian

3.4.1 Alat Yang Digunakan

Tabel 3.1 Alat yang digunakan dalam penelitian

Alat Penelitian

1. Timbangan Analitik 10. Lemari pendingin

2. Gelas ukur 11. Oven

3. Cawan porselan 12. Water bath

4. Cawan arloji 13. Cetakan sabun

5. Beaker glass 14. Bunsen

6. Batang Pengaduk 15. Kaki tiga

7. pH indicator 16. Tabung reaksi

8. Termometer

3.4.2 Bahan Yang Digunakan

Tabel 3.2 Bahan yang digunakan dalam penelitian

Bahan Penelitian

1. Ekstrak etanol kulit Jeruk 6. Gula

Nipis

2. Minyak kelapa 7. Gliserin

3. NaOH 30% 8. EDTA

42
4. Asam stearat 9. NaCl

5. Etanol 70% 10. Aquadest

3.5 Langkah Kerja

3.5.1 Determinasi Tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Determinasi dilakukan dengan mempersembahkan sifat

morfologi diantaranya bentuk, ukuran, jumlah bagian-bagian bunga atau

tumbuhan, buah, dan lain-lain. (Steenis, 2006).

Determinasi tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

dilakukan di Laboratorium STF YPIB Cirebon dengan menggunakan

media buku flora.

3.5.2 Pengumpulan Bahan Tanaman Jeruk Nipis

Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas

bahan baku. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang akan

digunakan sebagai bahan dasar berupa kulit jeruk nipis yang berwarna

hijau tua (mentah) sebanyak 5 kg diambil dari Desa Cigedang,

Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

3.5.3 Pembuatan Simplisia Kulit Jeruk Nipis

1) Dilakukan sortasi basah dengan memilah Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) yang masih segar dan memisahkan Jeruk

43
Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dari kotoran dan bahan asing

lainnya seperti tangkai dan daun.

2) Dicuci bersih dibawah air mengalir kemudian ditiriskan.

3) Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) kemudian di kupas

guna memisahkan buah dengan kulitnya.

4) Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) kemudian

dikeringkan di tempat terbuka dan langsung terpapar sinar matahari,

diberi alas berupa kertas putih dan tutup dengan kain hitam agar

cepat menyerap panas.

5) Dilakukan sortasi kering dengan cara pemilihan kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) dari bahan yang rusak serta pengotor

lainnya.

6) Diperhalus kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan

meggunakan blender menjadi serbuk kering, kemudian diayak

dengan ayakan 60 mesh.

7) Hitung berat serbuk kering yang dihasilkan.

3.5.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis

1) Ditimbang serbuk kering kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) sebanyak 800 gram kemudian dimasukan kedalam

maserator.

2) Ditambahkan etanol 70% sebanyak 7.500 ml ke dalam botol

maserasi kemudian ditutup dan diamkan selama 5 hari dan terlindung

dari cahaya sambil diaduk berulang kali.

44
3) Setelah 5 hari, kemudian pisahkan maserat dengan filtrat dengan cara

menyerkai maserat dengan kain flanel agar terpisah dengan

ampasnya. Tampung dalam beaker glass, lalu ukur filtrat dengan

gelas ukur (filtrat 1).

4) Tambahkan etanol 70% sebanyak 500 ml pada ampas tadi

5) Setelah 2 hari kemudian keluarkan maserat dan kemudian saring

dengan menggunakan kain flanel (filtrat 2).

6) Gabungkan filtrat 1 dan filtrat 2, hitung berapa volume maserat yang

diperoleh.

7) Masukan filtrat gabungan pada cawan penguap, uapkan filtrat

tersebut hingga diperoleh ekstrak kental.

8) Hitung rendemen

Rumus perhitungan

Bobot ekstrak yang dibuat


% rendemen = x 100%
Bobot serbuk simplisia yang di ekstraksi

3.5.5 Skrining Fitokimia

1) Uji Flavonoid

Ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) 2 ml

dimasukan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan pada sampel

berupa serbuk magnesium 2 N sebanyak 2 mg dan diberikan 3 tetes

HCl pekat. Sampel dikocok dan diamati perubahan yang terjadi,

terbentuknya warna merah, jingga atau kuning pada larutan

menunjukan adanya flavonoid (Sonja dan Syahril Bardin, 2017).

2) Uji Alkaloid

45
Sebanyak 10 mg kstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) ditambahkan 10 ml HCl 2M dan dipanaskan selama 2

menit sambil diaduk, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat

ditambahkan HCl 5 ml dan reagen wagner (yodium dan kalium

iodida). Terbentuk endapan berwarna kecoklatan di dasar tabung

menunjukan adanya alkaloid (Abdillah et al., 2017).

3) Uji Tanin

Menyiapkan 0.5 g ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle), kemudian ditambahkan etanol 70%, kemudian teteskan

FeCl3 sebanyak 3 tetes, hasil menunjukan warna biru, biru-hijau,

hijau atau biru-hijau menunjukan adanya tanin (Shetty et al., 2016).

4) Uji Saponin

Kedalam 0,5 gram ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) ditambahkan 5 ml aquadest kemudian di

kocok-kocok. Uji positif adanya saponin pada larutan ditandai

dengan terbentuknya busa atau buih (Abdillah et al., 2017).

46
3.5.6 Formulasi dan Pembuatan Sabun Padat Transparan

1) Formulasi Sabun Padat Transparan

Tabel 3.3 Formulasi sediaan basis sabun transparan

Komposisi Fungsi Persyaratan Formulasi (%)


X1 X2 X3 K-
Ekstrak Zat aktif - 10 20 40 -
kulit Jeruk
Nipis
Minyak Pelarut 10-25% 13 13 13 13
kelapa
Asam Pengemulsi 1-20% 5 5 5 5
stearat
NaOH 30% Penetralisir 9-20% 9 9 9 9
asam
Etanol Pelarut 13-20% 13 13 13 13
Gula Penambah 7,5-12% 10 10 10 10
(sukrosa) volume
Gliserin Humektan 8-10% 8 8 8 8
EDTA Pengompleks 0,5-1% 0,5 0,5 0,5 0,5
NaCl Penyeimbang 0,1-0,5% 0,2 0,2 0,2 0,2
bahan
Aquadest Pelarut fase Ad 100% Ad 100 Ad Ad Ad
air 100 100 100
(Novitasari, 2016 Dengan Modifikasi)

2) Penimbangan Bahan Pembuatan Sabun Padat Transparan

Berikut ini adalah tabel penimbangan bahan pembuatan sabun

padat transparan dengan masing-masing berat sabun 15 gram dibuat

dalam setiap konsentrasi sebanyak 20 sabun.

