Anda di halaman 1dari 12

Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DALAM PEMBUATAN


SABUN ANTISEPTIK

Ace Baehaki*, Shanti Dwita Lestari, Dica Fusva Hildianti


Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Indralaya
*Korespondensi: abaehaki.unsri@gmail.com
Diterima: 7 Desember 2018 /Disetujui: 11 April 2019

Cara sitasi: Baehaki A, Lesari SD, Hildianti DF. 2019. Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii dalam
pembuatan sabun antiseptik. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 22(1): 143-154.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula sabun padat menggunakan bahan aktif rumput
laut Eucheuma cottonii yang memiliki sifat antiseptik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan satu faktor penambahan ekstrak rumput laut E. cottonii (0; 250; 500 dan 750 ppm).
Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi preparasi sampel, ekstraksi sampel, pembuatan sabun
antiseptik, uji fisika kimia (kadar air, pH, alkali bebas, stabilitas busa dan kekerasan) dan uji antibakteri.
Hasil penelitian menunjukkan penambahan ekstrak rumput laut E. cottonii berpengaruh nyata terhadap
alkali bebas, stabilitas busa dan kekerasan sabun kecuali kadar air dan derajat keasaman (pH) sabun. Kadar
air sabun antiseptik dengan bahan dasar rumput laut adalah 20,03-27,62% dan pH 11,22-11,57, nilai
alkali bebas 0,05-0,53%, stabilitas busa 42,77-74,42%, kekerasan 102,10-387,84%. Uji aktivitas antibakteri
menunjukkan diameter daya hambat pada sabun ekstrak E. cottonii yaitu 11,08-17,15 mm dan tergolong
dalam aktivitas antibakteri kuat (>11 mm), sedangkan diameter daya hambat antibakteri pada ekstrak
E. cottonii yaitu 0-12,26 mm. Konsentrasi ekstrak rumput laut E. cottonii yang semakin tinggi menyebabkan
zona hambat sabun yang semakin besar. Perlakuan terbaik dari sabun antiseptik adalah perlakuan ekstrak
rumput laut dengan konsentrasi 750 ppm yang memiliki zona hambat terhadap bakteri S. aureus paling
tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kata kunci: antibakteri, daya hambat, rumput laut, sabun antiseptik, stabiitas

The Utilization of Seaweed Eucheuma cottonii in the Production of Antiseptic Soap

Abstract
The aim of study was to formulate solid soap made from Eucheuma cottonii seaweed which has
antiseptic properties. This study used a Complate Randomized Design (CRD) with one factor adding extract
E. cottonii seaweed (0 ppm, 250 ppm, 500 ppm and 750 ppm). The steps included sample preparation,
extraction, production of antiseptic soap, chemical physics test (moisture content, pH, free alkali, foam
stability, and hardness) and antibacterial test. The results showed that the addition of E. cottonii seaweed
extract had a significant effect on free alkali, foam stability, and soap hardness except the moisture content
and acidity (pH) of the soap. Moisture content of solid soap ranged 20.03-27.62%, pH 11.22-11.57, the
free alkali value was 0.05-0.53%, foam stability was 42.77-74.42%, and hardness was in the range of 102.10
-387.84%. Antibacterial activity test showed inhibitory diameter in E. cottonii extract soap ranged 11.08-
17.15 mm, classified as a strong antibacterial activity (> 11 mm), while the antibacterial inhibitory diameter
of E. cottonii extract was 0–12.26 mm. The higher the concentration of seaweed extract E. cottonii, the higher
the inhibition zone (antibacterial activity) of soap produced. The best treatment of antiseptic soap produced
was seaweed extract with concentration of 750 ppm which had the highest inhibition zone against S. aureus
compared to other treatments.

Keywords: antibacterial, antiseptic soap, inhibitory diameter, seaweed, stability

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 143


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1 Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

PENDAHULUAN memiliki aktivitas antibakteri bila digunakan.


Kulit adalah organ tubuh terluar Salah satu bahan alam produk hasil perairan
yang berfungsi untuk melindungi organ- yang dapat digunakan yaitu rumput laut.
organ dalam tubuh terhadap pengaruh Rumput laut merupakan salah satu
luar, mendukung penampilan seseorang komoditi perikanan penting yang banyak
dan kepentingan estetik (Achyar 1986). dimanfaatkan dalam berbagai bidang baik
Fungsi barrier kulit terdapat di epidermis, pangan maupun non-pangan. Rumput laut
yaitu lapisan stratum corneum, hal tersebut menghasilkan senyawa koloid yang disebut
dikarenakan adanya intracellular lipid yang fikokoloid yaitu agar, alginat dan karaginan.
menjadi salah satu penyusun stratum corneum. Pemanfaatan rumput laut kemudian
Kulit mengeluarkan semacam minyak yang berkembang sebagai bahan baku industri
dinamai sebum, guna mempertahankan makanan, kosmetik, farmasi, kedokteran, dan
kelembaban dan kehalusan kulit. Cara paling industri lainnya (Kadi 2004).
sederhana untuk mengangkat kelebihan Sabun rumput laut E. cottonii yang
sebum yang telah bercampur dengan kotoran diaplikasikan ke kulit dapat mengurangi
lain yang menempel pada kulit adalah dengan atau menghilangkan keutuhan lapisan
memakai sabun sehingga tumpukan kotoran fosfolipid, sehingga fenol dengan mudah
menjadi hilang. berpenetrasi merusak dinding sel dan
Sabun mandi adalah produk yang menyebabkan kematian sel mikroba. Fenol
dihasilkan dari reaksi antara minyak atau memiliki kemampuan untuk mendenaturasi
lemak dengan basa KOH atau NaOH (BSN protein dan merusak membran sel mikroba.
1996). Proses yang terjadi dalam pembuatan Kondisi asam oleh adanya fenol dapat
sabun disebut penyabunan atau saponifikasi. berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri
Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun Staphylococcus aureus (Rahayu 2000).
yang berlangsung dengan mereaksikan asam Rumput laut mengandung metabolit
lemak dengan alkali yang menghasilkan primer yang terdiri atas karagenan
sintesis dan air serta garam karbonil. Produk serta senyawa metabolit sekunder yang
yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun menunjukkan aktivitas antibakteri
dan gliserin (Prawira 2010). Jenis sabun yang (Shanmugam dan Mody 2000). Maduriana
banyak dikenal yaitu sabun padat (batangan) dan Sudira (2009), menyatakan bahwa rumput
dan sabun cair (Hambali et al. 2005). Sabun laut dapat menghasilkan biomassa berupa
padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu sabun bahan aktif metabolit untuk melindungi
opaque, translucent, dan transparan. Sabun dirinya dari serangan berbagai penyakit dan
opaque adalah jenis sabun yang biasa predator. Ekstrak E. spinosum juga diketahui
digunakan sehari-hari yang berbentuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
kompak dan tidak tembus cahaya, sabun Diameter daya hambat ekstrak E. spinosum
transparan merupakan sabun yang paling yang dihasilkan terhadap Bacillus subtilis
banyak meneruskan cahaya jika pada batang lebih besar dibandingkan Salmonella thypi.
sabun dilewatkan cahaya, sedangkan sabun Hal ini dapat disebabkan dari perbedaan yang
translucent merupakan sabun yang sifatnya dimiliki oleh kedua bakteri yaitu B. subtilis
berada di antara sabun transparan dan sabun merupakan bakteri Gram positif sedangkan
opaque. Sabun transparan mempunyai harga Salmonella thypi merupakan bakteri Gram
yang relatif lebih mahal dan umumnya negatif. Perbedaan diameter daya hambat
digunakan oleh kalangan menengah atas pada bakteri Gram positif dan Gram negatif
(Gunawan 2011). dapat dihubungkan dengan struktur dinding
Penggunaan zat aktif bahan alami yang sel yang dimilikinya (Wahyuni 2016).
aman bagi kesehatan pada sabun perlu Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
dikembangkan untuk memberikan fungsi formula sabun padat menggunakan bahan
tertentu terhadap produk yang dihasilkan. aktif rumput laut E. cottonii yang memiliki
Fungsi tersebut antara lain memberikan sifat antiseptik.
kesan halus, lembut, melembabkan kulit dan

144 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1

BAHAN DAN METODE Preparasi sampel


Bahan dan Alat Rumput laut kering dibersihkan dan
Bahan yang digunakan dalam penelitian dicuci dengan air hingga bersih lalu direndam
ini adalah rumput laut E. cottonii, bakteri selama 1 malam. Seluruh kotoran dan garam
Staphylococcus aureus, minyak kelapa yang masih menempel, dipastikan tidak ada
komersial jenis virgin coconut oil (VCO), dalam sampel. Rumput laut dijemur dibawah
minyak zaitun komersial merk western sinar matahari suhu 30-40oC selama 48 jam
desert olive oil, asam stearat, alkohol, gliserin hingga kering kemudian diserbukkan dan
(Merck), NaOH (Merck), trietilamin (TEA) disaring menggunakan saringan 60 mesh.
(Merck), metanol (Merck), barium klorida
(Merck), phenolphthalein (pp), asam sulfat Pembuatan ekstrak rumput laut
(Merck), dan nutrient agar (NA) (Merck), Eucheuma cottonii
Nutrient Broth (NB) (Merck). Serbuk kering rumput laut sebanyak 25 g
Alat yang digunakan meliputi pH diekstraksi dengan metode maserasi dengan
meter, neraca analitik OHAUS, inkubator, magnetik stirrer selama 24 jam (Zainuddin
mikropipet (Single Channel Capp 10-100 Ul, 2006). Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
USA), autoclave (Hirayama, Jepang), hotplate yaitu metanol dengan perbandingan 1:8
(Cimarec ,United Kingdom), rotary evaporator (b/v). Filtrat dipisahkan dari ampas dengan
R-200 (Buchi) dan textur analyzer (brookfield, penyaringan menggunakan corong yang
USA). telah dilapisi kertas saring Whatman 42 lalu
diuapkan dengan Rotary Vacuum Evaporator
Metode Penelitian sehingga diperoleh ekstrak kental (Haryati
Metode penelitian ini terdiri dari satu 2011).
faktor yaitu penambahan ekstrak rumput
laut E. cottonii dengan 4 perlakuan masing- Pembuatan sabun antiseptik
masing dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Formulasi pembuatan sabun antiseptik
Perlakuan yang digunakan antara lain A0= 0 dengan penambahan rumput laut E. cotonii
ppm; A1=250 ppm; A2= 500 ppm dan A3= 750 ditunjukan pada Table 1. Proses pembuatan
ppm. Analisis statistik dalam penelitian ini sabun antiseptik yaitu minyak kelapa, minyak
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). zaitun, asam stearat, bubur rumput laut dan

