Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN FORMULASI DAN UJI EFEKTIFITAS SEDIAAN GEL


EKSTRAK MINYAK ATSIRI KULIT BUAH JERUK NIPIS (Citrus
aurantifolia Swingle) SEBAGAI ANTISEPTIK TANGAN

NAMA KELOMPOK : 4B
1.
2.
3.
4.
5.
6.

DWI SRI ANUGRAHING HESTI (13514012)


NURUL AULIA.
RISTA ARDIANA
RISKA DWI M.
TYAS WINDU A.
WULAN AFDILLAH H.

TAHUN AJARAN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang
diberikan-Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul LAPORAN FORMULASI
DAN UJI EFEKTIFITAS SEDIAAN GEL EKSTRA MINYAK ATSIRI KULIT BUAH
JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia Swingle) SEBAGAI ANTISEPTIK TANGAN ini
dapat kami selesaikan. Makalah ini kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi
tugas.
Dengan membuat tugas ini, kami diharapkan mampu untuk membuat produk
kesehatan yang terbuat dari bahan alam. Dalam kesempatan ini, saya menghaturkan
terima kasih yang dalam kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan
ide dan pikiran demi terwujudnya makalah ini. Akhir kata saran dan kritik pembaca
yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini sangat kami hargai.

Hormat kami,

penulis

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keanekaragaman tumbuhan di alam Indonesia mendorong masyarakat
lebih memilih memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisinal
dibandingkan obat sintetik. Salah satu pemanfaatannya adalah digunakan
sebagai antiseptik. Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme yang hidup di
permukaan tubuh (Retno, 2005). Tangan memiliki struktur permukaan yang
kompleks sehingga merupakan tempat yang ideal bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai antiseptik
alami adalah buah jeruk nipis. Buah jeruk nipis mengandung unsur-unsur
senyawa kimia yang bermanfaat, misalnya senyawa saponin, flavonoid
(hesperidin, tangeridin), nerol, asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin),
minyak atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, geranilasetat), damar, glikosida, asat sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin B
dan C (Del Leo dan Del Bosco, 2005). Salah satu unsur dari jeruk nipis adalah
minyak atsiri yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Limonen
merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antibakteri. Kandungan nerol di
dalam jeruk nipis juga mempunyai efek sinergis yang dapat menguatkan
aktivitas antibakteri dari jeruk nipis (Borgou et al., 2012).
Pada penelitian terdahulu, telah dibuktikan adanya efek daya hambat
minyak atsiri kulit buah jeruk nipis terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 10% hingga 80% sedangkan untuk
Escherichia coli pada konsentrasi 40% hingga 80% (Akbarini, 1995). Pada
percobaan ini, dilakukan untuk membuat formulasi gel antiseptik dari minyak
atsiri dari kulit buah jeruk nipis yang diambil dengan cara destilasi uap air.
Pemilihan bentuk sediaan perlu mempertimbangkan berbagai hal antara
lain kepraktisan dan kemudahan maupun efektivitas bentuk sediaan. Dari segi
aseptabilitas, bentuk sediaan gel lebih menarik karena warna yang transparan
atau bening dan lebih mudah dituang. Dibandingkan sediaan krim, gel lebih
terkesan tidak berminyak, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air (Ansel,
1999) sehingga lebih disukai oleh pengguna. Sediaan gel banyak dipilih antara
lain lebih mudah digunakan, memberikan rasa dingin saat digunakan dan lebih
mudah tersebar pada kulit pada saat digunakan karena pelepasan yang baik

dibandingkan dengan minyak atsiri itu sendiri, sehingga diharapkan dapat


memudahkan pelepasan minyak atsiri itu sendiri sebagai bahan aktif. Basis gel
yang dipilih adalah HPMC (Hidroksipropil Metil Selulosa) karena mempunyai
kemampuan untuk mudah digerakkan atau tidak kaku pada saat pembuatan
( Shaat, 2005). Selain itu HPMC juga memiliki sifat stabil meskipun bersifat
higroskopis setelah pengeringan (Rowe, 2009)
Adapun kendala yang dihadapi dalam proses formulasi sediaan gel
adalah kesulitan dalam mendapatkan minyak atsiri dari jeruk nipis, hal ini
disebabkan karena sifat minyak atsiri yang sangat mudah menguap akibat
kemungkinan pipa kondensor yang kurang panjang, sehingga minyak atsiri
yang didapatkan tidak banyak.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah adalah apakah
dapat memformulasikan dan melakukan uji efektivitas gel ekstrak minyak
atsiri kulit buah jeruk nipis sebagai antiseptik tangan?.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah mampu membuat formulasi dan
melakukan uji efektifitas sediaan gel ekstrak minyak atsiri kulit buah jeruk
nipis (Citrus aurantiifolia fructus) sebagai antiseptik tangan.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
manfaat minyak atsiri dari kulit buah jeruk nipis sebagai antiseptik dan dapat
membuat formulasi sediaan gel dengan bahan aktif minyak atsiri serta dapat
mengembangkan formulasi sediaan farmasi lainnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Tentang Jeruk Nipis (Citrus aurantiifolia Swingle)
2.1.1 Klasifikasi Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Dalam sistematika tumbuhan (taksotomi), jeruk nipis termasuk dalam :
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae

Ordo
Familia
Genus
Species

: Rutales
: Rutaceae
: Citrus
: Citrus aurantifolia Swingle (Rukmana, 1996)

2.1.2 Morfologi Umum Tanaman Jeruk Nipis


Morfologi tanaman jeruk nipis memiliki susunan tubuh yang terdiri atas
pohon atau batang, daun, bunga, buah dan akar. Secara umum jeruk nipis termasuk
tanaman tahunan ( perennial) yang masa reproduksinya terjadi berulang-ulang.
Pohon jeruk nipis ukurannya relatif kecil berkayu dan bercabang banyak serta
dapat mencapai tinggi 1,5-3,5 meter atau lebih. Pada bagian batang, cabang dan
ranting terdapat banyak duri dengan tata letak berjauhan dan ukurannya relative
pendek. Daun jeruk nipis bentuknya bulat telur, memiliki tangkai daun bersayap
dan ujung daun agak tumpul. Warna daun pada permukaan bawah umumnya hijau
muda, sedangkan di bagian permukaan atas berwarna hijau tua mengkilap.
Selama fase reproduksi, jeruk nipis menghasilkan bunga majemuk yang
keluar dari ketiak daun pada ujung tangkai. Bunga-bunga berukuran kecil dengan
kelopak bunga berwarna kemerah-merahan. Buah-buah yang dihasilkan berbentuk
bundar seperti bola dengan ujung runcing, pada waktu masih muda berwarna hijau,
namun setelah tua (matang) berubah menjadi kuning cerah. Ukuran buah
bervariasi, namun pada umumnya termasuk kategori agak kecil. Cita rasa buah
sangat masam dan berbau sedap dengan konsentrasi asam sitrun 6%. Sistem
perakaran tanaman jeruk nipis menyebar ke semua arah dan cukup dalam.
Percabangan akar relative banyak, namun kurang memiliki akar-akar rambut,
sehingga untuk tumbuh yang optimal perlu keadaan tanah (media) yang subur,
kaya bahan organik dan cukup air (Rukmana, 1996).
2.1.3

Morfologi Kulit Buah Jeruk Nipis


Buah jeruk tergolong dalam kelompok buah sejati tunggal berdaging, karena

buah ini tidak pecah bila masak, disebut buah sejati karena buah ini terjadi dari satu
bunga dengan satu bakal buah saja. Buah jeruk dikenal sebagai suatu variasi dari
buah buni. Dinding buahnya mempunyai lapisan kulit luar yang tipis, sedangkan
lapisan dalam tebal, lunak dan berair. Biji terdapat dalam bagian yang lunak. Kulit
buah jeruk nipis mempunyai tiga lapisan, yaitu :
1). Lapisan luar yang kaku menjangat dan mengandung banyak kelenjar minyak
atsiri. Mula-mula berwarna hijau, tapi setelah buah masak warnanya

berubah menjadi kuning atau jingga. Lapisan kulit buah jeruk ini disebut
flavedo.
2). Lapisan tengah bersifat seperti spon, terdiri atas jaringan bunga karang yang
biasanya berwarna putih. Lapisan ini disebut albedo.
3). Lapisan lebih dalam bentuknya bersekat-sekat, sehingga terbentuk beberapa
ruangan. Dalam ruangan terdapat gelembung-gelembung yang berair, dan
biji-bijinya terdapat diantara gelembung-gelembung tersebut (Sarwono,
1995).
2.1.4

Sinonim, Nama Daerah dan Nama Asing


Selain dikenal dengan nama Citrus aurantifolia Swingle, jeruk nipis juga

dikenal dengan nama Citrus limonia Osheck, Citrus limonellus Miq, Citrus medica
Linn, Citrus acida Roxb, Citrus aurantium L, Citrus javanica Blume Ccitus
notissima Blanco (Dalmartha, 2000).
Jeruk nipis (Mursito, 2000), juga dikenal dengan nama lain berdasarkan
daerah asal yang terdapat di Indonesia, yaitu: Sumatera: kelangsa (Aceh). Jawa:
jeruk nipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa). Nusa Tenggara: jeruk alit, kaputungan,
lemo (Bali), dongaceta (Bima), mudutelong (Flores), jeru (Sawu), mudakenelo
(Solor), delomakii (Roti). Kalimantan: lemau nepis. Sulawesi: lemo ape, lemo
kapasa (Bugis), lemo kadasa (Makasar). Maluku: punhat em nepi (Buru), ahusi
hinsi, aupsifis (Seram), inta, lemonepis, ausinepis, usinepese (Ambon), wanabeudu
(Halmahera) (Dalimartha, 2002).
Di Inggris jeruk nipis dikenal dengan nama Lime, di Spanyol dengan nama
Lima, di Arab dikenal dengan nama Limah (Muhlisah, 2000).
2.1.5

Kandungan
Kulit buah jeruk nipis (segar) mengandung sekitar 1,25% minyak atsiri

dengan komposisi sebagai berikut: -pinena, -pinena, -mirsena, limonena,


osimena, -linalool, sitronelal, cis-verbenol, 1-sikloheksil-2 buten-1-ol, 2-pinen-4ol, linalil propanoat, decanal, sitronelol, sitral B, linalool asetat, sitral, bergamotena, -farnesena (Agusta, 2000).
2.1.6 Kegunaan
Dalam kegunaan sehari-hari cairan buah ini digunakan untuk memberi rasa
asam pada berbagai masakan. Daunnya dapat dipakai sebagai bumbu pada
gorengan lauk-pauk dari daging. Kulit terluar buah jeruk nipis dapat diambil
minyak atsiri yang digunakan sebagai bahan obat dan hampir seluruh industri
makanan, minuman, sabun, kosmetik dan parfum menggunakan sedikit minyak
atsiri ini sebagai pengharum dan juga dapat digunakan sebagai antirematik,

antiseptik, antiracun, astringent, antibakteri, diuretik, antipiretik, antihipertensi,


antijamur, insektisida, tonik, antivirus, ekspektoran (Agusta, 2000).
2.2 Tinjauan tentang Minyak Atsiri
2.2.1 Definisi
Minyak atsiri disebut juga dengan minyak eteris atau minyak essensial
karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka dan
diperoleh dari tanaman dengan cara penyulingan (Guenther, 1987). Minyak atsiri
adalah campuran alamiah lipofilik yang komponennya terdiri atas turunan isoprena
(Stahl, 1985). Kelarutan minyak atsiri adalah mudah larut dalam kloroform pada
eter pekat. Penyimpanan minyak atsiri adalah dalam wadah tertutup rapat, terisi
penuh, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk (Anonim, 1979).
2.2.2 Sifat Minyak Atsiri
Minyak atsiri yang baru diekstrak (masih segar) biasanya tidak berwarna,
atau berwarna kekuningan jika dibiarkan lama di udara dan kena cahaya matahari
pada suhu kamar maka minyak tersebut akan mengabsorbsi oksigen di udara,
sehingga minyak tersebut menghasilkan warna yang lebih gelap. Minyak atsiri
larut dalam alkohol dan pelarut organik lainnya (Guenther, 1987).
2.2.3

Sumber Minyak Atsiri


Minyak atsiri terdapat dalam tanaman terutama familia Pinaceae,

Zingiberaceae, Rutaceae, Myrtaceae, Labiatae, Umbeliferae, Rosaceae, Piperaceae


(Claus et al., 1970).
2.2.4 Kandungan Minyak Atsiri
Minyak atsiri mengandung empat kelompok besar yang dominan
menentukan sifat minyak atsirinya, yaitu :
1) Terpen yang ada hubungan dengan isoprena atau isopentena.
2) Persenyawaan berantai lurus tidak mengandung rantai cabang.
3) Turunan benzen.
4) Bermacam-macam persenyawaan lainnya (Guenther, 1987)
2.2.5 Kegunaan Minyak Atsiri
Kegunaan dari minyak atsiri adalah sebagai berikut:
1) Bagi tanaman : menarik serangga untuk membantu penyerbukan (Agusta, 2000),
menghasilkan minyak dengan bau merangsang sehingga membentuk daya tahan
tanaman terhadap kerusakan oleh binatang maupun tanaman parasit (Guenther,
1987).
2) Dalam industri makanan dan minuman : memberikan citarasa dalam berbagai
produk pangan, kembang gula, puding, permen karet, minuman beralkohol dan
non alkohol (Guenther, 1990).
3) Dalam farmasi : sebagai bahan obat-obatan (Guenther, 1987). Misalnya sebagai
bahan untuk obat anti bakteri dan anti jamur yang kuat. Minyak atsiri dapat

menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri yang merugikan bagi manusia


seperti E. coli, Salmonella sp, S. aureus, Klebsiella (Agusta, 2000).
2.3 Tinjauan tentang Penyulingan.
Penyulingan dapat didefinisikan sebagai pemisahan komponen-komponen
suatu campuran dari dua jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap
dari masing-masing zat tersebut (Guenther, 1987).
Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode penyulingan, yaitu :
2.3.1.
Penyulingan dengan Air (water distilation).
Pada metode ini, bahan yang disuling kontak langsung dengan air mendidih,
digunakan pada bahan yang kering dan berminyak, tidak rusak oleh pemanasan.
Keuntungan cara penyulingan air adalah :
1). Baik digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan bungabungaan yang mudah membentuk gumpalan yang terkena panas.
2). Prosesnya sederhana, murah.
3). Dapat mengekstraksi minyak dari bahan yang berbentuk bubuk(akar, kulit,
kayu)
Kelemahan cara penyulingan air adalah :
1). Ekstraksi minyak atsiri tidak dapat berlangsung dengan sempurna, walaupun
bahan dirajang.
2). Waktu penyulingan lebih lama.
3). Proses dekomposisi minyak lebih tinggi.
4). Komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan bersifat larut dalam air tidak
dapat menguap secara sempurna.
2.3.2. Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distilation)
Pada metode ini, uap selalu dalam keadaan basah, jernih dan tidak terlalu
panas. Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air
panas.
Keuntungan cara penyulingan air dan uap adalah :
1). Uap berpenetrasi secara merata kedalam jaringan bahan dan suhu dapat
dipertahankan sampai 1000C.
2). Waktu penyulingan relatif singkat.
3) Proses dekomposisi minyak lebih berkurang.
4) Rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik.
5) Bahan yang disuling tidak dapat gosong.
Kelemahan menggunakan sistem penyulingan air dan uap adalah :
1). Ukuran bahan yang terlalu halus akan menggumpal sehingga menghambat
penetrasi uap.
2). Jumlah uap yang dibutuhkan lebih besar.
3). Sejumlah besar uap akan mengembun dalam jaringan tanaman, sehingga
bahan bertambah basah.
4). Harus diperhatikan ukuran bahan olah agar seragam dan ruang antar bahan
yang cukup agar uap dapat berpenetrasi

2.3.3. Penyulingan dengan Uap Langsung (Steam distilation)


Metode ketiga ini disebut penyulingan uap atau penyulingan uap langsung
yang prinsipnya sama dengan penyulingan air dan uap tetapi air tidak diisikan ke
dalam ketel atau dandang.
Kelemahan sistem penyulingan uap adalah :
1). Tidak baik dilakukan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang
rusak oleh pemanasan dan air.
2). Minyak yang dihasilkan dengan cara penyulingan ini baunya akan sedikit
berubah dari bau asli alamiah, terutama minyak atsiri yang berasal dari
bunga (Guenther, 1987).
2.4 Kajian Tentang Gel
2.4.1 Definisi Gel
Alexander dan Johnson mendefinisikan gel sebagai sebagai sistem yang terdiri
dari dua konponen, bersifat semisolid dan sebagian besar mengandung cairan. Sistem
tersebut dapat berbentuk transparan atau keruh yang disebabkan karena zat pembentuk
gel yang tidak larut secara sempurna atau membentuk agregat yang dapat membiaskan
cahaya ( Barry, 1983).
Gel adalah sistem dispersi dimana polimer atau molekul rantai panjang dalam
fase internal dapat membentuk ikatan silang dan saling berinteraksi untuk menyerap
fase eksternal ke dalam strukturnya yang menyerupai jaring laba-laba (Lieberman,
1998). Sediaan gel umumnya tidak berminyak, lembut, dingin, menarik dan sesuai
untuk bahan obat yang larut air karena gel merupakan sediaan yang mengandung
banyak air (Lund, 1994). Berbagai gelling agent yang dapat digunakan untuk
pembuatan gel antara lain selulosa dan turunannya, gom alam, amilum, carbopol. Dan
aluminium magnesium silikat (Liehermann et al, 1998). Dari sekian banyak pilihan,
HPMC yang merupakan eter propilen glikol dari metilselusosa, karena memiliki
keampuan sebagai gelling agent yang stabil pada pH 3-11.
1.5 Kajian Tentang Evaluasi Gel
1.5.1 Oganoleptis
Karakteristik fisika sediaan secara organoleptis mempengaruhi penilaian dan
penerimaan pemakai. Organoleptis sediaan gel meliputi bentuk, bau, dan warna dari
sediaan. (Depkes RI, 1979)
1.5.2

pH Sediaan
Penentuan pH sediaan gel dilakukan dengan menggunakan pH meter yaitu pH

indicator strips. Kertas pH meter dicelupkan secara langsung ke dalam sediaan gel.

Kemudian dilihat perubahan warna pada kertas pH meter. Warna pada kertas pH yang
sama dengan pH meter menunjukkan nilai pH sediaan.
1.5.3 Daya Sebar
Pada uji daya sebar dikakukan dengan meletakkan sediaan gel sebanyak 0,5
gram pada kaca transparan ang beralaskan kertas grafik, sediaan dibiarkan melebar
pada diameter tertentu, kemudian ditutup dengan plastik transparan dan diberi beban
tertentu (1, 3, 5, 7 gram) selama 15 detik. Pertambahan diameter diukur setelah
diberikan beban ( Voigt, 1994).
1.5.4 Daya Lekat
Uji daya lekat dilakukan dengan meletakkan 1 gram sediaan gel di atas gelas
objek yang telah diketahui luasnya. Gelas objek kedua diletakkan diatas sediaan gel
sebagai penutup, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Beban seberat
80 gram dilepaskan dan dicatat waktunya hingga kedua gelas objek terlepas.
1.5.5 Uji Stabilitas Fisika Sediaan Selama Penyimpanan
Sediaan yang diuji dibiarkan selama 2 minggu pada suhu kamar. Pada setiap
harinya dilakukan pengujian yang meliputi homogenitas, organoleptis dan juga uji
stabilitas terhadap pendinginan. Pemeriksaan sediaan terhadap stabilitas pendinginan
dilakukan dengan cara sediaan disimpan dalam wadah yang sesuai lalu disimpan
dalam lemari es dengan suhu 0-4C, dibiarkan selama 24 jam dan dikeluarkan.
Setelah itu diamati apakah terjadi perubahan fisik pada sediaan. (Lachman et al, 1994)
1.6 Kajian Tentang Pemerian Bahan
1.6.1 Hidroksipropil metilselulosa (HPMC)
Hidroksipropil metilselulosa adalah eter propilen glikol dari metilselulosa,
mengembang dalam air menjadi koloid kental bening sampai buram, tidak berbau
(Depkes RI, 1997). Koloid tersebut stabil pada pH 3-11 dengan titik gel pada suhu 5090C, tergantung pada tingkat konsentrasi bahan yang digunakan. Larut dalam air
dingin dan polietilen glikol namun tidak larut dalam alkohol (Ofner dan KlechGelotte, 2007). Jika digunakan sebagai basis gel aqueous, maka akan mudah rusak
karena ditumbuhi mikroba, sehingga dibutuhkan bahan tambahan yaitu antimikroba
(Wade dan Weller, 1994).
1.6.2 Metil paraben
Metil paraben memiliki aktivitas antibakteri pada formula farmasetika dan akan
lebih efektif bla penggunaannya dikombinasikan engan antibakteri lain seperti
propilen glikol (Wade dan Waller, 1999). Dalam konsetik, metil paraben lebih banyak
digunakan sebagai pengawet antibakteri (Johnson dan Steer, 2006).
1.6.3 Propil paraben

Propil praben merupakan serbuk kristalin putih, tidak berbau, dan tidak berasa
serta berfungsi sebagai pengawet. Konsentrasi propil paraben yang digunakan pada
sediaan topikal adalh 0,01-0,6%. Propil paraben efektif sebagai pengawet pada
rentang

pH

4-8,

peningkatan

pH

dapat

menyebbkn

penurunan

aktivitas

antimikrobanya. Propil paraben sangat larut di dalam aseton, 1 bagian dalam etanol,
larut dalam 250 bagian gliserin dan sukar larut di dlam air. Larutan propil paraben
dalam air dengan pH 3-6, tabil dalam penyimpanan selama 4 tahun pada suhu kamar,
sedangkan pada pH lebih dari 8 akan cepat terhidrolisis. Propil paraben inkompatibel
dengan surfaktan nonionik, plastik, magnesium silikat, magnesium trisilikat, dan
pewarna ultramarine blue dapat mengabsorbsi propil paraben sehingga mengurangi
efek antimikrobanya. Propil paraben akan berubah warna apabila terjadi kontak denga
besi dan hidrolisis terjadi apabila ada basa lemah dan asam kuat ( Rowe, 2009).
1.6.4 Gliserin

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian FORMULASI DAN

UJI

EFEKTIFITAS

SEDIAAN

GEL

EKSTRAK MINYAK ATSIRI KULIT BUAH JERUK NIPIS (Citrus


aurantifolia Swingle) SEBAGAI ANTISEPTIK TANGAN dilakukan mulai
tanggal 18 april 2016 sampai 21 april 2016 di Laboratorium Farmakognosi
Akademi Farmasi Surabaya.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Timbangan analitik
2) Beaker glass
3) Mortir dan stamper
4) Batang pengaduk
5) Kertas perkamen
6) Panci
7) Cawan penguap
8) Gelas arloji
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Minyak atsiri kulit buah jeruk nipis
2) HPMC ( 4 gram)
3) Gliserin ( 10 gram)
4) Metil paraben (0,36 gram)
5) Propil paraben (0,04 gram
6) Aquadest (secukupnya)
3.3 Metode dan Rancangan Penelitian
3.2.1 Ekstraksi minyak atsiri dari kulit buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
dengan metode destilasi uap air. Pada ekstraksi ini dilakukan preparasi bahan
dengan tahap:
1. Disiapkan alat destilasi uap air.
2. Kulit buah jeruk nipis yang telah bersih dikupas terlebih dahulu untuk
memisahkan kulit dengan daging buah jeruk nipis.
3. Memperkecil ukuran kulit buah jeruk nipis dengan cara memotong dengan
ukuran 4mm x 4 mm.
4. Bahan simplisia dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan
aquadest.
5. Hidupkan pemanas dan dipanaskan hingga suhu 100C.
6. Tetesan cairan hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang telah ditutup
dengan aluminium foil untuk mencegah minyak atsiri menguap.
7. Minyak atsiri yang didapatkan digunakan sebagai bahan untuk membuat
sediaan.
3.2.2 Pembuatan Sediaan Gel Antiseptik

1. Kembangkan HMPC dengan aquadest panas.


2. Larutkan metil paraben dan propil paraben dalam 40 mL aquadest panas.
3. Tambahkan ke dalam basis HPMC dan masukkan aquadest 95 mL, aduk
sampai terbentuk gel.
4. Tambahkan minyak atsiti dari kulit buah jeruk nipis ke dalam gliserin, aduk
hingga homogen.
5. Tambahkan basis gel ke dalam campuran minyak atsiri dan gliserin, aduk
hingga homogen.
3.4 Analisis data
Pada penelitian ini, dilakukan hanya menggunakan satu perlakuan yaitu
menggunakan minyak atsiri kuli buah jeruk nipis sebesar mL. Pemilihan
konsentrasi ini, dilakukan karena sulitnya untuk mendapatkan minyak atsiri dari
proses ekstraksi yang telah dilakukan. Pemilihan konsentrasi tersebut juga
didasarkan pada beberapa sumber yang menggunakan konsentrasi kisaran
tersebut karena untuk menguji apakah dalam jumlah tersebut mampu
memberikan hasil yang diinginkan.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian pembuatan sediaan hand sanitizer dari minyak atsiri kulit buah
jeruk nipis, dilakukan dengan proses esktraksi untuk mendapatkan minyak atsiri
dari kulit buah jeruk nipis. Proses ekstraksi tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode penyulingan uap air dengan bahan pelarut air. Dari
penyulingan ini, didapatkan minyaka atsiri sebesar mL. Pada formulasi pebuatan
sediaan hand sanitiser digunakan basis HPMC (Hidroksipropil Metil Selulosa).
Pemilihan basis ini, dilakukan karena basis ini menghasilkan warna gel yang lebih
baik dengan konsistensi yang stabil.
Uji organoleptik adalah cara menilai mutu suatu produk dengan menggunakan
kepekaan alat indera manusia. Semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri yang

ditambahkan ke dalam gel, bentuk gel akan semakin encer, warna akan semakin
menguning dan aroma khas buah jeruk nipis akan semakin jelas.
Pada uji pH, dilakukan menggunakan alat berupa indicator strips, uji ini
dilakukan selama 2 minggu dengan pengujian 3 hari sekali. Dari uji ini didapatkan
hasil yang dijelaskan dalam grafik berikut

UJI pH
7.2
7
6.8
6.6

nilai pH

UJI pH

6.4
6.2
6
5.8
5.6
5.4
1

12

15

Grafik 1. Perbandingan nilai pH sediaan gel hand satinizer


Pada uji daya sebar, semakin besar beban yang diberikan terhadap sediaan gel
yang diuji, maka hal tersebut berbanding lurus dengan perubahan luas penyebaran
sediaan yng diuji. Percobaan tersebut dilakukan sekali dengan berat beban masingmasing sebesar 1, 3, 5, 7 gram selama 15 detik. Berikut tabel hasil uji daya sebar
sediaan gel hand sanitizer:
Uji daya sebar sediaan
Beban (gram)
Luar penyebaran (mm)
1
3
5
7
Tabel 1. Hasil uji daya sebar sediaan gel hand sanitizer
Pada uji daya lekat, dilakukan dengan menggunakan 5 kali replikasi dengan
menggunakan beban sebesar 1 kg dengan mengukur lama objek glass penutup
untuk dapat terlepas dari objek glass alas tempat sediaan gel diuji. Dari uji ini,

konsistensi sediaan gel hand sanitizer diketahui dengan perbedaan hasil pengujian
yang tidak signifikan. Berikut tabel hasil uji daya lekat sediaan gel hand sanitizer
Uji daya lekat sediaan
Replikasi

Waktu (detik)

1
2
3
4
5
Tabel 2. Uji daya sebar sediaan gel hand sanitizer
Pada uji stabilias sediaan gel, dilakukan dengan melakukan penyimpanan pada
suhu ruang (28C) dan suhu lemari es (2-8C) selama 14 hari. Pengujian ini,
meliputi stabilitas fisik gel terhadap penyimpanan, dengan pengamatan perubahan
berupa ada tidaknya pemisahan gel, perubahan warna, pertumbuhan jamur dan
kekeruhan. Berikut ini, tabel hasil uji stabilitas fisik sediaan gel hand sanitizer:

Uji stabilitas sediaan gel pada suhu kamar 28C


Hari ke-

Pemisahan gel

Ada/tidak
jamur
-

kekeruhan

Perubahan
warna
-

1
2

10

11

12

13

14

Keterangan : tanda (-) : tidak ada perubahan, tanda (+) terjadi perubahan

Uji stabilitas sediaan gel pada suhu lemari es 2-4C


Hari ke-

Pemisahan gel

Ada/tidak
jamur
-

kekeruhan

Perubahan
warna
-

1
2

10

11

12

13

14

BAB V
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa, minyak atiri dari kulit buah
jeruk nipis setelah diformulasikan dalam bentuk sediaan gel hand sanitizer
memiliki stabilitas yang cukup baik, sedangkan basis gel HPMC mempunyai
viskositas yang stabil.
4.2. Usul dan Saran
Perlu dilakukan penelitian dengan konsentrasi yang berbeda, sehingga
didapatkan data yang lebih akurat tentang efektivias dan kemampuan sediaan
gel hand sanitizer dari kulit buah jeruk nipis, perlu dilakukan uji mikrobiologis
dari sediaan gel, sehingga diketaui efektivitasnya terhadap membunuh bakteri,
dan perlu adanya perbaikan formulasi dan metode dalam pembuatan sediaan
gel sehingga didapatkan sediaan gel yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Borgou, S, Rahali, F.Z, Ourghemmi, I & Tounsi, M.S., 2012, Changes of Peel Essential
Oil Composition of Four Tunisian Citrus during Fruit Maturation, The Scientific World
Journal, 10(1), 1100-1110.
Chao,S., Yung, G., Ober, C & Nakaoka, K., 2008, Ihibition of Methicillin-Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) by Essential Oils, Flavour and Fragrance Journal,
23(10), 444-449.
Dyer, D.L., Gerenraich, K.B., & Wadhams, P.S., 1998, Testing a New Alcohol Free
Hand Sanitizer to Combat Infection, AORN Journal, 68(2), 239-251.
Guenther, E., 1990, Minyak Arsiri, Jilid IIIA, diterjemahkan oleh Ketaren, S., 104,
Jakarta, Universitas Indonesia Press.
Hernandes, S.E.D., Mello, A.C., Anna.J.J.S., Soares, V.S., Cassiolato, V., Garcia, L.B,
et al., 2004, The Effectiveness of Alcohol Gel and Other Hand-Cleansing Agents
Againts Important Nosocomial Pathogens, Brazilian Journal of Microbiology, 35(1),3339.
Sari, R. & Isadiartuti, D., 006, Studi Efektivitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan Ekstrak
Daun Sirih (Piper betle Linn), Majalah Farmasi Indonesia, 17(4), 163-169.
Suardi, M., Armenia & Anita, M., 2008, Formulasi dan Uji Klinik Gel Anti Jerawat
Benzoil Peoksida-HPMC, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai