Anda di halaman 1dari 86

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan kulit merupakan salah satu hal penting yang harus
diperhatikan. Kesehatan kulit perlu dijaga karena pada kulit terdapat banyak
kotoran dan bakteri yang menempel (Zendrato, 2018). Kulit kering karena
paparan sinar UV merupakan masalah yang banyak dijumpai pada
masyarakat (Hastati dan Kurniawan, 2017). Kulit yang terpapar sinar UV
berlebihan akan memberikan efek negatif pada kulit. Sinar UV bersifat
oksidatif karena dapat menghasilkan suatu senyawa radikal bebas. Radikal
bebas dapat dicegah dengan antioksidan (Sari, Riyanta, Wibawa, 2017).
Salah satu cara menjaga dan membersihkan kulit yaitu dengan
menggunakan sabun. Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan
asam lemak dari minyak nabati dan atau lemak hewani berbentuk padat,
lunak atau cair, berbusa yang digunakan sebagai pembersih, dengan
menambahkan bahan pewangi dan bahan lain yang tidak membahayakan
kesehatan (SNI 06-3532-1994). Jenis sabun yang dikenal pada umumnya
yaitu sabun cair dan sabun padat (Ratih, 2016).
Sabun cair mempunyai kelebihan yaitu lebih higienis dalam
penyimpanannya dan lebih praktis dibawa kemana-mana (Perdana dan
Hakim, 2010). Sabun padat memiliki harga yang lebih murah dibandingkan
dengan sabun cair, tetapi sabun padat memiliki kekurangan yaitu ketika sabun
telah dibuka dari kemasan memungkinkan bakteri lebih mudah untuk
berkembang dan penyimpanan sabun padat biasanya tergenang di dalam
wadah penyimpanan yang mengakibatkan sabun terkontaminasi bakteri
(Lestari, 2014). Sabun padat memiliki kekurangan dapat memungkinkan
penularan bakteri sehingga penggunaan sabun cair lebih banyak digunakan
daripada sabun padat.

1
2

Bahan dasar pembuatan sabun yaitu natrium atau kalium dengan asam
lemak (SNI 06-3532-1994). Minyak merupakan salah satu bahan baku utama
dalam proses pembuatan sabun. Minyak yang digunakan dalam pembuatan
sabun yaitu minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dan minyak zaitun
(olive oil). Minyak kelapa mengandung tokoferol yang berfungsi sebagai
antioksidan alami (Syah, 2005:17). Minyak kelapa dapat melembutkan,
melembabkan, dan mencegah kerusakan kulit akibat radiasi sinar ultraviolet
(Suryana, 2013:37). Pada minyak zaitun terdapat kandungan asam oleat yang
tinggi yang sangat bermanfaat bagi kulit. Penggunaan minyak zaitun pada
sediaan sabun baik untuk masalah kulit kering, karena minyak zaitun dapat
membantu mengangkat sel kulit mati dan dapat melembabkan kulit
(Widyasanti dan Rohani, 2017).
Sabun yang beredar dipasaran masih banyak yang menggunakan bahan
sintetik sebagai bahan aktifnya, sedangkan produk sabun mandi berbasis
bahan alam masih jarang ditemukan dipasaran. Bahan aktif sintetik yang
terdapat pada sabun bisa menimbulkan iritasi pada konsumen yang
mempunyai kulit sensitif (Ulia, Nirmala, Bahar, 2014:13). Bahan aktif
sintetik yang berbahaya bagi kulit diantaranya Sodium Lauryl Sulfate (SLS)
dan triclosan yang hampir terdapat pada semua sabun mandi yang beredar di
pasaran (Fitriyanawati, 2018). Untuk mengurangi penggunaan bahan aktif
sintetik dapat menggunakan bahan alam seperti lidah buaya, madu, pepaya
(Adiwibowo, 2020) dan juga kulit pisang (Nurbaiti, 2008).
Provinsi Lampung terkenal dengan kawasan sentra industri keripik
pisang dan olahan makanan lain dari pisang yang merupakan oleh-oleh
makanan khas Lampung. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2018
total produksi pisang di Provinsi Lampung yaitu sebanyak 1.438.559 ton per
tahun. Salah satu pisang yang banyak digunakan yaitu pisang kepok (Musa
paradisiaca L.). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rusdania dan
Syauqy (2015) mengenai kandungan pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
diperoleh hasil yaitu pada 100 gram pisang kepok terdapat kandungan
karbohidrat, protein, lemak, inulin dan antioksidan.
3

Pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang diolah menjadi aneka olahan
makanan menghasilkan limbah berupa kulit pisang kepok. Limbah kulit
pisang kepok pada umumnya hanya dibuang atau diberikan untuk makan
hewan ternak. Kulit pisang kepok mengandung karbohidrat, mineral seperti
kalium dan natrium, serta selulosa (Atun dkk, 2007). Pada penelitian Hasma
dan Winda (2019) tentang skrining fitokimia kulit pisang kepok diperoleh
hasil yaitu pada kulit pisang kepok terdapat kandungan fitokimia berupa
alkaloid, saponin, flavonoid, dan tanin.
Kandungan flavonoid dan senyawa fenolik merupakan senyawa bioaktif
yang berguna sebagai antioksidan (Atun dkk, 2007). Berdasarkan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Sari, Riyanta, Wibawa (2017) tentang
aktivitas antioksidan kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yaitu ekstrak
kulit pisang kepok dengan konsentrasi 6% memiliki rata-rata presentasi
antioksidan sebesar 73,529%. Penelitian tersebut membuktikan ekstrak kulit
pisang kepok memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat yang berperan
penting dalam mencegah radikal bebas.
Limbah kulit pisang kepok yang kurang dimanfaatkan dan adanya
kandungan yang terdapat pada kulit pisang kepok tersebut akan berguna
apabila dijadikan bahan aktif dalam pembuatan sabun mandi cair. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sari, Riyanta, Wibawa (2017)
tentang formulasi sediaan sabun kulit pisang kepok diperoleh hasil bahwa
kulit pisang kepok dengan konsentrasi 6% merupakan konsentrasi yang
paling baik. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan “Formulasi Sediaan Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok
(Musa paradisiaca L.)”.

B. Rumusan Masalah
Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) mengandung senyawa
flavonoid yang dapat berguna sebagai antioksidan. Penelitian sebelumnya
membuktikan bahwa ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
memberikan efek antioksidan. Sabun cair merupakan salah satu inovasi
produk kosmetik yang membuat sabun menjadi lebih menarik dan dapat
melembabkan kulit. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah peneliti
4

ingin memanfaatkan ekstrak kulit pisang kepok dalam pembuatan sabun cair
dan melakukan evaluasi mutu sediaan sabun cair ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.).

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan formula sediaan sabun cair dengan variasi
konsentrasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) 0%, 3%, 5%,
6% dan melakukan evaluasi sediaan berdasarkan SNI-06-4085-1996.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui sifat organoleptik (warna, aroma dan bentuk) sabun cair
ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
b. Mengetahui besar pH sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.)
c. Mengetahui besar alkali bebas pada sabun cair ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
d. Mengetahui bobot jenis sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.)

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah dan mengaplikasikan keilmuan peneliti selama melakukan
perkuliahan di Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
khususnya bidang ilmu farmasetika.
2. Bagi Akademik
Menambah pustaka dan informasi bagi mahasiswa Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang Jurusan Farmasi yang berkaitan dengan formulasi sediaan
sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
3. Bagi Masyarakat
Memberi informasi kepada masyarakat tentang kulit pisang kepok yang
dapat dijadikan sediaan sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.)
5

E. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada formulasi pembuatan sabun
cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) menggunakan empat
konsentrasi ekstrak yaitu 0%, 3%, 5%, dan 6%. Evaluasi mutu sediaan sabun
cair yang dilakukan yaitu meliputi uji organoleptik, pH, alkali bebas dan uji
bobot jenis. Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan di
Laboratorium Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika (UU No. 36/09 I:1(4)). Sediaan farmasi dan alat kesehatan (alkes)
yang diproduksi dan diedarkan harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan
dan kemanfaatan (PP RI No.72/1998:II:2).
1. Kosmetika
Definisi kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1176
Tahun 2010, tentang Izin Produksi Kosmetika, kosmetika adalah bahan atau
sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau
memelihara tubuh pada kondisi baik (Permenkes RI No.1176/2010:VIII : 1
(1)).
Tujuan utama penggunaan kosmetik pada masyarakat modern adalah
untuk menjaga kebersihan pribadi, meningkatkan daya tarik melalui make-up,
meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan tenang, melindungi kulit dan
rambut dari kerusakan sinar ultraviolet,polusi dan faktor lingkungan yang
lain, mencegah penuaan, dan secara umum, kosmetika membantu seseorang
lebih menikmati dan menghargai hidup (T Mitsui 1997, dalam Tranggono dan
Latifah, 2007: 7).
Menurut sifat dan cara pembuatannya, kosmetik dapat dibagi menjadi
dua golongan, yaitu kosmetik modern dan kosmetik tradisional. Kosmetik
modern dibuat dari bahan-bahan kimia, yang komposisi dan takarannya
diketahui dengan pasti dan diolah secara ilmiah dan menggunakan alat-alat
modern. Sedangkan kosmetik tradisional dibuat dari bahan-bahan alam dan
diolah menurut resep dengan cara yang turun-temurun.

7
8

Berdasarkan kegunaannya, kosmetik dibagi menjadi dua kelompok,


yaitu kosmetik riasan (make up) dan kosmetik perawatan kulit (skin-care
cosmetics). Kosmetik riasan digunakan untuk merias dan menutup
kekurangan pada kulit, sehingga dapat menghasilkan penampilan yang lebih
menarik atau memperindah kulit. Sedangkan kosmetik perawatan kulit
merupakan kosmetik yang kegunaan utamanya untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan kulit, juga untuk menghilangkan kelainan-kelainan pada kulit
(Tranggono dan Latifah, 2007:8-9).

B. Sabun
Sabun adalah campuran garam natrium dengan asam stearat, palmiat,
dan oleat yang berisi sedikit komponen asam miristat dan laurat. Sabun
merupakan kosmetik pembersih paling tua yang ada di dunia. Sabun memiliki
daya pembersih yang kuat terutama dalam air yang lunak (murni) dan kurang
berbahaya bagi kulit dibandingkan surfaktan yang lain. Tetapi sabun dapat
juga menimbulkan iritasi dan alergi pada kulit akibat efek dari sejumlah daya
kerjanya (Tranggono dan latifah, 2007:56).
Sabun mandi cair merupakan sediaan kosmetik pembersih kulit
berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar sabun ataupun deterjen dengan
penambahan bahan lain yang diijinkan, digunakan untuk mandi tanpa
menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun mandi cair dibagi menjadi dua
berdasarkan bahan dasarnya, yaitu sabun mandi cair dengan bahan dasar
deterjen dan sabun mandi cair dengan bahan dasar sabun (Dewan Standarisasi
Nasional, 1996:1). Sabun cair lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan
dengan sabun padat, karena penggunaannya lebih praktis, efisien, tidak
mudah terkontaminasi bakteri, mudah dibawa dan mudah untuk disimpan
(Agusta, 2016 dalam Imtiyas, 2019:6).
Pada umumnya metode pembuatan sabun dapat dibagi menjadi 2,
yaitu reaksi penyabunan (saponifikasi) dan reaksi netralisasi. Prinsip dari
reaksi saponifikasi yaitu dengan tersabunkannya asam lemak dengan alkali,
dengan cara minyak dan lemak direaksikan dengan alkali dan menghasilkan
sabun dan gliserol. Pada reaksi netralisasi, sabun dihasilkan oleh reaksi antara
9

asam lemak langsung dengan alkali. Minyak dan lemak dipecah menjadi asam
lemak dan gliserol sebelumnya, kemudian asam lemak dinetralkan dengan
reaksi alkali yang menghasilkan sabun (Mitsui, 1997 dalam Ningsih, 2019:24-
25).
Contoh reaksi penyabunan oleh asam oleat dan KOH :

CH2 – O – O – C – C17H33 CH2 – OH

CH – O – O – C – C17H33 + 3 KOH 3 C17H33 – C – O – O – K + CH – OH

CH2 – O – O – C – C17H33 CH2 – OH

Gliseril Trioleat Alkali Sabun Gliserol

Sumber : Ningsih, 2019:38


Gambar 2.1. Contoh Reaksi Penyabunan.

Surfaktan Merupakan bahan terpenting dari sabun. Biasanya lemak


dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam
lemak ) minyak zaitun (asam lemak - ). Penggunaan bahan yang
berbeda akan menghasilkan sabun yang berbeda juga, baik dari segi fisik
maupun kimia (Wasitaatmadja, 1997:98). Salah satu jenis surfaktan yang
sering digunakan yaitu Sodium Lauryl Sulfate (SLS). Kebanyakan sabun yang
beredar di pasaran menggunakan SLS, turunan dari SLS, dan surfaktan jenis
lain. Dalam penggunaan dengan dosis besar SLS dapat menyebabkan iritasi
pada kulit (Aisyah, 2011 dalam Sari dan Ferdinan, 2017:2). Penggunaan
surfaktan anionik pada sabun maupun detergen dapat menghasilkan limbah
surfaktan yang akan masuk ke dalam lingkungan, dampaknya bagi lingkungan
tentu dapat mengganggu ekosistem (Aisyah, 2011 dalam Sari dan Ferdinan,
2017:2).

1. Mekanisme Kerja Sabun


Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak
dan keringat. Zat-zat ini tidak larut dalam air karena bersifat non polar. Sabun
digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran kulit tersebut, karena sabun
memiliki gugus non polar yaitu gugus (-R) yang akan mengikat kotoran, dan
gugus (-COONa) yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar.
10

Kotoran tersebut lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air.
(Cavith, 2001 dalam Sari, Wrasiati dan Suhendra, 2018:298).
2. Formulasi sediaan sabun cair
Beberapa formula dari sediaan sabun cair diantaranya adalah sebagai berikut:
Formula I:
Formulasi sabun cair, dalam Ningsih, (2019: 47)
Minyak Zaitun 20%
KOH 10% 20%
Na-CMC 2%
Sodium Lauril Sulfat 2%
Asam Stearat 2%
Propilenglikol 5%
BHT 0,02%
Pengaroma Rose 1 ml
Aquadest ad 50 ml
Formula II
Formulasi sabun cair, dalam Yamlean dan Bodhi, (2017:79)
Minyak Zaitun 15 ml
KOH 8 ml
CMC 0,5g
SLS 0,5g
Asam Stearate 0,25g
BHA 0,5g
Pengaroma 1 ml
Aquades ad 50 ml
Formula III
Formulasi sabun cair, dalam Dimpudus, Yamelan dan Yudistira, (2017:211)
Minyak Zaitun 15 ml
KOH 8 ml
CMC 0,5g
SLS 0,5g
Asam Stearat 0,25g
11

BHA 0,5g
Pengaroma 1ml
Aquades ad 50 ml
Formula IV
Formulasi sabun cair, dalam Hutauruk, Yamlean, dan Wiyono (2020:75)
Minyak Zaitun 15 ml
KOH 8 ml
CMC 0,5 g
SLS 0,5 g
Asam Stearate 0,25 g
BHA 0,5 g
Aquades 100 ml
Formula V
Formulasi sabun cair, dalam Widyasanti, Winaya dan Rosalinda, (2019:132).
Minyak Kelapa 75 g
(KOH) 30% 52,5 g
Gliserin 10,25 g
Propilen Glikol 22,5 g
Aquadest 134,29 g
Coco-DEA 5,46 g
a. Bahan dasar pembuatan sabun cair antiseptik :
1) Minyak Kelapa Murni (Oleum Cocos Purum ) atau Virgin Coconut Oil
(VCO)
Minyak kelapa murni adalah minyak lemak yang dimurnikan dengan
cara penyulingan bertingkat. Diperoleh dari endosperma Cocos nucifera yang
telah dikeringkan. Terdiri dari campuran trigliserida yang mengandung asam
lemak jenuh dengan rantai atom karbon pendek dan sedang, terutama asam
oktanoat dan asam dekanoat.
Pemerian : Cairan jernih; kuning pucat; tidak berbau atau berbau lemah; rasa
khas, memadat pada suhu 0°C dan mempunyai kekentalan rendah
walaupun berada pada suhu mendekati suhu beku.
12

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam etanol (95%) P,
dalam kloroform P, dan dalam eter P.
Kegunaan : Melembabkan kulit, pembentuk sabun jika bereaksi dengan
senyawa alkali atau senyawa yang bersifat basa, dan sebagai
surfaktan (Depkes RI, 1979:456).
Bilangan penyabunan pada VCO yaitu 250-260 mg-KOH/gram (Badan
Standarisasi Nasional, 2008).
2) Olive Oil atau Minyak Zaitun
Pemerian : Minyak berwarna kuning pucat atau kuning kehijauan terang; bau
dan rasa khas lemah dengan rasa ikutan agak pedas.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol; bercampur dengan eter, degan
kloroform dan dengan karbon disulfide.
Kegunaan : Pembentuk sabun jika bereaksi dengan senyawa alkali. (DepKes
RI, 2020: 1183)
Bilangan penyabunan pada Olive oil yaitu 190 dan 195 (DepKes RI, 1995).
3) Kalium Hidroksida (KOH)
Pemerian : Massa berbentuk batang; pellet atau bongkahan; putih; sangat
mudah meleleh basah.
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, dalam 3 bagian etanol (95%)P, sangat
mudah larut dalam etanol mutlak P mendidih.
Kegunaan : Pembentuk sabun jika bereaksi dengan asam lemak (Depkes RI,
1979: 689).
4) Gliserin atau Glycerin
Pemerian : Cairan jernih seperti sirop; tidak berwarna; rasa manis, hanya
boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak); Higroskopik;
larutan netral terhadap lakmus. .
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam
kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan dalam minyak
menguap.
Kegunaan : Humektan, zat tambahkan (Depkes RI, 2020: 681)
13

5) Propilenglikol (Prophylenglycolum)
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna; tidak berwarna; rasa khas;
praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform; larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial;
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Kegunaan : zat tambahan, pelarut, humektan (Depkes RI, 2020:1446)
6) Aquadest (Air Suling)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai
rasa.
Kegunaan : pelarut (Depkes RI, 1979:96).
7) Coco-DEA
Cocamide-DEA merupakan cairan kental yang diproduksi dari minyak
kelapa. Cocamide-DEA merupakan zat yang dapat menurunkan tegangan
permukaan atau surfaktan.
Pemerian : Dapat larut dalam sebagian air dan sebagian minyak.
Kegunaan : Surfaktan dan penstabil busa (Wade dan Waller,1994 dalam
Qisti, 2009).
b. Prosedur Pembuatan Sabun cair:
Proses pembuatan menggunakan metode hot process. Minyak kelapa
dipanaskan. Selanjutnya masukkan larutan KOH dan diaduk hingga homogen.
Selanjutnya melakukan clarity test dan mengamati warna dari hasil pasta
sabun. Kemudian memasukkan aquadest, gliserin dan PEG. Selanjutnya
menurunkan suhu dan memasukkan Coco-DEA. Tahap terakhir
pengkondisian penyimpanan sabun mandi cair selama 24 jam (Widyasanti,
Winaya dan Rosalinda, 2019:132).
14

3. Persyaratan Sabun Mandi Cair


Tabel. 2.1 Syarat kualitas sabun (SNI 06-4085-1996)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan


Jenis S Jenis D
1 Keadaan :
a. Bentuk Cairan Cairan
Homogen Homogen
b. Bau Khas Khas
c. Warna Khas Khas

2 pH, 25oC 8-11 6-8


3 Alkali bebas % maks. 0,1 tidak
(dihitung sebagai dipersyaratkan
NaOH)
4 Bahan aktif % min. 15 min. 10
5 Bobot jenis, 25oC 1,01-1,10 1,01-1,10
6 Cemaran mikroba :
angka lempeng koloni/g maks. 1x105 maks. 1x105
total

(Sumber : Dewan Standarisasi Nasional, 1996 : 2)


Keterangan :
Jenis S : sabun mandi cair dengan bahan dasar sabun
Jenis D : sabun mandi cair dengan bahan dasar deterjen

4. Evaluasi sediaan sabun cair


a. Uji Organoleptik
Menurut (Setyaningsih. Apriyantono, Sari, 2010:7) Organoleptis
meliputi pengujian warna, aroma dan tekstur. Indera manusia merupakan
instrumen yang digunakan dalam analisis sensor, terdiri dari indera
penglihatan, penciuman, perabaan, pencicipan, dan pendengaran.
1) Penglihatan
Penilaian kualitas sensorik pada produk bisa dilakukan dengan melihat
dari bentuk, ukuran, kejernihan, kekeruhan, warna, dan sifat dari permukaan
atau tekstur.
2) Penciuman
Bau dan aroma merupakan sifat sensorik yang paling sulit untuk
dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar. Penciuman dapat dilakukan
15

terhadap produk secara langsung dan uap yang dikibaskan ke hidung (untuk
minyak atsiri atau esens).
3) Perabaan
Indera peraba merupakan indera yang paling luas, karena terdapat
pada hampir semua permukaan tubuh seperti rongga mulut, bibir, dan tangan
lebih peka terhadap sentuhan. Untuk menilai tekstur suatu produk dapat
dilakukan dengan menggosok-gosokan jari ke sediaan yang sedang diuji
diantara kedua jari.
b. pH
Sediaan kosmetik diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH
fisiologis kulit, yaitu di kisaran 4,5 sampai 6,5. Kosmetik tersebut disebut
dengan kosmetik “pH balanced”. Semakin asam atau semakin alkalis bahan
yang kontak dengan kulit, maka semakin sulit untuk kulit menetralisirnya.
Kulit dapat menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, dan mudah terkena infeksi
(Tranggono dan Latifah, 2007:21).
Pada syarat mutu sabun mandi cair, untuk uji pH pada suhu 25°C yaitu
antara 8 - 11. Pengukuran pH menggunakan pH meter. Prosedur kerjanya
dengan mengkalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH, kalibrasi dilakukan
setiap saat akan melakukan pengukuran. Selanjutnya celupkan elektroda yang
telah dibersihkan dengan aquadest ke dalam sampel sabun yang diperiksa
(direndam dalam air es) pada suhu 25°C. Kemudian catat dan baca nilai pH
pada skala pH meter (Depkes RI, 1996:3).
c. Uji alkali bebas
Kadar alkali bebas yang tertera pada syarat mutu sediaan sabun mandi
cair maksimalnya adalah 0,1. Prinsip ujinya adalah dengan meniter alkali
bebas dalam contoh atau sampel dengan larutan baku asam. (Depkes RI,
1996:2-3). Tujuan dilakukannya uji alkali bebas adalah untuk melihat jumlah
basa yang tidak terikat oleh asam lemak (Dimpudus, Yamlean, dan Yudistira,
2017:212).
16

d. Uji bahan aktif


Uji ini digunakan untuk sabun yang menggunakan bahan dasar asam
lemak jumlah. Prinsipnya yaitu asam lemak jumlah dihasilkan dari hidrolisa
lemak maupun asam lemak bebas dalam suasana asam.
Prosedur kerjanya dengan memasukkan 10 gram sampel kedalam
gelas piala yang ditambahkan 50 ml aquadest, beberapa tetes larutan penunjuk
metil jingga dan asam klorida 10% hingga semua lemak dibebaskan dengan
timbul warna merah. Kemudian dimasukkan ke dalam corong pemisah, bila
terdapat endapan jangan dimasukkan kedalam corong pemisah. Larutan
diendap, tuangkan dengan pelarut petroleum eter atau dietil eter atau heksana,
diulangi hingga pelarut berjumlah kurang lebih 100 ml. Pelarut dikocok dan
dicuci dengan aquadest sampai tidak bereaksi asam (lihat dengan kertas
kongo). Pada tiap pencucian dipakai 10 ml aquadest. Pelarut dikeringkan
dengan natrium sulfat kering, saring dan masukkan kedalam labu lemak yang
telah ditimbang beserta batu didih. Pelarut disuling dan labu lemak
dikeringkan pada suhu 105°C sampai bobot tetap (DepKes RI, 1996:4-5).
e. Uji bobot jenis
Prinsip dari uji bobot jenis adalah dengan membandingkan bobot
sampel dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Rentang bobot
jenis dalam SNI (1996), adalah 1,01-1,10 (Depkes RI, 1996:7).
f. Uji cemaran mikroba
Prinsip dari uji cemaran mikroba adalah perhitungan bakteri mesofil
aerob setelah contoh diinkubasikan dalam perbenihan yang cocok selama 24-
48 jam pada suhu 35±1°C. Syarat angka lempeng total pada sabun mandi cair
yang berbahan dasar sabun adalah maksimal 1x koloni/gram (DepKes RI,
1996:9).
g. Tinggi busa
Uji daya busa atau tinggi busa bertujuan untuk mengetahui sediaan
menghasilkan busa ketika digunakan (Ichsani,2016 dalam Ningsih, 201935).
Syarat tinggi busa sabun yang ditetapkan yaitu 13-220 mm. Untuk tinggi busa
sediaan sabun cair dilakukan secara manual menggunakan gelas ukur atau
dengan tabung reaksi. Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam tabung
17

reaksi atau gelas ukur yang berisi 10 ml aquadest, kemudian tutup dan
dikocok konstan selama 20 detik, lalu tinggi busa diukur dan dicatat
(Yamlean dan Bodhi, 2017:79).

C. Tanaman Kemangi (Ocimum x africanum Lour.)


Kemangi merupakan salah satu tanaman yang termasuk ke dalam
famili Lamiaceae yang tersebar di daerah tropis dan sub tropis, seperti Afrika,
Asia, dan Amerika. Genus Ocimum memiliki lebih dari 65 spesies yang
tersebar hampir di seluruh dunia (Sajjadi,2006: 128-129). (Ocimum x
africanum Lour.) juga dikenal sebagai lemon basil (Inggris), kemangi
(Indonesia), Camangi (Makassar), Serawung (Sunda), lufe-lufe (Ternate), dan
kelempes (Jawa Tengah). Spesies Ocimum x africanum Lour. merupakan hasil
hibridisasi alami antara O.basilicum dan O.americanum L. Ocimum x
africanum Lour. lebih mirip dengan dan O.americanum L. Karakteristik dari
spesies ini merupakan herba aromatik khas dengan aroma lemon yang kuat
(Paton dan Putievsky, 2014 dalam Aminah dan Wantini, 2017:713).
Ocimum x africanum Lour. dan Ocimum basilicum merupakan dua
spesies yang paling banyak dikonsumsi. Kemangi (Ocimum x africanum
Lour.) lebih dikenal luas di Indonesia, dan banyak digunakan sebagai sayuran,
bumbu, dan pelengkap makanan, namun belum dikelola secara intensif
(Makmur, Chikmawati, dan Sobir 2020:1). Orang asia menggunakan kemangi
ini sebagai obat dan bahan makanan. Minyak nabati ini juga digunakan secara
luas dalam industri farmasi dan industri parfum (Kicel, 2005 dalam Aminah
dan Wantini, 2017:711-712).
1. Klasifikasi tanaman kemangi
Ocimum x africanum Lour. atau di Indonesia lebih dikenal dengan
nama kemangi. Kemangi mempunya sistem klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
18

Genus : Ocimum
Spesies : Ocimum x africanum Lour.
(Cronquist, A. 1981).

Gambar 2.2 Daun Kemangi.


Sumber : Dokumentasi Pribadi

2. Morfologi Tanaman Kemangi


Menurut Paton dan Putievsky, 2014 tanaman kemangi merupakan
tanaman yang tumbuh dengan tinggi 20-70 cm, batang berbentuk persegi dan
memiliki banyak cabang, daun tunggal duduk berseberangan, memiliki
tangkai daun sepanjang 3-25 mm, memiliki bentuk daun yang membulat
memanjang, ukurannya 2,5-5 cm x 1-2,5 cm. Kemangi jenis ini memiliki
tulang daun menyirip, ujung daun runcing, tepi daun bergerigi. Memiliki
kelopak berwarna hijau-ungu, tiap buah berisi 4 biji, berbentuk ellipsoid
berwarna coklat tua sampai hitam (Paton dan Putievsky, 2014 dalam Aminah
dan Wantini, 2017:713).
3. Kandungan Kimia Daun Kemangi (Ocimum x africanum Lour.)
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa daun kemangi (Ocimum x
africanum Lour.) mengandung senyawa bioaktif seperti eucalyptol, linalool,
kamper, estragol, eugenol, methyl (E) Cinnamate, caryophyllene, α-
bergamote, β bisabolone, geraniol, dan neral. Selain itu, daun kemangi
mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan tanin yang diketahui dapat
menghambat pertumbuhan bakteri sehingga daun kemangi terindikasi
19

memiliki kemampuan sebagai antimikroba (Aminah dan Wantini, 2017:714-


716).
Kandungan kimia dari tanaman kemangi yang utama adalah linalool,
yang berpotensi sebagai antibakteri (Telci et al, 2006 dalam Arisanty,
Tajuddin dan Sukmawaty, 2019:164). Selain itu, kandungan lain yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
yaitu alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, tanin dan fenol.
a. Linalool

Gambar 2.3. Linalool.


Sumber : (Narwal et al., 2011 dalam Kholil, 2017:8)

Linalool adalah monoterpene yang terbentuk secara alami di lebih dari


200 minyak yang diperoleh dari tumbuhan, daun, dan bunga. Linalool
diperoleh dengan destilasi uap dan ekstraksi pelarut dari bahan baku tanaman
atau bisa diproduksi dengan sintesis kimia (Buchbauer et al., 1991,1993;
Shultz et al., 1998 in Peana et al, 2002:717). Dalam penelitian Peana dan
Moretti 2002, telah membuktikan bahwa linalool efektif melawan Candida
albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus, tetapi tidak melawan
Pseudomonas aeruginosa.
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali tanaman alga. Flavonoid adalah kelompok senyawa
fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa fenol merupakan senyawa
polar, maka pada umumnya flavonoid cukup larut dalam pelarut polar, seperti
20

etanol, metanol, butanol dan aseton (Anggorowati, Priandini, dan Thufail


2016:3).
4. Manfaat dan Kegunaan Daun Kemangi
Tanaman kemangi dapat dimanfaatkan sebagai obat tanaman
tradisional, diantaranya dapat digunakan untuk mengobati demam, peluruh
asi, dan rasa mual (Pitojo, 1996 dalam Yamlean dan Bodhi, 2017:77). Selain
itu dapat juga dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, menghilangkan bau
mulut dan sebagai lalapan atau sayuran (Hadipoentyanti dan Wahyuni, 2008
dalam Yamlean dan Bodhi, 2017:77). Kandungan flavonoid bersifat
antimikroba yang mampu mencegah masuknya bakteri, virus, atau jamur yang
membahayakan tubuh (Johani, 2008 dalam Robihhi, 2020:75). Senyawa kimia
yang terkandung dalam daun kemangi (Ocimum x africanum Lour.) yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Staphylococcus
aureus yaitu alkaloid, flavonoid, minyak atsiri, tanin dan fenol (Aminah dan
Wantini, 2017:714-716).

D. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan pemisahan bagian-bagian dari tanaman atau dari
bahan-bahan lain yang berasal dari bagian inaktif dengan menggunakan
pelarut selektif sesuai dengan prosedurnya. Ekstraksi dapat berupa dari solid
menjadi liquid, liquid menjadi liquid dan juga ekstraksi asam basa. Pelarut
yang biasa digunakan dapat berupa metanol, etanol, dll (Sukhdev dkk., 2008
dalam Beksono, 2014:6).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM dan Depkes RI, 2000:5).
21

Metode ekstraksi:
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia
yang telah dipotong-potong kemudian dihaluskan atau berupa serbuk kasar
yang disatukan dengan bahan pengekstraksi. Kemudian disimpan di tempat
yang terlindung dari cahaya matahari dan diaduk kembali. Lamanya maserasi
berbeda-beda. Dalam farmakope disebutkan 4-10 hari. Menurut pengalaman,
5 hari telah memadai untuk memungkinkan berlangsungnya proses yang
menjadi dasar dari cara melarutnya bahan kandungan simplisia. Lalu cairan
maserasi dari cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan atau sampai
mencapai kadar dan jumlah yang diinginkan. Kemudian, hasil ekstraksi
disimpan dalam kondisi dingin selama beberapa hari, lalu cairannya dituang
dan disaring (Voigh, 1994 dalam Ningsih, 2019:13).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) secara
terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali
bahan.
2. Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
22

c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-
98°C) selama waktu tertentu (15-30 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (~30°C) dan
temperatur sampai titik didih air. (Ditjen POM dan Depkes RI, 2000:10-11).
23

E. Kerangka Teori

Kosmetik

Kosmetik perawatan kulit Kosmetik riasan


(Skin-care cosmetics) (dekoratif atau make up)
(

Bahan aktif sintetik Bahan aktif alam

Ekstrak daun kemangi (Ocimum x africanum Lour.)


dengan variasi konsentrasi ekstrak 0%, 9%, 12% dan
15% .

Basis sabun Cair (Widyasanti,


Winaya, dan Rosalinda,
2019:132).
R/ Minyak kelapa 75 g
KOH 30% 52,5 g Sabun cair
Gliserin 10,25g antiseptik
Propilenglikol 22,5 g
Aquadest 134,29 g
Coco- DEA 5,46 g

Evaluasi sediaan sabun cair antiseptik :

1. Uji organoleptis (Depkes RI, 1996)


2. Uji pH (Depkes RI, 1996)
3. Uji alkali bebas (Depkes RI, 1996)
4. Uji bobot jenis (Depkes RI, 1996)
5. Bahan Aktif (Depkes RI, 1996)
6. Cemaran Mikroba: ALT (Depkes RI, 1996)
7. Uji tinggi busa (Yamlean dan Bodhi,
2017:79)
8. Uji kesukaan (Setyaningsih, dkk 2010:59)

Gambar 2.4 Kerangka Teori.


24

F. Kerangka Konsep

Ekstrak daun kemangi Evaluasi sabun cair antiseptik


(Ocimum x africanum L.)
dengan variasi ekstrak 0%, 1. Uji organoleptis
9%, 12% dan 15% dalam 2. Uji pH
sediaan formulasi sabun cair 3. Uji alkali bebas
antiseptik 4. Uji bobot jenis
5. Uji tinggi busa

Gambar 2.5 Kerangka Konsep.


25

G. Definisi Operasional

Tabel 2.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Penelitian ukur Ukur ukur
Konsentrasi Ekstrak kental Menimbang Neraca Formula Rasio
ekstrak daun diformulasikan ke ekstrak daun Analitik sabun cair
kemangi dalam sediaan kemangi antiseptik
(Ocimum x sabun cair dengan ekstrak
africanum antiseptik ekstrak neraca daun
Lour.) dalam daun kemangi analitik dan kemangi
formulasi (Ocimum x memformula (Ocimum x
sabun cair africanum Lour.) sikan ke africanum
antiseptik dengan variasi dalam basis Lour.)
konsentrasi ekstrak sabun cair dengan 4
0%.9%, 12%, dan antiseptik variasi
15% dengan konsentrasi
konsentrasi ekstrak
ekstrak
0%.9%,
12%, dan
15%
Organoleptis
a. Warna Penilaian visual Melihat Checklist 1=Kuning Nominal
terhadap warna dari dengan Jernih
sabun cair panca indera 2=Hijau
antiseptik ekstrak terhadap Tua
daun kemangi warna dari 3=Kehitam
(Ocimum x sabun cair an
africanum Lour.) antiseptik
yang telah
dibuat

b. Bau Sensasi aroma Mencium Checklist 1= Bau Nominal


melalui indra dengan Khas Kuat
penciuman terhadap panca indera 2=Bau
bau yang kuat atau bau dari Khas
bau yang lemah sediaan Lemah
dari formulasi sabun cair 3=Tidak
sediaan sabun cair antiseptik Berbau
antiseptik ekstrak yang telah
daun kemangi dibuat
(Ocimum x
africanum Lour.)

c. Bentuk Bentuk yang Melihat dan Checklist 1=Cairan Nominal


dilihat dan merasakan Homogen
dirasakan terhadap bentuk dari 2=Cairan
sediaan sabun cair sediaan Tidak
antiseptik ekstrak sabun cair Homogen
daun kemangi antiseptik
(Ocimum x yang telah
africanum Lour.) dibuat
26

Variabel Definisi Cara Alat Hasil Ukur Skala


Penelitian ukur Ukur ukur
d. Kejernihan Penilaian visual Melihat Checklist 1=Jernih Ordinal
terhadap kejernihan dengan 2=Tidak
dari sabun cair panca indera Jernih
antiseptik ekstrak terhadap
daun kemangi kejernihan
(Ocimum x dari sabun
africanum Lour.) cair
antiseptik
yang telah
dibuat
pH Besarnya nilai Pengukuran pH meter Nilai pH Rasio
keasam basaan dengan pH (dalam
terhadap sediaan meter angka)
sabun cair cair
antiseptik ekstrak
daun kemangi
(Ocimum x
africanum Lour.)
Alkali Bebas Besarnya nilai Volumetri Buret, Nilai Rasio
alkali bebas yang neraca kadar
terkandung dalam analitik alkali
sediaan sabun cair bebas
antiseptik ekstrak dalam
daun kemangi angka
(Ocimum x
africanum Lour.)
Bobot Jenis Besarnya nilai Pengukuran Pikno- Nilai bobot Rasio
bobot jenis terhadap dengan meter jenis dalam
sediaan sabun cair piknometer angka
antiseptik ekstrak
daun kemangi
(Ocimum x
africanum Lour.)
Tinggi busa Penilaian tinggi Mengukur Gelas Nilai skala Rasio
busa dari hasil tinggi busa ukur ukur dalam
formulasi sediaan yang angka
sabun cair dihasilkan
antiseptik ekstrak dari sabun
daun kemangi cair yang
(Ocimum x sudah
africanum Lour.) diencerkan
dengan
aquadest ad
10 ml dalam
gelas ukur
lalu dikocok
20 detik
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dilakukan yaitu secara eksperimental.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan perlakuan atau intervensi kepada
subjek penelitian kemudian melakukan observasi. Penelitian ini dilakukan
dengan membuat formulasi dan melakukan evaluasi mutu sediaan sabun cair
yang meliputi uji organoleptik, uji pH, uji alkali bebas dan uji bobot jenis
pada sabun cair yang mengandung ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.).

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah formulasi sediaan sabun cair ekstrak kulit
pisang kepok (Musa paradisiaca L.) yang dibuat dalam 4 variasi yaitu 0%,
3%, 5% dan 6%.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmasetika, Laboratorium
Farmakognosi, Laboratorium Kimia Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang dan Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi
Universitas Lampung pada bulan Maret-Mei 2021.

D. Alat dan Bahan


1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala 250 mL,
gelas ukur 10 mL, 25 mL dan 100 mL, cawan porselen, kaca arloji, corong,
Erlenmeyer 250 mL, batang pengaduk, spatula, pipet tetes, pipet volume,
buret, statif dan klem, oven, termometer, alumunium foil, kertas saring,
blender merk Philips, neraca analitik merk Quattro, pH meter,
piknometer, rotary evaporator merk Buchi, hot plate merk IKA C-MAG H57,
dan waterbath.

23
24

2. Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang
kepok (Musa paradisiaca L.), etanol, VCO, minyak zaitun, KOH, gliserin,
propilenglikol, Cocamide DEA, aquades, pH buffer powder 4,01 dan 6,86,
HCl 0,1 N, Na2B4O7, indikator phenolphthalein, indikator methyl orange,
aseton dan dietileter.

E. Prosedur Kerja Penelitian


1. Pembuatan simplisia kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
a. Dikumpulkan bahan baku yang akan dijadikan simplisia (berupa kulit
pisang kepok yang sudah matang atau berwarna kuning).
b. Dilakukan sortasi basah dengan membuang batang kulit buah pisang
kepok dari kotoran dan dari bahan baku yang sudah tidak layak lagi.
c. Dicuci bersih bahan baku dengan air mengalir.
d. Dilakukan perajangan (kulit pisang kepok).
e. Dikeringkan di bawah sinar matahari.
f. Dilakukan sortasi kering dengan cara pemilihan bahan baku dari bahan-
bahan yang rusak atau terkena kotoran.
g. Dihaluskan bahan baku dengan menumbuk atau menggunakan blender
menjadi partikel yang lebih kecil lagi, masukkan dalam wadah.
(Departemen Kesehatan RI, 1985:4-15)

2. Pembuatan Ekstrak Kulit Pisang Kepok


a. Ditimbang simplisia kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.) sebanyak
300 gram dengan menggunakan kertas perkamen pada neraca analitik,
masukkan ke dalam gelas beaker.
b. Ditambahkan etanol 70% sebanyak 5400 mL.
c. Ditutup dan dibiarkan selama 3 hari ditempat yang terlindung dari cahaya
dengan sering dilakukan pengadukan.
d. Setelah 3 hari disaring dengan kertas saring, lalu filtrat dimasukkan ke
gelas beaker dan ditutup dengan alumunium foil.
e. Kemudian diremaserasi dengan 1500 mL etanol 70% selama 2 hari.
25

f. Setelah 2 hari disaring dengan kertas saring, lalu filtrat dimasukkan ke


gelas beaker dan ditutup dengan alumunium foil.
g. Kemudian filtrat diuapkan dengan rotary evaporator.
h. Dilakukan pemekatan ekstrak dengan menggunakan waterbath sehingga
diperoleh ekstrak kental.
(Sari, Riyanta, Wibawa, 2017).

3. Pembuatan Sabun Cair


Formula sabun cair yang direncanakan:
VCO 7,05 mL
Minyak Zaitun 16 mL
KOH 4,99 gram
Aquades 7,485 mL
Gliserin 9,4 mL
Propilenglikol 3,5 mL
Coco-DEA 0,818 gram
(Widyasanti, Rahayu, Zain, 2017 yang dimodifikasi)

Tabel 3.1 Formula sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)

Formula
Komponen Kegunaan
0% 3% 5% 6%
Ekstrak Kulit Pisang Zat Aktif 0 1,8 gr 3 gr 3,6 gr
Kepok (Musa
paradisiaca L.)
VCO Basis minyak 7,05 mL 7,05 mL 7,05 mL 7,05 mL
Minyak Zaitun Basis minyak 16 mL 16 mL 16 mL 16 mL
dan emolien
KOH Pembentuk 4,99 gr 4,99 gr 4,99 gr 4,99 gr
sabun
Aquades Pelarut 7,485 mL 7,485 mL 7,485 mL 7,485 mL
Gliserin Humektan 9,4 mL 9,4 mL 9,4 mL 9,4 mL
Propilenglikol Humektan 3,5 mL 3,5 mL 3,5 mL 3,5 mL
(melembutkan)
Coco-DEA Penstabil busa 0,818 gr 0,818 gr 0,818 gr 0,818 gr
dan surfaktan
26

Keterangan:
F0: Formula sabun cair tanpa ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca
L.)
F1: Formula sabun cair dengan konsentrasi 3% ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
F2: Formula sabun cair dengan konsentrasi 5% ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)
F3: Formula sabun cair dengan konsentrasi 6% ekstrak kulit pisang kepok
(Musa paradisiaca L.)

a. Penimbangan Bahan
1) Ditimbang ekstrak kulit pisang kepok untuk masing-masing formula di
dalam cawan porselen dengan neraca analitik.
2) Diambil VCO sebanyak 7,05 mL dengan gelas ukur.
3) Diambil minyak zaitun sebanyak 16 mL dengan menggunakan gelas
ukur.
4) Ditimbang KOH sebanyak 4,99 gram dengan menggunakan cawan
porselen.
5) Diambil aquades sebanyak 7,485 mL dengan gelas ukur.
6) Diambil gliserin sebanyak 9,4 mL dengan gelas ukur.
7) Diambil propilenglikol sebanyak 3,5 mL dengan gelas ukur.
8) Ditimbang Coco-DEA sebanyak 0,818 gram dengan cawan porselen
menggunakan neraca analitik.
9) Diambil aquades diluting untuk masing-masing formula.

b. Pembuatan sediaan sabun cair


1) Disiapkan alat dan bahan.
2) Ditimbang semua bahan yang akan digunakan.
3) Dibuat larutan KOH dengan melarutkan KOH dengan aquades.
4) Pasang termometer pada statif untuk mengukur suhu campuran bahan.
5) Dimasukkan VCO dan minyak zaitun ke dalam gelas beaker, panaskan
diatas hot plate pada suhu 75 °C.
27

6) Ditambahkan larutan KOH dan gliserin sedikit demi sedikit dengan


dipanaskan diatas hot plate pada suhu 75 °C, diaduk selama 30 menit
hingga terbentuk pasta sabun.
7) Ditambahkan propilenglikol ke dalam pasta sabun, diaduk hingga
homogen.
8) Pasta sabun dipanaskan selama 8 jam dengan beberapa kali pengadukan.
9) Kemudian dilakukan clarity test dengan cara mengambil pasta sabun
secukupnya dan dilarutkan dengan air mendidih lalu diamati
kejernihannya, jika belum jernih maka pasta sabun dipanaskan kembali.
10) Diencerkan ekstrak kulit pisang kepok dengan larutan diluting.
11) Diluting pasta sabun dengan perbandingan aquades dan pasta sabun 2:1.
12) Ditimbang pasta sabun sebanyak 20 gram, kemudian diluting dengan
aquades.
13) Ditambahkan Coco-DEA diaduk hingga homogen pada suhu 40 °C.
14) Ditambahkan ekstrak kulit pisang kepok pada suhu 40 °C, diaduk hingga
homogen.
15) Dimasukkan ke dalam wadah bersih yang telah disiapkan.

c. Pengulangan
Sabun cair dibuat dengan 4 konsentrasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa
paradisiaca L.) yaitu 0%, 3%, 5% dan 6%. Persamaan bukanlah merupakan
patokan baku karena jumlah ulangan (r) dalam suatu percobaan dipengaruhi
oleh tiga hal yaitu derajat ketelitian, keragaman bahan, alat, media, dan
lingkungan percobaan, serta biaya penelitian yang tersedia. Secara umum
dapat dikemukakan bahwa jumlah r (ulangan) dapat dibuat sekecil mungkin.
Atas dasar hal ini, umumnya jumlah ulangan r=3 (tiga) di rumah kaca atau
laboratorium dianggap dapat mewakili ketiga hal di atas (Hanafiah, 1993:7).
Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti melakukan pengulangan sebanyak
tiga kali.
28

F. Evaluasi Mutu Sediaan Sabun Cair


1. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan secara langsung dengan memeriksa
masing-masing formula sediaan sabun cair yang telah dibuat. Penilaian
organoleptik meliputi warna, aroma dan bentuk sabun cair.
a. Warna
Penilaian warna dilakukan dengan melihat warna dari sabun cair
yang dihasilkan. Warna yang dihasilkan dari sabun cair meliputi 3
kategori, yaitu:
1) Kuning, apabila warna yang dihasilkan berwarna kuning tanpa
adanya unsur warna lain
2) Cokelat, apabila warna yang dihasilkan berwarna cokelat
3) Cokelat kehitaman, apabila warna yang dihasilkan berwarna cokelat
kehitaman
b. Aroma
Penilaian aroma dilakukan dengan mendekatkan sabun pada indra
penciuman dengan jarak sekitar 1-2 cm. Aroma yang dihasilkan dari
sabun cair meliputi tiga kategori, yaitu:
1) Tidak beraroma, apabila tidak terdapat aroma khas pada sediaan
sabun cair
2) Aroma lemah, apabila terdapat aroma lemah pada sediaan sabun cair
3) Aroma kuat, apabila terdapat aroma kuat pada sediaan sabun cair
c. Bentuk
Penilaian bentuk dilakukan dengan merasakan tekstur sabun cair
yang dihasilkan. Bentuk sabun cair yang terdiri dari tiga kategori:
1) Cair homogen, apabila sabun yang dihasilkan cair dan homogen
2) Cair tidak homogen, apabila sabun yang dihasilkan cair tetapi tidak
homogen
29

2. Uji pH
Nilai pH diukur dengan pH meter dengan persyaratan pH yaitu 8-11.
Bahan:
a. Sabun cair
b. Larutan buffer pH 4,01 dan pH 6,86

Peralatan:
a. pH meter
b. Gelas beaker
c. Batang pengaduk

Prosedur:
a. Dikalibrasi pH meter dengan larutan buffer, lakukan setiap akan
melakukan pengukuran
b. Dicelupkan elektroda yang telah dibersihkan dengan air suling ke dalam
sampel
c. Dicatat dan baca nilai pH pada skala pH meter yang ditunjukkan jarum
skala (SNI 06-4085-1996:2-3)

3. Uji Alkali Bebas


Kadar alkali bebas pada sabun yaitu maksimal 0,14%.
Bahan dan pereaksi:
a. Sabun cair
b. Alkohol 96% netral
Alkohol 96% ditambahkan indikator phenolphthalein dan ditetesi larutan
KOH 0,1 N hingga larutan merah muda
c. Larutan HCl 0,1 N dalam alkohol
d. Indikator phenolphthalein 1%

Peralatan:
a. Erlenmeyer
b. Hot plate
c. Pendingin tegak
d. Buret
30

Prosedur:
a. Ditimbang 5 gram contoh uji, dimasukkan ke Erlenmeyer 250 mL
b. Ditambahkan 100 mL etanol 96% netral, dan ditambahkan beberapa tetes
indikator phenolphthalein
c. Dipanaskan diatas penangas air dengan pendingin tegak selama 30 menit
mendidih
d. Bila larutan berwarna merah kemudian titrasi dengan larutan HCl 0,1 N
hingga warna merah tepat hilang
e. Dihitung kadar alkali bebas

Hitung dengan rumus:

Alkali bebas = x 100%

Keterangan:
V : volume HCl yang digunakan untuk titrasi
N : normalitas HCl
W : bobot contoh
0,0561 : bobot setara KOH

4. Uji Bobot Jenis


Persyaratan bobot jenis yaitu 1,01–1,10.
Bahan:
a. Sabun cair
b. Dietil eter
c. Aseton
d. Aquades

Prosedur
a. Bersihkan piknometer dengan membilas dengan aseton kemudian dengan
dietil eter.
b. Dikeringkan piknometer dan timbang.
c. Masukkan contoh ke dalam piknometer sampai diatas garis tera.
d. Tutup, kemudian dimasukkan piknometer ke dalam rendaman air es
sampai suhu 25 °C. Permukaan air es harus lebih tinggi daripada
31

permukaan contoh dalam piknometer, sehingga semua isi piknometer


terendam.
e. Rendam piknometer selama 30 menit kemudian buka tutup piknometer
dan bersihkan bagian dalam piknometer dengan gulungan kertas saring
sampai tanda garis.
f. Diamkan pada suhu kamar dan timbang.
g. Ulangi pengerjaan tersebut dengan memakai air suling pengganti contoh

Perhitungan
Bobot jenis 25 °C =

Keterangan:
W : bobot contoh
W1 : bobot air

G. Metode Pengumpulan Data


Pada penelitian ini dilakukan uji organoleptik, pH, alkali bebas dan bobot
jenis. Semua uji dilakukan oleh peneliti. Pengujian organoleptik meliputi
warna, aroma dan bentuk. Data dikumpulkan dengan tabel checklist.
Pengujian pH dilakukan dengan pengamatan pH sabun yang tertera pada
pH meter dan kemudian dibandingkan dengan persyaratan dalam literatur.
Pengujian alkali bebas dilakukan dengan menghitung menggunakan rumus
yang sudah ada. Pengujian bobot jenis dilakukan dengan perbandingan bobot
contoh dan bobot air pada suhu yang sama.

H. Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data merupakan langkah-langkah yang digunakan untuk
menganalisis data yang sudah diperoleh.
1. Pengolahan Data
Pengolahan data pada penelitian dilakukan secara manual dan juga
menggunakan komputer. Data yang telah didapat dibandingkan dengan
persyaratan yang ada pada literatur dengan melalui proses:
32

a. Editing
Pada tahap editing dilakukan pengecekan kembali data yang telah
diperoleh dari hasil pengamatan. Pengecekan dilakukan terhadap semua
lembar pengujian yang meliputi organoleptik, pH, alkali bebas dan
bobot jenis dengan memeriksa kelengkapan data untuk diproses lebih
lanjut.
b. Coding
Setelah semua data diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean yaitu
mengubah kalimat atau huruf menjadi dua angka atau bilangan untuk
memudahkan dalam melakukan analisis.
c. Entrying
Data-data yang sudah dilakukan editing dan coding selanjutnya
dimasukkan ke dalam aplikasi pengolahan angka dan kata untuk
dianalisis. Data dimasukkan ke komputer pengolah tabel dan data
kemudian disesuaikan dengan kode yang sudah dimasukkan untuk
masing-masing uji seperti organoleptik, pH, alkali bebas dan bobot
jenis kemudian dianalisis untuk mendapatkan persentase.
d. Tabulasi
Hasil data yang telah diperoleh dibuat dalam bentuk tabel untuk
mempermudah menganalisis dan disajikan dalam bentuk grafik agar
lebih mudah dalam pemahaman.

2. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat
yaitu analisis yang dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil penelitian.
Analisis ini menampilkan hasil nilai berupa nilai rata-rata dari masing-masing
variabel untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap
variabel. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan semua variabel
yaitu pH, alkali bebas dan bobot jenis yang akan dibandingkan dengan
literatur. Untuk variabel organoleptik ditampilkan dalam bentuk tabel.
45

DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo, M.T. 2020. Aditif Sabun Mandi Berbahan Alami: Antimikroba Dan
Antioksidan. Jurnal Integrasi Proses Vol 9. Hal 31-32.

Andriani, D., Lusia, M. 2018. Penetapan Kadar Fenolik Total Ekstrak Etanol
Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) dengan spektrofotometri UV VIS.
Jurnal Prodi S-1 Farmasi STIKES Nasional Surakarta. Surakarta. Hal. 35.

Anief, M. 2010. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hal. 168-169.

Arifin, B dan Ibrahim. 2018. Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan Flavonoid.


Jurnal Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Andalas Kampus Limau Manis Padang.

Atun, S., Arianingrum., Handayani., Rudyansah., Garson. 2007. Identifikasi dan


Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Kimia dari Ekstrak Metanol Kulit Buah
Pisang (Musa paradisiaca Linn.). Indo. J. Chem., 2007. Hal. 83 – 87.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2017. Kriteria Dan Tata Cara Penarikan
Dan Pemusnahan Kosmetika. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran


Tahunan Statistics of Annual Fruit and Vegetable Plants Indonesia. Jakarta:
Badan Pusat Statistik/BPS-Statistics Indonesia. Hal. 60-61.

Bidilah, S.A., Rumape, O., Mohamad, Erni. 2017. Optimasi Waktu Pengadukan
Dan Volume KOH Sabun Cair Berbahan Dasar Minyak Jelantah. Fak.
Matematika dan IPA-Universitas Negeri Gorontalo.

Chasani, M., Widyaningsih, S., Ningsih D.R. 2018. Aplikasi Teknik Pembuatan
Sabun Cuci Piring Cair Guna Meningkatkan Ketrampilan Ibu Rumah
Tangga Di Desa Padamara, Purbalingga. Prosiding Seminar Nasional dan
Call for Papers. Purwokerto. 2018.

Daud, N.S., Musdalipah., Ibrahim, M.H. 2016. Formulasi Sabun Padat Herbal
Ekstrak Daun Ketepeng Cina. Jurnal Laboratorium Farmasetika dan
Teknologi Akademi Farmasi Bina Husada Kendari. Sulawesi Tenggara.
Hal. 16.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta. Hal. 57-
58, 96, 456.
46

Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Direktorat


Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Hal 4-15.

Departemen Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta. Hal.


266-267, 620, 882.

Endarini, L.H. 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta. Hal. 145.

Fitriyanawati. 2018. Optimasi Formulasi Sediaan Sabun Padat Scrub


Cinnamomum Burmannii Dengan Basis Coconut Oil, Palm Oil, Dan
Soybean Oil. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Malang.

Hambali, E., Tatit, K.B., Ani, S., Giri, A.K. 2005. Aplikasi Dietanolamida dari
Asam Laurat Minyak Inti Sawit pada Pembuatan Sabun Transparan.
Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal
51.

Hanafiah, K.A. 1993. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. Hal.6-7.

Hasibuan, R., Adventi, F., Parsaulian, R.R. 2019. Pengaruh Suhu Reaksi,
Kecepatan Pengadukan dan Waktu Reaksi Pada Pembuatan Sabun Padat
Dari Minyak Kelapa (Cocos nucifera L.). Jurnal Teknik Kimia USU
Vol.8.

Hasma dan Winda. 2019. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Kulit
Pisang Kepok (Musa Paradisiaca L) Dengan Metode KLT. Jurnal
Kesehatan Manarang. Hal. 128.

Hastati, W.I. dan Kurniawan, T.D. 2017. Mutu Fisik Lotion Ekstrak Kulit Pisang
Kepok Kuning (Musa paradisiaca Linn.) Dengan Variasi Konsentrasi
Trietanolamin. Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang.

Indonesian Trade Promotion Centre Lagos. 2015. Peluang Produk Fragnance


Sabun di Pasar Nigeria.

Kasminah. 2016. Aktivitas Antioksidan Rumput Laut Halymenia durvillaei


Dengan Pelarut Polar, Semi Polar dan Non Polar. Fakultas Peikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga.

Khairiady, A. 2017. Formulasi Sabun Cuci Piring Dengan Variasi Konsentrasi


Kaolin-Bentonit Sebagai Penyuci Najis Mughalladzah. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
47

Kumar, S dan Pandey, A.K. 2013. Chemistry and Biological Activities of


Flavonoids: An Overview. Department of Biochemistry University of
Allahabad.

Lestari, Y.A. 2014. Pengaruh Temperatur Dan Kecepatan Pengadukan Sludge


Industri Minyak Kelapa Sawit Dalam Produksi Minyak Untuk Pembuatan
Sabun Cair. Laporan Akhir Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Sriwijaya.

Mescher, A.L. 2016. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York. Hal.
371.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier Science B.V. Hal.3,
13, 14, 15.

Mukhairini. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.


Jurnal Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makasar.

Ningrum, N.P., Kusuma, M.A.I. 2013. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Dan
Abu Kulit Buah Kapuk Randu (Soda Qie) Sebagai Bahan Pembuatan
Sabun Mandi Organik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri Vol.2 Tahun 2013. Hal.279.

Nurbaiti. 2018. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat Dari Kulit Pisang Kepok
(Musa Normalis L.). Karya Tulis Ilmiah Fakultas Farmasi Dan Kesehatan
Institut Kesehatan Helvetia.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Rumah Sakit. Jakarta.

Peraturan Pemerintah. 1998. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998


tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Jakarta.

Perdana, F.K dan Hakim, P. 2010. Pembuatan Sabun Cair Dari Minyak Jarak
Dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q. Jurnal
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Ratih, H.K. 2016. Pembuatan Sabun Padat Dari Minyak Sawit, Kelapa Dan
Zaitun Serta Pengaruh Penambahan Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.)
Sebagai Antioksidan. Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Teknik Kimia
Palembang.
48

Rusdania dan Syauqi, A. 2015. Pengaruh Pemberian Pisang Kepok (Musa


paradisiaca forma typical) Terhadap Kadar Trigliserida Tikus Sprague
Dawley Pra Sindrom Metabolik. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Rustanti, E.M. 2018. Potensi Kulit Pisang Kepok Kuning (Musa paradisiaca L.)
Sebagai Bahan Tambahan Dalam Pembuatan Es Krim. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Saraswati, F.N. 2015. Uji Aktifitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit
Pisang Kepok Kuning (Musa balbisiana) Terhadap Bakteri Penyebab
Jerawat (Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
Propionibacterium acne). Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Sari R., Riyanta, A.B., Wibawa, S.A. 2017. Formulasi Dan Evaluasi Sabun Padat
Antioksidan Ekstrak Maserasi Kulit Buah Pisang Kepok (Musa normalis
L). Jurnal Para Pemikir Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 hal.151.

Sari, R dan Ferdinan. 2017. Pengujian Aktivitas Antibakteri Sabun Cair dari
Ekstrak Kulit Daun Lidah Buaya. Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura, Pontianak.

Setyaningsih, D., Apriyantono, A., Sari, M.P. 2010. Analisis Sensori Untuk
Industri Pangan dan Agro. Bogor:IPB Press (online). Hal.7-11.

SNI-06-3532-1994. 1994. SNI Sabun Cair. Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

SNI-06-4085-1996. 1996. SNI Sabun Mandi Cair. Dewan Standarisasi Nasional.


Jakarta.

Soebagio, B., Sriwidodo., Anggraini, I. 2009. Formulasi Sabun Mandi Cair


dengan Lendir Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Jurnal Jurusan Farmasi
FMIPA UNPAD, Jatinangor-Sumedang.

Suarsa, W. 2018. Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau
dari Kinetika Kimia. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana.

Sukeksi, L., Sidabutar, A.J., Sitorus, C. 2017. Pembuatan Sabun dengan


Menggunakan Kulit Buah Kapuk (Ceiba Petandra) Sebagai Sumber
Alkali. Jurnal Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Sumatera
Utara.
49

Suryana, D. 2013. Cara Membuat Sabun. Jakarta: PT. AgroMedika Pustaka. Hal
37.

Suyanti dan Supriyadi. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan, Dan Prospek Pasar.
Penebar Swadaya:Jakarta. Hal 23 dan 24.

Syah, A.N.A. 2005. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit.
Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka. Hal 17.

Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal.
242 dan 249.

Tranggono, R.I., Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik.


Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama (online) Hal.6, 7, 8, 11 Tersedia
(https://bit.ly/2T0Muhm (15 oktober 2020).

Ulia, H., Nirmala, D., Bahar, I. 2014. Pengaruh Kadar Minyak Atsiri Kencur dan
Temulawak terhadap Aktifitas Antibakteri dalam Sabun Padat. Seminar
Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) Universitas Jenderal
Achmad Yani. Hal. 13.

Widyasanti, A., Rahayu, A., Zain, S. 2017. Pembuatan Sabun Cair Berbasis
Virgin Coconut Oil (Vco) Dengan Penambahan Minyak Melati (Jasminum
Sambac) Sebagai Essential Oil. Jurnal Teknotan Vol. 11. Hal. 2-9.

Widyasanti, A dan Rohani, J. 2017. Pembuatan Sabun Padat Transparan


Berbasis Minyak Zaitun dengan Penambahan Ekstrak Teh Putih. Jurnal
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Widyasanti, A. dan Ramadha, C.A. 2018. Pengaruh Imbangan Aquadest dalam


Pembuatan Sabun Mandi Cair Berbahan Virgin Coconut Oil (VCO).
Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 2. Hal. 38.
Widyasanti, A., Septianur, A.S., Rosalinda, S. 2019. Pembuatan Sabun Cair
Dengan Menggunakan Bahan Baku Minyak Jarak (Castor Oil) Dengan
Variasi Konsentrasi Infused Oil Teh Putih (Camelia Sinensis). Jurnal
Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia.

Wijana, S., Soemarjo., Titik, H. 2009. Studi Pembuatan Sabun Mandi Cair dari
Daur Ulang Minyak Goreng Bekas (Kajian Pengaruh Lama Pengadukan
dan Rasio Air:Sabun Terhadap Kualitas. Fakultas Teknologi Pertanian-
Universitas Brawijaya. Malang. Hal. 57.
50

Zendrato, A. 2018. Formulasi Sediaan Sabun Cair Dari Sari Umbi Wortel
(Daucus Carota L.). Karya Tulis Ilmiah Jurusan Teknik Kimia Politeknik
Negeri Sriwijaya.
LAMPIRAN
52

Lampiran 1. Perhitungan dan Penimbangan Bahan


Formula Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)
untuk 60 mL

Formula sabun cair menurut Widyasanti, Rahayu, Zain, 2017 yang dimodifikasi:

VCO 7,5 gram


Minyak Zaitun 17,5 gram
KOH 4,99 gram
Aquades 7,485 gram
Gliserin 7,485 gram
Propilenglikol 3,372 gram
Coco-DEA 0,818 gram

Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)


 F0 (0%) = tanpa ekstrak (0 gram)

 F1 (3%) = = 1,8 gram

 F2 (5%) = = 3 gram

 F3 (6%) = = 3,6 gram

VCO = 7,5 gram


Minyak Zaitun = 17,5 gram
KOH = 4,99 gram
Aquades = 7,49 gram
Gliserin = 7,485 gram

Propilenglikol =

Coco-DEA =
53

Perhitungan Gram KOH Dengan Angka Penyabunan


Angka Penyabunan berdasarkan Perka BPOM 21 tahun 2016
Massa KOH = Angka penyabunan x Massa minyak

1. VCO
Angka Penyabunan = 248 mg KOH/gr – 269 mg KOH/gr
Massa KOH = (248 mg KOH/gr–269 mg KOH/gr) x 7,5 gr
= 1860 mg–1987 mg = 1,86 gr - 1,987 gr

2. Minyak Zaitun
Angka Penyabunan = 184 mg KOH/gr – 190 mg KOH/gr
Massa KOH = (184 mg KOH/gr–190 mg KOH/gr) x 17,5 gr
= 3220 mg–3430 mg = 3,22 gr – 3,43 gr

Total KOH = (1,86 gr-1,9876 gr) + (3,22 gr–3,43 gr)


= 5,08 gr-5,417 gr

Perhitungan Bahan Cair Dalam Satuan mL


1. VCO
Bobot VCO = 7,5 gram
Bobot jenis = 0,940 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 0,940 gr/mL x 7,5 gram = 7,05 mL

2. Minyak Zaitun
Bobot minyak zaitun = 17,5 gram
Bobot jenis = 0,910 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 0,910 gr/mL x 17,5 gram = 16 mL
54

3. Gliserin
Bobot gliserin = 7,485 gram
Bobot jenis = 1,255 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 1,255 gr/mL x 7,485 gram = 9,4 mL

4. Propilenglikol
Bobot VCO = 3,372 gram
Bobot jenis = 1,035 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 1,025 gr/mL x 3,372 gram = 3,5 mL

5. Aquades
Bobot VCO = 7,485 gram
Bobot jenis = 1 gr/mL
V = bobot jenis x massa
V = 1 gr/mL x 7,485 gram = 7,485 mL
55

Larutan diluting untuk melarutkan 20 gram pasta dengan perbandingan


larutan diluting:pasta sabun yaitu 2:1 untuk mendapatkan 60 mL sabun
cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca L.)

Aquades untuk diluting:


 F0 (0%) = larutan diluting – Coco DEA
= 40 gr – 0,818 gr
= 39,182 gram = 39,182 mL
Bobot jenis aquades = 1 gr/mL

 F1 (3%) = larutan diluting – (Coco DEA + ekstrak kulit


pisang kepok)
= 40 gr – (0,818 gr + 1,8 gr)
= 37,382 gram = 37,382 mL
Bobot jenis aquades = 1 gr/mL

 F2 (5%) = larutan diluting – (Coco DEA + ekstrak kulit


pisang kepok)
= 40 gr – (0,818 gr + 3 gr)
= 36,182 gram = 36, 182 mL
Bobot jenis aquades = 1 gr/mL

 F3 (6%) = larutan diluting – (Coco DEA + ekstrak kulit


pisang kepok)
= 40 gr – (0,818 gr + 3,6 gr)
= 35,582 gr = 36,582 mL
Bobot jenis aquades = 1 gr/mL
56

Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Reagen untuk Uji Alkali Bebas


1. Larutan HCl 0,1 N dalam alkohol sebanyak 500 mL
Diketahui : Konsentrasi HCl (P) = 37%
BJ = 1,19 g/mL
BM = 36,5 g/mol
Ditanya : V HCl (P) = ......?

Jawab : N1=

N1 =

N1 = 12,06 N

V1 N1 = V2 N2
V1 12,06 = 500 0,1

V1 =

V1 = 4,14 mL

(Jadi, HCl (P) yang dibutuhkan untuk membuat larutan HCl 0,1 N dalam
alkohol 500 mL yaitu sebanyak 4,14 mL)

2. Larutan Na2B4O7 0,1 N sebanyak 50 mL


Diketahui : N = 0,1 N
V = 50 mL
BE = 191
Ditanya : gr = ......?

Jawab :N =

0,1 =

gr = 0,955 gram

(Jadi, Na2B4O7 yang dibutuhkan untuk membuat larutan Na2B4O7 0,1 N 50


mL yaitu sebanyak 0,955 gram)
57

3. Larutan indikator phenolphthalein 1% sebanyak 50 mL


Menggunakan rumus perbandingan:

100 gr = 50

gr =

gr = 0,5 gram
(Jadi, p phenolphthalein yang dibutuhkan untuk membuat larutan
phenolphthalein 1% 50 mL yaitu sebanyak 0,5 gram)

4. Larutan indikator methyl orange 1% sebanyak 50 mL


Menggunakan rumus perbandingan:

100 gr = 50

gr =

gr = 0,5 gram

(Jadi, methyl orange yang dibutuhkan untuk membuat larutan methyl


orange 1% 50 mL yaitu sebanyak 0,5 gram)
58

Lampiran 3. Skema Kerja

A. Skema Kerja Penelitian

Persiapan Bahan

Ekstrak kulit pisang kepok Bahan baku basis sabun


(Musa paradisiaca L.)

Persiapan alat

Pembuatan sediaan sabun cair ekstrak kulit pisang


kepok (Musa paradisiaca L.)

Pengujian sediaan sabun cair ekstrak kulit pisang


kepok (Musa paradisiaca L.)

Organoleptik pH Alkali bebas Bobot jenis


59

B. Skema Pembuatan Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Simplisia kulit pisang kepok

Direndam dengan 5400 mL etanol 70 %


Didiamkan selama 3x24 jam pada suhu
ruang sambil dilakukan pengadukan
Disaring

Ampas Maserat 1

Direndam dengan pelarut 1500


mL etanol 70 %
selama 2x24 jam
Disaring

Maserat 2

Maserat 1 +
Maserat 2

Diuapkan di rotary evaporator,


lalu diuapkan kembali dengan
dengan waterbath

Ekstrak Kental
60

C. Skema Pembuatan Sediaan Sabun Cair

VCO +
Aquades + KOH + Gliserin Minyak Zaitun

Dimasukkan gelas beaker


Larutan KOH
Dipanaskan pada suhu 75 °C

Dicampur pada
suhu 75 °C, diaduk
hingga terbentuk
pasta sabun

+ Propilenglikol

Clarity Test

Dicampur (+) aquades sesuai masing-masing


ad homogen formula

(+) Coco-DEA, diaduk ad


homogen

Basis Sabun

(+) ekstrak kulit pisang kepok pada suhu 40 °C


diaduk ad homogen

Sabun cair esktrak kulit pisang


kepok (Musa paradisiaca L.)
61

Lampiran 4. Hasil Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik sabun cair ekstrak kulit pisang kepok (Musa


paradisiaca L.)

Warna: 1= kuning, 2= cokelat, 3=cokelat kehitaman. Aroma: 1= tidak beraroma,


2= aroma lemah, 3= aroma kuat. Bentuk: 1= cair homogen, 2= cair tidak homogen

Formula Warna Aroma Bentuk


Sabun 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 √ √ √
F0 2 √ √ √
3 √ √ √
1 √ √ √
F1 2 √ √ √
3 √ √ √
1 √ √ √
F2 2 √ √ √
3 √ √ √
1 √ √ √
F3 2 √ √ √
3 √ √ √
62

Lampiran 5. Hasil Uji pH

Pengujian pH Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.)

Formula pH Rata-rata
Sabun
1 8,8
2 9,2 9,06
F0
3 9,2
1 8,6
2 8,3 8,4
F1
3 8,3
1 8,1
2 8,0 8,1
F2
3 8,2
1 8,1
2 8,0 8,06
F3
3 8,1
63

Lampiran 6. Hasil Uji Bobot Jenis

Pengujian Bobot Jenis Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa
paradisiaca L.)

Bobot jenis =

Tabel hasil perhitungan bobot jenis

Formula
W (g) W1 (g) Bobot Jenis
Sabun
1 50,865 49,51 1,02
F0 2 50,32 49,29 1,02
3 50,405 49,46 1,02
1 51,055 49,355 1,03
F1 2 51,33 49,44 1,04
3 51,225 49,255 1,04
1 51,915 49,355 1,05
F2 2 51,715 49,48 1,05
3 51,815 49,48 1,05
1 51,705 49,335 1,05
F3 2 51,665 49,16 1,05
3 51,74 49,395 1,05
64

Lampiran 7. Hasil Uji Alkali Bebas

Pengujian Kadar Alkali Bebas Sabun Cair Ekstrak Kulit Pisang Kepok
(Musa paradisiaca L.)

1. Standarisasi larutan HCl menggunakan larutan Na2B4O7 0,1 N (untuk uji


F0, F1 dan F2)
Diketahui : V Na2B4O7 : 10,0 mL
N Na2B4O7 : 0,1 N
V HCl : 12,9 mL
Ditanya : N HCl :.......?
Jawab :
V HCl N HCl = V Na2B4O7 N Na2B4O7
12,9 mL N HCl = 10,0 mL 0,1 N

N HCl =

N HCl = 0,077 N

Standarisasi larutan HCl menggunakan larutan Na2B4O7 0,1 N (untuk uji


F3)
Diketahui : V Na2B4O7 : 10,0 mL
N Na2B4O7 : 0,1 N
V HCl : 12,25 mL
Ditanya : N HCl :.......?
Jawab :
V HCl N HCl = V Na2B4O7 N Na2B4O7
12,25 mL N HCl = 10,0 mL 0,1 N

N HCl =

N HCl = 0,08 N
65

2. Perhitungan Kadar Alkali Bebas

Kadar alkali bebas = x 100%

Tabel hasil perhitungan kadar alkali bebas

Kadar Alkali
Formula V (mL) N W (mg)
Bebas (%)
1 2,2 0,077 5,002 0,18
F0 2 2,1 0,077 5,095 0,17
3 1,9 0,077 5,012 0,16
1 1,7 0,077 5,030 0,14
F1 2 1,8 0,077 5,009 0,15
3 1,8 0,077 5,07 0,15
1 1,4 0,077 5,018 0,12
F2 2 1,5 0,077 5,059 0,13
3 1,4 0,077 5,052 0,12
1 1,5 0,08 5,024 0,13
F3 2 1,4 0,08 5,018 0,12
3 1,4 0,08 5,003 0,12
66

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

A. Pembuatan Simplisia

Pencucian Perajangan

Simplisia kulit pisang


Penjemuran kepok
Pencucian

Penghalusan
67

B. Ekstraksi Simplisia

Penimbangan
serbuk simplisia Penambahan pelarut

Perendaman Pengadukan

Penyaringan Maserat
68

Evaporasi ekstrak Penguapan ekstrak cair

Ekstrak kental

C. Uji Flavonoid

Pemanasan larutan
Menimbang ekstrak
ekstrak
69

Penambahan HCl pekat


Penambahan serbuk mg dan amil alkohol

Hasil uji flavonoid


70

D. Pembuatan Sediaan Sabun Cair

Bahan pembuatan sabun


cair Penimbangan bahan

Pemanasan VCO dan minyak Melarutkan KOH dan


zaitun hingga suhu 75 °C penambahan gliserin

Mengaduk campuran
Menambahkan larutan minyak dan KOH hingga
KOH + gliserin ke dalam terbentuk pasta sabun
minyak
71

Menambahkan propilenglikol ke Clarity test


dalam pasta sabun

Menambahkan Coco DEA


Diluting
dan ekstrak

F3 (3) F3 (2) F3 (1) F2 (3) F2 (2) F2 (1) F1 (3)_F2 (2) F1 (1) F0 (3) F0 (2) F0 (1)

Sedian Sabun
72

E. Evaluasi Sabun Cair


1. Uji Organoleptik

2. Uji pH

Kalibrasi pH meter Uji pH sabun cair

3. Uji Bobot Jenis

Mengoven piknometer setelah Dimasukkan piknometer


dibilas dengan aseton dan dalam desikator
dietileter

Menimbang piknometer Menimbang piknometer +


kosong sabun dan piknometer +
aquades
73

4. Uji Alkali Bebas

Reagen uji Penimbangan sampel

Pemanasan sampel Titrasi

TAT standarisasi TAT sampel


74

Lampiran 9. Surat Izin Penelitian Laboratorium Farmasi Poltekkes


Tanjungkarang
75
76
77
78

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian Luar Laboratorium Poltekkes


Tanjungkarang
79
80
81

Lampiran 11. Surat Evaporasi


82

Lampiran 12. Lembar Perbaikan Seminar Proposal Tugas Akhir dan


Lembar Perbaikan Seminar Hasil Tugas Akhir
83
84

Lampiran 13. Log Book Laporan Tugas Akhir


85
86
87
88
89
90
91
92

Lampiran 14. Lembar Bimbingan Laporan Tugas Akhir


93
94
95

Anda mungkin juga menyukai