Table 1 Formulation production of antiseptic soap (in 300 g of material weight)


Treatment
Ingredients (%) A0 A1 A2 A3
0 ppm 250 ppm 500 ppm 750 ppm
Seaweed extract 0 0.075 0.15 0.225
Porridge of seaweed 12 12 12 12
Water 2 2 2 2
Coconut oil VCO 22 22 22 22
Olive oil 3 3 3 3
Stearic 45 45 45 45
Sugar 42 42 42 42
Glyserin 30 30 30 30
TEA 80 80 80 80
Alcohol 45 45 45 45
NaOH 19 19 19 19

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 145


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1 Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

ekstrak rumput laut dimasukkan ke dalam penimbangan 5 gram sampel sabun


beaker glass 1, kemudian dipanaskan pada dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer,
suhu 70-80oC. Kemudian gula pasir, gliserin ditambahkan 100 mL etanol dan batu didih.
dan TEA dimasukkan ke dalam beaker glass 2 Larutan dipanaskan selama 30 menit pada
dan dipanaskan pada suhu 70-80oC. Larutan penangas air hingga sabun larut, kemudian
pada beaker glass 2 dicampurkan ke dalam ditambahkan 10 mL larutan Barium Klorida
larutan beaker glass 1 pada suhu 70-80oC panas dan pp (phenolphthalein) sebagai
dan diaduk sampai larutan homogen dan indikator. Labu diputar agar pencampuran
jernih. Alkohol, NaOH dan air ditambahkan menjadi sempurna kemudian dititrasi dengan
ke dalam larutan beaker glass 1 dan diaduk 0,1 N asam sulfat sehingga warna merah
selama 2-4 menit hingga terbentuk sabun. jambu hilang.
Sabun terbentuk, suhu diturunkan menjadi
50oC. Larutan sabun dimasukkan ke dalam Kadar alkali bebas dihitung NaOH = V x N x 0,04 x 100%
W
cetakan dan dibiarkan hingga dingin dan
memadat. Keterangan:
V = HCl 0,1 N yang digunakan (mL)
Prosedur Analisis N = Normalitas HCl yang digunakan
Kadar air W = Berat contoh
Prosedur analisis kadar air menggunakan 0,04 = Bobot setara NaOH
metode AOAC (2005). Prinsip analisis kadar
air adalah proses penguapan air dari suatu Derajat keasaman (pH)
bahan dengan cara pemanasan, berdasarkan Prosedur analisis derajat keasaman (pH)
pada perbedaan berat sampel sebelum dan yaitu dengan menimbang 5 gram sampel
sesudah dikeringkan. Prosedur analisis kadar kemudian dilarutkan dengan 10 mL akuades.
air adalah sebagai berikut: Cawan kosong Indikator pH meter dicuci dengan akuades
yang akan digunakan dikeringkan dalam oven agar pH meter dalam keadaan netral (pH 7).
selama 15 menit, disimpan selama 30 menit Indikator pH meter dimasukkan ke dalam
dalam desikator hingga beratnya konstan sampel, kemudian hasil pH dicatat.
dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram
ditimbang menggunakan cawan yang telah Stabilitas busa
diketahui beratnya, kemudian dipanaskan Prosedur pengukuran stabilitas busa
dalam oven pada suhu 105oC selama 12 jam. menggunakan metode Awang et al. (2001).
Cawan kemudian disimpan dalam desikator Sampel sebanyak ±1 gram dimasukkan
selama 30 menit lalu ditimbang. Cawan ke dalam tabung tutup ulir, kemudian
setelah ditimbang dikeringkan dalam oven ditambahkan akuades ±9 mL. Sampel dikocok
kembali sehingga didapat berat konstan. menggunakan vortex selama 1 menit. Tinggi
Persentase kadar air dapat dihitung dengan busa setelah pengocokan dihitung, kemudian
menggunakan rumus sebagai berikut: didiamkan selama 15 menit dan dihitung
kembali tinggi busa akhir setelah didiamkan.
B-C
Kadar air = x 100%
B-A
Tinggi busa awal-Tinggi busa akhir
Keterangan: Uji busa = x 100
Tinggi busa Awal
A =Berat cawan kosong (g)
B =Berat (sampel+cawan) sebelum
dikeringkan (g) Kekerasan sabun (gF)
C =Berat (sampel+cawan) sesudah Pengukuran kekerasan mengacu pada
dikeringkan (g) metode Faridah (2006) menggunakan alat
texture analyzer jenis probe TA 44 stainless
Analisis alkali bebas steel. Sampel diletakkan dibawah probe
Analisis alkali bebas menggunakan berbentuk silinder, lalu ditekan tombol start.
metode BSN (1994). Analisis meliputi Probe berbentuk silinder akan menekan

146 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1

bagian tengah sampel dan akan ada angka sampel (ekstrak kasar E. cottonii dan sabun
yang tertera pada texture analyzer. Angka pada yang mengandung ekstrak kasar E. cottonii)
texture analyzer merupakan hasil pengukuran dengan konsentrasi 0 ppm, 250 ppm, 500
terhadap sampel yang dinyatakan dalam ppm, dan 750 ppm. Kertas cakram kemudian
satuan gram force (g.f). diletakkan secara teratur di atas medium agar
yang mengandung bakteri uji dan diberi label.
Pengujian Bakteri dengan Metode Cawan petri yang berisi bakteri uji dan sampel
Cakram (ekstrak dan sabun antibakteri) tersebut
Persiapan kultur bakteri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.
Bakteri uji yang digunakan yaitu Daya hambat ditentukan dengan mengurangi
Staphylococcus aureus. Bakteri uji yang diameter zona hambat yang terbentuk dengan
telah tertanam diremajakan dengan cara diameter kertas cakram (6 mm).
1 ose bakteri dipindahkan ke media NA,
dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi HASIL DAN PEMBAHASAN
medium dan diinkubasi selama 24 jam pada Kadar Air
suhu 37±2oC (Rahma 2010). Keberadaan air dalam suatu produk
Pembuatan Suspensi Bakteri sangat menentukan mutu produk tersebut
Bakteri uji disuspensikan dalam media tak terkecuali sabun padat. Spitz (1996)
NB, diinkubasi selama 24 jam pada suhu berpendapat bahwa kuantitas air yang terlalu
30oC. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan banyak dalam sabun akan membuat sabun
adanya kekeruhan pada media yang telah tersebut mudah menyusut dan tidak nyaman
disuspensikan (Mukhtar 2013). saat akan digunakan. Rata-rata kadar air pada
Pengujian daya hambat ekstrak E. cottonii sabun padat antiseptik dapat dilihat pada
Prosedur pengujian daya hambat bakteri Figure 1.
dengan metode kirby bauer disc diffusion Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
menurut Saranani (2013) yaitu: 15 mL media perlakuan ekstrak rumput laut E. cottonii
agar dituangkan ke dalam cawan petri steril. berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air
Biakan bakteri pada suspensi sebanyak sabun yang dihasilkan. Nilai kadar air yang
10 µL dituangkan ke dalam cawan petri diperoleh berada diatas batas maksimum
steril, lalu dihomogenkan dengan media kadar air menurut BSN (1994) yaitu <15%.
agar. Kertas cakram yang telah disterilkan Purnamawati (2006) menjelaskan bahwa
kemudian direndam selama ±2 menit pada sabun yang memiliki nilai kadar air diatas

50
45
Water content (%)

40
35 22.71±8.67 26.26±0.22 27.62±2.30
20.03±0.06
30
25
20
15
10
5
0
0 250 500 750

Concentration of seaweed extract (ppm)

Figure 1 Water content of antiseptic soap with the addition of extract from E. cottonii.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 147


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1 Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

batas maksimum menghasilkan sabun yang tidak boleh melebihi 0,1% karena alkali
cukup lunak. bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi
pada kulit (BSN 1994). Rata-rata alkali bebas
Derajat Keasaman (pH) pada sabun antiseptik dapat dilihat pada
Nilai pH kosmetik yang terlalu tinggi Figure 3.
atau rendah dapat menyebabkan iritasi Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
pada kulit (Wasitaatmadja 1997). Jellinek perlakuan ekstrak rumput laut E. cottonii
(1970) menyatakan bahwa mencuci tangan berpengaruh nyata pada taraf uji 5% terhadap
dengan sabun akan membuat nilai pH kulit alkali bebas sabun. Penurunan pada hasil
meningkat untuk sementara, tetapi kenaikan uji alkali bebas diduga disebabkan adanya
pH pada kulit tidak akan melebihi 7. Rata-rata senyawa fenol pada ekstrak yang bersifat
pH pada sabun padat antiseptik dapat dilihat asam mampu merusak membran sel sehingga
pada Figure 2. tingkat iritasi pada kulit berkurang. Hasil uji
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) sabun antiseptik
perlakuan konsentrasi ekstrak rumput laut terhadap alkali bebas dapat dilihat pada
E. cottonii tidak berpengaruh nyata terhadap Table 2.
derajat keasaman sabun. Nilai pH sabun Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan
menunjukkan pH yang basa. Edoga (2009) perlakuan A3 (konsentrasi 750 ppm) berbeda
menunjukkan bahwa pH dalam rentang 9-11 nyata terhadap perlakuan lainnya. Menurut
relatif aman bagi kulit, sedangkan standar BSN (SNI 06-3532-1994) batas standar alkali
BSN (1996) umumnya pH sabun mandi bebas sabun adalah 0,1%. Sabun antiseptik
berkisar antara 8-11. Sabun yang dihasilkan pada perlakuan A1, A2 dan A3 telah memenuhi
melebihi batas maksimum pH sabun (belum standar BSN (SNI 06-3532-1994), sedangkan
memenuhi standar BSN). Sabun yang sabun antiseptik pada perlakuan A0 (kontrol)
dihasilkan menunjukkan pH yang menurun belum memenuhi standar BSN (1994).
diduga karena adanya senyawa fenol yang
terdapat pada rumput laut E. cottonii yang Stabilitas Busa
bersifat asam (Rahayu 2000). Busa merupakan salah satu parameter
penting dalam penentuan mutu sabun mandi
Alkali Bebas khususnya untuk masyarakat Indonesia.
Alkali bebas merupakan alkali yang tidak Busa berperan dalam proses pembersihan
terikat sebagai senyawa pada saat pembuatan dan melimpahkan wangi sabun pada kulit.
sabun. Kelebihan alkali dalam sabun natrium Senyawa tidak jenuh (asam lemak tidak

18
16
14 11.57±0.13 11.29±0.23 11.23±0.33 11.22±0.14
12
10
pH

8
6
4
2
0
0 250 500 750

Concentration of seaweed extract (ppm)


Figure 2 pH of antiseptic soap with the addition of extract from E. Cottonii.

148 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1

0.7
0.6
0.5

Free alkali (%)


0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 250 500 750

Concentration of seaweed extract (ppm)


Figure 3 Free alkali of antiseptic soap with the addition of extract from E. cottonii.

Table 2 Honest significant difference (HSD) test of free alkali of antiseptic soap
Treatment Avarage value
A3 0.05±0.039a
A2 0.06±0.007a
A1 0.11±0.002a
A0 0.53±0.002b

jenuh) yang terdapat dalam formulasi bahan aditif sabun dan surfaktan, penstabil
sabun menyebabkan busa yang tidak stabil busa dan bahan-bahan penyusun sabun
(Gromophone 1983). Rata-rata stabilitas busa lainnya (Amin 2006).
pada sabun transparan antiseptik dapat dilihat
pada Figure 4. Kekerasan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Kekerasan didefinisikan sebagai kekuatan
perlakuan ekstrak rumput laut E. cottonii per gaya yang diperlukan untuk mencapai
berpengaruh nyata pada taraf uji 5% terhadap perubahan bentuk (Purnamawati 2006).
stabilitas busa sabun, artinya ada pengaruh Rata-rata kekerasan pada sabun antiseptik
yang signifikan pada perbedaan konsentrasi dapat dilihat pada Figure 5.
terhadap stabilitas busa yang dihasilkan. Analisis ragam menunjukkan bahwa
Stabilitas busa semakin menurun untuk setiap perlakuan ekstrak rumput laut E. cottonii
konsentrasi perlakuan, hal tersebut diduga berpengaruh nyata terhadap kekerasan sabun.
karena pengaruh dari ekstrak E. cottonii yang Tingkat kekerasan semakin menurun seiring
mengandung serat. Kemampuan membentuk dengan semakin tingginya konsentrasi ekstak
busa dihasilkan dari sabun sebagai surfaktan yang ditambahkan. Hasil uji lanjut BNJ sabun
anionik dan kombinasi surfaktan yang antiseptik terhadap stabilitas busa dapat
digunakan. Hasil uji lanjut BNJ sabun dilihat pada Table 4.
antiseptik terhadap stabilitas busa dapat Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa
dilihat pada Table 3. perlakuan A0 berbeda nyata terhadap perlakuan
Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan lainnya. Kekerasan sabun dipengaruhi
perlakuan A3 dan A2, berpengaruh nayata oleh asam lemak jenuh yang digunakan
terhadap perlakuan A1 A0. Karakteristik busa pada pembuatan sabun. Asam lemak jenuh
sabun dipengaruhi beberapa faktor, yaitu merupakan asam lemak yang tidak memiliki

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 149


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1 Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

100
90
80
70
Foam stability (%)

60
50
40
30
20
10
0
0 250 500 750

Concentration of seaweed extract (ppm)


Figure 4 Foam stability of antiseptic soap with the addition of extract from E. cottonii.

Table 3 Honest significant difference (HSD) test on foam stability of antiseptic soap
Treatment Average value
A3 42.77±0.82a
A2 52.91±5.23a
A1 69.99±1.49b
A0 74.41±0.72b

ikatan rangkap tetapi memiliki titik cair yang telah diencerkan dengan akuades
yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam masing-masing konsentrasi menghasilkan
lemak yang memiliki ikatan rangkap. Asam daerah hambatan dengan kategori yang
lemak jenuh biasanya berbentuk padat pada berbeda-beda. Nilai diameter daya hambat
suhu ruang sehingga baik digunakan pada pada aktivitas antibakteri sabun dan ekstrak
pambuatan sabun (Purnamawati 2006). rumput laut E. cottonii dapat dilihat pada
Table 5.
Aktivitas Antibakteri Sabun Rumput Table 5 menunjukkan luasan dari daya
Laut E. cottonii hambat yang merupakan daerah hambatan
Kemampuan daya hambat oleh suatu dari sabun dan ekstrak rumput laut
antibakteri menggunakan metode kertas E. cottonii terhadap bakteri S. aureus, dihitung
cakram dinyatakan dengan besarnya diameter berdasarkan diameter setelah dibiakkan di
daerah jernih (daerah hambat) yang terbentuk. nutrient broth dan kemudian diberi perlakuan
Menurut Elgayyar et al. (2001) suatu terhadap masing-masing konsentrasi. Nilai
antibakteri dikategorikan memiliki hambatan diameter zona bening S. aureus tertinggi
antibakteri kuat jika daerah hambatan >11 terdapat pada konsentrasi 750.
mm, lemah jika daerah hambatan >6 mm Hasil uji daya hambat ekstrak E. cottonii
sampai dengan <11 mm dan tidak aktif jika terhadap bakteri uji menunjukkan adanya
daerah hambatan <6 mm. respon hambatan pertumbuhan bakteri
Pengujian aktivitas antibakteri rumput S. aureus. Ekstrak kasar alga merah jenis
laut E. cottonii menggunakan satu jenis bakteri E. cottonii bersifat bakteriostatik karena hanya
yaitu S. aureus dengan empat konsentrasi mampu menghambat pertumbuhan bakteri
ekstrak E. cottonii yaitu 0; 250; 500 dan 750 S. aureus (Hafizah 2015). Menurut Mycek
ppm pada metode cakram. Larutan ekstrak (2001) bahwa suatu antimikroba bersifat

150 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1

450
400
350

Hardness (mm/s)
300
250
200
150
100
50
0
0 250 500 750

Concentration of seaweed extract (ppm)


Figure 5 Hardnes of antiseptic soap with the addition of extract from E. Cottonii.

Table 4 Honest significant difference (HSD) test of hardness of antiseptic soap


Tretament Average alue
A3 102.10±8.71a
A2 109.20±0.28a
A1 187.20±7.25a
A0 387.84±25.31b

bakteriostatik jika senyawa antimikroba adanya fenol dapat berpengaruh terhadap


tersebut hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus (Rahayu 2000).
pertumbuhan bakteri jika pemberian senyawa Sabun pada konsentrasi 0 ppm (kontrol),
terus dilakukan dan jika dihentikan atau 250; 500 dan 750 ppm memiliki aktivitas
habis, maka pertumbuhan dan perbanyakan antibakteri dengan kategori kuat yaitu masing-
dari bakteri akan kembali meningkat yang masing yaitu 11,08 mm, 14,78 mm, 16,83
ditandai dengan berkurangnya diameter zona mm dan 17,15 mm (>11 mm) pada bakteri S.
hambatan. Sebaliknya bersifat bakteriosida aureus dan untuk ekstrak memiliki aktivitas
jika diamater zona hambatan meningkat, hal antibakteri dengan kategori kuat hanya pada
ini disebabkan karena senyawa ini mampu konsentrasi 750 ppm yaitu 12,26 mm (>11
membunuh dan menghentikan aktivitas mm), lemah pada konsentrasi 500 ppm yaitu
fisiologis dari bakteri, meskipun pemberian 9,97 mm (>6-<11 mm) dan tidak aktif pada
senyawa tersebut dihentikan. Senyawa konsentrasi 250 ppm yaitu 5,02 mm dan 0 ppm
flavonoid diduga memiliki mekanisme yaitu 0 mm (<6 mm). Terjadi peningkatan
kerja mendenaturasi protein sel bakteri dan daerah hambatan dengan meningkatnya
merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki konsentrasi.
lagi. Flavonoid bersifat lipofilik yang akan Rozi (2013) melaporkan bahwa zona
merusak membran mikroba. Flavonoid hambat sabun mandi transparan minyak atsiri
juga mengandung suatu senyawa fenol. jeruk nipis pada konsentrasi 1; 1,5; 2 dan 2,5%
Pertumbuhan bakteri S. aureus dapat terganggu masing-masing yaitu 21,75 mm, 22,75 mm,
disebabkan senyawa fenol. Fenol merupakan 23,25 mm dan 29 mm. Konsentrasi minyak
suatu alkohol yang bersifat asam sehingga atsiri yang semakin tinggi menyebabkan zona
disebut juga asam karbolat. Fenol memiliki hambat yang terbentuk semakin besar. Hal ini
kemampuan untuk mendenaturasikan protein sesuai dengan pernyataan Mpila et al. (2012)
dan merusak membran sel. Kondisi asam oleh bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 151