47
Tabel 3.4 Penimbangan bahan pembuatan sabun padat

transparan

Komposisi K- (basis Formula (g)


sabun) X1 X2 X3
Ekstrak kulit 0 30 60 120
Jeruk Nipis
Minyak 39 39 39 39
kelapa
Asam stearat 15 15 15 15
NaOH 30% 27 27 27 27
Etanol 39 39 39 39
Gula 30 30 30 30
(sukrosa)
Gliserin 24 24 24 24
EDTA 1,5 1,5 1,5 1,5
NaCl 0,6 0,6 0,6 0,6
Aquadest 123,9 93,9 63,9 3,9
1 Formulasi = 300 gram

3) Pembuatan Sediaan Sabun Transparan Kulit Jeruk Nipis

Mengacu pada penelitian I Made (2018), proses pembuatan sabun

padat transparan adalah sebagai berikut :

1. Asam stearat dileburkan dalam minyak kelapa pada suhu 60℃-

80℃, hingga lebur.

2. Ditambahkan larutan NaOH 30% pada suhu 60℃-80℃, diaduk

sampai terbentuk massa yang homogen klinis.

3. Tambahkan etanol, gliserin, gula, EDTA, dan NaCl (yang sudah

larut dalam air), diaduk homogen.

48
4. Tambahkan ekstrak etanol kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) pada suhu 60℃-80℃, diaduk sampai terbentuk massa

yang transparan dan homogen.

5. Tambahkan pewangi alami pada suhu 50℃-60℃, diaduk sampai

terbentuk massa yang transparan.

6. Campuran dituangkan dalam cetakan, didiamkan sampai

mengeras kemudian sabun dikeluarkan dari cetakan dan

dilakukan evaluasi.

3.5.7 Evaluasi Sediaan Sabun Transparan Kulit Jeruk Nipis

1) Pemeriksaan organoleptis

Pemeriksaan organoleptis dilakukan dengan menggunakan

panca indera yang meliputi pemeriksaan bentuk, bau dan warna yang

diamati secara visual pada sediaan sabun padat transparan (Elisabeth,

2010).

2) Pemeriksaan pH

Pemeriksaan pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator

dengan cara menimbang sampel sebanyak 1 gram kemudian

dilarutkan dalam 10 ml aquadest kemudian kocok secukupnya. Ukur

pH dengan mencelupkan kertas indikator ke dalam larutan

(Elisabeth, 2010).

49
3) Uji pembentukan busa

Uji pembentukan busa dilakukan dengan cara ditimbang 1

gram sabun lalu dirajang-rajang kemudian dimasukkan ke tabung

reaksi yang berisi 10 ml aquadest, dan dipanaskan sampai sabun larut

lalu di kocok hingga selama 1 menit. Busa yang terbentuk diukur

tingginya menggunakan penggaris (tinggi busa awal) . Tinggi busa

diukur kembali setelah 1 jam (tinggi busa akhir) (Asmarita, 2019).

4) Uji iritasi sabun

Dilakukan pengujian keamanan atau uji iritasi terhadap 4

responden mahasiswa STF YPIB Cirebon untuk melihat adanya

gejala iritasi yang ditimbulkan dari pemakaian sabun dengan cara uji

tempel terbuka (patch test). Uji dilakukan dengan cara sediaan sabun

formulasi X1, X2, X3, dan K- dioleskan pada jari tangan selama 3

hari berturut-turut, pemakaian sabun sebanyak 2 kali setiap (pagi dan

sore). Amati ada tidaknya gejala iritasi yang ditimbulkan pada

masing-masing kulit jari tangan seperti gatal, kemerahan atau

membengkak, dan munculnya bercak ruam.

3.5.8 Uji Stabilitas Sabun

Uji stabilitas sabun padat trasnparan dilakukan dengan metode

dipercepat. Sampel sabun disimpan pada suhu ±0°C, ±25°C dan ±40°C

lalu diamati organoleptis, pH, dan stabilitas busa, selama 4 minggu pada

hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 (L Sulastri, 2016 ).

50
3.5.9 Uji Aktivitas Sabun

Uji aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit dilakukan

terhadap 20 responden atau mahasiswa STF YPIB Cirebon yang

telah memenuhi syarat yaitu berkulit warna native, tidak rentan

mengalami iritasi pada kulit selama 4 minggu, sabun padat

transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

digunakan sebanyak 2 kali sehari (pagi dan sore), untuk pengukuran

tingkat kecerahan kulit menggunakan alat atau indikator pengukuran

tingkat kecerahan kulit (skin tone).

3.6 Sumber Data dan Alat Pengumpulan Data

3.6.1 Sumber Data

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini terbagi dalam dua

bagian yaitu :

1) Sumber Data Pimer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang

diteliti. Dalam hal ini, data yang diperoleh dari hasil penelitian

langsung yang dilakukan di Laboratorium STF YPIB Cirebon

dengan uji aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit. Data yang

disajikan berupa tingkat kecerahan kulit yang terjadi.

51
2) Sumber Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dalam bentuk

data yang sudah jadi, seperti data dalam dokumen dan publikasi.

Adapun sumber data yang diperoleh penulis yaitu data yang

didapatkan dari berbagai macam bahan pustaka dan jurnal penelitian

ilmiah yang berhubungan dengan uji aktivitas sabun padat transparan

ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai

pencerah kulit.

3.6.2 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian uji

aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit adalah dengan

menggunakan tabel.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Analisis data yang berupa tingkat kecerahan kulit responden

setelah pemakaian sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit dilakukan dengan

menggunakan uji Anova satu arah (One Way Anova) menggunakan

aplikasi SPSS Statistic 22.0 for windows secara statistic yang bertujuan

untuk mengetahui aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit.

52
3.7.2 Analisis Data

1) Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu bagian dari uji

persyaratan analisis data atau uji asumsi klasik, artinya sebelum kita

melakukan asumsi yang sesungguhnya, data penelitian tersebut harus

diuji kenormalan distribusinya, uji normalitas bertujuan untuk

menguji apakah data penelitian yang dilakukan memiliki distribusi

normal atau tidak (Hamdi dan Bahrudin, 2014).


k
(fo−fe)2
x2 = ∑
i=1 fe

Keterangan :

x 2= chi kuadrat

F o= Hasil observasi (pengamatan)

F e= estimasi (kesalahan)

Jika nilai Signifikannya < 0,05 maka distribusi data tidak normal.

Jika nilai signifikannya > 0,05 maka distribusi data normal.

(Sarwono, 2008).

2) Uji Homogenitas

Data yang dibandingkan harus bersifat homogenitas maka

diperlukan uji homogenitas.

Variansbesar
F= (ini disebut F hitung)
varians kecil

Ketentuan :

Jika nilai Signifikannya < 0,05 maka distribusi data tidak normal.

53
Jika nilai Signifikannya > 0,05 maka distribusi data normal

(Sarwono, 2008).

3) Uji Kruskal Wallis

Tujuannya : menguji perbedaan bermakna beberapa sampel

dari populasi (>2 populasi) yang tidak berhubungan (independent).

Syarat :

1. Dua sampel harus independent, dan dicuplik secara acak dari

populasi.

2. Data yang diukur minimal ordinal, apabila data rasio dan

interval harusterdistribusi tidak normal.

4) Uji Whitney Test

Menguji perbedaan bermakna 2 sampel independent.

Membandingkan median perigatdari sampel pertama dengan median

peringat sampel 2.

Syarat :

1. Dua sampel harus independent dan dicupikan secara acak dari

populasi.

2. Data yag diukur minimal orrdinal apabila data rasio interval

harus terdistribusi tidak normal.

54
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.7 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas sabun padat

transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai

pencerah kulit, pada konsentrasi berapa sabun memiliki aktivitas paling baik,

serta untuk mengetahui dari sabun tersebut stabil selama penyimpanan pada

suhu dan jangka waktu tertentu. Penelitian dilakukan di Laboratorium Sekolah

Tinggi Farmasi (STF) YPIB Cirebon. Adapun hasil penelitian adalah sebagai

berikut :

4.1.1 Hasil Determinasi

Determinasi tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

dilakukan di Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi (STF) YPIB

Cirebon menggunakan buku Flora Untuk Sekolah Indonesia C.G.G.J.

Van Steins (1978), hasil determinasi menunjukkan bahwa benar

tanaman yang dimaksud adalah tanaman Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) dan bagian yang digunakan adalah kulitnya.

Hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.2 Hasil Pengumpulan Bahan Tanaman Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle)

Kulit Jeruk Nipis yang digunakan pada penelitian ini diambil dari

Desa Cigedang, Kabupaten Kuningan, Jawa barat sebanyak 5 kg.

55
4.1.3 Hasil Pembuatan Simplisia Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle)

Simplisia kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang

dihasilkan adalah 800 gram serbuk yang berasal dari 5 kg.

bobot simplisia basah−bobot simplisiakering


% susut pengeringan= x
Bobot simplisiabasah

100%

5000 gram−800 gram


= x 100%
5000 gram

= 84%

4.1.4 Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle)

Simplisia kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) diekstrasi

dengan menggunakan metode maserasi. Sebanyak 800 gram serbuk

simplisia dimaserat dengan pelarut etanol 70% selama 7 hari, dimana 5

hari dimaserasi dengan 7.500 ml etanol 70%, dan 2 hari dimaserasi

dengan 500 ml etanol 70%. Hasil serkai kulit Jeruk Nipis diperoleh

sebanyak 7000 ml dengan ekstrak kental sebanyak 228,6 gram.

Bobot ekstrak yang dibuat


% rendemen = x 100%
Bobot serbuk simplisia yang di ekstraksi

228,6
= x 100%
800

= 28,5%

56
Adapun pengamatan organoleptis ekstrak etanol kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) yang meliputi bentuk, warna, bau yaitu

sebagai berikut :

 Bentuk : Kental
 Warna : Kuning kecoklatan
 Bau : Khas Jeruk Nipis
4.1.5 Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) menunjukan bahwa kulit Jeruk Nipis positif

mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin. Hasil

skrining fitokimia dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Skrining Fitokimia

Senyawa Hasil Positif Hasil

Flavonoid Terdapat larutan berwarna kuning Positif

Alkaloid Terbentuk endapan berwarna coklat Positif

Tanin Terdapat larutan berwarna hijau Positif

Saponin Terbentuknya busa atau buih Positif

4.1.6 Hasil Pembuatan Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah Kulit

Pembuatan sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit dengan masing-masing

formulasi 300 gram untuk 20 sabun dalam satu sabun beratnya 15

gram dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

57
Tabel 4.2 Penimbangan bahan pembuatan sabun padat transparan

Komposisi K- (basis Formula (g)


sabun) X1 X2 X3
Ekstrak kulit 0 30 60 120
Jeruk Nipis
Minyak 39 39 39 39
kelapa
Asam stearat 15 15 15 15
NaOH 30% 27 27 27 27
Etanol 39 39 39 39
Gula 30 30 30 30
(sukrosa)
Gliserin 24 24 24 24
EDTA 1,5 1,5 1,5 1,5
NaCl 0,6 0,6 0,6 0,6
Aquadest 123,9 93,9 63,9 3,9

4.1.7 Hasil Evaluasi Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah Kulit

Tabel hasil uji evaluasi sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) pada hari pertama setelah

pembuatan sabun dapat dilihat dalam tabel 4.2 sebagai berikut :

58
Tabel 4.3 Hasil Uji Evaluasi Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah
Kulit
Parameter
Formul Uji organoleptik pH Uji Iritasi
a Warna Bau Bentuk Tinggi Busa
X1 Kuning Khas jeruk Padat 9 10 cm Tidak terjadi
transparan iritasi
X2 Kuning Khas jeruk Padat 9 10,5 cm
Tidak terjadi
kecoklatan
iritasi
transparan
X3 Coklat Khas jeruk Padat 9 11 cm Tidak terjadi
transparan iritasi
K (-) Putih khas vanilla Padat 9 10 cm Tidak terjadi
transparan iritasi

Keterangan :
X1 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 10%
X2 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 20%
X3 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 40%
K (-): basis sabun tanpa kandungan ekstrak (kontrol negatif)
Persyaratan :
pH = 8-11 (Lachman, 2008).
Tinggi busa = 13 – 220 mm (Asmarita, 2019).
4.1.8 Hasil Uji Stabilitas Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah Kulit

Tabel hasil uji stabilitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan metode dipercepat pada

penyimpanan suhu ±0°C, ±25°C dan ±40°C selama 4 minggu pada

hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28 dapat dilihat dalam tabel 4.3 sebagai berikut

59
Tabel 4.4 Hasil Uji Stabilitas Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah
Kulit
1) Suhu 0℃

Uji Organoleptis Tinggi


Formulasi Hari pH
Bau Warna Bentuk busa (cm)
7 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 10
14 Khas jeruk Kuning transparan Padat 10 10,5
X1
21 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 11
28 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 10
7 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
14 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 10,5
transparan
X2
21 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
28 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
7 Khas jeruk Coklat transparan Padat 8 13
14 Khas jeruk Coklat transparan Padat 9 11,5
X3
21 Khas jeruk Coklat transparan Padat 10 12
28 Khas jeruk Coklat transparan Padat 9 12
7 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 9
14 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 10
K-
21 Khas vanilla Putih transparan Padat 8 10
28 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 9,5

60
2) Suhu 25℃

Uji Organoleptis Tinggi


Formulasi Hari pH
Bau Warna Bentuk busa (cm)
7 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 10
14 Khas jeruk Kuning transparan Padat 10 10,5
X1
21 Khas jeruk Kuning transparan Padat 10 11
28 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 11
7 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 8 10
transparan
14 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 10
transparan
X2
21 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
28 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
7 Khas jeruk Coklat transparan Padat 9 11
14 Khas jeruk Coklat transparan Padat 9 11,5
X3
21 Khas jeruk Coklat transparan Padat 10 13
28 Khas jeruk Coklat transparan Padat 10 13
7 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 9,5
14 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 10
K-
21 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 10
28 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 9,5

3) Suhu 40℃
61
Uji Organoleptis Tinggi
Formulasi Hari pH
Bau Warna Bentuk busa (cm)
7 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 10
14 Khas jeruk Kuning transparan Padat 10 10,5
X1
21 Khas jeruk Kuning transparan Padat 10 11
28 Khas jeruk Kuning transparan Padat 9 11
7 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 8 10
transparan
14 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 10
transparan
X2
21 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
28 Khas jeruk Kuning kecoklatan Padat 9 11
transparan
7 Khas jeruk Coklat transparan Padat 9 11
14 Khas jeruk Coklat transparan Padat 9 11,5
X3
21 Khas jeruk Coklat transparan Padat 10 13
28 Khas jeruk Coklat transparan Padat 10 13
7 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 9,5
14 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 10
K-
21 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 10
28 Khas vanilla Putih transparan Padat 9 9,5

Keterangan :

62
X1 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 10%
X2 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 20%
X3 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 40%
K (-): basis sabun tanpa kandungan ekstrak (kontrol negatif)
Persyaratan :
pH = 8-11 (Lachman, 2008).
Tinggi busa = 13 – 220 mm (Asmarita, 2019).
4.1.9 Hasil Uji Aktivitas Sabun Padat Transparan Ekstrak Kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah Kulit

Tabel hasil uji aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit dapat dilihat

pada tabel 4.4 sebagai berikut :

Tabel 4.5 Hasil Uji aktivitas Sabun Padat Transparan ekstrak kulit
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah
kulit
Kenaikan tingkat keputihan kulit minggu ke

R X1 X2 X3 K (-) K(+)

0 i i i i 0 i i i i 0 i i i i 0 i ii iii iv 0 i i i i
i i v i i v i i v i i v
i i i i
A 10 9 8 6 6 10 9 6 4 3 10 9 8 6 5 10 10 10 10 10 10 6 4 3 2

B 10 9 9 8 8 10 9 8 6 5 10 9 9 8 7 10 10 10 10 10 10 6 4 4 3

C 10 9 8 7 7 10 9 7 5 4 10 9 8 7 6 10 10 10 10 10 10 7 6 5 3

D 10 9 8 8 7 10 9 7 6 4 10 9 8 6 5 10 10 10 10 10 10 7 4 3 2

E 10 8 8 7 7 10 8 6 4 3 10 8 8 7 6 10 10 10 10 10 10 7 6 4 2

63
F 10 9 7 7 6 10 7 6 4 3 10 7 7 5 4 10 10 10 10 10 10 6 5 4 3

G 10 9 9 8 8 10 9 8 6 5 10 9 8 8 6 10 10 10 10 10 10 8 7 6 4

H 10 9 8 8 6 10 8 6 4 2 10 8 7 5 4 10 10 10 10 10 10 8 6 5 4

I 10 9 9 8 8 10 9 7 7 6 10 9 8 8 7 10 10 10 10 10 10 9 7 6 5

J 10 9 7 6 5 10 7 4 4 2 10 8 7 5 3 10 10 10 10 10 10 7 4 3 2

K 10 9 9 8 8 10 9 8 6 5 10 9 9 8 7 10 10 10 10 10 10 6 4 4 3

L 10 9 9 8 8 10 9 8 6 5 10 9 8 8 6 10 10 10 10 10 10 8 7 6 4

M 10 9 7 6 5 10 7 4 4 2 10 8 7 5 3 10 10 10 10 10 10 7 4 3 2

N 10 9 8 6 6 10 9 6 4 3 10 9 8 6 5 10 10 10 10 10 10 6 4 3 2

O 10 8 8 7 7 10 8 6 4 3 10 8 8 7 6 10 10 10 10 10 10 7 6 4 2

P 10 9 8 7 7 10 9 7 5 4 10 9 8 7 6 10 10 10 10 10 10 7 6 5 3

Q 10 9 8 8 6 10 8 6 4 2 10 8 7 5 4 10 10 10 10 10 10 8 6 5 4

R 10 9 8 8 7 10 9 7 6 4 10 9 8 6 5 10 10 10 10 10 10 7 4 3 2

S 10 9 7 7 6 10 7 6 4 3 10 7 7 5 4 10 10 10 10 10 10 6 5 4 3

T 10 9 9 8 8 10 9 7 7 6 10 9 8 8 7 10 10 10 10 10 10 9 7 6 5

Keterangan :
X1 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 10%
X2 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 20%
X3 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) konsentrasi 40%
K (-) : basis sabun tanpa kandungan ekstrak (kontrol negatif)
K (+) : papaya whitening soap (kontrol positif)

64
Gambar 4.1 Skala Alat Pengukur Tingkat Kecerahan Kulit

Keterangan :
1. Putih 7. Coklat sedang
2. Putih gading 8. Coklat gelap
3. Kuning langsat 9. Exotic
4. Krem 10. Native
5. Coklat muda 11. Dark
6. Coklat muda

Tabel 4.6 Rekapitulasi rata-rata pengaruh sabun terhadapa tingkat

kecerahan kulit tiap minggunya

Rata-rata pengaruh sabun terhadapa tingkat


keputihan kulit tiap minggunya
Formulasi 0 1 2 3 4

Konsentrasi 10% 10 8,9 8,1 7,3 6,85

Konsentrasi 20% 10 8,4 6,5 5 3,7

Konsentrasi 40% 10 8,5 7,8 6,5 5,3

Kontrol negatif 10 10 10 10 10

Kontrol positif 10 7,1 5,3 3,95 3

65
R a t a - Ra t a P en g a ru h S a b u n Terh a d a p Ti n g k a t K ecera h a n
K u l i t Ti a p Mi n g g u n y a

12

10
Rata-rata pengaruh

Konsentrasi 10%
8 Konsentrasi 20%
sabun

Konsentrasi 40%
6
Kontrol negatif
4 Kontrol fositif

0
Mi n g g u k e 0 Mi n g g u k e 1 Mi n g g u k e 2 Mi n g g u k e 3 Mi n g g u k e 4

Grafik 4.1 Rata-rata pengaruh sabun terhadapa tingkat kecerahan kulit


tiap minggunya
Keterangan : semakin menurun grafik semakin menunjukan tingkat kecerahan
kulit paling baik sesuai range pada skala alat pengukur tingkat
kecerahan kulit (skintone).
4.8 Analisis Data

4.2.1 Uji Normalitas

Langkah awal untuk melakukan uji ANOVA satu arah yaitu

dilakukan uji normalitas. Data dikatakan normal jika nilai (Sig) > 0,05.

Nilai 0,05 (5%) didapat dari nilai probabilitas keyakinan untuk analisa

data. Tujuan dilakukannya uji normalitas yaitu untuk mengetahui

apakah data yang didapatkan dari penelitian berdistribusi normal atau

tidak.

66
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Kontrol Kontrol


1 (10%) 2 (20%) 3 (40%) Negatif Positif

N 20 20 20 20 20
Normal Parameters a,b
Mean 8.220 6.720 7.620 10.00 5.840
Std.
.4720 .8063 .7135 .000d .8426
Deviation
Most Extreme Absolute .190 .162 .189 .169
Differences Positive .117 .154 .175 .169
Negative -.190 -.162 -.189 -.116
Test Statistic .190 .162 .189 .169
Asymp. Sig. (2-tailed) .056 c
.175 c
.060 c
.137c

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Berdasarkan hasil perhitungan statistika uji normalitas diperoleh

sebagai berikut : Konsentrasi X1 10% (0,056 > 0,05), konsentrasi X2

20% (0,175 > 0,05), konsentrasi X3 40% (0,060 > 0,05), dan kontrol

positif (0,137 > 0,05) yaitu data yang diperoleh berdistribusi normal.

Sedangkan kontrol negatif (0,000 < 0,05) yaitu data yang diperoleh

berdistribusi tidak normal.

4.2.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas juga diperlukan sebelum melakukan uji ANOVA

satu arah. Data dikatakan homogen jika nilai (Sig) > 0,05. Tujuan

dilakukannya uji homogenitas yaitu untuk mengetahui apakah data

yang didapatkan homogen atau tidak.

67
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Hasil

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.639 4 265 .165

Perhitungan uji homogenitas diperoleh nilai ( sig ) 0,165 > 0,05

artinya data yang diperoleh homogen.

4.2.3 Uji Kruskal-Wallis Test

Uji Kruskall-Wallis ditujukan untuk mengetahui ada tidaknya

efektivitas dari sampel yang telah diuji sebagaimana tertera pada tabel

di bawah ini.

Tabel 4.9 Hasil Uji Kruskal-Wallis Test


Test Statisticsa,b

Hasil tiap
konsentrasi

Chi-Square 80.576
df 4
Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test


b. Grouping Variable:
Konsentrasi

Berdasarkan hasil dari perhitungan uji Kruskal-Wallis pada

tabel 4.8 diatas, dapat dilihat nilai sig < 0,05 yaitu (0,000 < 0,05)

berarti data yang diperoleh signifikan, maka H0 ditolak dan H1

diterima artinya sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas terhadap tingkat

kecerahan kulit.

68
4.2.4 Uji Mann Withney Test

Hipotesis pada Uji Mann Whitney antara lain:

H0 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) tidak memiliki aktivitas terhadap tingkat

kecerahan kulit.

H1 : sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas terhadap tingkat

kecerahan kulit.

Analisis aktivitas sabun padat transparan kulit Jeruk Nipis pada

konsentrasi tertentu dapat dilihat menggunakan uji di bawah ini:

1) Perbandingan konsentrasi X1 (10%) dengan kontrol positif

Tabel 4.10 Uji Mann Whitney Konsentrasi 10%


Ranks

Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks

Konsentrasi 1 (10%) Konsentrasi 1 (10%) 100 125.86 12586.00

Kontrol Positif 100 75.14 7514.00


Total 200

Test Statisticsa

Konsentrasi 1
(10%)

Mann-Whitney U 2464.000
Wilcoxon W 7514.000
Z -6.260
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Grouping Variable: Konsentrasi

69
Berdasarkan hasil tes statitik dalam uji Mann-Whitney diperoleh

nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan konsentrasi 10% (X1) yaitu

0,000 yang kemudian dibandingkan dengan nilai probilitas 0,05

ternyata nilai probilitas lebih kecil dari nilai probilitas sig atau (0,000 <

0,05), maka dapat diartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya

terdapat perbedaan yang signifikan antara X1 dengan kontrol positif.

2) Perbandingan konsentrasi X2 (20%) dengan kontrol positif

Tabel 4.11 Uji Mann Whitney Konsentrasi 20%


Ranks

Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks

Konsentrasi 2 (20%) Konsentrasi 2 (20%) 100 109.02 10902.00

Kontrol Positif
100 91.98 9198.00

Total 200

Test Statisticsa

Konsentrasi 2
(20%)

Mann-Whitney U 4148.000
Wilcoxon W 9198.000
Z -2.104
Asymp. Sig. (2-tailed) .035

a. Grouping Variable: Konsentrasi

Berdasarkan hasil tes statitik dalam uji Mann-Whitney

diperoleh nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sabun padat transparan

ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan

konsentrasi 20% (X2) yaitu 0,035 yang kemudian dibandingkan

dengan nilai probilitas 0,05 ternyata nilai probilitas lebih kecil dari

70
nilai probilitas sig atau (0,035 < 0,05), maka dapat diartikan bahwa

H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat perbedaan yang

signifikan antara X2 dengan kontrol positif.

3) Perbandingan konsentrasi X3 (40%) dengan kontrol positif

Tabel 4.12 Uji Mann Whitney Konsentrasi 40%


Ranks

Konsentrasi N Mean Rank Sum of Ranks

Konsentrasi 3 (40%) Konsentrasi 3 (40%) 100 119.72 11972.00

Kontrol Positif 100 81.28 8128.00

Total 200

Test Statisticsa

Konsentrasi 3
(40%)

Mann-Whitney U 3078.000
Wilcoxon W 8128.000
Z -4.741
Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Grouping Variable: Konsentrasi

Berdasarkan hasil tes statitik dalam uji Mann-Whitney diperoleh

nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk

Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan konsentrasi 40% (X3) yaitu

0,000 yang kemudian dibandingkan dengan nilai probilitas 0,05

ternyata nilai probilitas lebih kecil dari nilai probilitas sig atau (0,000 <

0,05), maka dapat diartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya

terdapat perbedaan yang signifikan antara X3 dengan kontrol positif.

71
4.9 Pembahasan

Penelitian dengan judul Uji Aktivitas Sabun Padat Transparan Ekstrak

Kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) Sebagai Pencerah Kulit yang

dilakukan di Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon bertujuan untuk

mengetahui aktivitas sebagai pencerah kulit, dan dalam konsentrasi berapa

sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

memiliki aktivitas yang paling baik sebagai pencerah kulit, serta untuk

mengetahui apakah sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) memenuhi persyaratan dan stabil selama uji stabilitas

dengan metode dipercepat.

Pada tahap awal untuk melakukan penelitian ini, dilakukan determinasi

tanaman di Laboratorium Sekolah Tinggi Farmasi (STF) YPIB Cirebon untuk

memastikan kebenaran dari tanaman Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle). Determinasi dilakukan dengan cara mengidentifikasi morfologi

tanaman menggunakan buku Flora Untuk Sekolah Indonesia C.G.G.J. Van

Steins (1978). Hasil dari determinasi tanaman adalah tanaman yang

digunakan dalam penelitian ini memang benar tanaman Jeruk Nipis yang

memiliki nama latin (Citrus aurantifolia Swingle).

Pengumpulan kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang

digunakan sebagai bahan penelitian sebanyak 5 kg kulit yang berwarna hijau

tua yang diperoleh dari Desa Cigedang, Kabupaten Kuningan, Jawa barat.

Berdasarkan penelitian (Khasanah, 2014) kulit Jeruk Nipis tua memang lebih

banyak mengandung antioksidan. Selain itu kulit Jeruk Nipis memiliki

72
banyak kandungan zat kimia diantara lain yaitu asam sitrat, senyawa

flavonoid, asam amino (triptofan, lisin), vitamin C, dan minyak atsiri yang

baik untuk kulit manusia.

Pembuatan simplisia kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

bertujuan untuk menguji pengaruh suhu pengeringan simplisia terhadap kadar

aktif golongan flavonoid yang terdapat dalam kulit Jeruk Nipis yang diduga

berperan penting dalam efek pencerah kulit (Karadi et al, 2006). Sebanyak 5

kg di lakukan pengeringan kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

hingga benar-benar kering selama 7 hari yang bertujuan untuk menurunkan

kandungan air dalam suatu simplisia dan untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama

(Hernani dan Nurdjanah, 2009). Setelah kering kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) dihaluskan menggunakan blender untuk mempermudah

proses ekstraksi dan di dapatkan serbuk kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) sebanyak 800 gram dan dihasilkan susut pengeringan 84% dengan

kadar air 16%. Menurut literatur, kadar air dalam ekstrak tidak boleh melebihi

10%. Hal ini bertujuan untuk menghindari cepatnya pertumbuhan jamur

dalam ekstrak (Soertarno dan Soediro, 1997). Dilihat dari pembuatan

simplisia kulit Jeruk Nipis dengan kadar air 16% tidak memenuhi syarat dari

kadar yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti

pengeringan yang kurang maksimal.

Ekstraksi merupakan kegiatan untuk mengambil senyawa tertentu di

suatu tanaman menggunakan suatu pelarut. Ekstraksi yang dilakukan

73
menggunakan etanol 70%. Karena etanol 70% adalah pelarut universal yang

dapat menyari senyawa polar. Dalam pembuatan ekstrak etanol kulit Jeruk

Nipis disini menggunakan metode maserasi. Maserasi merupakan cara

penyarian yang sederhana dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan

terlindung dari cahaya. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan pelarut

setelah dilakukan penyarian maserasi pertama, dan seterusnya. Remaserasi ini

bertujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari sisa zat kimia yang

masih tertinggal pada saat maserasi dengan cairan penyari pertama (Hamdani,

2014).

Ekstrak yang diperoleh dari maserasi kulit Jeruk Nipis 8000 ml dan

setelah di uapkan diperoleh ekstrak kental 228,6 gram dengan ciri ekstrak

berbentuk cairan kental, berwarna kuning kecoklatan, dan bau khas Jeruk

Nipis. Hasil rendemen kulit Jeruk Nipis 28,5%. Menurut literatur (Farmakope

Herbal Indonesia, 2008) rendemen berkisar 18,46 - 31,47%. Hasil yang tinggi

ini menunjukan bahwa senyawa-senyawa kimia yang dapat tersari dalam

ekstrak juga cukup besar. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya senyawa

kimia yang ada dalam simplisia. Adapun hasil rendemen dapat dipengaruhi

oleh faktor mutu ekstrak seperti faktor biologi tanaman kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) dan faktor kimia seperti faktor internal yaitu

kandungan dari senyawa kimia secara kualitatif ataupun kuantitatif dan faktor

eksternal yaitu metode ekstraksi, jumlah dan jenis pelarut yang digunakan

dalam ekstraksi.

74
Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui atau menganalisis

keberadaan zat aktif pada ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle). Hasil skrining menunjukan bahwa ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) mengandung senyawaflavonoid, alkaloid, tanin, dan

saponin. Dari senyawa tersebut, flavonoid merupakan ekstrak yang dapat

menetapkan potensi tabir suryanya, karena senyawa flavonoid mampu

menyerap sinar UV-A atau UV-B yang dapat menyebabkan efek buruk

terhadap kulit (Qisty, 2009).

Pembuatan sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) merupakan salah satu inovasi sabun yang menjadikan

sabun lebih menarik. Dengan konsentrasi X1 (10%), X2 (20%), X3 (40%)

sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

menggunakan bahan tambahan seperti minyak kelapa dan etanol digunakan

sebagai pelarut, asam stearat digunakan sebagai pengemulsi, NaOH 30%

digunakan sebagai penetralisir asam, sukrosa digunakan untuk penambah

volume, gliserin sebagai humektan, EDTA sebagai pengompleks, dan NaCl

untuk penyeimbang bahan pada sabun (Novitasari,2016). Jumlah sabun yang

di hasilkan dari masing-masing konsentrasi sebanyak 20 sabun.

Uji evaluasi sediaan adalah suatu proses mengidentifikasi dan

menentukan kualitas dari sediaan itu sendiri apakah memenuhi syarat atau

tidak (Elisabeth, 2010). Uji evaluasi organoleptis dilakukan untuk melihat

tampilan sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis, pengamatan dilihat

dari warna, bau, dan bentuk dari sabun padat transparan. Uji evaluasi

75
organoleptis pada penelitian kali ini menunjukan bahwa ekstrak kulit Jeruk

Nipis berpengaruh terhadap warna dan tingkat transparansi sabun padat

transparan karena semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka hasil

warnanya juga semakin pekat. Selain itu yang mempengaruhi tingkat

transparansi pada sabun adalah karena adanya gula (sukrosa) dan etanol pada

formula sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis yang masing-masing

memiliki fungsi yaitu gula (sukrosa) selain berfungsi sebagai humektan, gula

juga berperan sebagai pembentuk transparansi pada sabun padat transparan

(weller, 2010) dan etanol selain berfungsi sebagai pelarut, dapat juga

berfungsi sebagai pembentuk transparansi pada sabun (Hambali, 2005).

Uji evaluasi pH sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis

(Citrus aurantifolia Swingle) menggunakan alat pH indikator didapatkan

hasil sebagai berikut, pada (tabel 4.3) dapat dilihat bahwa pH sabun adalah 9,

itu menandakan sabun mempunyai pH yang basa. Menurut Febriyenti (2014)

sabun dengan pH yang cukup basa bila digunakan akan meningkatkan pH

kulit, tetapi kulit memiliki kemampuaan untuk mengembalikan pH kulit

seperti semula setelah dibilas dengan jangka waktu 15-30 menit. Efek buffer

ini disebabkan kandungan asam amino yang terdapat pada komponen kulit.

Peningkatan pH sabun yang terjadi tiap konsentrasi disebabkan karena

penambahan ekstrak kulit Jeruk Nipis, menurut penelitian Zusfahair, dkk,

(2014), dimana kulit Jeruk Nipis memiliki pH antara 2-3. Menurut penelitian

Febriyenti, dkk, 2014, pH sabun padat transparan yang beredar dipasaran

berkisar 9,45 - 9,59 dan persyaratan pH sabun padat yang dipersyaratkan SNI

76
3532-2016 yaitu berkisar 8-11, sehingga berdasarkan hasil pengukuran pH,

semua formula sabun transparan memenuhi persyaratan standar mutu sabun

SNI 3532-2016.

Uji evaluasi pembentukan busa merupakan salah satu parameter yang

paling penting dalam menentukan mutu produk-produk kosmetik terutama

sabun. Tujuan pengujian tinggi busa untuk melihat daya busa dari sabun

padat transparan. Busa yang stabil dalam waktu yang diinginkan dapat

membantu membersihkan tubuh. Karakterisktik busa sabun dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu adanya bahan surfaktan, penstabil busa dan bahan-

bahan penyusun sabun padat transparan lainnya. Berdasarkan hasil uji tinggi

busa sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) dapat dilihat pada (tabel 4.3) dimana tinggi busa yang terbentuk tiap

konsentrasinya berkisaran 6-7 cm, persyaratannya menurut SNI adalah 13-

220 mm, yaitu memenuhi standar tinggi busa sabun padat transparan serta

aman digunakan.

Uji evaluasi iritasi dilakukan dengan tujuan melihat ada tidaknya efek

samping yang muncul pada kulit pada saat penggunaan sabun padat

transparan seperti gatal, kemerahan atau membengkak, dan munculnya

bercak ruam. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan

bahwa tidak ada gejala timbul seperti kemerahan, gatal-gatal dan kulit kasar.

Hal ini disebabkan oleh pH sediaan sabun padat transparan ekstrak kulit

Jeruk Nipis sesuai persyaratan pH sabun padat yang dipersyaratkan SNI

3532-2016 yaitu berkisar 8-11, sehingga aman untuk digunakan.

77
Uji stabilitas adalah proses menentukan kemampuan suatu produk

untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang

dimilikinya pada saat dibuat dalam batasan yang ditetapkan sepanjang

periode penyimpanan dan penggunaan (Farah, Imala Sari, 2016). Uji

stabilitas menggunakan metode dipercepat, sampel sabun disimpan pada suhu

±0°C, ±25°C dan ±40°C lalu diamati organoleptis, pH, dan stabilitas busa,

selama 4 minggu. Terlihat dari (table 4.4) hasil menunjukan stabil dan tidak

ditemukan perubahan yang signifikan pada sabun padat transparan ekstrak

kulit Jeruk Nipis selama uji stabilitas.

Uji aktivitas bertujuan untuk mengetahui sabun padat transparan

ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas

sebagai pencerah kulit, menggunakan 20 responden dari Mahasiswa STF

YPIB Cirebon yang telah memenuhi syarat yaitu berkulit warna native, tidak

rentan mengalami iritasi pada kulit. Dari setiap responden menggunakan 5

sabun padat transparan, yaitu sabun padat transparan konsentrasi 10%, 20%,

40%, kontrol negatif (sabun tanpa ekstrak kulit Jeruk Nipis), dan kontrol

positif (sabun Pepaya whitening soap). Sabun digunakan pada masing-masing

jari tangan tiap responden dimana jari jempol untuk sabun kontrol negatif, jari

telunjuk untuk sabun kontrol positif, jari tengah untuk sabun konsentrasi

10%, jari manis untuk sabun konsentrasi 20%, dan jari kelingking untuk

sabun konsentrasi 40%. Uji aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit

Jeruk Nipis dilakukan selama 28 hari atau selama 4 minggu. Uji aktivitas

sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

78
sebagai pencerah kulit dilakukan setiap harinya sebanyak 2x sehari pagi dan

sore hari dan tiap minggu penggunaannya dilakukan pengukuran warna kulit

kembali untuk melihat tingkat perubahan warna kulit yang terjadi.

Pengukuran warna kulit responden menggunakan alat atau indikator

pengukuran tingkat kecerahan kulit (skin tone).

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa kontrol negatif (sabun

padat transparan tanpa ekstrak) memiliki tingkat kecerahan dengan rata-rata

10% bisa dikatakan tidak mengalami perubahan selama penggunaan,

sedangkan X1 (sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis 10%)

memiliki tingkat kecerahan dengan rata-rata 8,23%, X2 (sabun padat

transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis 20%) memiliki tingkat kecerahan dengan

rata-rata 6,72%, X3 (sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis 40%)

memiliki tingkat kecerahan dengan rata-rata 7,62%, dan kontrol positif

(papaya whitening soap) memiliki tingkat kecerahan dengan rata-rata 5,87%.

Kecerahan terlihat mulai dari 2 minggu pemakaian, dimana terjadi 1-2

peningkatan warna kulit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa X2 memiliki

aktivitas sebagai pencerah kulit. Tingkat aktivitas uji sabun padat transparan

ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit

yang diujikan kepada 20 responden ini harus didukung dengan peralatan yang

memadai seperti alat pengukur tingkat kecerahan kulit menggunakan alat

yang benar-benar memiliki standar tersendiri, karna itu akan lebih efektif dari

pada menggunakan kertas ukur tingkat kecerahan kulit seperti Skin tone.

Dalam penggunaan kertas pengukur tinggkat kecerahan kulit ini dinyatakan

79
kurang efektiv karena pengamatannya dilakukan secara visual (mata) dapat

dipengaruhi oleh persepsi dan interpretasi subjektif yang sulit diukur. Hal ini

karena ada seperti berbagai macam cara untuk mengekspresikan warna atau

perbedaannya sangat sulit, terlepas dari kemampuan mata manusia untuk

mengenali hingga jutaan warna, kita tidak dapat menjelaskan dengan tepat

persepsi warna kita tanpa sarana yang memadai. Oleh karena itu, dibutuhkan

kuantifikasi/pengukuran yang objektif.

Uji statistik yang digunakan adalah uji one way Anova yang dianalisis

menggunakan SPSS 22.0 for windows. Berdasarkan data hasil uji normalitas

diperoleh nilai (sig) > 0.05 pada konsentrasi 10%, 20%, 40% dan kontrol

positif yang berarti data dari uji aktivitas sabun padat transparan ekstrak kulit

Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang berdistribusi normal. Tetapi

untuk kontrol negatif diperoleh nilai (sig) < 0,05 yang berdistribusi tidak

normal. Kemudian dilakukan homogeneity test untuk melihat homogenitas

data.

Berdasarkan data hasil uji homogenitas diatas, didapat nilai siginifikan

> 0.05 dengan perolehan nilai signifikan yaitu 0,165, dimana 0,165 > 0.05,

Berarti data yang diperoleh homogen. Kemudian setelah data berdistribusi

homogen dilanjutkan dengan Uji Kruskal-Wallis.

Berdasarkan hasil dari perhitungan uji Kruskal-Wallis pada diatas,

dapat dilihat nilai sig < 0,05 yaitu (0,000 < 0,05) berarti data yang diperoleh

signifikan, maka Ho ditolak dan H1 diterima artinya sabun padat transparan

80
ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas

sebagai pencerah kulit.

Berdasarkan hasil dari uji statistik Mann-Whitney diatas, dapat

dilihat konsentrasi 10% (X1) dengan kontrol positif memiliki nilai probilitas

lebih kecil dari nilai probilitas sig atau (0,000 < 0,05), maka dapat diartikan

bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan

antara X1 dengan kontrol positif. Untuk konsentrasi 20% (X2) dengan

kontrol positif memiliki nilai probilitas lebih kecil dari nilai probilitas sig atau

(0,035 < 0,05), maka dapat diartikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima

artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara X2 dengan kontrol positif.

Untuk konsentrasi 40% (X3) dengan kontrol positif memiliki nilai probilitas

lebih kecil dari nilai probilitas sig atau (0,000 < 0,05), maka dapat diartikan

bahwa H0 ditolak dan H1 diterima artinya terdapat perbedaan yang signifikan

antara X3 dengan kontrol positif. Maka dapat disimpulkan X1, X2, X3

memiliki aktivitas sebagai pencerah kulit tidak sebanding dengan kontrol

positif.

81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian Uji aktivitas sabun padat transparan

ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit

yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) memiliki aktivitas sebagai pencerah kulit.

2) Sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) konsentrasi X1 (10%), X2 (20%), X3 (40%) menununjukan

aktivitas sebagai pencerah kulit tetapi tidak sebanding dengan kontrol

positif.

3) Sabun padat transparan ekstrak kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) sebagai pencerah kulit memenuhi persyaratan dan stabil selama

penyimpanan uji stabilitas dipercepat selama 4 minggu pada suhu ±00C,

±250C, ±400C.

82
5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian Uji aktivitas sabun padat transparan ekstrak

kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit, penulis

ingin menyarankan :

1) Untuk penelitian selanjutnya sediaan dapat dibuat dalam yang berbeda

seperti sabun cair, lunak, batang, dll.

2) Melakukan penelitian lebih lanjut tentang sabun padat transparan ekstrak

kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit

dengan menggunakan formulasi basis sabun yang berbeda.

3) Melakukan penelitian lebih lanjut tentang sabun padat transparan ekstrak

kulit Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) sebagai pencerah kulit

menggunakan alat pengukur tingkat pencerah kulit yang lebih efektiv

seperti yang digunakan oleh dokter kecantikan contohnya Whiteness

Meter Amtast (WTM-6).

83

Anda mungkin juga menyukai