PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan kulit merupakan salah satu hal penting yang harus
diperhatikan. Kesehatan kulit perlu dijaga karena pada kulit terdapat banyak
kotoran dan bakteri yang menempel (Zendrato, 2018). Kulit kering karena
paparan sinar UV merupakan masalah yang banyak dijumpai pada
masyarakat (Hastati dan Kurniawan, 2017). Kulit yang terpapar sinar UV
berlebihan akan memberikan efek negatif pada kulit. Sinar UV bersifat
oksidatif karena dapat menghasilkan suatu senyawa radikal bebas. Radikal
bebas dapat dicegah dengan antioksidan (Sari, Riyanta, Wibawa, 2017).
Salah satu cara menjaga dan membersihkan kulit yaitu dengan
menggunakan sabun. Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan
asam lemak dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat,
lunak atau cair, berbusa yang digunakan sebagai pembersih, dengan
menambahkan bahan pewangi dan bahan lain yang tidak membahayakan
kesehatan (SNI 06-3532-1994). Jenis sabun yang dikenal pada umumnya
yaitu sabun cair dan sabun padat (Ratih, 2016).
Sabun cair mempunyai kelebihan yaitu lebih higienis dalam
penyimpanannya dan lebih praktis dibawa kemana-mana (Perdana dan
Hakim, 2010). Sabun padat memiliki harga yang lebih murah dibandingkan
dengan sabun cair, tetapi sabun padat memiliki kekurangan yaitu ketika sabun
telah dibuka dari kemasan memungkinkan bakteri lebih mudah untuk
berkembang dan penyimpanan sabun padat biasanya tergenang di dalam
wadah penyimpanan yang mengakibatkan sabun terkontaminasi bakteri
(Lestari, 2014). Sabun padat memiliki kekurangan dapat memungkinkan
penularan bakteri sehingga penggunaan sabun cair lebih banyak digunakan
daripada sabun padat.
1
2
Bahan dasar pembuatan sabun yaitu natrium atau kalium dengan asam
lemak (SNI 06-3532-1994). Minyak merupakan salah satu bahan baku utama
dalam proses pembuatan sabun. Minyak yang digunakan dalam pembuatan
sabun yaitu minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dan minyak zaitun
(olive oil). Minyak kelapa mengandung tokoferol yang berfungsi sebagai
antioksidan alami (Syah, 2005:17). Minyak kelapa dapat melembutkan,
melembabkan, dan mencegah kerusakan kulit akibat radiasi sinar ultraviolet
(Suryana, 2013:37). Pada minyak zaitun terdapat kandungan asam oleat yang
tinggi yang sangat bermanfaat bagi kulit. Penggunaan minyak zaitun pada
sediaan sabun baik untuk masalah kulit kering, karena minyak zaitun dapat
membantu mengangkat sel kulit mati dan dapat melembabkan kulit
(Widyasanti dan Rohani, 2017).
Sabun yang beredar dipasaran masih banyak yang menggunakan bahan
sintetik sebagai bahan aktifnya, sedangkan produk sabun mandi berbasis
bahan alam masih jarang ditemukan dipasaran. Bahan aktif sintetik yang
terdapat pada sabun bisa menimbulkan iritasi pada konsumen yang
mempunyai kulit sensitif (Ulia, Nirmala, Bahar, 2014:13). Bahan aktif
sintetik yang berbahaya bagi kulit diantaranya Sodium Lauryl Sulfate (SLS)
dan triclosan yang hampir terdapat pada semua sabun mandi yang beredar di
pasaran (Fitriyanawati, 2018). Untuk mengurangi penggunaan bahan aktif
sintetik dapat menggunakan bahan alam seperti lidah buaya, madu, pepaya
(Adiwibowo, 2020) dan juga kulit pisang (Nurbaiti, 2008).
Provinsi Lampung terkenal dengan kawasan sentra industri keripik
pisang dan olahan makanan lain dari pisang yang merupakan oleh-oleh
makanan khas Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2018
total produksi pisang di Provinsi Lampung yaitu sebanyak 1.438.559 ton per
tahun. Salah satu pisang yang banyak digunakan yaitu pisang kepok (Musa
paradisiaca L.). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rusdania dan
Syauqy (2015) mengenai kandungan pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
diperoleh hasil yaitu pada 100 gram pisang kepok terdapat kandungan
karbohidrat, protein, lemak, inulin dan antioksidan.
3
Pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang diolah menjadi aneka olahan
makanan menghasilkan limbah berupa kulit pisang kepok. Limbah kulit
pisang kepok pada umumnya hanya dibuang atau diberikan untuk makan
hewan ternak. Kulit pisang kepok mengandung karbohidrat, mineral seperti
kalium dan natrium, serta selulosa (Atun dkk, 2007). Pada penelitian Hasma
dan Winda (2019) tentang skrining fitokimia kulit pisang kepok diperoleh
hasil yaitu pada kulit pisang kepok terdapat kandungan fitokimia berupa
alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin.