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1 Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

Table 5 Diameter of inhibitory on antibacterial activity of E. cottonii soap and seaweed extract
against Staphylococcus aureus bacteria
Treatment Concentration (ppm) Diameter of inhibitory (mm)
Soap 0 11.08
250 14.78
500 16.83
750 17.15
Extract of E. cotonii 0 0
250 5.02
500 9.97
750 12.26

menunjukkan semakin besarnya daerah zona DAFTAR PUSTAKA


hambat yang terbentuk, disebabkan semakin Achyar LY. 1986. Dasar-dasar kosmetologi
meningkatnya jumlah senyawa yang berperan kedokteran. Majalah Cermin Dunia
sebagai antibakteri dalam ekstrak. Kedokteran. 41: 3-9.
Sabun pada konsentrasi 0 ppm (kontrol) Adner N, Zetterlund A. 2002. Sanitization
juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri of Bio Pilot System and Columns
S. aureus, hal tersebut disebabkan oleh adanya Using Sodium Hydroxide, Technical
pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat Note 203. Uppsalla (SE): Amersham
antiseptik dan antimikroba seperti alkohol, Biosciences.
NaOH, dan gliserin dalam komposisi sabun Amin, H. 2006. Kajian penggunaan kitosan
mandi. Alkohol mempunyai sifat antiseptik sebagai pengisi dalam pembuatan sabun
yang baik karena etanol mampu mendenaturasi transparan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
protein dan melarutkan lemak yang terdapat Pertanian Bogor.
pada dinding bakteri. Hasil penelitian Rahayu Awang R, Ahmad S, Grazmah. G. 2001.
(2007) menunjukkan bahwa sensitivitas Properties of sodium soap derived
S. aureus paling tinggi dicapai pada from palm-based dihidroxystreacic
level alkohol 70%. NaOH juga diketahui acid. Journal of Oil Palm Research.
mempunyai sifat antimikroba berdasarkan 13(2): 33-38.
penelitian dari Adner dan Zetterlund (2002) [BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
yang telah membuktikan bahwa NaOH sangat 1994. Standar Mutu Sabun  Mandi.
efektif untuk pembersihan kontaminasi SNI 06-3532 1994.  Jakarta (ID): Badan
mikroba Gram positif dan negatif pada kolom Standar Nasional.
Bio Process Glass Column (BPG) 100. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1996.
Standar Sabun Mandi Cair. SNI 06-4085-
KESIMPULAN 1996. Jakarta (ID): Badan Standarisasi
Pemanfaatan ekstrak rumput laut Nasional.
E. cottonii dalam pembuatan sabun antiseptik Edoga. 2009. Comparison of various fatty
dapat mempengaruhi karakteristik dan zona acid sources for making soft soap
hambat sabun yang dihasilkan. Penambahan (Part 1). Qualitative analysis. Journal
ekstrak rumput laut E. cottonii berpengaruh of Engineering and Applied Sciences.
nyata terhadap nilai alkali bebas, stabilitas 4(2): 110-113.
busa, dan kekerasan. Perlakuan terbaik dari Elgayyar M, Draughon FA, Golden DA,
sabun antiseptik yang dihasilkan adalah Mount JR. 2001. Antimicrobial activity
perlakuan konsentrasi 750 ppm yang of essential oils from plants against
memiliki zona hambat terhadap bakteri slected pathogenic and saprophytic
S. aureus tertinggi.

152 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1

microorganisms. Journal of Food pertumbuhan Staphylococcus aureus


Protection. 64(7): 1019-1024. ATCC 25923. [Skripsi]. Kendari (ID):
Faridah DN, Kusumaningrum HD, Universitas Haluoleo.
Wulandari N, Indrasti D. 2006. Analisa Mycek MJ. 2001. Farmakologi: Ulasan
laboratorium. Bogor (ID): Departemen Bergambar Edisi 2. Jakarta (ID): Widya
Ilmu dan Teknologi pangan IPB. Medika.
Gromophone MA. 1983. Lather stability Purnamawati D. 2010. Kajian pengaruh
of soap solutions. Journal of the konsentrasi sukrosa dan asam sitrat
American Oil Chemists’ Society. 60(5): terhadap mutu sabun transparan.
1022-1024. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Gunawan MM. 2011. Peningkatan nilai Bogor.
tambah minyak jarak pagar (Jatropha Prawira. 2010. Reaksi Saponifikasi pada Proses
curcas Linn) untuk pembuatan sabun Pembuatan Sabun. Jakarta (ID): Penebar
transparan. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Swadaya.
Pertanian Bogor. Rahayu PW. 2000. Aktivitas antimikroba
Hafizah, I. 2015. Uji aktivitas antibakteri ekstrak bumbu masakan tradisional hasil olahan
metanol rumput laut Eucheuma sp. pada industri terhadap bakteri patogen dan
berbagai tingkat konsentrasi terhadap perusak. Buletin Teknologi dan Industri
pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Pangan. 11(2): 42-48.
Staphylococcus aureus. [Skripsi]. Kendari Rahma MNST, Utami R, Fitri NR. 2010.
(ID): Universitas Haluoleo. Pemeriksaan residu antibiotik pada
Hambali E, Suryani A, Rifai M. (2005). hati kerbau dan ikan nila dengan
Membuat Sabun Transparan untuk Gift metoda difusi agar. Jurnal Peternakan.
dan Kecantikan. Jakarta (ID): Penebar 7(1): 29-34.
Swadaya. Rozi M. 2013. Formulasi sediaan sabun mandi
Haryati S. 2011. Isolasi dan identifikasi transparan minyak atsiri jeruk nipis
senyawa metabolit sekunder pada (Citrus aurantifolia) dengan Cocamid Dea
fraksi n-heksan dari batang tanaman sebagai surfaktan [Skripsi]. Surakarta
Etlingera sp. dan uji aktivitasnya sebagai (ID): Universitas Muhammadiyah
antibakteri dan antifungi. [Skripsi]. Surakarta.
Kendari (ID): Universitas Haluoleo. Saranani SR. 2013. Uji daya hambat ekstrak
Jellinek JS. 1970. Formulation and Function tanaman komba-komba (Chromolaena
of Cosmetics. New York (US): Willey odorata) terhadap pertumbuhan
Interscience. Staphylococcus aureus ATCC 25923,
Kadi A. 2004. Potensi rumput laut di beberapa Streptococcus sp., Salmonella typhi
bantai di Indonesia. Jurnal Oseana. YCTC, dan Escherechia coli ATCC 35218.
12 (4): 25-36. [Skripsi]. Kendari (ID): Universitas
Maduriana IM, Sudira I. 2009. Skrining dan Haluoleo.
uji aktivitas antibakteri beberapa rumput Shanmugam M, Mody KH. 2000. Heparinoid-
laut dari pantai Batu Bolong Canggu dan active Sulphated Polisaccharides from
Serangan. Buletin Veteriner Udayana. Marine Algae as Potential Blood
1(2) : 69-76. Anticoagulant Agents. Marine Algae
Mpila D, Fatimawali, Wiyono WI. 2012. and Marine Environment Discipline.
Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Bhavnagar (IN): Central Salt & Marine
daun mayana (Coleus atropurpureus [L] Chemicals Research Institute.
Benth) terhadap Staphylococus aureus, Spitz L. 1996. Soaps and Detergent a Theoretical
Escherichia coli dan Pseudomonas and Practical Review. Champaign-Illinois
aeruginosa decara In Vitro. Jurnal (US): AOCS Press.
Mahasiswa Mipa Unsrat. (7): 1-21. Wahyuni S. 2016. Uji aktivitas antibakteri
Mukhtar YW. 2013. Uji Daya Hambat Ekstrak alga Eucheuma spinosum asal Perairan
Daun Jati (Tectons grandis) terhadap Galesong Kabupaten Takaran

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 153


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 1 Pemanfaatan rumput laut Eucheuma cottonii, Baehaki et al.

terhadap bakteri Salmonella thypi dan Zainuddin, EN. 2006. Chemical and
Bacillus subtilis. [Skripsi]. Makasar (ID): biological investigations of selected
Universitas Islam Negeri Alauddin. cyanobacteria (Blue-Green Algae). [PhD
Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Thesis]. Greifswald (DE): University
Kosmetik Medik. Jakarta (ID): Penerbit Greifswald.
Universitas Indonesia.

154 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai