Anda di halaman 1dari 39

Senin, 19 Desember 2011

laporan Kimia Organik-Isolasi senyawa volatil dari kulit jeruk nipis


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap. Salah satu contoh senyawa vollatil adalah kloroform. Kloroform merupakan senyawa yang memiliki titik didih yaitu 60oC oleh karenanya pemanasan harus konstan dan dijaga. Bila melewati titik didihnya maka kloroform akan habis menguap dan terlarut ke dalam larutannya (Anonim7, 2011). Jeruk adalah salah satu jenis buah yang banyak mengandung vitamin C dan berguna untuk menjaga daya tahan tubuh. Buah ini termasuk dalam keluarga Citrus yang berasal dari suku Rutaceae. Sebagian besar jeruk memiliki rasa yang asam dan menyegarkan, itu karena kandungan asam sitrat dalam jeruk tersebut, meskipun tidak jarang kita menemukan buah jeruk yang rasanya manis (Ahira, 2011). Jeruk nipis atau limau nipis adalah tumbuhan perdu yang menghasilakn buah dengan nama yang sama. Tumbuhan ini dimanfaatkan buahnya, yang biasanya bulat, berwarna hijau atau kuning, memiliki diameter 3-6 cm, umumnya mengandung daging buah masam, agak serupa rasanya dengan lemon (Anonim2, 2011). Sokletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip sokletasi

adalah penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai titik didih yang rendah (Anonim4, 2011). Destilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang terbentuk. Prinsip dasar dari denstilasi adalah perbedaan titik dari zat-zat cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik didih terendah akan menguap terlebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat) (Anonim1, 2008). Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami (Anonim5, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan percobaan ini, yaitu pengisolasian senyawa minyak atsiri dari kulit jeruk nipis dengan menggunakan metode sokletasi dan destilasi. A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengetahui metode isolasi minyak atsiri dari jaringan tumbuhan kulit jeruk nipis? 2. Bagaimana mengisolasi minyak atsiri dari kulit jeruk nipis dengan metode destilasi?

B. 1.

Tujuan Percobaan Memperkenalkan salah satu metode isolasi minyak atsiri dari jaringan tumbuhan kulit jeruk nipis.

2. Mengisolasi minyak atsiri dari kulit jeruk nipis dengan metode destilasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa kimia dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme sekunder dari tumbuhan itu sendiri. Senyawa metabolit sekunder sangat bervariasi jumlah dan jenisnya dari setiap tumbuhtumbuhan. Beberapa dari senyawa tersebut telah diisolasi, sebagian diantaranya memberikan efek fisiologi dan farmakologis yang lebih dikenal sebagai senyawa kimia aktif (Copriady, dkk, 2005, 13).

Tanaman yang terdapat di dunia ini sangat banyak jumlahnya. Salah satu tanaman yang banyak dijumpai di beberapa wilayah Indonesia adalah tanaman yang termasuk dalam family Rutacae. Rutacae merupakan salah satu family tanaman yang terdiri dari 130 genus yang terdapat di dalam tujuh subfamily. Beberapa genus dari tanaman yang termasuk dalam family Rutacae diantaranya adalah Citrus (16 spp), fortunella (4 spp), dan Poncirus (1 sp). Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang

dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen, alifatik, turunan hidrokarbon teroksigenasi dan hidrokarbon aromatik. Komposisi senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri yang dihasilkan dari kulit buah tanaman genus Citrus berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diantaranya adalah limonen (Astarini, dkk, 2010). Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen alifatik, turunan hidrokarbon teroksigenasi, dan hidrokarbon aromatik. Komposisi senyawa yang terdapat di dalam minyak atsiri yang dihasilkan dari kulit buah tanaman genus Citrus berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diantaranya adalah limonen, sitronelal,

geraniol, linalol, -pinen, mirsen, -pinen, sabinen, geranil asetat, nonanal, geranial, -kariofilen, dan -terpineo (Astarini, dkk, 2010). Minyak atsiri, atau dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang serta minyak aromatik, adalah kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. Di dalam perdagangan, sulingan minyak atsiri dikenal sebagai bibit minyak wangi (Anonim5. 2011). Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman genus Citrus memiliki potensi sebagai insektisida alami yang dapat digunakan sebagai pengontrol nyamuk. Insektisida yang dihasilkan dari suatu tanaman dapat mematikan larva nyamuk, nyamuk dewasa, atau perlindungan terhadap gigitan nyamuk. Beberapa spesies nyamuk yang termasuk dalam genus Anopheles, Culex dan Aedes merupakan vektor penyebab beberapa penyakit seperti malaria, filariasis, Japanese encephalitis (JE) dan demam berdarah. Senyawa kimia yang dihasilkan dari tanaman yang berpotensi sebagai insektisida memegang peranan penting dalam menghentikan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Tanaman dari genus Citrus dalam pengobatan tradisional banyak digunakan sebagai obat disentri, gangguan pencernaan, asma, tumor, diabetes dan gigitan ular (Astarini, dkk, 2010). Jeruk nipis termasuk salah satu jenis Citrus geruk. Jeruk nipis termasuk jenis tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat, misalnya asam sitrat, asam amino (Triptofan, lisin), minyak atsiri, damar, glikosida, asam sitrun, lemak kalsium, fosfor, besi, belerang, vitamin B dan C. selain itu, jeruk juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid (Anonim3, 2010).

Gambar 2.1. jeruk nipis

Citrus aurantifolia biasa dikenal dengan nama Jeruk nipis, banyak tumbuh di Asia bagian selatan, Jepang dan Indonesia. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada lingkungan beriklim tropis. Tanaman ini memiliki bunga yang berwarna putih. Buah yang dihasilkan memiliki rasa yang sangat asam. Kulit buahnya tipis dan berwarna hijau atau kuning. Komposisi kimia minyak atsiri yang dihasilkan tanaman Citrus aurantifolia yang berasal dari Kamerun antara lain limonen (53,92%), -pinen (0,33%), mirsen (1,58%), -pinen (0,97%), sabinen (2,06%) dan isokamfen (0,56%) yang termasuk golongan hidrokarbon monoterpen; geraniol (1,33%), linalool (1,20%), neral (9,88%), nerol (1,38%), geranial (12,26%), geranil asetat (2,03%), -terpineol (0,42%), sitronelol (0,67%) dan neril asetat (4,56%) yang termasuk golongan monoterpen teroksigenasi serta -kariofilen (0,61%) yang termasuk golongan hidrokarbon siskuiterpen (Astarini, dkk, 2010). Komponen atsiri buah dan bunga terdapat dalam jumlah yang kecil sehingga diperlukan bahan awal yang sangat kecil sehingga diperlukan bahan awal yang sangat besar jumlahnya untuk mengisolasi senyawa yang memadai untuk mengisolasi senyawa yang memadai untuk diteliti. Oleh karena keatsiriannya, senyawa ini sukar pula diisolasi dan sering seluruhnya diubah

menjadi turunan yang tidak atsiri yang selanjutnya dapat difraksinasi. Ada tiga cara umum untuk mengambil komponen atsiri dari tumbuhan : distilasi, ekstraksi memakai pelarut dan pengaliran udara atau aerasi. Distilasi (atau distilasi uap) pada suhu kamar dapat menimbulkan penguraian. Cara ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan pada keadaan khusus terutama untuk senyawa yang tidak begitu polar. Beberapa senyawa atsiri yang berbobot molekul rendah terlalu mudah larut dalam air untuk diekstraksi dengan pelarut organik secara efisien (Robinson, 1995, hal : 134). Menurut Anonim (2011), cara isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

1. Metode penyulingan a. Penyulingan dengan air Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan langsung. Penyulingan dengan cara langsung ini dapat menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi pula penurunan mutu minyak yang diperoleh. b. Penyulingan dengan uap Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.

c. Penyulingan dengan air dan uap Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas. Sokletasi adalah suatu metode/proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi Adapun prinsip sokletasi ini adalah

Penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan

Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang

akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun

perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi (Aliem, 2010). Kloroform disebut juga haloform disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi dengan metal keton, yang menghasilkan masing-masing bromoform (CHBr3) dan kloroforl (CHCl3). Hal ini disebut CHX3 atau haloform, maka reaksi ini sering disebut dengan reaksi haloform. Pembuatan kloroform, yaitu pengfotokloran metana dan menurut reaksi halorofm: Zat + Halogen + basa (Halogen + basa = atau Hipoklorit) CHCl3. Syarat untuk zat ini, yaitu yang mempunyai atau pada oksidasi menghasilkan gugus CH 3COO (asetil) yang terikat pada atom H atau C. Reaksi haloform ini berlangsung dalam tiga tahap, yaitu oksidasi (bila perlu), substitusi dan penguraian oleh basa. CHCl3 bersifat cairan dan baunya yang khas. Klorofrm (CHCl3) digunakan sebagai pelarut untuk lemak, Dry Cleaning dan sebagainya, serta obat bius untuk tujuan ini: dibubuhi etanol disimpan dalam botol cokelat diisi sampai penuh (Fatmawati, 2009). BAB III METODE PERCOBAAN

A.

Waktu dan Tempat Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini adalah sebagai berikut: Hari / tanggal Waktu Tempat : Rabu / 7 Desember 2011 : 08.00 WITA sampai selesai : Laboratorium Kimia Organik, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar

B.

Alat dan Bahan

1. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat sokletasi, labu dasar bulat, kondensor, stell head, kompor listrik, thermometer 150C, gelas kimia 250 mL, gelas kimia 500 mL, Erlenmeyer 250 mL, receiver adaptor, statif, klem, aerator, ember, selang air, cutter, corong, cawan porselin, kaca asbes dan botol semprot. 2. Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aluminium foil, aquades (H2O), batu didih, benang putih, kapas, kertas saring, kloroform (CHCl3), kulit jeruk nipis dan tissue. C. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Menimbang kulit jeruk nipis sebanyak 100 g, kemudian memotong hingga kecil. Membuat selongsong dari kertas saring Memasukkan kulit jeruk nipis ke dalam selongsong dan diikat dengan menggunakan benang. Memasukkan kloroform ke dalam labu dasar bulat yang telah ditimbang dengan batu didihnya. Memasang labu bulat berisi kloroform pada alat soklet yang telah dirangkai. Memasukkan selongsong pada labu soklet. Memanaskan hingga warna larutan yang dihasilkan oleh kulit jeruk nipis habis. Merangkai alat destilasi sederhana untuk memisahkan komponen campuran minyak atsiri dengan pelarut kloroform. 9. Menimbang residu (minyak atsiri) yang ada pada labu dasar bulat dan memasukkan ke dalam ruang asam hingga bau klorofom menghilang dan menghasilkan lemak. 10. Menimbang kembali minyak atsiri yang diperoleh.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Pengamatan Hasil yang diperoleh dari percobaan ini adalah:

1. Berat cawan + labu bulat + batu didih 2. Volume pelarut kloroform (CHCl3) 3. Berat sampel (kulit jeruk nipis) 4. Warna pelarut kloroform (CHCl3) 5. Warna sampel (kulit jeruk nipis) 6. Berat cawan + ekstrak + batu didih 7. Berat ekstrak (minyak)

= 167, 7196 gram = 297 mL = 100,3568 gram = Tidak berwarna = hijau tua = 170,5670 gram = (berat cawan + ekstrak) (berat kosong) = 170, 5670 gram 167,7196 gram = 2, 8474 gram

8. Warna ekstrak

= warna cokelat

B.

Analisa Data Kadar minyak = x 100% = x 100% = 2,8373 %

C.

Reaksi

D. Pembahasan Kulit jeruk mengandung atsiri yang terdiri dari berbagai komponen seperti terpen, sesquiterpen, aldehida, ester dan sterol. Minyak atsiri merupakan senyawa yang mudah menguap yang tidak larut dalam air dan merupakan ekstrak alami dari tanaman (Ahira, 2011). Pertama-tama mengupas kulit jeruk nipis dari buahnya, kemudian menimbang dengan hasil 100,3568 gram dan memotong-motong kecil, selanjutnya membuat selonsong yang telah dilapisi kertas saring sehingga membentuk silinder. Setelah itu memasukkan ke dalam alat soklet, dan merangkai alat distilasi yang sebelumnya telah dimasukkan kloroform (CHCl3) 150 mL ke dalam labu distilasi. Fungsi dari kloroform (CHCl3) yaitu untuk mengikat senyawa polar lainnya. Percobaaan ini menggunakan metode sokletasi dimana pada kloroform (CHCl 3) yang digunakan menguap dan dikondensasikan oleh kondensor menjadi cairan yang jatuh ke dalam selonsong dan selanjutnya menyaring zat aktif di dalam sampel dan jika cairan penyaring telah mencapai permukaan selongsong, seluruh cairan akan turun kembali ke labu destilasi melalui pipa soklet hingga terjadi sirkulasi. Setelah selongsong berwarna kehijauan yang menandakan bahwa pada proses tersebut telah selesai. Selanjutnya, minyak atsiri yang diperoleh bercampur dengan pelarut kloroform, dipisahkan dengan metode destilasi sederhana. Pada suhu 55C, mulai terjadi penguapan hingga 61,2C. menampung destilat (kloroform) pada Erlenmeyer. 61,2C merupakan titik didih dari kloroform. Setelah seluruh pelatur habis, maka menimbang residu, dalam hal ini adalah minyak atsiri untuk menegetahui bobot dari ekstrak yang diperoleh. Hasil dari ekstraksi tersebut yaitu lemak, namun masih mengandung kloroform yang dapat dicium dari baunya. Karena minyak atsiri merupakan minyak yang memiliki bau khas.

Oleh sebab itu sampel tersebut dikeringkan beberapa hari agar bau kloroform hilang sehingga di hasilkan minyak atsiri. Hasil kadar lemak yang dihasilkan dalam ekstrak sampel kulit jeruk nipis sebanyak 2,8373%. Hasil yang diperoleh ini, mendekati kandungan minyak atsiri yang diperoleh dari teori. Dimana teori menyatakan bahwa minyak atsiri dalam kulit jeruk nipis kurang lebih 2,98%.

BAB V PENUTUP

A.

Kesimpulan 1. Metode dari isolasi minyak atsiri adalah metode sokletasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi hingga. Kemudian dipisahkan dengan menguapkan sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi sehingga yang tersisa adalah minyak atsiri yang diinginkan.

2. Mengisolasi minyak atsiri dengan dua cara, yaitu metode sokletasi dan destilasi, sehingga diperoleh hasil dari 100,3568 gram sampel sama dengan 2,8373% minyak atsiri.

B.

Saran Pada percobaan selanjutnya, mencoba menggunakan metode hidrodestilasi, dimana pelarut yang digunakan adalah air dan proses pemisahannya dengan menambahkan larutan yang mampu menyerap air, misalnya natrium sulfat anhidrat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, Anne. 2011. Jeruk. http://anneahira.com (6 Desember 2011). Aliem. 2010. Sokletasi. http://blogspot.com (6 Desember 2011). Anonim1. 2008. Destilasi. http://hidupituindah.blogspot.com (28 November 2011). Anonim2. 2011. Jeruk Nipis. http://wikipedia.com (6 Desember 2011). Anonim3. 2010. Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia). http://ccrcfarmasiugm.wordpress. com (6 Desember 2011). Anonim4. 2011. Metode Ekstraksi. http://wordlinx.com (6 Desember 2011). Anonim5. 2011. Minyak Atsiri. http://wikipedia.com (6 Desember 2011). Anonim6. Minyak Atsiri. Chapter II. (2011). Anonim7. 2011. Volatil. http://wikipedia.com (6 Desember 2011). Astarini, Nilah Putu Ferbriani, dkk. Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk buah Citrus Grandis, Citrus Aurantium (L) dan Citrus Aurantifolia (Rutaceae) Sebagai Senyawa Antibakteri dan Insektisida. Prosiding Skripsi Semester Genap. (2010). Copriady, Jimmi, dkk. Isolasi Karakterisasi Senyawa Kumarin Dari Kulit Buah Jeruk Purut (Citrus Hystrix DC). Biogenesis Vol. 2. (2005): hal: 13-15.

Fatmawati. 2009. Kloroform. http://kisahfathe.blogspot.com (23 Novemver 2011) Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Tanaman yang terdapat di dunia ini sangat banyak jumlahnya. Tanaman tersebut terbagi dalam beberapa famili, genus, dan spesies. Indonesia memiliki keragaman flora yang banyak tumbuh di hutan hujan tropis. Salah satu tanaman yang banyak dijumpai dibeberapa wilayah Indonesia adalah tanaman yang termasuk dalam famili Rutaceae. Rutaceae merupakan salah satu famili tanaman yang terdiri dari 130 genus yang terdapat di dalam tujuh subfamili. Beberapa genus dari tanaman yang termasuk dalam famili Rutaceae diantaranya adalah Citrus (16 spp.), Fortunella (4 spp.), dan Poncirus (1 sp.). Fortunella spp. merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Cina bagian selatan. Poncirus trifoliata L. merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Cina bagian utara. Citrus merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Asia bagian selatan, Jepang, dan Indonesia. Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen alifatik, turunan hidrokarbon teroksigenasi, dan hidrokarbon aromatik (Astarini. 2010).

Jeruk manis atau jeruk peras ( Citrus sinesis (L) Obbeck) memiliki kulit buah yang berbau khas aromatik dan rasa pahit, yang mengandung minyak atsiri 90%. Kulit jeruk manis permukaan luar berwarna coklat agak kekuning-kuningan sampai coklat jingga, tebal lebih 3 mm, keras dan rapuh. Sedangkan permukaan dalam rata, berwarna coklat jingga dan jaringan bunga karang yang rongga minyak berdiameter sekitar 1 mm. Minyak atsiri yang terkndung pada kulit buat jeruk merupakan senyawa organik yang dapat diperoleh dengan car ekstraksi (Seputri.2010). Sokletasi adalah suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi (Anonim 1, 2011) Penjelasan tersebut merupakan latar belakang dilakukannya percobaan ini yaitu isolasi senyawa volatil minyak atsiri dari kulit jeruk.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana mengisolasi senyawa volatil dari kulit jeruk manis

C.

Tujuan percobaan Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperkenalkan salah satu metode isolasi minyak atsiri dari jaringan tumbuhan. 2. Mengisolasi minyak atsiri dari kulit jeruk dengan metode destilasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sokletasi adalah suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi. Adapun prinsip sokletasi ini yaitu penyaringan yang berulangulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan. Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut

dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan. Syarat syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi : 1. Pelarut yang mudah menguap misalnya : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol. 2. Titik didih pelarut rendah. 3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan. 4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi. 5. Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan. 6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, polar atau nonpolar. (Anonim 1.2011) Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat di dalamnya. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. (Anonim 2. 2011).

Jeruk atau limau adalah semua tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Anggotanya berbentuk pohon dengan buah yang berdaging dengan rasa masam yang segar, meskipun banyak di antara anggotanya yang memiliki rasa manis. Rasa masam berasal dari kandungan asam sitrat yang memang menjadi terkandung pada semua anggotanya (Anonim3. 2011). Dinamakan jeruk manis karena memang rasanya manis, tetapi ada juga yang rasanya manis disertai rasa asam sedikit, sehingga bisa menambah rasa segar bila dimakan atau diminum sebagai sari buah. Jeruk manis banyak ditanam di daerah 20-400C LU dan 20-400C LS. Di daerah subtropis, ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di sekitar katulistiwa dapat ditanam sampai ketinggian 2.000 m dpl. Temperatur optimal pertumbuhannya antara 25-300C. Buah jeruk manis berukuran besar, tangkainya kuat. Bentuknya bulat, bulat lonjong atau bulat rata (papak) dengan bagian dasar, ujungnya bulat atau papak, bergaris tengah 4-12 cm. Buah yang masak berwarna orange, kuning atau hijau kekuningan, berbau sedikit harum, agak halus, tidak berbulu, kusam, dan sedikit mengkilat. Kulit buah tebalnya 0,3-0,5 cm, dari tepi berwarna kuning atau orange tua dan makin ke dalam berwarna putih kekuningan sampai putih, berdaging dan kuat melekat pada dinding buah. Kulit buah jeruk manis memiliki bau yang khas aromatik dan rasa pahit, yang mengandung : minyak atsiri 90% yang berisikan limone,dan glukosidaglukosida hesperidina, isohesperinda, aurantiamarina dan damar. Secara umum uraian makroskopiknya kulit jeruk manis antara lain: a. Kepingan berbentuk spiral dan ada pula yang bentuknya panjang. b. Permukaan luar berwarna coklat agak kekuning-kuningan sampai coklat jingga, tebal lebih 3 mm, keras dan rapuh. c. Permukaan dalam rata, berwarna coklat jingga.

d. Terdapat sedikit jaringan bunga karang, apabila kulit ini dipatahkan akan tampak dengan jelas rongga-rongga minyaknya yang bergaris tengah sekitar 1 mm. (Seputri.2010).

BAB III METODE PERCOBAAN A. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Alat Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah botol semprot, ember, gunting, pisau, pinset, kasa, gelas kimia 1000 mL, gelas ukur 50 mL, rangkaian alat sokletasi, pemanas listrik dan rotavavor. 2. Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquades, benang, es batu, kapas, kertas saring, kulit jeruk dan kloroform (CHCl3). B. Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:

1. Preparasi Sampel a. Memisahkan kulit jeruk dari isinya

b. Mencacah kulit jeruk c. Membuat selonsong dari kertas saring

d. Memasukkan kulit jeruk dan melapisi dengan kapas e. Mengikat selonsong dengan benang putih

2. Isolasi Sampel a. Memasukkan pelarut kloroform (CHCl3) ke dalam labu destilasi

b. Merangkai alat sokletasi c. Memasukkan selonsong

d. Memberikan pemberat e. f. Memanaskan pemanas listrik dan membiarkan sampai terjadi beberapa sirkulasi Menampung hasil destilasi

3. Pemisahan Minyak dan Pelarut a. Memasukkan ke dalam rotavavor

b. Mendiamkan hasil pemisahan pada lemari asam c. Menimbang berat hasil isolasi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Volume kloroform (CHCl3) Berat sampel Warna pelarut Warna sampel Berat cawan kosong Berat cawan + ekstrak Berat ekstrak = 150 mL = 100,04 gram = tidak berwarna = hijau kekuningan = 172,8203 gram = 173,5868 gram = 0,7665 gram

B. Analisa Data Dik : Berat ekstrak Berat sampel Dit % minyak atsiri...? Penyelesaian: = 0,7665 gram = 100,04 gram

= 0,76 % Jadi persen minyak atsiri dalam 100,04 gram kulit jeruk manis yaitu 0,76% C. Pembahasan Jeruk manis adalah tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Jeruk manis atau jeruk peras ( Citrus sinesis (L) Obbeck) memiliki kulit buah yang berbau khas aromatik dan rasa pahit, yang mengandung minyak atsiri. Kulit jeruk manis permukaan luar berwarna coklat agak kekuning-kuningan sampai coklat jingga, tebal lebih 3 mm, keras dan rapuh. Sedangkan permukaan dalam rata, berwarna coklat jingga dan jaringan bunga karang yang rongga minyak berdiameter sekitar 1 mm. Minyak atsiri diperoleh dengan metode sokletasi. Pada percobaan ini digunakan kulit jeruk manis sebagai sampel yang akan diteliti kandungan minyak atsirinya dengan metode sokletasi, digunakan kulit jeruk manis sebab berdasarkan teori kulit jeruk manis mengandung 90% minyak atsiri. Pelarut yang digunakan adalah kloroform, sebab kloroform bersifat nonpolar sehingga dapat bercampur dengan minyak atsiri dan akan terekstrak pada saat terjadi sirkulasi. Sebanyak 150 mL kloroform sebagai pelarut disimpan pada labu destilasi yang telah diberi batu didih, hal ini dilakukan agar tidak terjadi bumping pada saat diberi pemanasan tinggi, kamudian 100 gram kulit jeruk manis yang ditempatkan pada selonsong yang terbuat dari kertas saring untuk menyaring campuran minyak yang diekstrak dalam serangkaian alat sokletasi tersebut. Setelah terjadi beberapa sirkulasi maka diperoleh ekstrak kulit jeruk yang bercampur dengan pelarut kloroform. Pemisahan antara pelarut dengan minyak atrsiri yang terkandung pada

ekstrak kulit jeruk manis dilakukan pada alat rotavavor dan didiamkan selama 12 jam agar terjadi pemisahan sempurna. Adapun hasil yang diperoleh adalah 0,7665 gram minyak atsiri atau 0,76% minyak atsiri pada 100,04 gram kulit jeruk manis. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa persentase kandungan minyak atsiri pada kulit buah jeruk manis yaitu 90%. Hal ini disebabkan minyak atsiri mengalami penguapan pada saat didiamkan selama 12 jam.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tujuan percobaan maka diperolah kesimpulan sebagai berikut: 1. Isolasi minyak atsiri pada kulit jeruk dapat dilakukan dengan metode sokletasi 2. Hasil isolasi minyak atsiri pada 100 gram kulit jeruk yaitu sebanyak 0,7665 gram. B. Saran Saran untuk percobaan ini adalah sebaiknya pelarut yang digunakan yaitu pelarut yang tidak mudah menguap agar pada saat dilakukan pemisahan tidak berdasarkan suhu uap larutan dan senyawa yang diisolasi tidak ikut menguap.

Laporan KLT
Disusun Oleh : CHO MEITA BAB I PENDAHULUAN

1. 1.

Tujuan Percobaan

Mempelajari dan memahami metode pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis. Memisahkan beberapa logam ( Ni, Mn, Co, dan Zn ) atau asam amino dalam larutan sampel dengan metode kromatografi lapis tipis. Menentukan nilai Rf pada masing-masing sampel yang dipisahkan.

1. 2.

Prinsip Percobaan

Pemisahan dengan tehnik kromatografi lapis tipis didasarkan pada adsorpsi larutan (fase gerak atau eluennya) terhadap adsorbens yang di gunakan, dimana Adsorbens dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai penunjang fase diamnya.

1. 3.

Teori Dasar

Dalam analisis kimia suatu bahan, maka akan sering dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan seperti menghilangkan konstituen pengganggu atau mengisolasikannya maupun memekatkan konstituen yang dikehendaki sebelum dilakukuan identifikasi maupun pengukuran jumlahnya. Untuk melakukan analisis kimia tersebut maka kita harus menggunakan suatu metode agar dapat menentukan hasil yang tepat, kromatografi salah satunya, dan dapat pula digunakan sebagai analisa secara kuantitatif.

Kromatografi adalah suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain. Di dalam gas kromatografi adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan kromatografi adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain, suatu padat, atau suatu gel agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David. 2001). Teknik kromatografi merupakan teknik pemisahan yang sangat sensitif, yang dapat memisahkan campuran kompleks, seperti minyak bumi yang merupakan campuran dari ratusan senyawa yang terkandung di dalamnya, dan masih banyak lagi keunggulan lainnya. Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber) (Rudi, 2010) Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh pase diam dibawah gerakan pelarut pengembang. Pada dasarnya KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas , terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Gambar kromatografi lapis Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen ( fase gerak ) untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

Rf juga menyatakan drajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karenan itu Rf juga disebut factor referensi. Pemisahan campuran dengan cara kromatografi didasarkan pada perbedaan kecepatan merambat antara partikel-partikel zat yang bercampur pada medium tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari pemisahan secara kromatografi dapat kita temui pada rembesan air pada dinding yang menghasilkan garis-garis dengan jarak ternentu.

Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna: 1. 1. Menggunakan pendarflour

Mungkin anda masih ingat apa yang telah saya sebutkan bahwa fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika anda menyinarkannya dengan sinar UV, akan berpendar. Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercakbercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika anda menyinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap. Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, anda harus menandai posisi-posisi dari bercakbercak dengan menggunakan pinsil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Seketika anda mematikan sinar UV, bercak-bercak tersebut tidak tampak kembali. 1. 2. Penunjukkan bercak secara kimia

Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu. Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercakbercak kecoklatan. Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercakbercak kecoklatan. Penggunaan kromatografi lapis tipis untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa Anggaplah anda mempunyai campuran asam amino dan ingin menemukan asam amino-asam amino tertentu yang terkandung didalam campuran tersebut. Untuk sederhananya, mari kira berasumsi bahwa anda mengetahui bahwa campuran hanya mungkin mengandung lima asam amino.

Setetes campuran ditempatkan pada garis dasar lempengan lapis tipis dan bercak-bercak kecil yang serupa dari asam amino yang telah diketahui juga ditempatkan pada disamping tetesan yang akan diidentifikasi. Lempengan lalu ditempatkan pada posisi berdiri dalam pelarut yang sesuai dan dibiarkan seperti sebelumnya. Dalam gambar, campuran adalah M dan asam amino yang telah diketahui ditandai 1-5. Bagian kiri gambar menunjukkan lempengan setelah pelarut hampir mencapai bagian atas dari lempengan. Bercak-bercak masih belum tampak. Gambar kedua menunjukkan apa yang terjadi setelah lempengan disemprotkan ninhidrin.

Tidak diperlukan menghitung nilai Rf karena anda dengan mudah dapat membandingkan bercakbercak pada campuran dengan bercak dari asam amino yang telah diketahui melalui posisi dan warnanya. Dalam contoh ini, campuran mengandung asam amino 1, 4 dan 5. Fase diam-jel silika Jel silika adalah bentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan jel silika, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Permukaan jel silika sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silika kemudian digunakan serupa untuk alumina. Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponenkomponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT (Lenny, 2006) Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007)

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN

Preparasi sampel Larutan Ion Ni, Mn, Co, dan Zn

1. 1.

Disiapkan dari senyawa di atas dengan tepat dalam asam klorida 2 M untuk menghasilkan larutan yang masing-masing berisi 10 dari Ni2+, Mn2+, Co2+, dan Zn2+ dalam larutan 0.01 cm3. 1. 2. Pelarut aseton-HCl

Sebanyak 43.5 mL aseton dicampurkan ke dalam larutan HCl pekat (bj 1.18) sebanyak 4 mL dan air sebanyak 2.5 mL 1. 3. Reagensia semprot PACF/R ( trinatrium pentasianoaminaferrat/asam rubeanat ) Sebanyak 0.7 gram trinatrium pentasianoaminaferrat dilarutkan dalam 20 mL air dan dituang larutan-larutan yang dihasilkan ke dalam larutan 0.25 gram asam rubeanat dalam 10 mL etanol. Kemudian larutan tersebut dikocok selama 15 menit dan disaring. Larutan siap digunakan dan hendaknya disiapkan pada hari reagensia itu gunakan. 1. 4. Penyediaan PACF ( trinatrium pentasianoaminaferrat )

Sebanyak 10 gram natrium prussida yang dibubuk halus ditimbang ke dalam erlenmeyer kecil, dan ditambahkan sebanyak 24 mL larutan amonnia pekat (bj.0.88). Kemudian campuran natrium prussida dan amonnia pekat dikocok baik-baik dan penyumbat dilonggarkan agar gas dapat lolos, ketika senua zat padat telah terlarut dan pembebasan gas telah dimulai, erlenmeyer disimpan dalam lemari es pada suhu -7oC selama 48 jam. Kemudian dihangatkan ke temperatur ruangan, lalu ditambahkan larutan amonnia pekat (bj.0.88) sedikit lagi, kemudian disaring dengan pengisapan pompa, lalu zat cair dibuang sebanyak mungkin kemudian endapan dicuci dengan sedikit methanol. Methanol dibuang secapat mungkin dengan pengisapan, lalu produk dipindahkan ke pinggan dalam desikator yang berisi kalsium klorida dan disimpan dalam gelap. Rendemen adalah 5.4 gram. 1. 5. Asam asetat 0.2 M

Sebanyak 11 mL asam asetat diencarkan ke dalam air sebanyak 1 Liter.

Prosedur kerja:

v Larutan standar disuntikan kira-kira 1 dan sampel pada kertas atau pelat kromatogram kirakira 2 cm dari dasar pelat bagian bawah dan 1 cm dari dasar pelat bagian atas secara horizontal. Lalu ditandai pada setiap sampel. v Pelat atau kertas tersebut dicelupkan pada larutan pengembang sedikimian rupa sehingga noda-noda sampel dan standar tidak terendam dalam larutan. Kemudian ditutup rapat-rapat dan dibiarkan berlansung beberapa lama sampai elusi larutan pengembang mencapai bagian 0.5-1 cm dibawah tepi atas pelat. v Setelah kira-kira 15-20 menit pelat tersebut diangkat dan dikeringkan untuk menjamin penguapan telah sempurna. v Setelah kering, pelat yang telah dikeringkan disemprot dengan larutan pewarna (ninhidrin/PACF/R) dan dikeringkan atau dipanaskan selama beberapa menit sampai noda-noda komponen jelas terlihat. v Jarak yang ditempuh setiap noda dan jarak yang ditempuh oleh pelarut diukur. v Nilai Rf ditentukan atau jenis sampel ditentukan.

BAB V PEMBAHASAN Analisis kuantitatif dengan KLT ada dua macam. Yang pertama noda cuplikan setelah dikembangkan diukur langsung luasnya atau kerapatannya (density). Secara manual atau menggunakan alatalat yang disebut densitometer. Tehnik ini disebut evaluasi in one. Luas atau kerapatan noda dibandingkan dengan kerapatan noda senyawa standar yang telah diketahui konsentrasinya. Cara yang kedua, noda diambil dengan cara dikerok atau diisap dengan suatu alat kemudian dilarutkan dalam suatu pelarut dan larutan terakhir diamati dengan spectrometer UV vis atau ditimbang (gravimetric) setelah pelarut diuapkan. Cara gravimetric hanya dapat dilakukan apabila jumlah cuplikan cukup besar. Cara ini tidak membutuhkan standar pembanding Pada percobaan ini, tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis (aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi

analit oleh solventnya bisa berjalan. Hal inilah yang membedakan antara kromatografi kertas dengan kromatografi lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih lama (kirakira 1020 menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut adalah pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut atau fase gerak maka noda yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam KLT adsorbens yang digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Pada percobaan ini, adsorbens yang digunakan adalah aseton-HCl. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab sampai tidak munculnya warna noda pada KLT dalam percobaan ini. Sedangkan faktor penyebab lainnya disebut dengan faktor yang mempengaruhi nilai Rf pada KLT seperti kualitas adsorben, ketebalan lapisan, kejenuhan ruang kromatografi, tehnik pengembangan (elusi), suhu, dan kualitas pelarut. Fase gerak adalah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Pada percobaan kali ini digunakan campuran aseton-HCl. Digunakan HCl karena HCl dapat mengikat zat sampel dan membawanya menuju garis akhir plat dengan bantuan aseton yang merupakan zat organic yang mudah menguap. Penentuan nilai Rf suatu standar analit pada KLT pada dasarnya sama dengan penentuan nilai Rf dalam KK, dimana nilai Rf ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari migrasi solvent/ pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan kromatografi planar (KK mapun KLT), dimana jika nilai Rf-nya besar berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum sedangkan jika nilai Rf-nya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) minimum. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh faktorfaktor yang mempengaruhi nilai Rf seperti diatas, akan tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun untuk identifikasi dan deteksi zat setelah terbentuknya noda dilakukan dengan beberapa cara misalnya; planimetri, densitometri, spektrofotometri, dan fluorensis, dimana masing masing alat tersebut memeliki kelebihan dan kekurangan yang jika dijabarkan akan lebih panjang dan rumit karena dihubungkan dengan proses penggunaanya. Pada percobaan ini, didapatkan nilai Rf yang berbeda-beda dari tiap analit. Pada penentuan nilai Rf pada ion logam, secara berturut-turut nilai Rf dari Ni2+, Mn2+, Co2+, dan Zn2+ adalah 0,43 , 0,46 , 0,46 , dan 0,52.

BAB VI KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dari percobaan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

Tehnik pemisahan dengan kromatografi lapis tipis merupakan tehnik pemisahan kromatografi planar dimana zat zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase diamnya). Dimana fase diamnya/ adsorbensnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium) sebagai penunjang adsorbennya. nilai Rf yang didapatkan adalah nilai Rf dari Ni2+, Mn2+, Co2+, dan Zn2+ adalah 0,43 , 0,46 , 0,46 , dan

DAFTAR PUSTAKA Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Kedokteran EGC. Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida. FMIPA. Semarang. Khopkar, S,M. 2009. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia. Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo. Shevla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka. Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. Sumatera Utara: USU Repository. Sudjadi. 1988. Metode pemisahan. Yogyakarta : Kanisius Underwood, AL dan JR. Day R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif edisi keenam. Jakarta: Erlangga.

Home MATERI

Silabus

Materi

Latihan Soal

Profil

Pendahuluan Monosakarida Disakarida Polisakarida Identifikasi Karbohidrat

Monosakarida Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk yang lebih sederhana. Monosakarida meliputi glukosa, galaktosa, fruktosa, manosa, dan lain-lain. 1. Glukosa Glukosa merupakan suatu aldoheksosa, disebut juga dekstrosa karena memutar bidang polarisasi ke kanan. Glukosa merupakan komponen utama gula darah, menyusun 0,065- 0,11% darah kita. Glukosa dapat terbentuk dari hidrolisis pati, glikogen, dan maltosa. Glukosa sangat penting bagi kita karena sel tubuh kita menggunakannya langsung untuk menghasilkan energi. Glukosa dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi lembut seperti pereaksi Tollens sehingga sering disebut sebagai gula pereduksi.

-D-glukosa D-glukosa 2. Galaktosa

-D-glukosa

Galaktosa merupakan suatu aldoheksosa. Monosakarida ini jarang terdapat bebas di alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis jika dibandingkan dengan glukosa dan kurang larut dalam air. Seperti halnya glukosa, galaktosa juga merupakan gula pereduksi.

-D-galaktosa D-galaktosa 3. Fruktosa

-D-galaktosa

Fruktosa adalah suatu heksulosa, disebut juga levulosa karena memutar bidang polarisasi ke kiri. Merupakan satu-satunya heksulosa yang terdapat di alam. Fruktosa merupakan gula termanis, terdapat dalam madu dan buah-buahan bersama glukosa. Fruktosa dapat terbentuk dari hidrolisis suatu disakarida yang disebut sukrosa. Sama seperti glukosa, fruktosa adalah suatu gula pereduksi.

(b) (a) Struktur fruktosa: (a) struktur terbuka (b) struktur siklis

Sukrosa
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Sukrosa

Isolasi Nikotin dari Daun Tembakau dan Pengaruh Isolat Kasar Nikotin sebagai Insektisida Alami terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Halimatus Sakdiyah

Abstrak

ABSTRAK

Sakdiyah, Halimatus. 2007. Isolasi Nikotin dari Daun Tembakau dan Pengaruh Isolat Kasar Nikotin sebagai Insektisida Alami terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura). Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I). Drs. Dermawan Afandy, M.Pd, (II). Evi Susanti, S.Si, M.Si

Kata-kata kunci: Isolasi, nikotin, insektisida

Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman tembakau dan berpotensi sebagai insektisida alami pengganti insektisida sintetik. Nikotin mempunyai sifat mudah terurai oleh faktor alam sehingga tidak meninggalkan residu pada tanaman inang. Isolasi nikotin dapat dilakukan dengan teknik maserasi dan dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut kloroform. Teknik isolasi ini cukup mudah dan dapat menghasilkan isolat yang mengandung nikotin dalam konsentrasi cukup besar dan relatif murni. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui waktu dan volume maserasi yang optimum untuk mengisolasi nikotin dari 50 gram daun tembakau kering dan untuk mengetahui pengruh isolat kasar nikotin sebagai insektisida alami terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia FMIPA UM dan Laboratorium Hama dan Tanaman BALITAS, Karang Ploso, Malang. Daun tembakau jenis virginia dan ulat grayak sebagai hewan uji diperoleh dari BALITAS, Karang Ploso, Malang. Isolasi nikotin dilakukan dengan cara maserasi-ekstraksi dengan variasi waktu maserasi dilakukan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam dan variasi volume maserasi pada waktu optimum dilakukan pada volume 250 mL, 500 mL, 750 mL, 1000 mL, dan 1250 mL. Optimasi waktu dan volume maserasi optimum ditentukan dengan cara penentuan rendemen nikotin yang diperoleh dengan metode titrasi asam-basa. Filtrat hasil maserasi yang disebut dengan isolat kasar, diuji aktivitasnya sebagai insektisida terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Identifikasi nikotin dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis dengan larutan pengembang CH3OH dan NH4OH (200:3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) waktu maserasi optimum pada proses isolasi nikotin dari daun tembakau adalah pada 48 jam; (2) volume air optimum untuk maserasi dari 50 gram sampel daun tembakau adalah pada volume air 750 mL dengan rendemen nikotin sebesar 3,53 %; (3) isolat kasar nikotin dari 50 gram daun tembakau pada volume maserasi 250 mL, 500 mL, 750 mL, 1000 mL dan 1250 mL semuanya memiliki aktivitas sebagai insektisida terhadap ulat grayak. Efek insektisida tertinggi pada volume maserasi 250 mL yang mampu mematikan sampai 88,3 % dari 30 ekor target setelah 72 jam penyemprotan

BHN DIS EKSTRAKSI

<body

SKRIPSI Jurusan Kimia - Fakultas MIPA UM, 2007

Isolasi Nikotin dari Daun Tembakau dan Pengaruh Isolat Kasar Nikotin sebagai Insektisida Alami terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Halimatus Sakdiyah

Abstrak

ABSTRAK

Sakdiyah, Halimatus. 2007. Isolasi Nikotin dari Daun Tembakau dan Pengaruh Isolat Kasar Nikotin sebagai Insektisida Alami terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura). Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang. Pembimbing (I). Drs. Dermawan Afandy, M.Pd, (II). Evi Susanti, S.Si, M.Si

Nikotin merupakan senyawa alkaloid yang terdapat dalam tanaman tembakau dan berpotensi sebagai insektisida alami pengganti insektisida sintetik. Nikotin mempunyai sifat mudah terurai oleh faktor alam sehingga tidak meninggalkan residu pada tanaman inang. Isolasi nikotin dapat dilakukan dengan teknik maserasi dan dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut kloroform. Teknik isolasi ini cukup mudah dan dapat menghasilkan isolat yang mengandung nikotin dalam konsentrasi cukup besar dan relatif murni. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui waktu dan volume maserasi yang optimum untuk mengisolasi nikotin dari 50 gram daun tembakau kering dan untuk mengetahui pengruh isolat kasar nikotin sebagai insektisida alami terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia FMIPA UM dan Laboratorium Hama dan Tanaman BALITAS, Karang Ploso, Malang. Daun tembakau jenis virginia dan ulat grayak sebagai hewan uji diperoleh dari BALITAS, Karang Ploso, Malang. Isolasi nikotin dilakukan dengan cara maserasi-ekstraksi dengan variasi waktu maserasi dilakukan pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam dan variasi volume maserasi pada waktu optimum dilakukan pada volume 250 mL, 500 mL, 750 mL, 1000 mL, dan 1250 mL. Optimasi waktu dan volume maserasi optimum ditentukan dengan cara penentuan rendemen nikotin yang diperoleh dengan metode titrasi asam-basa. Filtrat hasil maserasi yang disebut dengan isolat kasar, diuji aktivitasnya sebagai insektisida terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Identifikasi nikotin dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis dengan larutan pengembang CH3OH dan NH4OH (200:3)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) waktu maserasi optimum pada proses isolasi nikotin dari daun tembakau adalah pada 48 jam; (2) volume air optimum untuk maserasi dari 50 gram sampel daun tembakau adalah pada volume air 750 mL dengan rendemen nikotin sebesar 3,53 %; (3) isolat kasar nikotin dari 50 gram daun tembakau pada volume maserasi 250 mL, 500 mL, 750 mL, 1000 mL dan 1250 mL semuanya memiliki aktivitas sebagai insektisida terhadap ulat grayak. Efek insektisida tertinggi pada volume maserasi 250 mL yang mampu mematikan sampai 88,3 % dari 30 ekor target setelah 72 jam penyemprotan. .

Anda mungkin juga menyukai