Kandungan flavonoid dan senyawa fenolik merupakan senyawa bioaktif
yang berguna sebagai antioksidan (Atun dkk, 2007). Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sari, Riyanta, Wibawa (2017) tentang
aktivitas antioksidan kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yaitu ekstrak
kulit pisang kepok dengan konsentrasi 6% memiliki rata-rata presentasi
antioksidan sebesar 73,529%. Penelitian tersebut membuktikan ekstrak kulit
pisang kepok memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat yang berperan
penting dalam mencegah radikal bebas.
Limbah kulit pisang kepok yang kurang dimanfaatkan dan adanya
kandungan yang terdapat pada kulit pisang kepok tersebut akan berguna
apabila dijadikan bahan aktif dalam pembuatan sabun mandi cair. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari, Riyanta, Wibawa (2017)
tentang formulasi sediaan sabun kulit pisang kepok diperoleh hasil bahwa
kulit pisang kepok dengan konsentrasi 6% merupakan konsentrasi yang
paling baik. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan “Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok
(Musa paradisiaca L.)”.
B. Rumusan Masalah
Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) mengandung senyawa
flavonoid yang dapat berguna sebagai antioksidan. Penelitian sebelumnya
membuktikan bahwa ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
memberikan efek antioksidan. Sabun cair merupakan salah satu inovasi
produk kosmetik yang membuat sabun menjadi lebih menarik dan dapat
melembabkan kulit. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah peneliti
4
ingin memanfaatkan ekstrak kulit pisang kepok dalam pembuatan sabun cair
dan melakukan evaluasi mutu sediaan sabun cair ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.).
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan formula sediaan sabun cair dengan variasi
konsentrasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) 0%, 3%, 5%,
6% dan melakukan evaluasi sediaan berdasarkan SNI-06-4085-1996.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui sifat organoleptik (warna, aroma dan bentuk) sabun cair
ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
b. Mengetahui besar pH sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.)
c. Mengetahui besar alkali bebas pada sabun cair ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
d. Mengetahui bobot jenis sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.)
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah dan mengaplikasikan keilmuan peneliti selama melakukan
perkuliahan di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
khususnya bidang ilmu farmasetika.
2. Bagi Akademik
Menambah pustaka dan informasi bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang Jurusan Farmasi yang berkaitan dengan formulasi sediaan
sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
3. Bagi Masyarakat
Memberi informasi kepada masyarakat tentang kulit pisang kepok yang
dapat dijadikan sediaan sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.)
5
A. Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika (UU No. 36/09 I:1(4)). Sediaan farmasi dan alat kesehatan (alkes)
yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan
dan kemanfaatan (PP RI No.72/1998:II:2).
1. Kosmetika
Definisi kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1176
Tahun 2010, tentang Izin Produksi Kosmetika, kosmetika adalah bahan atau
sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik (Permenkes RI No.1176/2010:VIII : 1
(1)).
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah
untuk menjaga kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up,
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan
rambut dari kerusakan sinar ultraviolet,polusi dan faktor lingkungan yang
lain, mencegah penuaan, dan secara umum, kosmetika membantu seseorang
lebih menikmati dan menghargai hidup (T Mitsui 1997, dalam Tranggono dan
Latifah, 2007: 7).
Menurut sifat dan cara pembuatannya, kosmetik dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu kosmetik modern dan kosmetik tradisional. Kosmetik
modern dibuat dari bahan-bahan kimia, yang komposisi dan takarannya
diketahui dengan pasti dan diolah secara ilmiah dan menggunakan alat-alat
modern. Sedangkan kosmetik tradisional dibuat dari bahan-bahan alam dan
diolah menurut resep dengan cara yang turun-temurun.
7
8
B. Sabun
Sabun adalah campuran garam natrium dengan asam stearat, palmiat,
dan oleat yang berisi sedikit komponen asam miristat dan laurat. Sabun
merupakan kosmetik pembersih paling tua yang ada di dunia. Sabun memiliki
daya pembersih yang kuat terutama dalam air yang lunak (murni) dan kurang
berbahaya bagi kulit dibandingkan surfaktan yang lain. Tetapi sabun dapat
juga menimbulkan iritasi dan alergi pada kulit akibat efek dari sejumlah daya
kerjanya (Tranggono dan latifah, 2007:56).
Sabun mandi cair merupakan sediaan kosmetik pembersih kulit
berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun ataupun deterjen dengan
penambahan bahan lain yang diijinkan, digunakan untuk mandi tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun mandi cair dibagi menjadi dua
berdasarkan bahan dasarnya, yaitu sabun mandi cair dengan bahan dasar
deterjen dan sabun mandi cair dengan bahan dasar sabun (Dewan Standarisasi
Nasional, 1996:1). Sabun cair lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan
dengan sabun padat, karena penggunaannya lebih praktis, efisien, tidak
mudah terkontaminasi bakteri, mudah dibawa dan mudah untuk disimpan
(Agusta, 2016 dalam Imtiyas, 2019:6).
Pada umumnya metode pembuatan sabun dapat dibagi menjadi 2,
yaitu reaksi penyabunan (saponifikasi) dan reaksi netralisasi. Prinsip dari
reaksi saponifikasi yaitu dengan tersabunkannya asam lemak dengan alkali,
dengan cara minyak dan lemak direaksikan dengan alkali dan menghasilkan
sabun dan gliserol. Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi antara
9
asam lemak langsung dengan alkali. Minyak dan lemak dipecah menjadi asam
lemak dan gliserol sebelumnya, kemudian asam lemak dinetralkan dengan
reaksi alkali yang menghasilkan sabun (Mitsui, 1997 dalam Ningsih, 2019:24-
25).
Contoh reaksi penyabunan oleh asam oleat dan KOH :
Kotoran tersebut lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air.
(Cavith, 2001 dalam Sari, Wrasiati dan Suhendra, 2018:298).
2. Formulasi sediaan sabun cair
Beberapa formula dari sediaan sabun cair diantaranya adalah sebagai berikut:
Formula I:
Formulasi sabun cair, dalam Ningsih, (2019: 47)
Minyak Zaitun 20%
KOH 10% 20%
Na-CMC 2%
Sodium Lauril Sulfat 2%
Asam Stearat 2%
Propilenglikol 5%
BHT 0,02%
Pengaroma Rose 1 ml
Aquadest ad 50 ml
Formula II
Formulasi sabun cair, dalam Yamlean dan Bodhi, (2017:79)
Minyak Zaitun 15 ml
KOH 8 ml
CMC 0,5g
SLS 0,5g
Asam Stearate 0,25g
BHA 0,5g
Pengaroma 1 ml
Aquades ad 50 ml
Formula III
Formulasi sabun cair, dalam Dimpudus, Yamelan dan Yudistira, (2017:211)
Minyak Zaitun 15 ml
KOH 8 ml
CMC 0,5g
SLS 0,5g
Asam Stearat 0,25g
11
BHA 0,5g
Pengaroma 1ml
Aquades ad 50 ml
Formula IV
Formulasi sabun cair, dalam Hutauruk, Yamlean, dan Wiyono (2020:75)
Minyak Zaitun 15 ml
KOH 8 ml
CMC 0,5 g
SLS 0,5 g
Asam Stearate 0,25 g
BHA 0,5 g
Aquades 100 ml
Formula V
Formulasi sabun cair, dalam Widyasanti, Winaya dan Rosalinda, (2019:132).
Minyak Kelapa 75 g
(KOH) 30% 52,5 g
Gliserin 10,25 g
Propilen Glikol 22,5 g
Aquadest 134,29 g
Coco-DEA 5,46 g
a. Bahan dasar pembuatan sabun cair antiseptik :
1) Minyak Kelapa Murni (Oleum Cocos Purum ) atau Virgin Coconut Oil
(VCO)
Minyak kelapa murni adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan
cara penyulingan bertingkat. Diperoleh dari endosperma Cocos nucifera yang
telah dikeringkan. Terdiri dari campuran trigliserida yang mengandung asam
lemak jenuh dengan rantai atom karbon pendek dan sedang, terutama asam
oktanoat dan asam dekanoat.
Pemerian : Cairan jernih; kuning pucat; tidak berbau atau berbau lemah; rasa
khas, memadat pada suhu 0°C dan mempunyai kekentalan rendah
walaupun berada pada suhu mendekati suhu beku.
12
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam etanol (95%) P,
dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Kegunaan : Melembabkan kulit, pembentuk sabun jika bereaksi dengan
senyawa alkali atau senyawa yang bersifat basa, dan sebagai
surfaktan (Depkes RI, 1979:456).
Bilangan penyabunan pada VCO yaitu 250-260 mg-KOH/gram (Badan
Standarisasi Nasional, 2008).
2) Olive Oil atau Minyak Zaitun
Pemerian : Minyak berwarna kuning pucat atau kuning kehijauan terang; bau
dan rasa khas lemah dengan rasa ikutan agak pedas.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol; bercampur dengan eter, degan
kloroform dan dengan karbon disulfide.
Kegunaan : Pembentuk sabun jika bereaksi dengan senyawa alkali. (DepKes
RI, 2020: 1183)
Bilangan penyabunan pada Olive oil yaitu 190 dan 195 (DepKes RI, 1995).
3) Kalium Hidroksida (KOH)
Pemerian : Massa berbentuk batang; pellet atau bongkahan; putih; sangat
mudah meleleh basah.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, dalam 3 bagian etanol (95%)P, sangat
mudah larut dalam etanol mutlak P mendidih.
Kegunaan : Pembentuk sabun jika bereaksi dengan asam lemak (Depkes RI,
1979: 689).
4) Gliserin atau Glycerin
Pemerian : Cairan jernih seperti sirop; tidak berwarna; rasa manis, hanya
boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak); Higroskopik;
larutan netral terhadap lakmus. .
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak
menguap.
Kegunaan : Humektan, zat tambahkan (Depkes RI, 2020: 681)
13
5) Propilenglikol (Prophylenglycolum)
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berwarna; rasa khas;
praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial;
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Kegunaan : zat tambahan, pelarut, humektan (Depkes RI, 2020:1446)
6) Aquadest (Air Suling)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai
rasa.
Kegunaan : pelarut (Depkes RI, 1979:96).
7) Coco-DEA
Cocamide-DEA merupakan cairan kental yang diproduksi dari minyak
kelapa. Cocamide-DEA merupakan zat yang dapat menurunkan tegangan
permukaan atau surfaktan.
Pemerian : Dapat larut dalam sebagian air dan sebagian minyak.
Kegunaan : Surfaktan dan penstabil busa (Wade dan Waller,1994 dalam
Qisti, 2009).
b. Prosedur Pembuatan Sabun cair:
Proses pembuatan menggunakan metode hot process. Minyak kelapa
dipanaskan. Selanjutnya masukkan larutan KOH dan diaduk hingga homogen.
Selanjutnya melakukan clarity test dan mengamati warna dari hasil pasta
sabun. Kemudian memasukkan aquadest, gliserin dan PEG. Selanjutnya
menurunkan suhu dan memasukkan Coco-DEA. Tahap terakhir
pengkondisian penyimpanan sabun mandi cair selama 24 jam (Widyasanti,
Winaya dan Rosalinda, 2019:132).
14
terhadap produk secara langsung dan uap yang dikibaskan ke hidung (untuk
minyak atsiri atau esens).
3) Perabaan
Indera peraba merupakan indera yang paling luas, karena terdapat
pada hampir semua permukaan tubuh seperti rongga mulut, bibir, dan tangan
lebih peka terhadap sentuhan. Untuk menilai tekstur suatu produk dapat
dilakukan dengan menggosok-gosokan jari ke sediaan yang sedang diuji
diantara kedua jari.
b. pH
Sediaan kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH
fisiologis kulit, yaitu di kisaran 4,5 sampai 6,5. Kosmetik tersebut disebut
dengan kosmetik “pH balanced”. Semakin asam atau semakin alkalis bahan
yang kontak dengan kulit, maka semakin sulit untuk kulit menetralisirnya.
Kulit dapat menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, dan mudah terkena infeksi
(Tranggono dan Latifah, 2007:21).
Pada syarat mutu sabun mandi cair, untuk uji pH pada suhu 25°C yaitu
antara 8 - 11. Pengukuran pH menggunakan pH meter. Prosedur kerjanya
dengan mengkalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH, kalibrasi dilakukan
setiap saat akan melakukan pengukuran. Selanjutnya celupkan elektroda yang
telah dibersihkan dengan aquadest ke dalam sampel sabun yang diperiksa
(direndam dalam air es) pada suhu 25°C. Kemudian catat dan baca nilai pH
pada skala pH meter (Depkes RI, 1996:3).
c. Uji alkali bebas
Kadar alkali bebas yang tertera pada syarat mutu sediaan sabun mandi
cair maksimalnya adalah 0,1. Prinsip ujinya adalah dengan meniter alkali
bebas dalam contoh atau sampel dengan larutan baku asam. (Depkes RI,
1996:2-3). Tujuan dilakukannya uji alkali bebas adalah untuk melihat jumlah
basa yang tidak terikat oleh asam lemak (Dimpudus, Yamlean, dan Yudistira,
2017:212).
16
reaksi atau gelas ukur yang berisi 10 ml aquadest, kemudian tutup dan
dikocok konstan selama 20 detik, lalu tinggi busa diukur dan dicatat
(Yamlean dan Bodhi, 2017:79).
Genus : Ocimum
Spesies : Ocimum x africanum Lour.
(Cronquist, A. 1981).
D. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan bagian-bagian dari tanaman atau dari
bahan-bahan lain yang berasal dari bagian inaktif dengan menggunakan
pelarut selektif sesuai dengan prosedurnya. Ekstraksi dapat berupa dari solid
menjadi liquid, liquid menjadi liquid dan juga ekstraksi asam basa. Pelarut
yang biasa digunakan dapat berupa metanol, etanol, dll (Sukhdev dkk., 2008
dalam Beksono, 2014:6).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM dan Depkes RI, 2000:5).
21
Metode ekstraksi:
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia
yang telah dipotong-potong kemudian dihaluskan atau berupa serbuk kasar
yang disatukan dengan bahan pengekstraksi. Kemudian disimpan di tempat
yang terlindung dari cahaya matahari dan diaduk kembali. Lamanya maserasi
berbeda-beda. Dalam farmakope disebutkan 4-10 hari. Menurut pengalaman,
5 hari telah memadai untuk memungkinkan berlangsungnya proses yang
menjadi dasar dari cara melarutnya bahan kandungan simplisia. Lalu cairan
maserasi dari cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan atau sampai
mencapai kadar dan jumlah yang diinginkan. Kemudian, hasil ekstraksi
disimpan dalam kondisi dingin selama beberapa hari, lalu cairannya dituang
dan disaring (Voigh, 1994 dalam Ningsih, 2019:13).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara
terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali
bahan.
2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
22
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98°C) selama waktu tertentu (15-30 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (~30°C) dan
temperatur sampai titik didih air. (Ditjen POM dan Depkes RI, 2000:10-11).
23
E. Kerangka Teori
Kosmetik
F. Kerangka Konsep
G. Definisi Operasional
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan yaitu secara eksperimental.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan perlakuan atau intervensi kepada
subjek penelitian kemudian melakukan observasi. Penelitian ini dilakukan
dengan membuat formulasi dan melakukan evaluasi mutu sediaan sabun cair
yang meliputi uji organoleptik, uji pH, uji alkali bebas dan uji bobot jenis
pada sabun cair yang mengandung ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.).
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah formulasi sediaan sabun cair ekstrak kulit
pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang dibuat dalam 4 variasi yaitu 0%,
3%, 5% dan 6%.
23
24
2. Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang
kepok (Musa paradisiaca L.), etanol, VCO, minyak zaitun, KOH, gliserin,
propilenglikol, Cocamide DEA, aquades, pH buffer powder 4,01 dan 6,86,
HCl 0,1 N, Na2B4O7, indikator phenolphthalein, indikator methyl orange,
aseton dan dietileter.
Tabel 3.1 Formula sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
Formula
Komponen Kegunaan
0% 3% 5% 6%
Ekstrak Kulit Pisang Zat Aktif 0 1,8 gr 3 gr 3,6 gr
Kepok (Musa
paradisiaca L.)
VCO Basis minyak 7,05 mL 7,05 mL 7,05 mL 7,05 mL
Minyak Zaitun Basis minyak 16 mL 16 mL 16 mL 16 mL
dan emolien
KOH Pembentuk 4,99 gr 4,99 gr 4,99 gr 4,99 gr
sabun
Aquades Pelarut 7,485 mL 7,485 mL 7,485 mL 7,485 mL
Gliserin Humektan 9,4 mL 9,4 mL 9,4 mL 9,4 mL
Propilenglikol Humektan 3,5 mL 3,5 mL 3,5 mL 3,5 mL
(melembutkan)
Coco-DEA Penstabil busa 0,818 gr 0,818 gr 0,818 gr 0,818 gr
dan surfaktan
26
Keterangan:
F0: Formula sabun cair tanpa ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca
L.)
F1: Formula sabun cair dengan konsentrasi 3% ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
F2: Formula sabun cair dengan konsentrasi 5% ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
F3: Formula sabun cair dengan konsentrasi 6% ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
a. Penimbangan Bahan
1) Ditimbang ekstrak kulit pisang kepok untuk masing-masing formula di
dalam cawan porselen dengan neraca analitik.
2) Diambil VCO sebanyak 7,05 mL dengan gelas ukur.
3) Diambil minyak zaitun sebanyak 16 mL dengan menggunakan gelas
ukur.
4) Ditimbang KOH sebanyak 4,99 gram dengan menggunakan cawan
porselen.
5) Diambil aquades sebanyak 7,485 mL dengan gelas ukur.
6) Diambil gliserin sebanyak 9,4 mL dengan gelas ukur.
7) Diambil propilenglikol sebanyak 3,5 mL dengan gelas ukur.
8) Ditimbang Coco-DEA sebanyak 0,818 gram dengan cawan porselen
menggunakan neraca analitik.
9) Diambil aquades diluting untuk masing-masing formula.
c. Pengulangan
Sabun cair dibuat dengan 4 konsentrasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.) yaitu 0%, 3%, 5% dan 6%. Persamaan bukanlah merupakan
patokan baku karena jumlah ulangan (r) dalam suatu percobaan dipengaruhi
oleh tiga hal yaitu derajat ketelitian, keragaman bahan, alat, media, dan
lingkungan percobaan, serta biaya penelitian yang tersedia. Secara umum
dapat dikemukakan bahwa jumlah r (ulangan) dapat dibuat sekecil mungkin.
Atas dasar hal ini, umumnya jumlah ulangan r=3 (tiga) di rumah kaca atau
laboratorium dianggap dapat mewakili ketiga hal di atas (Hanafiah, 1993:7).
Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti melakukan pengulangan sebanyak
tiga kali.
28
2. Uji pH
Nilai pH diukur dengan pH meter dengan persyaratan pH yaitu 8-11.
Bahan:
a. Sabun cair
b. Larutan buffer pH 4,01 dan pH 6,86
Peralatan:
a. pH meter
b. Gelas beaker
c. Batang pengaduk
Prosedur:
a. Dikalibrasi pH meter dengan larutan buffer, lakukan setiap akan
melakukan pengukuran
b. Dicelupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam
sampel
c. Dicatat dan baca nilai pH pada skala pH meter yang ditunjukkan jarum
skala (SNI 06-4085-1996:2-3)
Peralatan:
a. Erlenmeyer
b. Hot plate
c. Pendingin tegak
d. Buret
30
Prosedur:
a. Ditimbang 5 gram contoh uji, dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL
b. Ditambahkan 100 mL etanol 96% netral, dan ditambahkan beberapa tetes
indikator phenolphthalein
c. Dipanaskan diatas penangas air dengan pendingin tegak selama 30 menit
mendidih
d. Bila larutan berwarna merah kemudian titrasi dengan larutan HCl 0,1 N
hingga warna merah tepat hilang
e. Dihitung kadar alkali bebas
Keterangan:
V : volume HCl yang digunakan untuk titrasi
N : normalitas HCl
W : bobot contoh
0,0561 : bobot setara KOH
Prosedur
a. Bersihkan piknometer dengan membilas dengan aseton kemudian dengan
dietil eter.
b. Dikeringkan piknometer dan timbang.
c. Masukkan contoh ke dalam piknometer sampai diatas garis tera.
d. Tutup, kemudian dimasukkan piknometer ke dalam rendaman air es
sampai suhu 25 °C. Permukaan air es harus lebih tinggi daripada
31
Perhitungan
Bobot jenis 25 °C =
Keterangan:
W : bobot contoh
W1 : bobot air
a. Editing
Pada tahap editing dilakukan pengecekan kembali data yang telah
diperoleh dari hasil pengamatan. Pengecekan dilakukan terhadap semua
lembar pengujian yang meliputi organoleptik, pH, alkali bebas dan
bobot jenis dengan memeriksa kelengkapan data untuk diproses lebih
lanjut.
b. Coding
Setelah semua data diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean yaitu
mengubah kalimat atau huruf menjadi dua angka atau bilangan untuk
memudahkan dalam melakukan analisis.
c. Entrying
Data-data yang sudah dilakukan editing dan coding selanjutnya
dimasukkan ke dalam aplikasi pengolahan angka dan kata untuk
dianalisis. Data dimasukkan ke komputer pengolah tabel dan data
kemudian disesuaikan dengan kode yang sudah dimasukkan untuk
masing-masing uji seperti organoleptik, pH, alkali bebas dan bobot
jenis kemudian dianalisis untuk mendapatkan persentase.
d. Tabulasi
Hasil data yang telah diperoleh dibuat dalam bentuk tabel untuk
mempermudah menganalisis dan disajikan dalam bentuk grafik agar
lebih mudah dalam pemahaman.
2. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat
yaitu analisis yang dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis ini menampilkan hasil nilai berupa nilai rata-rata dari masing-masing
variabel untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabel. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan semua variabel
yaitu pH, alkali bebas dan bobot jenis yang akan dibandingkan dengan
literatur. Untuk variabel organoleptik ditampilkan dalam bentuk tabel.
45
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo, M.T. 2020. Aditif Sabun Mandi Berbahan Alami: Antimikroba Dan
Antioksidan. Jurnal Integrasi Proses Vol 9. Hal 31-32.
Andriani, D., Lusia, M. 2018. Penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Etanol
Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) dengan spektrofotometri UV VIS.
Jurnal Prodi S-1 Farmasi STIKES Nasional Surakarta. Surakarta. Hal. 35.
Anief, M. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal. 168-169.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2017. Kriteria Dan Tata Cara Penarikan
Dan Pemusnahan Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.
Bidilah, S.A., Rumape, O., Mohamad, Erni. 2017. Optimasi Waktu Pengadukan
Dan Volume KOH Sabun Cair Berbahan Dasar Minyak Jelantah. Fak.
Matematika dan IPA-Universitas Negeri Gorontalo.
Chasani, M., Widyaningsih, S., Ningsih D.R. 2018. Aplikasi Teknik Pembuatan
Sabun Cuci Piring Cair Guna Meningkatkan Ketrampilan Ibu Rumah
Tangga Di Desa Padamara, Purbalingga. Prosiding Seminar Nasional dan
Call for Papers. Purwokerto. 2018.
Daud, N.S., Musdalipah., Ibrahim, M.H. 2016. Formulasi Sabun Padat Herbal
Ekstrak Daun Ketepeng Cina. Jurnal Laboratorium Farmasetika dan
Teknologi Akademi Farmasi Bina Husada Kendari. Sulawesi Tenggara.
Hal. 16.
Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Hal. 57-
58, 96, 456.
46
Hambali, E., Tatit, K.B., Ani, S., Giri, A.K. 2005. Aplikasi Dietanolamida dari
Asam Laurat Minyak Inti Sawit pada Pembuatan Sabun Transparan.
Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal
51.
Hanafiah, K.A. 1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. Hal.6-7.
Hasibuan, R., Adventi, F., Parsaulian, R.R. 2019. Pengaruh Suhu Reaksi,
Kecepatan Pengadukan dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Sabun Padat
Dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera L.). Jurnal Teknik Kimia USU
Vol.8.
Hasma dan Winda. 2019. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit
Pisang Kepok (Musa Paradisiaca L) Dengan Metode KLT. Jurnal
Kesehatan Manarang. Hal. 128.
Hastati, W.I. dan Kurniawan, T.D. 2017. Mutu Fisik Lotion Ekstrak Kulit Pisang
Kepok Kuning (Musa paradisiaca Linn.) Dengan Variasi Konsentrasi
Trietanolamin. Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.
Mescher, A.L. 2016. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York. Hal.
371.
Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Hal.3,
13, 14, 15.
Ningrum, N.P., Kusuma, M.A.I. 2013. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Dan
Abu Kulit Buah Kapuk Randu (Soda Qie) Sebagai Bahan Pembuatan
Sabun Mandi Organik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri Vol.2 Tahun 2013. Hal.279.
Nurbaiti. 2018. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Dari Kulit Pisang Kepok
(Musa Normalis L.). Karya Tulis Ilmiah Fakultas Farmasi Dan Kesehatan
Institut Kesehatan Helvetia.
Perdana, F.K dan Hakim, P. 2010. Pembuatan Sabun Cair Dari Minyak Jarak
Dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q. Jurnal
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Ratih, H.K. 2016. Pembuatan Sabun Padat Dari Minyak Sawit, Kelapa Dan
Zaitun Serta Pengaruh Penambahan Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.)
Sebagai Antioksidan. Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Teknik Kimia
Palembang.
48
Rustanti, E.M. 2018. Potensi Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca L.)
Sebagai Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es Krim. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Saraswati, F.N. 2015. Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit
Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana) Terhadap Bakteri Penyebab
Jerawat (Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
Propionibacterium acne). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Sari R., Riyanta, A.B., Wibawa, S.A. 2017. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Padat
Antioksidan Ekstrak Maserasi Kulit Buah Pisang Kepok (Musa normalis
L). Jurnal Para Pemikir Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 hal.151.
Sari, R dan Ferdinan. 2017. Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair dari
Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya. Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Setyaningsih, D., Apriyantono, A., Sari, M.P. 2010. Analisis Sensori Untuk
Industri Pangan dan Agro. Bogor:IPB Press (online). Hal.7-11.
Suarsa, W. 2018. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau
dari Kinetika Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana.
Suryana, D. 2013. Cara Membuat Sabun. Jakarta: PT. AgroMedika Pustaka. Hal
37.
Suyanti dan Supriyadi. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan, Dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya:Jakarta. Hal 23 dan 24.
Syah, A.N.A. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit.
Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka. Hal 17.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.
242 dan 249.
Ulia, H., Nirmala, D., Bahar, I. 2014. Pengaruh Kadar Minyak Atsiri Kencur dan
Temulawak terhadap Aktifitas Antibakteri dalam Sabun Padat. Seminar
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Universitas Jenderal
Achmad Yani. Hal. 13.
Widyasanti, A., Rahayu, A., Zain, S. 2017. Pembuatan Sabun Cair Berbasis
Virgin Coconut Oil (Vco) Dengan Penambahan Minyak Melati (Jasminum
Sambac) Sebagai Essential Oil. Jurnal Teknotan Vol. 11. Hal. 2-9.
Wijana, S., Soemarjo., Titik, H. 2009. Studi Pembuatan Sabun Mandi Cair dari
Daur Ulang Minyak Goreng Bekas (Kajian Pengaruh Lama Pengadukan
dan Rasio Air:Sabun Terhadap Kualitas. Fakultas Teknologi Pertanian-
Universitas Brawijaya. Malang. Hal. 57.
50
Zendrato, A. 2018. Formulasi Sediaan Sabun Cair Dari Sari Umbi Wortel
(Daucus Carota L.). Karya Tulis Ilmiah Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Sriwijaya.
LAMPIRAN
52
Formula sabun cair menurut Widyasanti, Rahayu, Zain, 2017 yang dimodifikasi:
F2 (5%) = = 3 gram
Propilenglikol =
Coco-DEA =
53
1. VCO
Angka Penyabunan = 248 mg KOH/gr – 269 mg KOH/gr
Massa KOH = (248 mg KOH/gr–269 mg KOH/gr) x 7,5 gr
= 1860 mg–1987 mg = 1,86 gr - 1,987 gr
2. Minyak Zaitun
Angka Penyabunan = 184 mg KOH/gr – 190 mg KOH/gr
Massa KOH = (184 mg KOH/gr–190 mg KOH/gr) x 17,5 gr
= 3220 mg–3430 mg = 3,22 gr – 3,43 gr
2. Minyak Zaitun
Bobot minyak zaitun = 17,5 gram
Bobot jenis = 0,910 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 0,910 gr/mL x 17,5 gram = 16 mL
54
3. Gliserin
Bobot gliserin = 7,485 gram
Bobot jenis = 1,255 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 1,255 gr/mL x 7,485 gram = 9,4 mL
4. Propilenglikol
Bobot VCO = 3,372 gram
Bobot jenis = 1,035 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 1,025 gr/mL x 3,372 gram = 3,5 mL
5. Aquades
Bobot VCO = 7,485 gram
Bobot jenis = 1 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 1 gr/mL x 7,485 gram = 7,485 mL
55
Jawab : N1=
N1 =
N1 = 12,06 N
V1 N1 = V2 N2
V1 12,06 = 500 0,1
V1 =
V1 = 4,14 mL
(Jadi, HCl (P) yang dibutuhkan untuk membuat larutan HCl 0,1 N dalam
alkohol 500 mL yaitu sebanyak 4,14 mL)
Jawab :N =
0,1 =
gr = 0,955 gram
100 gr = 50
gr =
gr = 0,5 gram
(Jadi, p phenolphthalein yang dibutuhkan untuk membuat larutan
phenolphthalein 1% 50 mL yaitu sebanyak 0,5 gram)
100 gr = 50
gr =
gr = 0,5 gram
Persiapan Bahan
Persiapan alat
Ampas Maserat 1
Maserat 2
Maserat 1 +
Maserat 2
Ekstrak Kental
60
VCO +
Aquades + KOH + Gliserin Minyak Zaitun
Dicampur pada
suhu 75 °C, diaduk
hingga terbentuk
pasta sabun
+ Propilenglikol
Clarity Test
Basis Sabun
Pengujian pH Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)
Formula pH Rata-rata
Sabun
1 8,8
2 9,2 9,06
F0
3 9,2
1 8,6
2 8,3 8,4
F1
3 8,3
1 8,1
2 8,0 8,1
F2
3 8,2
1 8,1
2 8,0 8,06
F3
3 8,1
63
Pengujian Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa
paradisiaca L.)
Bobot jenis =
Formula
W (g) W1 (g) Bobot Jenis
Sabun
1 50,865 49,51 1,02
F0 2 50,32 49,29 1,02
3 50,405 49,46 1,02
1 51,055 49,355 1,03
F1 2 51,33 49,44 1,04
3 51,225 49,255 1,04
1 51,915 49,355 1,05
F2 2 51,715 49,48 1,05
3 51,815 49,48 1,05
1 51,705 49,335 1,05
F3 2 51,665 49,16 1,05
3 51,74 49,395 1,05
64
Pengujian Kadar Alkali Bebas Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok
(Musa paradisiaca L.)
N HCl =
N HCl = 0,077 N
N HCl =
N HCl = 0,08 N
65
Kadar Alkali
Formula V (mL) N W (mg)
Bebas (%)
1 2,2 0,077 5,002 0,18
F0 2 2,1 0,077 5,095 0,17
3 1,9 0,077 5,012 0,16
1 1,7 0,077 5,030 0,14
F1 2 1,8 0,077 5,009 0,15
3 1,8 0,077 5,07 0,15
1 1,4 0,077 5,018 0,12
F2 2 1,5 0,077 5,059 0,13
3 1,4 0,077 5,052 0,12
1 1,5 0,08 5,024 0,13
F3 2 1,4 0,08 5,018 0,12
3 1,4 0,08 5,003 0,12
66
A. Pembuatan Simplisia
Pencucian Perajangan
Penghalusan
67
B. Ekstraksi Simplisia
Penimbangan
serbuk simplisia Penambahan pelarut
Perendaman Pengadukan
Penyaringan Maserat
68
Ekstrak kental
C. Uji Flavonoid
Pemanasan larutan
Menimbang ekstrak
ekstrak
69
Mengaduk campuran
Menambahkan larutan minyak dan KOH hingga
KOH + gliserin ke dalam terbentuk pasta sabun
minyak
71
F3 (3) F3 (2) F3 (1) F2 (3) F2 (2) F2 (1) F1 (3)_F2 (2) F1 (1) F0 (3) F0 (2) F0 (1)
Sedian Sabun
72
2. Uji pH