Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hasil perairan di Indonesia merupakan sektor yang menyimpan potensi sumberdaya
yang besar dengan luas wilayah perairan hingga 75%. Potensi hasil perairan yang luas ini
dapat berdampak baik bagi perkembangan bangsa sehingga pemerintah berupaya mendorong
perkembangan hasil perairan (KKP 2018). Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya
hasil perairan yang sudah dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor maupun digunakan untuk
kebutuhan dalam negeri. Meningkatnya permintaan pasar menyebabkan produksi rumput laut
Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya (Awaluddin et al. 2016). Data
produksi rumput laut di Indonesia mencapai nilai 9,3 juta ton pada tahun 2013 dan terus
mengalami peningkatan hingga mencapai 10,4 juta ton pada tahun 2017 (KKP 2018). Jenis
rumput laut yang banyak diproduksi di Indonesia salah satunya yaitu Eucheuma cottoni.
Rumput laut merupakan hasil perairan yang mengandung senyawa bioaktif. Senyawa
bioaktif yang dihasilkan oleh rumput laut dapat dimanfaatkan di bidang kosmetika dan
memiliki sifat antioksidan dan antibakteri. Rumput laut E. cottonii merupakan salah satu jenis
rumput laut merah yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Rumput laut E. cottonii memiliki
peningkatan permintaan dalam berbagai bentuk (Kushartono et al. 2009). Rumput laut E.
cottonii merupakan rumput laut yang memiliki sifat antibakteri. Senyawa bioaktif flavonoid
pada ekstrak E. cottonii memiliki diameter daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus sp
dan E. coli dengan nilai berturut-turut 17,33 mm dan 16,33 mm. Nilai zona yang dihasilkan
memiliki kategori sangat kuat (Sartika et al. 2013). Kosmetik merupakan bahan atau sediaan
yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia yang terdiri dari epidermis, rambut, kuku,
bibir, dan organ genital bagian luar, atau gigi. Kosmetik memiliki fungsi untuk mewangikan,
mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (Chan 2016).
Perawatan kulit merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga
kondisi kulit tetap sehat dan bersih. Pembersihan kulit dapat dilakukan salah satunya dengan
menggunakan sabun. Sabun merupakan produk perawatan diri yang dapat berfungsi sebagai
pembersih tubuh yang digunakan sehari-hari. Penggunaan sabun dengan air dapat
membersihkan kotoran dari permukaan kulit bahkan dapat menghambat pertumbuhan
mikroba (Sinatrya 2009). Sabun yang digunakan untuk pembersihan kulit umumnya terkait
dengan pengangkatan kotoran pada kulit, baik yang berupa kotoran keringat, debu, maupun
lemak, pengangkatan sel-sel kulit mati, dan pembersihan sisa-sisa kosmetik (Qisti 2009).
Ampas kopi merupakan produk samping berupa endapan dari hasil seduhan biji kopi yang
telah melalui penyangraian. Ampas kopi memiliki padatan tak larut yang berbentuk butiran-
butiran bertekstur kasar yang dapat digunakan untuk perawatan kulit. Butiran kasar pada
ampas kopi memiliki sifat penghalus (abrasiver) kulit yang memiliki manfaat dalam
mengangkat sel kulit mati di permukaan kulit, melembabkan kulit, dan membuat kulit terlihat
lebih bersih dan halus (Wibah 2018). Ampas kopi memiliki kandungan kafein lebih rendah
dibandingkan dengan bubuk kopi yang belum diseduh (Yen et al. 2005). Kafein yang
terkandung pada ampas kopi dapat meningkatkan sirkulasi darah di kulit dan memperlambat
proses photoaging kulit (Herman dan Herman 2013). Pemanfaatan sabun sebagai pembersih
kulit semakin beragam dan menjadi tren tersendiri. Penjualan sabun yang dikomersialkan
memiliki ragam jenis, warna, wangi, dan berbagai manfaat yang ditawarkan (Chan 2016).
Mikroplastik polyethylene merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai bahan
baku produk lulur mandi (Rahmat et al. 2020). Penggunaan scrub berbahan baku mikroplastik
banyak digunakan pada produk kosmetik dan produk perawatan diri. Mikroplastik ini
merupakan mikroplastik primer yang termasuk kedalam microbeads sebagai scrubbing agent
dengan sifat pengelupasan dan keseragaman ukuran yang baik. Ukuran microbeads yang
relatif kecil dikhawatirkan tidak tersaring oleh instalasi pengolahan air dan mengalir ke
saluran air dan mengancam kehidupan akuatik (Suardy et al. 2020). Penambahan ampas kopi
dan tepung rumput laut E. cottonii pada sabun padat dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif scrub ramah lingkungan. Penggunaan scrub berbahan alami pada sabun padat
diharapkan mampu menekan pencemaran mikroplastik. Penggunaan rumput laut dan scrub
pada sabun padat belum banyak dilakukan, sehingga berdasarkan latar belakang tersebut
perlu adanya modifikasi memadukan tepung rumput laut E. cottonii dan ampas kopi sebagai
sabun padat.

1.2. Rumusan Masalah


Pemanfaatan tepung rumput laut pada produk kosmetika belum dimanfaatkan secara
optimal. Penggunaan sabun padat berbahan dasar tepung rumput laut E. cottonii dengan
penambahan bahan lain yaitu ampas kopi dapat dikembangkan menjadi produk bernilai
tinggi. Untuk mendapatkan sabun padat yang sesuai standar SNI belum diketahui konsentrasi
terbaiknya. Konsentrasi tepung rumput laut E. cottoni ampas kopi yang ditambahkan dalam
pembuatan sabun padat diduga akan berpengaruh terhadap kualitas sabun padat.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan karakteristik kimia tepung rumput laut E. cottonii
dan ampas kopi sebagai bahan baku, serta menentukan perlakuan terpilih sabun padat
berbahan dasar tepung E. cottonii (4%) dengan penambahan konsentrasi ampas kopi (0%,
1%, 2%, 3%) terhadap karakteristik fisik dan kimia produk.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pemanfaatan bahan alami rumput laut
E. cottonii dan ampas kopi sebagai sabun padat, memberikan inovasi dalam pembuatan sabun
padat dengan bahan baku rumput laut dan ampas kopi, mengembangkan potensi rumput laut
E. cottonii secara komersial dalam bidang kosmetik, serta mendapatkan informasi ilmiah
mengenai karakteristik tepung rumput laut E. cottonii dan bubuk ampas kopi sebagai bahan
baku sabun padat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Qisti (2009) sabun padat yang beredar di pasaran saat ini dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu sabun opaque, translucent, dan transparan. Sabun padat
transparan merupakan salah satu inovasi sabun yang lebih menarik dan
mempunyai busa yang lebih halus dibandingkan dengan sabun yang tidak
transparan (Qisti 2009). Faktor yang dapat mempengaruhi transparansi sabun
adalah kandungan alkohol, gula, dan gliserin dalam sabun.
Dalam memformulasi sabun perlu diperhatikan pula after feel yang
ditimbulkan dari penggunaan sabun. After feel yang diharapkan adalah adanya
sensasi lembab di kulit, dan tidak mengakibatkan kulit kering, salah satunya
dengan menggunakan humektan sebagai moisturizer (pelembab). Salah satu
contoh humektan yang digunakan dalam sabun transparan adalah gliserin. Gliserin
diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap sifat fisik sabun transparan (Budianto
2010), sehingga perlu dilakukan optimasi formula untuk memperoleh sabun
transparan yang sesuai dengan sifat fisik yang dikehendaki. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimum dari gliserin dan mengetahui
karakteristik sabun padat transparan rumput laut yang dihasilkan.

II METODE
METODE
Preparasi dan Karakterisasi Tepung Rumput Laut
Rumput laut E. cottonii dilakukan preparasi awal pembersihan dari kotoran halus dan
pengecilan ukuran. Pengeringan rumput laut E. cottonii dilakukan selanjutnya dengan
menggunakan pengering dehydrator suhu 40°C selama tujuh jam. Rumput laut E. Cottonii
yang telah dikeringkan selanjutnya melalui proses penepungan menggunakan disc mill.
Pengayakan tepung rumput laut E. Cottonii dilakukan dengan menggunakan saringan
berbentuk ayakan plastik berukuran 40 mesh.

Preparasi dan Karakterisasi Bubuk buah Merah


Buah merah dalam keadaan basah dilakukan pegeringan dengan menggunakan sinar matahari
selama 24 jam. Ampas kopi selanjutnya diayak dengan menggunakan saringan berbentuk
ayakan plastik berukuran 40 mesh.

Pembuatan Sabun Padat


Pembuatan sabun padat diawali dengan pelarutan 11,54M NaOH. Pencampuran 30% minyak
kelapa, 30% minyak jarak, dan 40% minyak zaitun diaduk dengan kecepatan konstan hingga
homogen. Pencampuran kedua larutan dilakukan secara perlahan untuk membentuk basis
sabun padat yang selanjutnya ditambahkan parfum. Tahap selanjutnya yaitu pencampuran 4%
tepung rumput laut dan bubuk buah merah dengan konsentrasi berbeda yaitu 0%, 1 %, 2 %,
dan 3%. Tahap terakhir yaitu pencetakan produk sabun padat.

Prosedur Analisis
Prosedur analisis yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari yaitu uji kadar air, analisis
pH,

Uji kadar air


Penentuan kadar air dilakukan untuk sampel tepung E. cottonii, ampas kopi, dan perlakuan
terpilih sabun. Kadar air dilakukan berdasarkan pada perbedaan berat sampel sebelum dan
sesudah dikeringkan. Cawan kosong dilakukan pengeringan dalam oven selama 30 menit
pada suhu 105°C atau hingga didapat berat yang tetap, kemudian cawan distabilkan selama
30 menit dalam desikator untuk selanjutnya ditimbang. Sampel sebanyak 1 g ditimbang dan
dimasukkan ke dalam cawan kemudian dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu
105°C yang selanjutnya diletakkan dalam desikator selama 30 menit dan dilakukan
penimbangan kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:
B = Berat sampel (g)
B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (g)
B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan

Kadar pH
Analisis pH dilakukan untuk sampel sabun padat dengan menggunakan pH meter. Analisis
pH menggunakan sampel sebanyak 2g yang kemudian dilarutkan dengan 20 mL akuades.
Nilai pH selanjutnya dihitung dengan pH meter yang telah melalui proses kalibrasi pada pH
7.

Uji fenol hidrokuinon


Uji fenol dilakukan menggunakan sampel sebanyak 1 g kemudian ditambahkan dengan
ethanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL dan diteteskan dengan 2 tetes
FeCl3 5%. Hasil uji positif fenol apabila terbentuk warna hijau atau hijau biru pada larutan.

Uji flavonoid
Uji flavonoid dilakukan menggunakan sampel sebanyak 0,05 g yang ditambahkan dengan 0,1
mg serbuk magnesium, 0,4 mL amil alkohol, dan 4 mL etanol. Campuran tersebut kemudian
divortex hingga homogen. Hasil positif pada uji flavonoid ditunjukan dari terbentuknya
warna merah, kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji saponin
Uji saponin dilakukan menggunakan sampel sebanyak 0,05 g yang ditambahkan akuades
panas. Campuran tersebut selanjutnya dimasukan ke dalam gelas piala dan dipanaskan hingga
mendidih dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2 N kemudian dikocok dan
dibiarkan selama sepuluh menit. Hasil positif pada uji saponin ditunjukan dari terbentuknya
buih yang stabil.

Uji daya busa


Kemampuan membentuk busa sabun diukur dengan melarutkan sampel dalam air pada gelas
ukur. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan akuades sampai 10 mL, dikocok dengan membolak-balikkan tabung reaksi, lalu
segera diukur tinggi busa yang dihasilkan. Kemampuan pembentukan busa dihitung dengan
mengukur tinggi busa dan stabilitas busa diukur dengan menghitung waktu busa mulai
hilang. Tabung didiamkan selama 5 menit, kemudian diukur lagi tinggi busa yang dihasilkan
setelah 5 menit. Tinggi busa yang terbentuk kemudian dihitung dengan rumus:
Uji organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan atau hedonik. Uji organoleptik
dilakukan dengan pengungkapan tanggapan mengenai tingkat kesukaan dan ketidaksukaan
terhadap produk sabun padat yang dihasilkan. Panelis diminta untuk memberi poin pada
setiap parameter berupa kenampakan, warna, aroma, tekstur dan kemampuan busa pada
masing-masing produk. Pemberian poin dilakukan oleh panelis semi terlatih sebanyak tiga
puluh orang. Pengamatan dilakukan dengan skala hedonik yang memiliki rentang nilai 1
sampai dengan 5, yaitu (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) netral; (4) suka; (5) sangat
suka.

3.1 Waktu dan Tempat


Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan,
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Proling, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Laboratorium Produksi, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, dan PT Rumah Rumput Laut, Bogor.
BAB 4 BIAYA

DAFTAR PUSTAKA
(AOAC) Association of Official Analytical Chemist.2005.Official Method of Analysis of The
Assosiation of the official Analytical of chemist. Airlington (US): The assosiation of official
Analytical chemist, Inc.
Afifah RMP.2020.Karakteristik kombinasi karaginan dan tepung rumput laut sargasum sp.
Sebagai jelly soap non gelatin [Skripsi]. Bogor (ID):Institut pertanian Bogor.
Agusman, Ariani SNK, Murdina. 2014. Penggunaan tepung rumput laut Euchuma cottonii
pada pembuatan berasa analog dari tepung modified cassava flour (mocaf). Jurnal pascapanen
dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 9(1):1-10.
Agustini NWS, Winami AH. 2017_ Karateristik dan aktivitas antioksi dan

Anda mungkin juga menyukai