Anda di halaman 1dari 9

Pembuatan Sabun

Fatahillah Pringgo Adji, 20834, STPK

ABSTRAK

Di zaman ini masyarakat semakin memperhatikan kebersihan diri dikarenakan banyak penyakit
yang ditimbulkan akibat bakteri maupun kuman. Salah satu sarana untuk membersihkan diri adalah
sabun. Sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara minyak dan atau lemak dengan basa
KOH atau NaOH. Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui proses
pembuatan sabun. Analisis penetrometri bertujuan untuk menentukan tingkat kekerasan pada sabun
padat. Analisis foamability bertujuan untuk menentukan ketahanan busa pada sabun padat. Pada
praktikum kali dilakukan analisis foamability/ketahanan busa dan dilakukan perhitungan sehingga
diketahui nilai foamability/ketahanan busa sabun dari hasil perhitungan sebesar 50%. Dan pada
analisis penetrometri didapatkan rerata kekerasan 353 mm/mg. sec
Kata kunci: sabun, busa, surfaktan.

PENDAHULUAN
Kebersihan merupakan hal yang sangat penting karena semakin banyaknya penyakit yang timbul
karena bakteri dan kuman. Sabun merupakan salah satu sarana untuk membersihkan diri dari
kotoran, kuman dan hal-hal lain yang membuat tubuh menjadi kotor. Bahkan di zaman sekarang ini
sabun bukan hanya digunakan untuk membersihkan diri, tetapi juga ada beberapa sabun yang
sekaligus berfungsi untuk melembutkan kulit, memutihkan kulit, maupun menjaga kesehatan kulit.
Dengan tingginya tingkat aktivitas, kebanyakan orang menginginkan sabun yang praktis untuk dibawa
ke mana pun. Di antara berbagai macam bentuk sabun seperti sabun cair, sabun padat dan sabun
kertas. Masyarakat lebih memilih sabun kertas karena ringan, lebih higienis dalam penyimpanannya,
dan praktis dibawa kemanapun (Gusviputri, 2017).
Sabun adalah surfaktan atau campuran surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan lemak (kotoran). Sabun memiliki struktur kimiawi dengan panjang rantai karbon C12
hingga C16. Sabun bersifat ampifilik, yaitu pada bagian kepalanya memiliki gugus hidrofilik (polar),
sedangkan pada bagian ekornya memiliki gugus hidrofobik (non polar). Oleh sebab itu, dalam
fungsinya, gugus hidrofobik akan mengikat molekul lemak dan kotoran, yang kemudian akan ditarik
oleh gugus hidrofilik yang dapat larut di dalam air (Sukeksi, 2017).
Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun.
Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras (sabun padat) adalah Natrium Hidroksida
(NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak (sabun cair) adalah Kalium Hidroksida
(KOH) (Naomi, 2013).
Proses pembuatan sabun dikenal dengan istilah saponifikasi. Saponifikasi adalah reaksi yang
terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan larutan alkali.Jenis alkali yang umum digunakan
dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH atau
yang biasa dikenal soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak
digunakan dalam pembuatan sabun keras.KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair
karena sifatnya yang mudah larut dalam air.Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali
yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (Hajar,
2016).
Antibakteri merupakan zat yang dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi. Infeksi merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
mikroorganisme patogen (Hamzah, 2018). Didalam sabun antiseptik terdapat antibakteri triclosan.
Triclosan merupakan zat antibakteri yang paling sering ditambahkan. Ada juga sabun antiseptik yang
menggunakan chloroxylenol untuk membunuh bakteri.
Busa merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam menentukan mutu produk-
produk kosmetik, terutama sabun (Rinaldi, 2021). Terbentuknya busa pada sabun yang kita gunakan
adalah karena adanya agen pembuat busa di dalam sabun. Agen pembuat busa ini kebanyakan
dihasilkan oleh bahan kimia bernama ammonium lauryl sulfate yang juga berfungsi sebagai surfaktan.
Surfaktan ini fungsinya adalah untuk mengurangi tegangan permukaan air, sehingga bisa memecah
minyak atau sebum pada kulit sehingga tubuh menjadi bersih.
Humektan merupakan suatu bahan yang dapat mempertahankan air pada sediaan. Humektan
berfungsi untuk memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka waktu yang lama, selain itu untuk
melindungi komponen-komponen yang terikat kuat di dalam bahan termasuk air, lemak, dan
komponen lainnya. Humektan yang sering digunakan dalam industri kosmetik adalah gliserin
(Sukmawati, 2019).
Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen higroskopis yang
dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit. Efektifitas gliserin tergantung
pada kelembaban lingkungan di sekitarnya. Humektan dapat melembabkan kulit pada kondisi
kelembaban tinggi. Gliserin dengan konsentrasi 10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan
kulit (Mitsui, 2016)
Untuk mengetahui kualitas sabun yang dihasilkan dilakukan uji kualitas sabun padat transparan
setelah proses aging sesuai dengan SNI-06-3532-1994 mengenai syarat mutu sabun mandi padat
yang meliputi kadar air, jumlah asam lemak tersabunkan, asam lemak bebas/alkali bebas, lemak tak
tersabunkan, dan minyak mineral. Untuk pengukuran pH sabun sesuai dengan standar. (Rita, 2018).
Kualitas sabun padat biasanya ditentukan dari kadar alkali bebas, pH, dan kekerasan. Alkali
bebas merupakan alkali yang tidak terikat sebagai senyawa pada saat pembuatan sabun. Hal ini
disebabkan karena adanya penambahan alkali yang berlebihan pada saat proses penyabunan.
Menurut SNI[20], kelebihan alkali dalam sabun natrium tidak boleh melebihi 0,1% karena alkali
bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit.

Tujuan penelitian ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan sabun.
Analisis penetrometri bertujuan untuk menentukan tingkat kekerasan pada sabun padat. Analisis
foamability bertujuan untuk menentukan ketahanan busa pada sabun padat.

BAHAN DAN METODE


Berikut ini adalah alat, bahan dan metode yang digunakan pada praktikum kali ini.

Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Pembuatan Sabun Padat adalah : Hand blender, Wadah
plastik/gelas takar 2 L, Gelas takar 1 L, Gelas takar 500 ml 3 buah, Beaker glass 500 ml, Pengaduk,
Solet, Spatula dan Cetakan sabun. Alat yang digunakan pada analisis Penetrometri: Humboldt
Universal Penetrometer H-1200 AND H-1250, Alas sampel dan Kertas tissue. Alat yang digunakan
pada Analisis Foamability/ Ketahanan Busa: 1 set unit vorteks dan stopwatch.
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Pembuatan Sabun Padat adalah : minyak goreng kelapa
sawit 200 gr, minyak kelapa 200 gr, minyak zaitun 100 gr, NaOH 74,6 gr, Akuades 174,1gr,
Fragrance/minyak atsiri 10 ml, Pewarna, dapat menggunakan pewarna makanan, atau pewarna alami
seperti RPO dan Zat aditif seperti arang aktif. Bahan yang digunakan pada Analisis Penetrometri
adalah : sabun. Bahan yang digunakan pada Analisis Foamability/ Ketahanan Busa adalah : 1 mg
sabun.

Metode
Prosedur Kerja :
1. Diagram alir pembuatan sabun padat

Buat larutan alkali dengan cara melarutkan 75,1 gr NaOH ke


dalam 190 gr akuades,
aduk hingga larut dan diamkan hingga suhu 25-30 C

Campurkan 275 gr minyak goreng kelapa sawit, 200 gr minyak


kelapa dan 25 gr minyak zaitun ke dalam wadah plastik/gelas
takar 1 L, aduk dengan menggunakan hand blender

Tambahkan sedikit demi sedikit larutan alkali ke dalam


campuran minyak, lakukan pengadukan hingga tercapai
kondisi trace

Setelah kondisi trace tercapai, tuang ke dalam gelas takar


kecil untuk membuat sabun
dengan berbagai varian

Tambahkan fragrance, pewarna atau zat aditif, aduk hingga


merata 6. Tuang ke dalam cetakan sabun

Diamkan sabun selama 1 hari, keluarkan sabun dari cetakan

Simpan sabun dalam tempat terbuka atau diangin-anginkan


2. Diagram alir Analisis foamability/ketahanan busa 3 minggu
selama minimal

Larutkan 1 mg sabun ke dalam 1 ml akuades


Lalu aduk sampai larut dengan vorteks selama 30 menit

Setelah 30 menit, catat tinggi busa yang terbentuk (a ml)

Kemudian biarkan busa selama 5 menit

Setelah 5 menit, catat tinggi busa yang terbentuk (b ml)

Hitung foamability atau kestabilan busanya

3. Diagram alir Analisis penetrometri

Pasang jarum penetrometer pada alat

Lihat jarum pembacaan pada posisi 0, dan tombol penekan


jarum lancar.

Siapkan sampel pada posisi pas di bawah jarum

Lepaskan jarum dengan cara menekan tombol jarum

Baca kedalaman tusukan jarum pada sampel dengan


melihat skala pembacaan. Ulang 5 kali pada posisi yang
berbeda, kemudian dirata-rata, semakin dalam berarti
tekstur

Setelah selesai, jarum dilepas dan dicuci dengan alkohol


agar tidak berkarat dan simpan pada keadaan kering.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan sabun padat yaitu proses yang digunakan dalam penelitian kali ini
juga merupakan proses secara kimia yaitu saponifikasi. Dengan tujuan untuk melihat pengaruh dari
lama waktu pengadukan, dan jumlah alkali terhadap sabun yang dihasilkan. Saponifikasi adalah
reaksi pembentukan sabun, yang biasanya dengan bahan awal lemak dan basa. Namalain reaksi
saponifikasi adalah reaksi penyabunan. Dalam pengertian teknis, reaksi saponifikasi melibatkan basa
(soda kaustik NaOH) yang menghidrolisis trigliserinida. Trigliserinida dapat berupa ester asam lemak
membentuk garam karboksilat. Produknya, sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi
sabun dalam keanekaragaman cara adalah sebagia bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan
permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih
efektif.Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan sabun
terabsorbsi pada butiran kotoran.
Tabel 1. Analisis Tingkat Kekerasan Pada Sabun Padat
Kerasaan 1 Kerasaan 2 Kerasaan 3 Kerasaan 4 Total
260 mm/mg.sec 294 mm/mg.sec 350 mm/mg.sec 380 mm/mg.sec 1284
Rata rata 321 mm/mg.sec

Tabel diatas menunjukkan rerata kekerasan yang dihasilkan pada sabun padat yang telah
dibuat yaitu 321 mm/mg.sec. Tingkat kekerasan pada sabun padat di ukur menggunakan
penetrometer sehingga diperoleh tingkat kekerasan 1 yaitu 294 mm/mg.sec, tingkat kekerasan 2 yaitu
350 mm/mg.sec, dan tingkat kekerasan 3 yaitu 380 mm/mg.sec. Tujuan dilakukannya analisis
penetrometer yaitu untuk menentukan tingkat kekerasan pada sabun padat.
Tabel 2. Analisis Foambility / Ketahanan Busa
Tinggi Busa Awal Tinggi Busa Akhir Total
0,5 CM 0,2 CM 60%

Foamability atau daya buih menunjukkan ketahanan pembentukan busa ketika digunakan.
Sabun yang disukai oleh konsumen adalah yang dapat memberikan daya foamability baik atau
busanya tidak cepat hilang. Pembentukan busa dapat dipengaruhi oleh pH dan penambahan air.
Tabel diatas menunjukkan hasil ketahanan busa yang diperoleh dari sabun padat yang telah
dibuat yaitu 71,4% dengan tinggi busa awal yaitu 0,7 cm dan tinggi busa akhir 0,2 cm.
KESIMPULAN
Pada praktikum kali mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan sabun, menganalisis tingkat
kekerasan sabun padat, serta menganalisis tingkat ketahanan busa pada sabun padat. Rerata
kekerasan yang dihasilkan pada sabun padat yang telah dibuat yaitu 321 mm/mg.sec. Tingkat
kekerasan pada sabun padat di ukur menggunakan penetrometer sehingga diperoleh tingkat
kekerasan 1 yaitu 294 mm/mg.sec, tingkat kekerasan 2 yaitu 350 mm/mg.sec, dan tingkat kekerasan
3 yaitu 380 mm/mg.sec. Sedangkan untuk hasil keatahanan busa yang diperoleh dari sabun padat
yang telah dibuat yaitu 60% dengan tinggi busa awal yaitu 0,5 cm dan tinggi busa akhir 0,2 cm.
DAFTAR PUSTAKA

Gusviputri, A., PS, N. M., & Indraswati, N. (2017). Pembuatan Sabun Dengan Lidah Buaya (Aloe
Vera) Sebagai Antiseptik Alami. Widya Teknik, 12(1), 11-21.
Naomi, P., Gaol, A. M. L., & Toha, M. Y. (2013). Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas
Ditinjau Dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia, 19(2).
Sukeksi, L., Sidabutar, A. J., & Sitorus, C. (2017). Pembuatan Sabun Dengan Menggunakan Kulit
Buah Kapuk (Ceiba Petandra) Sebagai Sumber Alkali. Jurnal Teknik Kimia USU, 6(3), 8-13.
Hajar, E. W. I., & Mufidah, S. (2016). Penurunan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Goreng Bekas
Menggunakan Ampas Tebu Untuk Pembuatan Sabun. Jurnal Integrasi Proses, 6(2).
Hamzah, F., & Simbolon, M. T. (2018). Pembuatan Sabun Transparan Dengan Penambahan Ekstrak
Batang Pepaya Sebagai Antibakteri. Chempublish Journal, 3(2), 57-68.
Sukmawati, A., Laeha, M. N. A., & Suprapto, S. (2019). Efek Gliserin Sebagai Humectan Terhadap
Sifat Fisik Dan Stabilitas Vitamin C Dalam Sabun Padat. Pharmacon: Jurnal Farmasi
Indonesia, 14(2), 40-47.
Mitsui, T. (2016). New Cosmetic Science. Elseveir Science, B.V. Amsterdam, Netherlands.
Rita,W,S, Vinapriliani,N,P,E, Gunawan,I,W,G. 2018. Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Atsiri
Serai Dapur (Cymbopogon Citratus Dc.) Sebagai Antibakteri Terhadap Escherichia Coli Dan
Staphylococcus Aureus. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal Of Applied Chemistry) Volume 6,
Nomor 2. Bali : Universitas Udayana.
Murti,I,K,A,Y, Putra,I,P,S,A, Suputri,N,N,K,T, Wijayanti,N,P,D, Yustiantara,P,S. 2017. Optimasi
Konsentrasi Olive Oil Terhadap Stabilitas Fisik Sediaan Sabun Cair. Jurnal Farmasi Udayana,
Vol. 6, No.2, Hal. 15-17. Bali : Universitas Udayana.
Rinaldi, Fauziah, Mastura,R. 2021. Formulasi Dan Uji Daya Hambat Sabun Cair Ekstrak Etanol Serai
Wangi (Cymbopogon Nardus L) Terhadap Pertumbuhan Staplylococcus Aureus. Jurnal Riset
Kefarmasian Indonesia Vol.3 No.1. Aceh : Akademi Analis Farmasi Dan Makanan Banda
Aceh.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Analisis Penetrometri
Kekerasan 1 = 260 mm/mg.sec
Kekerasan 2 = 294 mm/mg.sec
Kekerasan 3 = 350 mm/mg.sec
Kekerasan 4 = 380 mm/mg.sec

Rerata kekerasan =
∑ Kekerasan
n
260+294+350+ 380
=
4
1284
=
4
= 321 mm/mg.sec

Analisis Foamability
Tinggi busa awal = 0,5 cm
Tinggi busa akhir = 0,2 cm

(a ml−b ml)
Ketahanan busa = ×100%
a ml
(0,5 cm−0,2cm)
= ×100%
0,5 cm
0,3 cm
= × 100%
0,5 cm
= 60%
LAMPIRAN PERCOBAAN
LAMPIRAN JURNAL

Anda mungkin juga menyukai