Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memakai
tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan
masalah kesehatan yang dihadapinya, jauh sebelum pelayanan kesehatan
formal dengan obatobat modern. Pemerintah pun pada saat ini juga telah
menggalakkan penggunaan obat secara tradisional. Tanamantanaman
tersebut dipercaya mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit, di
antaranya yaitu daun kemangi. Daun kemangi yang selain memiliki aroma
khas juga dipercaya untuk mengatasi perut kembung atau masuk angin,
menyembuhkan sakit kepala, pilek, dan demam, serta aroma kemangi dapat
menolak gigitan nyamuk.
Kemangi merupakan tanaman berbatang basah dengan tinggi dapat
mencapai 1,5 meter. Daun panjang, berbentuk taji atau bulat telur, ujung
tumpul atau tajam, panjang sampai 5 cm, bergerigi atau rata, wangi seperti
cengkeh dan pahit (Anonim, 2008).
Daun kemangi mengandung senyawa arginin, yaitu senyawa yang dapat
membantu kesehatan dinding pembuluh darah. Senyawa arginin yang
terkandung dalam daun kemangi ini memiliki banyak khasiat, yang salah
satunya adalah membuat dinding pembuluh darah lebih fleksibel dan tidak
mudah tersumbat. Kemangi sering kali disuling untuk diambil sari minyak
atsirinya. Minyak kemangi termasuk jenis minyak atsiri tinggi, dikarenakan
aroma kemangi segera hilang setelah 24 jam dioleskan pada tubuh. Minyak
atsiri yang lainnya atau berkatagori sedang, aromanya akan menghilang
setelah 3 hari dioleskan. Minyak atsiri berkatagori rendah, aromanya
menghilang setelah seminggu (Waid, 2011).
Di Indonesia penggunaan minyak atsiri ini sangat beragam, dapat
digunakan melalui berbagai cara yaitu melalui mulut atau dikonsumsi

langsung berupa makanan dan minuman yang mengandung minyak atsiri,


penyedap makanan, flavour es krim, permen, pasta gigi dan lain-lain.
Pemakaian luar seperti untuk pemijatan, lulur, lotion, balsam, sabun mandi,
shampo, pewangi badan (parfum). Melalui pernapasan (inhalasi/aromaterapi)
seperti untuk wangi-wangian ruangan, pengharum tissue, pelega pernafasan
rasa sejuk dan aroma lain untuk aroma terapi. Pemanfaatan aroma terapi
sebagai salah satu pengobatan dan perawatan tubuh yang menjadi trend
back to nature sangat membutuhkan bahan baku yang beragam dan
bermutu dari tanaman aromatik.
Minyak atsiri tersebut bisa membuat tubuh lebih segar dan meringankan
rasa sakit sehingga sangat baik digunakan sebagai minyak pijat beraroma.
Hal ini memungkinkan penulis untuk membuat produk baru misalnya
Pembuatan Liniment Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat dibuat
sediaan liniment ?
2.

Bagaimana pengaruh variasi kadar minyak atsiri

daun

kemangi

(Ocimum sanctum L.) terhadap sifat fisik liniment ?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Pembuatan liniment minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.).
2. Tujuan Khusus
a. Pembuatan liniment minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.)
dengan variasi kadar minyak atsiri daun kemangi.
b. Meneliti pengaruh variasi kadar minyak atsiri daun kemangi (Ocimum
sanctum L.) terhadap bentuk fisik dari liniment.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Kemangi
Gambar 1. Kemangi

a.

Klasifikasi ilmiah kemangi:


Kingdom

: Plantae (tumbuhan)

Subkingdom

: Tracheobionta (berpembuluh)

Superdivisio

: Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisio

: Magnoliophyta (berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub-kelas

: Asteridae

Ordo

: Lamiales

Familia

: Lamiaceae

Genus

: Ocimum

Spesies

: Ocimum sanctum L.
(Rubi, 2010).

b.

Nama Daerah
Suraung, lampes (Sunda); lampes (Jawa Tengah); kemangek
(Madura);

c.

ukuuku

(Minahasa/Manado).
Morfologi Tumbuhan

(Bali);

lufe-lufe

(Ternate);

Bramasu

Kemangi merupakan tanaman semak semusim dengan tinggi


mencapai 30150 cm. Batangnya berkayu, segi empat, beralur,
bercabang, dan memiliki bulu berwarna hijau. Daunnya tunggal dan
berwarna hijau. Daun berbentuk bulat telur, ujungnya runcing, pangkal
tumpul, tepi bergerigi, dan pertulangan daun menyirip.
Bunga majemuk berbentuk tandan, memiliki bulu dan tangkai
pendek yang berwarna hijau. Mahkota bunga bulat telur dengan warna
putih keunguan.
Buah berbentuk kotak dan berwarna cokelat tua. Bijinya berukuran
kecil. Tiap buah biji terdiri dari empat biji berwarna hitam. Akarnya
tunggang dan berwarna putih kotor (Magonting, dkk, 2005).
d.

Kandungan dan Khasiat Tumbuhan


Tumbuhan ini mengandung eugenol, sineol, metilchavikol (minyak
atsiri), fosfor, besi, belerang, protein, kalsium, serta vitamin A dan C.
daunnya biasa dimanfaatkan sebagai lalapan dan berkhasiat untuk
mengobati demam, melancarkan air susu ibu, mengobati sariawan, dan
meredakan rasa mual atau muntah. Bijinya dapat digunakan untuk
mengobati sembelit dan kencing nanah (Handayani, 2003).
Daun mengandung minyak atsiri (methylchavicol), saponin,
flavonoid, dan tannin. Sementara bijinya mengandung saponin,
flavonoid, dan polifenol (Magonting, dkk, 2005).
Daun kemangi mengandung senyawa arginin, yaitu senyawa yang
dapat membantu kesehatan dinding pembuluh darah. Senyawa arginin
yang terkandung dalam daun kemangi ini memiliki banyak khasiat, yang
salah satunya adalah membuat dinding pembuluh darah lebih fleksibel
dan tidak mudah tersumbat.
Daun kemangi juga mengandung getah yang dapat digunakan
sebagai obat sariawan dan sakit telinga. Daun kemangi juga
mengandung asam aspartat. Asam aspartat adalah salah satu dari dua
puluh asam amino penyusun protein. Asam aspartat bersifat asam, yang
termasuk asam karboksilat. Asam aspartat berfungsi sebagai pembangkit

neurotransmisi di otak dan saraf otot. Asam aspartat juga berfungsi


meningkatkan daya tahan tubuh terhadap kepenatan (Waid, 2011).
2.

Ekstraksi Daun Kemangi


a. Pembuatan Simplisia
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian
tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya
dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari tanamannya dengan
cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1979).
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun
tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan,
dan penyimpanan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
b.

Ekstraksi dengan Destilasi


Ektraksi yakni dengan penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang terpilih di mana
zat yang diinginkan larut. Hasil dari ekstraksi disebut ekstrak, tidak
mengandung hanya satu unsur saja tetapi berbagai macam unsur,
tergantung pada obat yang digunakan dan kondisi dari ektraksi.
Metode destilasi mencakup menempatkan bagian tanaman atau obat
yang wangi yang telah dihancurkan atau ditumbuk kasar, dari mana air
aromatiknya akan dibuat ke dalam alat penyuling yang sesuai dengan air
murni secukupnya. Sebagian besar airnya tersuling, dengan secara hati
hati terhindar bau empireumatik yang disebabkan oleh terbakar atau
menghanguskan tanaman atau bahan obat. Kelebihan minyak yang
didapat dengan air hasil destilasi, umumnya mengambang di permukaan
dari produk yang berair dan dipisahkan, larutan berair yang tinggal, yang
jenuh dengan bahan menguap, sering memerlukan penyaringan supaya

3.

jernih (Ansel, 1989).


Liniment

Liniment umumnya adalah sediaan cair atau kental, mengandung


analgetikum dan zat yang mempunyai sifat rubefacient melemaskan otot
atau menghangatkan, digunakan sebagai obat luar.
Liniment analgetik dan yang melemaskan otot digunakan dengan
cara mengoleskan pada kulit dengan menggunakan kain flannel panas,
dan liniment yang menghangatkan digunakan pada kulit dengan cara
mengoleskan sambil memijat dan mengurut (Anief, 1997).
Penyimpanan dalam botol berwarna, bermulut kecil dan ditempat
sejuk. Pada etiket juga tertera Obat luar. Liniment tidak dapat
digunakan untuk kulit yang luka atau lecet.
Catatan pembuatan
:
a. Mencampurkan seperti pada pembuatan salep, contohnya Liniment
b.

Gondopuro
Terjadi penyabunan, contohnya Liniment Amoniak dan Lotio Benzylis

c.

Benzoas
Terbentuk emulsi, contohnya Peruvianum Emulsum I dan II (Anonim,
2004).
Bentuk sediaan liniment dapat berupa emulsi, suspensi atau solutio

dalam minyak atau alkohol tergantung dari zat aktifnya.


Sifat-sifatnya :
1) Dipakai pada kulit yang utuh (tidak boleh adanya luka berakibat
terjadinya iritasi) dan dengan cara digosokkan pada permukaan kulit.
2) Apabila pelarutnya minyak, iritasinya berkurang apabila dibandingkan
dengan pelarut alkohol.
3) Liniment dengan pelarut alkohol atau hidroalkohol baik digunakan untuk
tujuan counterrritan sedang pelarut minyak cocok untuk tujuan memijat
atau mengurut. Contoh : Liniment salonpas (untuk counter iritant)
4.

(Anonim, 2009).
Monografi Zat Tambahan
a. Mentholum
Sinonim
: Mentol
Pemerian
: hablur berbentuk jarum atau prisma; tidak berwarna; bau
tajam seperti minyak permen; rasa panas dan aromatik
diikuti rasa dingin.

Kelarutan

: sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol


(95%), dalam kloroform P dan dalam eter P; mudah larut

dalam paraffin cair P dan dalam minyak atsiri.


Khasiat
: korigen; antiiritan
b. Camphora
Sinonim
: Kamper
Pemerian
: hablur putih atau massa hablur; tidak berwarna atau putih;
Kelarutan

bau khas, tajam; rasa pedas dan aromatik.


: larut dalam 700 bagian air, dalam 1 bagian etanol (95%) P,
dalam 0,25 bagian kloroform P; sangat mudah larut dalam

c.

eter P; mudah larut dalam minyak lemak.


Khasiat
: antiiritan.
Methyl salicylas
Sinonim
: Metil salisilat
Pemerian
: cairan; tidak berwarna atau kuning pucat; bau khas
Kelarutan

aromatik; rasa manis, panas dan aromatik.


: sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P dan

dalam asam asetat glosial P.


Khasiat
: antiiritan; zat tambahan
d. Oleum cocos purum
Sinonim

: Minyak kelapa murni

Pemerian

: cairan jernih; kuning pucat; tidak berbau atau berbau


lemah; rasa khas, memadai pada suhu 0C dan mempunyai
kekentalan rendah walaupun pada suhu mendekati suhu
beku.

Kelarutan

: praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam etanol


(95%) P, dalam kloroform P dan dalam eter P.

Khasiat
5.

: zat tambahan (Anonim, 1979).

Kulit
Kulit adalah suatu shell yang fleksibel, mudah melentur, protektif,
mengatur diri sendiri yang melindungi sistem hidup kita. Shell mengandung
sistem sirkulasi dan sistem evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan
tekanan badan, sistem melemas sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi
stimuli dari luar.

Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk pembuluh darah,


kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat syaraf,
jaringan pengikat, otot polos dan lemak. Diperkirakan luas permukaan kulit
18 kaki kuadrat. Berat kulit tanpa lemak adalah 8 pond.
Kulit terdiri dari 3 lapis :
a. Epidermis
Epidermis, sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air,
elektrolit dan nutrisi dari badan dan sawar dasar terhadap penetrasi air
dan substansi asing dari luar badan. Epidermis mencegah atau
menghambat kehilangan air dari badan, hingga semua jaringan yang lain
menjaga keseimbangan dinamis dengan lingkungan dalam. Epidermis
merupakan lapisan kulit luar, dengan tebal 0,16 mm pada pelupuk mata
sampai 0,8 mm pada telapak tangan dan telapak kaki. Fungsi epidermis
adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri, iritasi kimia, alergi dan
b.

lain-lain.
Dermis
Demis, atau korium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut
kolagen dan elstin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari
kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung
rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut

c.

syaraf dan korpus pacini.


Jaringan subkutan berlemak bekerja sebagai bantalan dan isolator panas
Kulit yang utuh merupakan rintangan efektif terhadap penetrasi.
Absorpsi melalui kulit dapat terjadi dengan menembus daerah anatomi

6.

(Anief, 1997).
Minyak atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman.
Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak
esensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap diudara
terbuka. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari
tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemar,
minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan
lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta
warnanya berubah menjadi lebih tua (gelap). Untuk mencegah supaya

tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh


cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap.
Bejana

tersebut

juga

diisi

sepenuh

mungkin

sehingga

tidak

memungkinkan berhubungan langsung dengan oksigen udara, ditutup


rapat, serta disimpan di tempat yang kering

dan sejuk (Gunawan

dan Mulyani, 2004).


B. Kerangka Konsep
Kadar minyak atsiri
daun kemangi
(Ocimum sanctum L.)

Uji sifat fisik


Uji iritasi kulit

Pembuatan
liniment
Gambar
2. Kerangka
konsep
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama enam minggu di Laboratorium
Farmakognosi SMKS 16 Farmasi Bengkulu. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan 01 juli 9 Agustus 2014.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat destilasi,
batu didih, beker glass, erlemeyer, batang pengaduk, timbangan, gelas
ukur, pipet tetes, timbangan analitik, kompor listrik, mortir dan stemper,
alat pengaman (seperti sarung tangan karet dan masker), corong pisah,
corong kaca, sendok plastik atau spatula untuk mengaduk, sudip, pH
2.

meter dan wadah liniment.


Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
kemangi, aqua, mentol, kamfer, metil salisilat, minyak kelapa murni
(VCO).

C. Prosedur Kerja Penelitian

10

1. Alur Penelitian Skema Alur Penelitian


Pengumpulan bahan
(Pencucian,perajangan,pengeringan)
kering

eksraksi daun kemangi dengan metode destilasi

minyak atsiri daun kemangi


bahan)
2.

Simplisia

rancangan formulasi (penimbangan

pencampuran bahan

proses pengadukan

proses

finishing
( pengemasan,pelabelan,evaluasi sediaan)
Pengambilan sampel
Sampel berupa daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dibeli dari Pasar
Panorama Kota Bengkulu.

3.

Prosedur Pembuatan Minyak Atsiri Daun Kemangi


a. Persiapan Sampel
Tanaman kemangi diambil daunnya, dicuci dan dibersihkan dari kotoran
yang menempel. Kemudian dirajang halus menggunakan pisau, dan
dikeringkan dengan cara di angin anginkan selama 3 hari.
b.

Pembuatan Minyak Atsiri Daun Kemangi


Simplisia daun kemangi dilakukan penyarian dengan metode destilasi.

Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan simplisia kering ke dalam


labu destilasi, tambahkan air dan batu didih. Pada kondensor atau pendingin
dialiri air selama proses destilasi berlangsung. Bejana dipanaskan dengan
penangas listrik. Setelah pelarut panas, maka uap dari simplisia akan naik dan
mengalir melalui pipa kondensor. Dari pipa kondensor uap yang berupa
cairan akan jatuh ke labu penampungan. Setelah cairan uap diperoleh, maka
dilakukan pemisahan dengan corong pemisah untuk memisahkan minyak
atsiri dan pelarut.
4.

Rancangan Pembuatan Liniment Minyak Atsiri Daun Kemangi


Rancangan formula dalam Pembuatan Liniment Minyak Atsiri Daun

Kemangi (Ocimum sanctum L.) adalah sebagai berikut :


Tabel I. Rancangan Formulasi Pembuatan Liniment

Bahan
Minyak atsiri

F1
1,8

Formula (gr)
F2
2,3

F3
2,8

Fungsi
Zat aktif, anti nyamuk

11

daun kemangi
Mentol

Kamfer

1,6

1,6

1,6

Metil salisilat

4,8

4,8

4,8

ad 8

ad 8

ad 8

Minyak kelapa
murni (VCO)
5.

6.

Antiiritan, analgetik
topikal
Antiiritan, analgetik
topikal, rubifacient
Antiiritan, analgetik
topikal
pembawa

Prosedur Pembuatan Liniment


a. Timbang masing masing bahan.
b. Saring VCO menggunakan kertas saring.
c. Gerus mentol dalam lumpang, tambahkan kamfer dan gerus sampai
d.

mencair (massa 1).


Masukkan metil salisilat dalam botol, tambahkan mentol dan kamfer

e.
f.

yang telah digerus sampai mencair (massa 1), kocok.


Tambahkan minyak kelapa murni (VCO) yang telah disaring, kocok.
Setelah itu tambahkan minyak atsiri daun kemangi ke dalam botol dan

kocok sampai seluruh bahan bercampur.


Evaluasi Liniment Minyak Atsiri Daun Kemangi
a. Organoleptis : bentuk, bau dan warna
Dilakukan secara visual dengan mengamati perubahan dari bentuk, bau,
warna setelah didiamkan pada suhu kamar dalam jangka waktu 4 minggu.
b. Penetapan pH
pH sediaan diukur dengan menggunakan pH meter. Alat ini dikalibrasi
menggunakan dapar pH4 dan pH7. Elektroda dibilas dengan air suling lalu
dikeringkan dengan tisu. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan
elektroda dalam wadah tersebut (Anonim, 1995).
Angka yang di tunjukkan oleh pH meter merupakan nilai pH dari
liniment minyak atsiri daun kemangi.
c.

Uji iritasi kulit


Uji kulit yang dilakukan yaitu uji preventif, untuk mencegah terjadinya

efek samping terhadap kulit. Caranya yaitu dengan memakai atau


mengoleskan sediaan liniment ditempat lain (dibagian depan lengan bawah

12

atau dibelakang daun telinga) dengan cara yang biasa dipakai sehari-hari.
Setelah dibiarkan selama 24-48 jam tidak terjadi reaksi kulit yang tidak
diingikan, maka sediaan tersebut dapat digunakan (Wasitaatmadja, 1997).
Pengolahan data yang dilakukan dari uji sifat fisik liniment terhadap uji
iritasi kulit menggunakan cara kuisioner dengan 10 orang panelis.
D. Analisa Data
Dalam penelitian karya tulis ilmiah ini analisa data yang digunakan
adalah analisa deskritif yaitu menggambarkan proses awal pembuatan
liniment sampai produk jadi yang diharapkan, kemudian disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik, serta narasi.

13

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh data evaluasi
1.

liniment yaitu sebagai berikut :


Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
sediaan liniment selama 4 minggu berturut-turut. Hasil pengamatan yang
diperoleh yaitu sebagai berikut :
Tabel II. Hasil Uji Organoleptis Liniment
Sediaan
F1
F2
diamati
a. Warna a. Kuning bening a. Kuning
b.Bau
b.Khas kemangi b.Khas kemangi
c. Tekstur c. Cair
c. cair
a. Warna a. Kuning bening a. Kuning
b.Bau
b.Khas kemangi b.Khas kemangi
c. Tekstur c. Cair
c. cair
a. Warna a. Kuning bening a. Kuning
b.Bau
b.Khas kemangi b.Khas kemangi
c. Tekstur c. Cair
c. cair

F3
a. Kuning pekat
b.Khas kemangi
c. cair
a. Kuning pekat
b.Khas kemangi
c. cair
a. Kuning Pekat
b.Khas kemangi
c. cair

a. Warna a. Kuning bening a. Kuning


b.Bau
b.Khas kemangi b.Khas kemangi
Keempat c. Tekstur c. Cair
c. cair

a. Kuning Pekat
b.Khas kemangi
c. cair

Minggu
Pertama
Kedua

Ketiga

Yang

Keterangan :
F1 : liniment dengan kadar minyak atsiri 1,8gr
F2 : liniment dengan kadar minyak atsiri 2,3gr
F3 : liniment dengan kadar minyak atsiri 2,8gr
Pada uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung sediaan liniment selama 4 minggu berturut-turut. Yang diamati

14

meliputi warna, bau, dan tekstur dari sediaan liniment. Pada minggu
pertama, kedua, ketiga, dan keempat hasil pengamatan (F1, F2, dan F3)
yang didapat yaitu warna pada F1 kuning bening, F2 kuning dan F3 kuning
pekat. Sedangkan hasil pengamatan (F1,F2, dan F3) bau yang didapat dari
ketiga sediaan yaitu berbau khas kemangi, hanya saja pada F3 bau kemangi
lebih menyegat dari pada sediaan F1 dan F2. Hal ini disebabkan karena
kadar minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.) paling tinggi dari
pada sediaan lainnya. Dan tekstur sediaan yang didapat dari ketiga sediaan
diatas yaitu berupa cair.
Dan dari hasil pengamatan selama empat minggu, pada minggu
keempat sediaan liniment tidak lagi berasa panas. Hal ini dapat disebabkan
karena pengemasan sediaan yang kurang baik (tidak rapat) sehingga
menyebabkan metil salisilat sebagai pemberi rasa hangat menguap.
Pada proses pembuatan liniment minyak atsiri daun kemangi (Ocimum
sanctum L.), minyak kelapa murni (VCO) perlu disaring terlebih dahulu
sebelum dicampurkan dengan bahan - bahan lainnya. Hal ini dilakukan
2.

untuk mencegah terjadinya endapan pada sediaan liniment.


Uji pH
Uji pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat ini
dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH 4 dan pH 7. Elektroda
dibilas dengan air suling dan dikeringkan dengan tisu. Pengukuran pH
dilakukan dengan cara mengencerkan liniment menggunakan bahan
pembawanya (perbandingan 1:10), elektroda dicelupkan ke dalam wadah
tersebut. Angka yang ditunjukan oleh pH meter merupakan nilai pH liniment.
Hasil pengujian yang diperoleh yaitu sebagai berikut :

Tabel III. Hasil Uji pH Liniment


Sediaan
F1
F2

Pertama
-

Minggu
Kedua
Ketiga
2,57
1,49
2,97
2,42

Keempat
1,37
1,54

Rata-Rata
1.81
2.31

15

F3

3,60

3,09

2,56

3.08

Gambar 4. Grafik Hasil Uji pH Liniment


Pada pengujian pH dilakukan selama 4 minggu penyimpanan. Tetapi
pada minggu pertama tidak dilakukan pengujian pH dikarenakan alat pH
meter rusak. Pengujian pH dilakukan mulai dari minggu kedua. Hasil dari
pengujian pH liniment minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.)
pada F1, F2, dan F3 didapat pH asam. Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa
selama 3 minggu pengujian pH sediaan liniment minyak atsiri daun kemangi
(F1,F2, dan F3) mengalami penurunan pH hal ini dapat disebabkan karena
penguraian zat zat yang terkandung didalamnya dan minyak menguap
dikarenkan pengemasan yang kurang baik.
Dari grafik diatas juga dapat dilitas bahwa pada sediaan F3 mempunyai
pH tertinggi pada saat pengukuran hal ini dipengaruhi oleh kadar dari minyak
atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.). Semakin banyak kadar minyak
atsiri daun kemngi maka semakin tinggi pH yang didapat.
3.

Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan dengan cara uji preventif yaitu dengan memakai
atau mengoleskan liniment minyak atsiri daun kemangi di bagian depan
lengan bawah atau di belakang daun telinga. Kemudian, dibiarkan selama 2448 jam. Reaksi kulit yang terjadi diamati, apabila tidak menimbulkan iritasi
yang ditandai dengan rasa gatal dan kemerahan pada kulit, maka sediaan
dinyatakan memenuhi persyaratan pengujian.
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap 10 orang sukarelawan. Hasil
pengujian yang diperoleh yaitu sebagai berikut :
Tabel IV. Hasil Uji Iritasi Liniment

16

No.

Sediaan

1.
2.
3.

F1
F2
F3

Hasil pengamatan
Iritasi
Tidak iritasi

Uji iritasi liniment minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.),
yang dilakukan terhadap 10 orang panelis selama 12 jam dengan metode
preventif yang dilakukan berturut-turut dari ketiga formulasi (F1,F2 dan F3).
Uji preventif, dilakukan dengan cara memakai liniment minyak atsiri daun
kemangi ditempat lain dengan cara yang biasa dipakai sehari-hari.
Kemudian, dibiarkan selama 24 jam. Pengamatan dilakukan tiap 1 jam
sekali. Pengamatan yang diperoleh yaitu tidak menunjukkan adanya panelis
yang mengalami iritasi kulit berupa reaksi gatal-gatal dan warna kemerahan
atau udema setelah penempelan sediaan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dibuat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Minyak atsiri daun kemangi (Ocimum sanctum L.) sebagai bahan aktif dapat
2.

dibuat dalam bentuk sediaan liniment.


Kadar minyak atsiri daun kemangi

(Ocimum

sanctum

L.)

tidak

mempengaruhi sifat fisik dari sediaan liniment, hanya saja mempengaruhi bau
dan warna dari sediaan liniment.
B. SARAN

17

Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah kadar metil


salisilat sebagai pemberi rasa panas pada sediaan dan melakukkan penelitian
dengan bahan aktif yang berbeda. Pembuatan liniment minyak atsiri daun
kemangi

(Ocimum

sanctum

L.)

dapat

diterapkan

dilaboratorium

farmakognosi dan sebagai referensi ilmu khusus dibidang farmasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,

1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Hal. 28,130,362,379,456,

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.


Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Hal. 1030,1039, Departemen
Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2004, Ilmu Resep Teori, Jilid I, Hal. 49-50, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

18

Anonim, 2008, Buku Pintar Tanaman Obat, Hal. 131, PT Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Anonim,

2009,

Bahan

Belajar

Keterampilan

Medik,

di

akses

dari

(http://www.scribd.com/doc/38292137/24/LINIMENTUM-LINIMENTA),
pada tanggal 1 Januari 2012 pada pukul 21:22.
Anief, M., 1997, Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit, Hal. 1-7,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Anief, M., 1997, Ilmu Meraci Obat Teori & Praktek, Hal. 75, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Hal.
605,621, Universitas Indonesia, Jakarta.
Gunawan, D., dan Mulyani, S., 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jilid I,
Hal. 9,106, Penebar Swadaya, Jakarta.
Handayani, L., 2003, Tanaman Obat untuk Masa Kehamilan & PascaMelahirkan, Hal. 59, AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Mangoting, D., Irawan, I., Abdullah, S., 2005, Tanaman Lalap Berkhasiat Obat,
Hal. 42-43, Penebar Swadaya, Jakarta.
Rubi,

A.,

2010,

Kemangi,

di

akses

dari

(http://biruhutan.blogspot.com/2010/05/normal-0-false-false-false.html),
pada tanggal 16 Januari 2012 pada pukul 21:19.
Waid, A., 2011, Dahsyatnya Khasiat Daun-Daun Obat di Sekitar Pekaranganmu,
Hal. 15-23, Laksana, Yogyakarta.

19

Wasitaatmadja, M. S., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Hal. 58, Universitas
Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai