Anda di halaman 1dari 28

xv

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebiasaan buruk seperti

pola makan yang kurang sehat, merokok, mengkonsumsi alkohol, jarang

berolahraga dan tidak mementingkan kesehatan rohani yang memberikan efek

terhadap tubuh ditandai dengan menurunya daya tahan tubuh yang menyebabkan

timbulnya berbagai gangguan kesehatan hingga berujung pada kematian. Dengan

membandingkan data Riskasdes tahun 2018, para peneliti di National Center for

Biotechnology Information menemukan bahwa prevalensi penyakit tidak menular

seperti penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, hipertensi, dan stroke mengalami

peningkatan yang disebabkan oleh radikal bebas (Suparni et al., 2022).

Radikal bebas adalah senyawa prooksidan yang dapat menyebabkan sel

mengalami stres oksidatif. Untuk mencegah terjadinya kerusakan sel akibat

oksidasi berlebihan, maka dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi asupan

makanan dan minuman yang mengandung antioksidan (Wibawa, 2021).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat yang mencegah terjadinya

oksidasi. Radikal bebas yang dihasilkan selama proses oksidasi diketahui dapat

menyebabkan kerusakan pada sel (Winata & Putri, 2019). Antioksidan adalah

senyawa yang mencegah oksidasi yang terjadi pada mencegah oksidasi asam

lemak tak jenuh, membran sel, pembuluh darah, basa DNA, dan jaringan lipid,

yang semuanya dapat menimbulkan penyakit (Hariyanti et al., 2021). Suatu

tanaman dapat dikatakan sebagai antioksidan apabila tanaman tersebut

mengandung senyawa yang bersifat antioksidan. Misalnya pada biji kakao yang

1
2

telah teruji secara in-vitro mengandung senyawa flavonoid yang berkhasiat

sebagai antioksidan dan antiradikal (Prasetyo, 2022).

Dalam bidang industri biji kakao memiliki banyak manfaat begitupun dalam

dunia kesehatan. Dari beberapa penelitian biji kakao memiliki banyak kandungan

metabolit sekunder. Biji kakao memiliki kandungan polifenol berupa katekin,

epikatekin, antosianin, proantosianidin, asam-asam fenolat, tanin dan flavonoid

(Kurniawati et al., 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Iflahah et al.,

(2016) menunjukan kandungan flavonoid yang terdapat dalam biji kakao memiliki

kandungan antioksidan sehingga dapat membantu melawan radikal bebas (Iflahah

et al., 2016).

Senyawa kimia yang terdapat di dalam suatu tanaman dapat ditarik dengan

menggunakan metode ekstraksi. Metode ekstraksi dan penggunaan pelarut sangat

berpengaruh terhadap kandungan senyawa pada sampel. Metanol dipilih sebagai

pelarut yang akan digunakan pada penelitian ini, karena metanol bersifat polar

sehingga lebih baik dalam memisahkan senyawa polar yang terkandung didalam

ekstrak seperti flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Ada beberapa

tanaman yang tidak tahan terhadap panas untuk itu metode ekstraksi yang

digunakan harus cocok dengan kondisi fisik sampel agar tidak merusak

kandungan senyawa yang terdapat dalam sampel. Pada penelitian ini metode

ekstraksi yang digunakan adalah Sokletasi. Keuntungan dari metode sokletasi

yaitu pada proses ekstraksinya hanya dilakukan dalam satu wadah secara kontinu,

pelarut yang terkondensasi akan menetes dan merendam sampel kemudian

membawa senyawa terlarut ke labu penampung (Apriyandi, 2022).


3

Agar suatu senyawa dapat di pisahkan dengan baik maka ekstrak yang

dihasilkan dilakukan pemisahan dengan menggunakan metode fraksinasi.

Fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan senyawa polar dan non polar

berdasarkan tingkat kepolarannya masing-masing (Anjaswati et al., 2021). n-

butanol dipilih sebagai pelarut yang akan digunakan pada penelitian ini karena n-

butanol bersifat polar sehingga mampu memisahkan senyawa dari hasil ekstraksi

yang bersifat polar maupun non polar (Fatimah, 2022). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan Ismawati, (2015) yang menyebutkan bahwa n-butanol lebih tinggi

konstanta dielektriknya dibandingkan dengan metanol yang menyebakan

kelarutan n-butanol lebih baik dari pada metanol. Semakin tinggi konstanta

dielektrik suatu pelarut, maka semakin polar pelarut tersebut (Rio et al., 2020).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rahmawati et al., (2019) fraksi n-

butanol ekstrak daun tin memiliki kandungan antioksidan paling tinggi lebih

akurat secara in vitro di bandingkan dengan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Iflahah et al.,(2017) yang menyimpulkan

bahwa ekstrak etanol fraksi n-butanol biji kakao memiliki kandungan antioksidan

yang rendah. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian tentang skrining

fitokimia dan uji aktivitas antioksidan fraksi n-butanol (Thebroma cacao L.)

ekstrak metanol biji kakao dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja senyawa kimia yang dimiliki fraksi n-butanol biji kakao ?.

2. Apakah fraksi n-butanol biji kakao memiliki antioksidan ?


4

I.3 Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi komponen kimia yang

dimiliki fraksi n-butanol biji kakao.

2. Untuk mengetahui ada atau tidaknya antioksidan dalam fraksi n- butanol

biji kakao.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dapat mengetahui kandungan kimia biji kakao fraksi n-butanol yang

bersifat sebagai antioksidan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang kandungan kimia yang terdapat di

dalam biji kakao yang berperan sebagai antioksidan.

b. Bagi Instansi Kesehatan

Menjadi tambahan informasi dalam dunia kesehatan mengenai

pemanfaatan biji kakao sebagai antioksidan yang bisa

dikembangkan lebih lanjut sebagai suatu sediaan produk atau

sebagai sediaan obat tradisional.

c. Bagi Instansi Pendidikan

Menambah wawasan serta memberikan informasi mengenai

kandungan kimia yang terdapat di dalam biji kakao yang bersifat

sebagai antioksidan.

d. Bagi masyarakat
5

Sebagai wadah pembelajaran dan berbagi informasi pada

masyarakat mengenai kandungan antioksidan dalam biji kakao

yang memberikan banyak manfaat terhadap tubuh serta bisa di

jadikan landasan usaha perdagangan yang bersumber dari

pemanfaatan biji kakao.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman kakao

II.1.1 Klasifikasi Tanaman Kakao

Klasifikasi tanaman kakao menurut (Firdaus, 2022) adalah sebagai berikut.

Kerajaan : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Malvales

Keluarga : Malvaceae

Marga : Theobroma

Spesies. : Theobroma cacao L.

Gambar 2.1.1 Biji Buah Kakao (Theobroma cocoa L.)


(Dokumentasi pribadi, 2022)

II.1.2 Sejarah Tanaman Kakao

Tanaman kakao bukanlah tanaman endemik Sulawesi Utara. Menurut

Sugiharti (2016) dalam Sanny (2022), Sekitar tahun 1650, bangsa Spanyol

memperkenalkan pohon kakao ke Indonesia melalui Sulawesi, lalu menyebar

sampai ke Minahasa. Sejak tahun 1970 budidaya tanaman kakao mendapat

6
7

perhatian lebih luas, dari Sulawesi kemudian tanaman ini mulai menyebar ke

pulau-pulau tetangga seperti Ternate dan Ambon hingga pada tahun 1806 tanaman

ini menyebar luas ke daerah pulau Jawa, yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah

(Sanny, 2022)

II.1.3 Morfologi Tanaman Kakao

Tanaman kakao tersusun atas akar, batang, daun, buah dan biji. Tanaman

kakao memiliki akar tunggang, memanjang berkisar 30–35 cm dalam tanah

(Ananda, 2022). Pada bagian batang tanaman kakao dapat tumbuh mencapai 1,2-

1,5 meter dari permukaan tanah, tanaman kakao juga dapat tumbuh dengan

ketinggian batang sekitar 8-10 meter (Agustin, 2022). Buah kakao berwarna hijau

sewaktu muda hingga ungu dan berwarna kuning atau kemerah-merahan ketika

matang (Kadju et al., 2022). Daun buah kakao memiliki ujung yang runcing serta

ada penyempitan pada pangkalnya (Bottle Neck) ketika masih muda daunnya akan

berwarna merah keunguan dan berwarna hijau tua ketika dewasa (Riono, 2020).

Biji dibungkus oleh daging buah yang berwarna putih dan rasanya manis (Suyono

& Carnovia, 2018). Terakhir yaitu bagian bunga buah kakao yang berwarna putih

dan ungu kemerahan (Yusuf et al., 2018).

II.1.4 Kandungan Kimia Biji Kakao

Ada beberapa senyawa kimia bermanfaat yang terdapat dalam biji kakao

yang tidak hanya digunakan dalam industri makanan tetapi juga dalam bidang

kesehatan. Senyawa polifenol yang terdapat pada biji kakao antara lain flavonoid

sebagai komponen utama, katekin sebesar 33–42%, dan tanin sebesar 24–40%.

Senyawa polifenol dari biji kakao terbukti memiliki sifat antioksidan dan
8

antibakteri (Nurjanah et al., 2019). Biji kakao juga mengandung purin alkaloid

(teobromin dan kafein), lemak (asam oleat, asam stearat dan asam palmitat),

protein, pati, monosakarida (sukrosa, glukosa dan fruktosa), amin biogenik (fenil

etil amin, tiramin, triptamin dan serotonin), alkaloid isokuinolin (salsolinol), tanin

katekin (oligomerik proantosianidin) dan oksalat (Sampebarra, 2018).

II.2 Metabolit Sekunder

II.2.1 Definisi Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah zat yang tidak berperan dalam pertumbuhan,

perkembangan, atau reproduksi mahluk hidup. (Kusbiantoro et al., 2018).

Metabolit sekunder pada tumbuhan memiliki beberapa aktivitas farmakologis,

termasuk sebagai antioksidan, antiinflamasi, antikoagulan antikanker, antibiotik,

dan penghambat karsinogen. Metabolit sekunder terdiri dari berbagai macam

kelompok kimia, seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, dan

tannin (Udayani et al., 2022).

II.2.2 Senyawa Flavonoid

Flavonoid dikategorikan berdasarkan susunan kimia dan asal biologisnya;

flavonoid merupakan kelas polifenol dengan struktur C6-C3-C6, yang terdiri dari

dua gugus aromatik yang dihubungkan oleh jembatan karbon. Flavonoid

diklasifikasikan sebagai flavon, flavonol, katekin, kalkon dan antosianin.

Flavonoid erat kaitannya dengan antioksidan karena memiliki kemampuan untuk

memecah radikal bebas. Flavonoid dapat dipecah menjadi tiga mekanisme

berbeda yaitu regulasi/perlindungan melalui antioksidan, menunda pembentukan

Reactive Oxygen Species (ROS), dan penghancuran ROS secara langsung. Gugus
9

hidroksil dapat berfungsi sebagai donor hidrogen, gugus hidroksil diperkirakan

memainkan peran penting dalam menetralisasi radikal bebas. Korkina dan

Afanasev (1996) menemukan bahwa gugus hidroksi flavonoid sangat reaktif

sebagai donor hidrogen, yang dapat menstabilkan radikal bebas. Sejumlah

penelitian serta studi penunjang yang telah dilakukan sebelumnya juga

menunjukan bahwa senyawa flavonoid berguna sebagai antioksidan yang telah

dibuktikan secara in vitro hal ini dianggap sebagai area yang menjanjikan untuk

penelitian dan pengembangan di masa depan di sektor farmasi baik industri obat

maupun makanan (Alfaridz & Amalia, 2018).

II.3 Antioksidan

II.3.1 Definisi Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang memiliki berat molekul kecil namun

dapat mengeliminasi senyawa radikal bebas di dalam tubuh sehingga tidak

menginduksi suatu penyakit (Quintanuha & Mahfur, 2022). Antioksidan dapat

berupa enzim (misalnya superoksida dismutase atau SOD, katalase dan glutation

peroksidase), vitamin (misalnya vitamin E, C, A dan beta-karoten), dan senyawa

non enzim (misalnya flavanoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain).

Antioksidan penting untuk kesehatan dan kecantikan serta mempertahankan mutu

produk pangan.

Antioksidan memiliki beberapa kegunaan dalam bidang kesehatan dan

kecantikan, antara lain untuk pencegahan kanker, tumor, penyumbatan pembuluh

darah, penuaan dini, dan masih banyak lagi. Antioksidan dapat mencegah
10

kerusakan sel dengan menghalangi proses oksidasi untuk mengikat radikal bebas

dan zat yang sangat reaktif (Aritonang, 2019).

II.3.2 Sumber Antioksidan

Antioksidan terbagi menjadi dua jenis yaitu antioksidan sintetik dan

antioksidan yang dihasilkan secara alami. Antioksidan sintetik berasal dari

pembentukan reaksi kimia tetapi tipe antioksidan ini jika diberikan dalam jangka

panjang akan menyebabkan karsinogenik dalam tubuh. Contoh antioksidan

sintetik adalah Butil Hidroxil Anisol (BHA) dan Butil Hidroxil Toluen (BHT)

(Berawi et al., 2018).

Antioksidan alami merupakan jenis antioksidan yang dapat dengan mudah

diperoleh dari makanan utuh seperti tumbuh-tumbuhan, sayuran buah-buahan,

hewan dan bahan mineral yang dapat dikonsumsi secara langsung tanpa melalui

proses yang panjang (Nofita et al., 2021). Contoh antioksidan alami adalah

Vitamin E, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B2 dan lain-lain (Berawi et al., 2018).

Menurut beberapa penelitian mengungkapkan jika biji kakao diolah dalam

bentuk olahan produk jadi seperti coklat atau minuman coklat dapat menjadi

sumber antioksidan yang berbentuk senyawa epikatekin, katekin dan prosianidin.

Antioksidan ini dapat mengurangi sejumlah gugus radikal bebas yang berada di

dalam tubuh. Antioksidan akan merangksang respon imun dalam tubuh sehingga

mampu menghambat pertumbuhan radikal bebas, mempertahankan kelenturan

pembuluh darah. Sehingga dapat diartikan ketika mengkonsumsi antioksidan

secara langsung dapat melindungi sel–sel maupun jaringan tubuh dari serangan

radikal bebas (Pratiwisari., 2022).


11

II.4 Ekstraksi

II.4.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi merupakan metode pemisahan komponen dari suatu campuran

dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik

senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan (Apriliana et al., 2016). Terdapat

dua jenis metode ekstraksi, yaitu dengan cara dingin (maserasi, perkolasi), cara

panas (soklet, digesti, infudasi/dekok, refluks).

II.4.2 Metode Sokletasi

Sokletasi merupakan salah satu jenis metode ekstraksi secara panas. Pada

ekstraksi ini sampel dan pelarut ditempatkan secara terpisah. Prinsipnya adalah

ekstraksi dilakukan secara berulang menggunakan pelarut yang relatif sedikit.

Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau memiliki titik

didih rendah. Proses pemanasan dari heating mantle akan membentuk uap pelarut

yang kemudian di dinginkan dalam kondensor lalu turun dapa tabung dan secara

terus-menerus akan membasahi sampel dan di alirkan kembali ke dalam labu

dengan membawa analit. Proses ini berlangsung secara kontinyu hingga pelarut

tidak berwarna lagi (Faturohman, 2022).

II.5 Fraksinasi Ekstrak Cair-Cair

Fraksinasi dilakukan untuk mengetahui kelarutan zat aktif dalam berbagai

pelarut organik yang digunakan. Dengan demikian, dapat diperoleh konsentrasi

zat aktif yang paling tinggi dalam pelarut tertentu (Rahayuningsih et al., 2020).

Proses fraksi dapat dilakukan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan corong

pisah, dimana dua pelarut yang tidak saling bercampur ditempatkan dalam corong
12

pisah, diaduk, dan dibiarkan beberapa saat. Senyawa organik dibagi menjadi

setiap fase sesuai dengan kelarutannya dalam fase ini, membentuk dua lapisan,

lapisan atas dan lapisan bawah, yang dapat dipisahkan dengan membuka corong

pemisah (Sindy et al., 2022).

II.6 Uji Aktivitas Antioksidan

II.6.1 DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) adalah suatu radikal stabil yang

mengandung nitrogen organik, berwarna ungu tua dengan absorbansi yang kuat

pada maks 517 nm. Sampel yang memiliki antioksidan dapat menyumbangkan

elektron kepada DPPH menghasilkan warna kuning terang yang merupakan ciri

spesifik dari reaksi DPPH (Wicaksana, 2022). Ada banyak metode yang dapat

digunakan dalam menganalisa kandungan antioksidan. DPPH dipilih dalam

penelitian ini karena metode ini mudah digunakan, cepat dan cukup teliti serta

mudah untuk mengukur kapasitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) (Mahmuda, 2018).

II.6.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran analit

dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi. Prinsip kerjanya,

yaitu dua fase yang mempengaruhi fase diam dan fase gerak. Fase diamnya

berupa lapisan permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat

aluminium, atau plat plastik. Sedangkan fase gerak berupa pelarut pengembang

yang nantinya akan bergerak sepanjang fase diam karena adanya perambatan

kapiler (Pebe, 2022). Pemisahan dapat terjadi disebabkan karena adanya


13

kepolaran senyawa-senyawa di dalam campuran dengan fase diam dan fase gerak.

Dalam mengidentifikasi KLT, dapat dinyatakan dengan nilai Rf (Retardation

Factor) sebagai perbandingan jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik awal

terhadap jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik awal (Asdar, 2022). Nilai Rf

(Retardation Factor) yang baik berkisar antara 0,2-0,8 dengan menunjukan

pemisahan yanag cukup baik (Kamar et al., 2021). Nilai Rf (Retardation Factor)

dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Kerangka Konsep

Biji Kakao
(Theobroma cacao L.)

Sokletasi Menggunakan
Pelarut Metanol

Fraksi ECC n-Butanol


Biji Kakao
(Theobroma cacao L.

Uji Kualitatif

Skrining Fitokimia

Alkaloid Flavonoid Fenol Steroid & Terpenoid

Uji Aktivitas Antioksidan


Mengggunakan DPPH

Variabel Bebas

Variabel Terikat

III.2 Desain Penelitian

14
15

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental berskala laboratorium,

untuk menguji aktivitas antioksidan biji kakao (Theobroma cacao L.).

III.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Universitas

Muhammadiyah Manado. Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Maret

tahun 2023.

III.4 Variabel Penelitian

 Variabel bebas adalah ekstrak biji kakao

 Variabel terikat adalah aktivitas antioksidan biji kakao


III.5 Definisi Operasional

 Fraksi n-butanol merupakan hasil yang diperoleh dari pemisahan senyawa

kimia biji kakao dengan menggunakan pelarut n-butanol.

 Antioksidan adalah kandungan kimia yang nantinya akan diuji ada atau

tidaknya pada sampel biji kakao (Theobroma cacao L.).

 Uji aktivitas antioksidan biji kakao (Theobroma cacao L.). menggunakan

DPPH dan KLT.

III.6 Populasi dan Sampel

III.6.1 Populasi

Populasi penelitian ini menggunakan buah kakao (Theobroma cacao L.)

yang akan diperoleh dari perkebunan di desa Binceta, Kecamatan Bolangitang

Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara.


16

III.6.2 Sampel

Sampel yang digunakan yaitu buah coklat yang diambil biji buahnya saja,

yang diperoleh dari perkebunan di Desa Binjeita, Kecamatan Bolangitang Timur,

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara.

III.7 Instrumen Penelitian

III.7.1 Alat

Sokletasi, Rotary evaporator, Corong pisah, Pipet tetes, Gelas kimia,

Chamber, Pinset, Plat KLT, Aluminum Foil, Botol Coklat.

III.7.2 Bahan

Biji kakao, Pereaksi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH), Etanol, n-butanol,

Aquadest, H2SO4, Pereaksi dragendorf, Liberman, Buchardat, FeCl 3, Etil asetat, n-

heksan (eluen), Metanol.

III.8 Prosedur Kerja

III.8.1 Pengolahan Sampel

Buah kakao yang diambil bagian biji yang akan digunakan dalam penelitian

ini diambil dari Desa Binceta, Kecamatan Bolangitang Timur, Kabupaten Bolaang

Mongondow Utara yaitu sebanyak 200 buah, Biji kakao kemudian disortasi basah,

lalu dicuci dibawah air mengalir kemudian ditiriskan setelah itu dikeringkan

dengan cara di jemur di bawah sinar matahari yang ditutupi kain hitam diatasnya

selama kurang lebih 3-5 hari. Selanjutnya biji kakao di kupas bagian kulit biji lalu

dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian diekstraksi dengan metode

sokletasi.
17

III.8.2 Pembuatan Ektrak Kental

Dilakukan pemasangan pada alat sokletasi. Sebanyak 50 g serbuk biji kakao

dibungkus dengan kertas saring, lalu diikat dengan benang. Selanjutnya serbuk

yang telah terbungkus kertas saring dimasukkan ke dalam timbel. Ekstraksi

sokletasi dilakukan pada suhu 70°C sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi.

Ekstrak cair yang diperoleh kemudian di pekatkan dengan menggunakan

watterbath sampai menjadi ekstrak kental (Sanny, 2022). Hasil ekstrak kental

kemudian dihitung rendemennya guna mengetahui perbandingan berat ekstrak

yang diperoleh dengan berat simplisia sebagai bahan baku, Berikut rumus

perhitungan % rendemen :

Berat yang diperoleh(g)


% rendemen = X 100%
Berat Awal (g)

(Cahyadi et al.,2018)

III.8.3 Pembuatan Fraksi n-butanol

Ekstrak kental biji kakao dilarutkan terlebih dahulu dengan pelarut air

(Aquadest) sebanyak 200 mL, lalu ditambahkan dengan 200 mL n-butanol kedua

campuran pelarut dimasukkan kedalam corong pisah yang selanjutnya akan

difraksinasi hingga terbentuk 2 lapisan fraksi cair air dan fraksi cair n- butanol

(Nurhasanawati et al.,2017).

III.8.4 Identifikasi kandungan kimia pada sampel

Identifikasi metabolit sekunder pada fraksi n-butanol, meliputi identifikasi

alkaloid (Wagner), flavonoid, fenolik, terpenoid dan steroid.


18

1. Uji Alkaloid (Wagner)

Sebanyak 2 ml fraksi cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian

ditambahkan 3 ml amonia, 3 ml kloroform dan 3 tetes asam sulfat, kocok dan

diamkan hingga terbentuk 2 lapisan. Bagian lapisan atas dimasukkan kedalam 3

tabung reaksi ditambahkan 3 tetes wagner lalu dimati perubahan warna yang

terjadi. Hasil positif alkaloid di tandai dengan terbentuknya endapan coklat hingga

kuning muda (Alzando et al.,2022).

2. Uji Flavonoid

Fraksi cair di tambahkan sepucuk spatula serbuk Mg dan empat tetes HCL 2%.

Hasil positif flavonoid ditandai dengan adanya perubahan warna pada filtrat

menjadi jingga hingga merah (Meigaria et al.,2016).

3. Uji Fenolik

2 tetes larutan FeCl3 di tambahkan kedalam fraksi hasil positif fenolik

ditunjukkan dengan perubahan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam pekat

(Leviana et al.,2023).

4. Uji Steroid dan Terpenoid

2 ml fraksi cair ditambah 1 ml asam sulfat pekat dan 1 ml asam asetat anhidrat

(Liebermann-Buchard). Perubahan warna dari ungu menjadi biru atau hijau

menunjukkan hasil positif terhadap steroid, sedangkan perubahan warna dari ungu

menjadi merah kecoklatan menunjukkan hasil positif terhadap terpenoid.

(Fransiska et al., 2021).


19

III.8.5 Analisis Kualitatif Antioksidan dengan menggunakan metode KLT

1. Pembuatan Larutan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

Sebanyak 10 mg DPPH dimasukkan dalam botol coklat kemudian dilarutkan

dalam 63 ml metanol kemudian dibungkus dengan aluminium foil dan disimpan

ditempat yang terhindar dari cahaya matahari.

2. Uji Aktivitas Antioksidan

Pada plat KLT diberi tanda batas bawah dan batas atas masing-masing 1 cm.

kemudian Sampel fraksi n-butanol biji kakao ditotolkan pada plat KLT

menggunakan pipa kapiler. Pelat KLT dimasukkan ke dalam chamber yang berisi

eluen jenuh yaitu n-heksana:etil asetat (6:1). Ketika eluen mencapai batas pelat

yang ditentukan, eluen berhenti mengelusi. Plat KLT kemudian dikeluarkan dari

chamber, dikeringkan dan diamati di bawah lampu UV 366 dan 254 nm. Setelah

itu larutan DPPH 0,4 Mm kemudian disemprotkan ke atas pelat KLT. Adanya

antioksidan ditunjukkan pada pelat KLT dengan perubahan warna noda menjadi

kuning terang dengan latar belakang ungu (Mahmuda, 2018).

III.9 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mendeskrispsikan data kualitatif dan hasil

pengujian berupa bukti yang dikemukakan dalam bentuk tabel dan gambar serta

perhitungan nilai Rf. Rumus perhitungan nilai Rf sebagai berikut :


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Hasil Ekstraksi Biji Buah Kakao

Ekstrak yang diperoleh berupa ekstrak kental sebanyak 16,105 g dengan

rendemen 9,313%.

Tabel 4.1.1 Rendemen ekstrak biji buah kakao dengan pelarut metanol
Berat
Hasil
Simplisia Simplisia Pelarut Hasil Ekstraksi
Rendemen (%)
Kering (g)
Biji Kakao 150 g Metanol 16,105 g 9,313%

Menurut Vogel et al.,1996 rendemen dengan nilai 40% disebut poor, diatas

50% adalah fair, untuk nilai rendemen 70% disebut good, 80% disebut very good,

diatas 90% disebut excellent dan rendemen dengan nilai ideal adalah 100%,

(Wibowo et al.,2018). Berdasarkan tabel diatas hasil rendemen ekstrak biji kakao

dapat disebut excellent dengan nilai 9,313%.

IV.1.2 Hasil Fraksinasi Biji Kakao

Fraksinasi biji kakao menggunakan perbandingan pelarut 1:1 untuk

mendapatkan 400 mL campuran aquadest dan n-Butanol. Hasil dari fraksinasi

yang diperoleh adalah sebanyak 250 ml.

Tabel 4.1.2 Hasil Fraksi n-Butanol Biji Kakao


Hasil Fraksi n-Butanol Biji Kakao
Ekstrak Metanol Biji Kakao (g)
(ml)
16,105 g 250 ml

20
21

IV.1.3 Hasil Skrining Fitokimia Fraksi n-Butanol

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder apa saja

yang terkandung di dalam fraksi n-Butanol biji kakao.

Tabel 4.1.3 Hasil Skrining Fitokimia Fraksi n-Butanol Biji Kakao


Senyawa
Pereaksi Hasil Keterangan
Kimia
Klorform+Amonia+
Asam
Alkaloid
Sulfat+Wagner Endapan kuning muda +
(Wagner)
(Alzando et
al.,2022).
Asam
Klorida+Serbuk Mg
Flavonoid Merah +
(Larasati & Putri,
2023).
FeCl3 (Leviana et
Fenolik Hitam pekat +
al.,2023)
Lieberman
Buchardat
Steroid Ungu atau biru -
(Fransiska et al.,
2021).
Lieberman
Buchardat
Triterpenoid Merah +
(Fransiska et al.,
2021).
Keterangan :
(+) Positif mengandung senyawa kimia
(-) Negatif tidak mengandung senyawa kimia

IV.1.4 Hasil Identifikasi Aktivitas Antioksidan Menggunakan Kromatografi


Lapis Tipis

Tabel 4.1.4 Nilai Rf Fraksi n-Butanol


Jarak
Eluen Nilai Rf
Noda

n-Butanol:Kloform:Metanol
3,5 cm 0,5
(2:1:1)
22

IV.2 Pembahasan

Serbuk simplisia biji buah kakao sebanyak 150 g di ekstraksi di dalam labu

berukuran 250 ml dengan pelarut metanol 150 ml/1 siklus. proses ekstraksi

sokletasi ini dilakukan secara berulang, dimana dalam satu kali sokletasi volume

labu yang digunakan hanya dapat menampung 50 g serbuk simplisia. Hasil yang

diperoleh dari ekstraksi sokletsasi sebanyak 900 ml ekstrak cair yang kemudian

dipekatkan dengan menggunakan watterbath pada suhu 64ºC (titik didih metanol)

untuk mendapatkan ekstrak kental. hasil yang diperoleh dari proses pengentalan

yaitu sebanyak 16,105 g. Setelah mendapatkan ekstrak kental kemudian dihitung

% rendemen dari ekstrak tersebut. Perhitungan % rendemen dilakukan untuk

mengetahui perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat simplisia

awal (Novia, et al.,2022).

Fraksinasi biji kakao sebanyak 200 mL aquadest dilarutkan kedalam ekstrak

kental lalu di tambahkan 200 mL n-Butanol di kocok kurang lebih selama 3 menit

agar terhomogen. Selanjutnya fraksi tersebut didiamkan selama 48 jam hingga

terbentuk dua lapisan. Lapisan atas adalah fase fraksi n-Butanol dan lapisan

bawah merupakan fase air. fraksi n-Butanol kemudian dikeluarkan dari corong

pisah dengan hasil 250 ml yang selanjutnya dilakukan skrining fitokimia.

Pengujian alkaloid mendapatkan hasil yaitu endapan kuning yang

menunjukkan fraksi n-butanol biji kakao mengandung senyawa alkaloid. Proses

terbentuknya endapan disebabkan atom nitrogen yang memiliki pasangan elektron

bebas pada alkaloid mengganti ion iod melalui ikatan kovalen, dan jika tidak

terbentuk adanya endapan berwarna coklat terang hingga kekuningan pada


23

pereaksi wagner maka dapat disimpulkan sampel tidak mengandung senyawa

alkaloid (Putri & Lubis, 2020).

Identifikasi flavonoid fraksi n-butanol biji kakao menunjukkan hasil yang

positif yaitu terbentuknya warna merah setelah diberi perlakuan dengan

menambahkan perekasi asam klorida dan serbuk magnesium (Larasati & Putri,

2023). Penambahan serbuk magnesium bertujuan untuk mengikat gugus karbonil

flavonoid dengan serbuk magnesium dan penambahan asam klorida untuk

membentuk garam flavilum yang berwarna merah-jingga (Ramayani et al.,2021)

Identifikasi senyawa fenolik fraksi n-butanol menggunakan FeCl3 mendapatkan

hasil positif memiliki senyawa fenolik yang ditandai dengan warna hitam

kehijauan (Leviana et al.,2023). Campuran FeCl3 1% dan sampel membentuk

warna merah, ungu, biru, atau hitam yang pekat karena FeCl3 bereaksi dengan

gugus –OH aromatis. (Habibi et al., 2018).

Pengujian senyawa steroid dan terpenoid menunjukan sampel fraksi n-butanol

biji kakao positif mengandung terpenoid dengan warna merah pada permukaan

dan tidak mengandung senyawa steroid (Fransiska et al., 2021). Dalam pelarut

asam asetat anhidrat, pelarut H2SO4 akan bereaksi dengan senyawa terpenoid dan

steroid sehingga membentuk warna menghasilkan warna merah hingga ungu

terpenoid sedangkan steroid memberikan warna hijau-biru. Gugus yang berbeda

pada atom C-4 menentukan variasi warna antara terpenoid dan steroid (Habibi et

al., 2018).

Dalam melakukan uji kromatografi lapis tipis harus ditentukan optimasi eluen

terlebih dahulu. Optimasi eluen bertujuan untuk mencari pelarut yang cocok
24

digunakan sebagai eluen terbaik yang dapat memisahkan senyawa antioksidan

dalam fraksi n-Butanol biji kakao (Nasir, 2020). Fase diamnya adalah pelat silika

gel GF254, sedangkan fase geraknya adalah eluen. Chamber di isi pelarut hasil

optimasi yaitu n-Butanol, kloroform, metanol dengan perbandingan pelarut 2:1:1.

Plat KLT yang telah diaktifasi di totolkan fraksi n-Butanol. Plat KLT kemudian

dimasukkan kedalam chamber yang telah dijenuhkan biarkan eluen terelusi hingga

garis batas atas. Terdapat noda yang dihasilkan dari plat yang dapat terdeteksi

dengan menggunakan sinar UV 254 nm (lihat gambar 4.1 (2)) dan 366 nm (lihat

gambar 4.1 (3)) dengan nilai Rf 0,5

(1) (2) (3)


Gambar 4.1. Kromatogram Fraksi n-Butanol Biji Kakao (Theobroma cacao L.)

Aktivitas antioksidan ditentukan berdasarkan metode DPPH. Kandungan

antioksidan dari suatu tanaman akan mendonorkan atom hidrogennya ke DPPH,

perubahan warna akan tejadi dari ungu tua menjadi kuning/kuning muda apabila

sampel positif mengandung aktivitas antioksidan (Dewi et al.,2023). Plat KLT

yang sudah terdeteksi noda kemudian disemprot larutan DPPH lalu diamati secara
25

kualitatif dengan hasil yang diperoleh warna kuning terang pada elusi noda yang

menandakan fraksi n-Butanol mengandung aktivitas antioksidan.

Gambar 4.2. Kromatogram Antioksidan Fraksi n-Butanol


Biji Kakao (Theobroma cacao L.)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan

Fraksi n-Butanol biji kakao (Theobroma cacao L.) yang diambil dari Desa

Binceta, Kecataman Bolangitang Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

positif memiliki kandungan Alkaloid (Wagner), Flavonoid, Fenolik dan Terpenoid

serta Fraksi n-Butanol biji kakao memiliki kandungan antioksidan dibuktikan

melalui pengujian secara kualitatif.

V.2 Saran

Adapun saran kepada institusi dapat memfasilitasi dengan lengkap alat-alat

dan bahan-bahan yang disediakan di laboratorium penelitian yang digunakan oleh

mahasiswa agar nantinya penelitian yang dilakukan dapat berjalan sesuai prosedur

yang tentunya dapat menambah daya tarik peminat untuk bergabung di jurusan

D3 Farmasi Universitas Muhammadiyah Manado. Adapun saran lainnya kepada

peneliti selanjutnya agar nantinya penelitian ini dapat dilanjutkan dengan uji

kuantitatif agar dapat diketahui jumlah kadar antioksidan yang terkadnung di

dalam biji kakao. Semoga dengan penelitian ini masyarkat terlebih khusus industri

farmasi banyak mengetahui kandungan antioksidan yang terkandung dalam biji

kakao agar nantinya dapat diolah menjadi minuman herbal produk lokal, obat-

obatan maupun sediaan lain yang dapat bermanfaat bagi tubuh sebagai penangkal

radikal bebas.

26
27

Anda mungkin juga menyukai