Anda di halaman 1dari 6

KANDUNGAN KAKAO SEBAGAI BAHAN PENYEGAR DALAM PRODUK

INDUSTRI

Adi Tri Wandono


Universitas Brawijaya
Email: aditriwandono@student.ub.ac.id

Abstrak: Bahan penyegar merupakan bahan pangan yang dapat


merangsang kinerja jantung orang yang mengkonsumsinya. Selain itu,
bahan penyegar memiliki aroma dan rasa yang khas. Bahan penyegar
mengandung flavonoid dan alkaloid yang membuat orang yang
mengkonsumsinya merasa rileks Kakao dibagi menjadi tiga kelompok
besar dengan karakteristik yang berbeda, yaitu criollo, forastero, dan
trinitario. Lemak yang terkandung dalam coklat berkisar >40% dan serat
sekitar 11-19% dari total keseluruhan serta komposisi. Aroma pada
kakao yang belum diproses tidak setajam setelah mengalami proses
pengolahan. Hal tersebut dikarenakan proses pengolahan kakao dapat
meningkatkan beberapa senyawa seperti polifenol dan volatile. Produk
olahan kakao pada umumnya di pasaran ada tiga yaitu dark chocolate,
white chocolate, dan milk chocolate. Ketiga jenis coklat tersebut
dibedakan dari komposisi yang terkandung di dalamnya. Komposisi yang
berbeda meliputi: gula, kandungan coklat, dan bahan tambahan. Pada
produksi memiliki standar pada bahan yang dipakai karena berpengaruh
pada hasilnya nanti. Penanganan bahan agro khusunya kakao yang paling
awal yaitu penanganan pascapanen meliputi: pemanenan, fermentasi,
sortasi, dan pengemasan. Biji kakao yang sudah disangrai, digiling
menggunakan alat dan jadilah pasta coklat yang kental. Kemudian dibagi
menjadi dua produk turunan berupa cocoa butter (fat) dan cocoa powder
(cake).
Kata kunci: bahan penyegar, kakao, penanganan pascapanen
 
 

Bahan penyegar merupakan bahan pangan yang dapat merangsang kinerja jantung orang
yang mengkonsumsinya. Selain itu, bahan penyegar memiliki aroma dan rasa yang khas.
Bahan penyegar mengandung flavonoid dan alkaloid yang membuat orang yang
mengkonsumsinya merasa rileks (Okiyama dkk, 2018). Bahan penyegar meliputi bahan-bahan
alami yang banyak tumbuh dengan baik di Indonesia. Bahan alami tersebut salah satunya
kakao. Kakao (Theobroma cacao L.) adalah nama yang diberikan untuk buah pohon kakao.
Bijinya biasa disebut biji kakao dan terdiri dari kulit luar atau testa yang mengelilingi dua
kotiledon (Okiyama dkk, 2017). Kakao dibagi menjadi tiga kelompok besar dengan
karakteristik yang berbeda, yaitu criollo, forastero, dan trinitario. Jenis biji forastero
berbentuk pipih, lonjong, dan keping bijinya memiliki warna ungu gelap. Selain itu dari segi
pertumbuhannya, termasuk cepat memasuki masa panen dan memiliki resistensi terhadap
hama yang baik. Berbeda dengan kakao criollo yang mana lebih mudah terserang hama dan
hasil panennya lebih sedikit daripada forastero. Selain itu, jenis criollo memiliki biji
berbentuk bulat telur dan kotiledon berwarna putih ketika masih basah. Selanjutnya, trinitario
merupakan hasil persilangan alami antara criollo dan forastero, menjadikan buahnya
heterogen dengan biji kering yang dihasilkan bisa edel cocoa, atau bulk cocoa. Pada
umumnya kakao criollo dikelompokan menjadi kakao mulia (fine-flavoured) dan kakao
forastero kelompok kakao lindak (bulk). Tanaman kakao pertama kali ada di Indonesia sejak
tahun 1560, namun belum menjadi komoditas penting. Sejak  mulai tahun 1921 kakao
menjadi komoditas yang penting bahkan sekitar tahun 1930 Indonesia dikenal sebagai Negara
pengekspor biji kakao di dunia. Tahun 2010 Indonesia menjadi pengekspor biji kakao terbesar
ketiga dunia dengan hasil biji kering 550.000 ton. Kakao merupakan komoditas penting bagi
Indonesia dalam kegiatan pasar utamanya kegiatan ekspor dalam perdagangan Internasional.
Potensi kemajuan perdagangan kakao menunjukan peluang yang besar didukung dengan
tingkat konsumsi coklat yang besar. Produk kakao yang memiliki daya jual tinggi di pasar
nasional maupun internasional adalah produk olahan dari kakao. Oleh karena itu dalam upaya
meningkatkan daya jual produk kakao, baik dalam bentuk biji maupun produk olahan, serta
diperlukan upaya untuk meningkatan kualitas biji kakao dan pengembangan industri hilir.

Jenis, kandungan dan manfaat kakao

Kakao menjadi tanaman dengan buah yang memiliki banyak manfaat. Hal tersebut
dikarenakan kandungan kakao yang sangat baik ketika dikonsumsi oleh manusia. Sebagai
bahan penyegar tentunya kakao mengandung flavonoid dan alkaloid yang dapat membuat
rileks. Tidak jarang kakao digunakan sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi penyakit
tekanan darah dengan memanfaatkan kandungan flavonoid didalamnya. Kemudian, kakao
juga dikenal memiliki kandungan antioksidan yang tinggi untuk menangkal radikal bebas.
Selain kedua senyawa tersebut kakao masih memiliki beberapa komposisi kandungannya.
Lemak yang terkandung dalam coklat berkisar >40% dan serat sekitar 11-19% dari total
keseluruhan serta komposisi juga dipengaruhi oleh letak geografis kakao (Torres-moreno dkk,
2014). Kemudian, terkandung juga beberapa mineral meliputi kalsium, magnesium, potasium,
zat besi, fosfor, protein, dan sodium. Namun untuk persentase dari tiap komponen tergantung
pada jenis kakao itu sendiri. Aroma pada kakao yang belum diproses tidak setajam setelah
mengalami proses pengolahan. Hal tersebut dikarenakan proses pengolahan kakao dapat
meningkatkan beberapa senyawa seperti polifenol dan volatile. Pada kakao juga terdapat
methylxanthines yang dikenal karena efek psikoaktif yang dapat merangsang kerja saraf
(Okiyama dkk, 2017). 

Produk olahan kakao pada umumnya di pasaran ada tiga yaitu dark chocolate, white
chocolate, dan milk chocolate. Ketiga jenis coklat tersebut dibedakan dari komposisi yang
terkandung di dalamnya. Komposisi yang berbeda meliputi: gula, kandungan coklat, dan
bahan tambahan. Setiap jenis coklat memiliki karakteristik masing-masing. Dark chocolate
terkenal akan rasanya yang pahit dan kandungan chocolate yang tinggi. Kandungan coklat
berada disekitar 30-40%. Kemudian, dark chocolate yang mengandung kadar gula sedikit
mungkin maka semakin bagus kualitasnya. Dark chocolate dapat dianggap sebagai produk
yang penting kepadatan gizi karena kandungan yang kaya akan karbohidrat dan lemak. Coklat
hitam dan bubuk kakao dikaitkan dengan banyak manfaat kesehatan, terutama untuk
perbaikan faktor yang mempengaruhi kesehatan jantung. Berdasarkan studi epidemiologis
yang mengaitkan penurunan risiko stroke dan penyakit kardiovaskular dengan konsumsi
cokelat jangka panjang (Hurst dkk, 2011). Selanjutnya, milk chocolate atau coklat susu.
Coklat susu memiliki komposisi meliputi: susu, coklat padat, lemak nabati, gula, dan sedikit
lesitin. Kandungan cokelat padat di coklat jenis ini lebih banyak dibandingkan coklat pekat
sedangkan kandungan gulanya jauh lebih besar. Di Amerika Serikat dan di uni eropa memiliki
standar yang berbeda untuk kandungan coklat susu. Amerika serikat memiliki standar
kandungan coklat cair paling tidak 10% dan 12% susu padat. Berbeda dengan aturan di Uni
Eropa yaitu kandungan coklat padat minimal 25% dan 20% di Kerajaan Inggris. Coklat susu
menjadi coklat yang paling populer karena rasanya yang manis. Kemudian, white chocolate
atau coklat putih. Coklat putih memiliki komposisi meliputi: paling tidak 20% minyak
cokelat, sekitar 55% gula, 14% susu, dan bahan-bahan lainnya. Coklat putih biasanya
dimanfaatkan untuk pembuatan kue. Pada dasarnya white chocolate dan milk chocolate
hampir sama, namun terdapat perbedaan pada penggunaan minyak coklat untuk white
chocolate.

Penanganan bahan kakao untuk meningkatkan mutu biji kakao

Kualitas suatu bahan agro memang dipengaruhi sebagian besar dari jenis bahannya namun
dengan penanganan yang buruk bisa mengurangi kualitas dari bahan tersebut. Bahkan juga
memungkian merusak bahan sehingga tidak dapat digunakan dalam proses produksi. Pada
produksi memiliki standar pada bahan yang dipakai karena berpengaruh pada hasilnya nanti.
Penanganan bahan agro yang paling awal yaitu penanganan pascapanen. Meskipun begitu tiap
bahan memiliki penanganan yang berbeda tergantung karakteristik bahan. Pemilihan metode
dan mempersiapkan keperluan yang sesuai juga merupakan langkah yang penting sebelum
dilakukan proses penanganan Hal tersebut juga berlaku untuk coklat karena berbahan dasar
dari biji kakao yang merupakan bahan agro. Mutu biji kakao di Indonesia masih tergolong
rendah. Hal tersebut disebabkan karena masih kurangnya penanganan bahan terutama di
sektor penanganan pascapanen kakao. Memaksimalkan penanganan pascapanen berpeluang
meningkatkan kualitas atau mutu dari biji kakao. Selain menerapkan penanganan pascapanen
ada faktor lain yang mendukung mutu biji kakao meliputi: jenis kakao, praktik budidaya, dan
letak geografis. Penanganan pasca panen yang dilakukan untuk kakao secara garis besar yaitu
pemanenan, fermentasi, dan pengeringan. Fermentasi dan pengeringan berpengaruh terhadap
kandungan katekin yang ada pada biji kakao (Hurst dkk, 2011). Katekin merupakan salah satu
senyawa yang berperan sebagai antioksidan. Hal tersebut menjadi faktor yang bisa
meningkatkan kualitas biji kakao.

Tahapan pertama yang dilakukan setelah buah kakao dipanen yaitu sortasi dan
pemeraman. Sortasi bertujuan untuk menentukan perlakuan selanjutnya kepada buah kakao
tergantung kondisi buah sedangkan pemeraman untuk mengurangi kandungan lendir atau
pulp. Perlakuan buah yang sehat dan sudah rusak oleh hama sedikit berbeda. Buah dipisahkan
berdasarkan kondisi fisik buahnya. Pada buah yang sehat akan dipisahkan ke wadah tertentu
sedangkan untuk buah yang rusak akan dipecah dan diambil bijinya. Kemudian untuk kulit
buah akan ditimbun pada tempat tertentu untuk mencegah penyebaran. Fungsi perlakuan
sortasi ini agar tidak terjadi penurunan hasil panen akibat buah yang busuk. Setelah itu, buah
yang sehat dipindahkan ke wadah untuk dilakukan pemeraman. Pemeraman biasanya
dilakukan saat tidak terjadi panen raya. Selanjutnya, yaitu tahap pemecahan buah. Pemecahan
buah harus tetap memperhatikan kondisi kebersihan. Selain itu, perlu diperhatikan saat
memecah buah kakao agar tidak membuat luka pada biji kakao. Kerusakan pada biji kakao
menimbulkan kecacatan biji buah dan rentan terinfeksi oleh jamur.

      Proses fermentasi ini dapat meningkatkan citarasa coklat seta mereduksi rasa pahit. 
Proses fermentasi dapat dilakukan dengan memasukan ke dalam kotak yang terbuat kayu.
Dibutuhkan setidaknya dua tempat untuk membalikan biji kakao. Durasi waktu fermentasi
beragam tergantung tradisi daerah pengolah kakao. Lama waktu fermentasi akan menciptakan
hasil biji kakao yang berbeda. Hasil untuk biji kakao fermentasi ringan, seperti hasil
fermentasi oleh kakao Sulawesi yang tersedia secara komersial. Sulawesi memiliki tradisi
tidak melakukan fermentasi  atau fermentasi untuk waktu yang singkat, Pantai Gading
memiliki tradisi fermentasi selama empat hingga lima hari dan Papua Nugini memiliki tradisi
fermentasi untuk enam hari atau lebih (Hurst dkk, 2011). Pada fermentasi singkat dihasilkan
biji warna ungu dan yang tidak mengalami fermentasi akan dihasilkan biji dengan tekstur
pejal. Fermentasi biji yang terlalu lama juga berpotensi terinfeksi jamur. Fermentasi sedang
dirasa paling optimum.
        Sebelum dilakukan proses pengeringan dilakukan pencucian biji. Pencucian biji ini
dilakukan untuk menghentikan proses fermentasi. Fermentasi dapat terjadi pada proses
pengeringan yang menyebabkan hasilnya tidak optimum, fermentasi itu disebut fermentasi
incidental (Hurst dkk, 2011). Langkah selanjutnya yaitu mengurangi kadar air biji kakao
dengan proses pengeringan. Namun, menurut Garcia-Alamilla dkk (2017:6) menyatakan
bahwa terdapat juga senyawa yang hilang akibat penguapan salah satunya asam asetat.
Pengeringan ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu penjemuran dengan cahaya matahari
langsung, menggunakan mesin, dan kombinasi keduanya. Setelah proses pengeringan
dilakukan kembali sortasi sekaligus pengelompokan. Pada biji yang sudah dikeringkan masih
memungkinkan adanya kotoran atau komponen lain yang tidak diperlukan seperti kulit, daun,
dan lain-lain. Selain itu, perlu dilakukan pengelompokan agar memudahkan dalam penentuan
mutu biji kakao. Biji kakao dikelompokan berdasarkan ukurannya karena akan menentukan
beratnya. Meskipun sudah mengalami proses pengeringan tetapi biji kakao tetap rentan
terkena kerusakan yang diakibatkan oleh faktor luar. Kerusakan tadi sangat mempengaruhi
umur simpan produk. Maka dari itu dilakukan pengemasan memakai media tertentu untuk
menjaga kondisi biji kakao.

Produk coklat di industri

Biji kakao yang sudah diolah tidak serta merta menjadi coklat yang dikonsumsi di
pasaran. Untuk menjadi coklat siap makan atau produk lain seperti bubuk coklat
membutuhkan proses lanjutan. Biji kakao memiliki dua produk turunan yaitu fat dan cake.
Produk turunan tadi dimanfaatkan di berbagai industri mulai dari farmasi, makanan, dan
kosmetik. Tahap awal yang dilakukan dalam pengolahan biji kakao menjadi coklat yaitu
diubah menjadi pasta coklat terlebih dahulu. Untuk membuat pasta coklat, biji kakao
dikeringkan dan dipanggang. Ketika biji kakao dipanggang akan mengeluarkan aroma coklat.
Dalam melakukan pemanggangan haruslah berhati hati karena biji kakao yang mudah rusak.
Menurut Hurst dkk (2011) menyatakan bahwa pemanggangan dengan waktu yang berbeda
mempengaruhi kandungan katekin yang ada pada kakao. Setelah itu, biji kakao dipisahkan
antara daging biji dan cangkang atau kulit biji. Biji kakao yang sudah disangrai tadi digiling
menggunakan alat dan jadilah pasta coklat yang kental. Kemudian dibagi menjadi dua produk
turunan berupa cocoa butter (fat) dan cocoa powder (cake) 

Untuk produk turunan tidak hanya dimanfaatkan untuk produk makanan atau minuman
saja. Produk turunan dari kakao ini digunakan dalam segala bidang dengan kebutuhannya
masing-masing. Industri menggunakan kedua produk turunan ini sebagai bahan tambahan
maupun sebagai bahan utamanya. Untuk bahan dasarnya bisa dari cocoa butter maupun
cocoa powder. Contoh olahan dari cocoa powder yaitu produk makanan diet. Produk
makanan yang kaya serat yang dibuat dengan metode Sterilisasi dan kemudian menggiling
potongan 75-mm. Persiapan rendah kalori, tinggi serat makanan di mana warna dan rasa
produk ini mungkin menguntungkan. Bentuk olahannya seperti seperti kue coklat, coklat kue
dan cokelat diet. Kemudian untuk cocoa butter memiliki produk olahan yang banyak
ditemukan yaitu coklat putih atau white chocolate. 

 
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

      Kakao merupakan bahan penyegar kakao yang mengandung flavonoid dan alkaloid
yang dapat membuat rileks. Selain itu, terkandung juga beberapa mineral meliputi kalsium,
magnesium, potasium, zat besi, fosfor, protein, dan sodium. Persentase tiap komponen
tergantung jenis coklat.

Penanganan pascapanen kakao dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas bahan.


Penangan pascapanen yang diberikan meliputi: sortasi, fermentasi, dan pengemasan. Selain
itu meningkatkan kualitas dapat juga menambah umur simpan bahan.

Produk turunan biji kakao bisa berupa cocoa powder atau cocoa butter. Produk turunan
tersebut dimanfaatkan di berbagai bidang industri. Produk coklat yang banyak dikenal yaitu
coklat pekat, coklat susu, dan coklat putih.

Saran

Dalam pengolahan biji kakao perlu diperhatikan metode dan durasi pengolahan bahan
tersebut. Lama waktu pengolahan sangat berpengaruh terhadap kandungan coklat. Kebersihan
dalam proses juga merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas produk coklat.

 
DAFTAR RUJUKAN

García-Alamilla, P., Lagunes-Gálvez, L. M., Barajas-Fernández, J., & García-Alamilla, R.


(2017). Physicochemical changes of cocoa beans during roasting process. Journal of
Food Quality, 2017.
Hurst, W. J., Krake, S. H., Bergmeier, S. C., Payne, M. J., Miller, K. B., & Stuart, D. A.
(2011). Impact of fermentation, drying, roasting and Dutch processing on flavan-3-ol
stereochemistry in cacao beans and cocoa ingredients. Chemistry Central Journal, 5(1),
53.
Okiyama, D. C., Navarro, S. L., & Rodrigues, C. E. (2017). Cocoa shell and its compounds:
Applications in the food industry. Trends in Food Science & Technology, 63, 103-112.
Okiyama, D. C., Soares, I. D., Cuevas, M. S., Crevelin, E. J., Moraes, L. A., Melo, M. P., ...
& Rodrigues, C. E. (2018). Pressurized liquid extraction of flavanols and alkaloids from
cocoa bean shell using ethanol as solvent. Food research international, 114, 20-29.
Torres-Moreno, M., Torrescasana, E., Salas-Salvadó, J., & Blanch, C. (2015). Nutritional
composition and fatty acids profile in cocoa beans and chocolates with different
geographical origin and processing conditions. Food chemistry, 166, 125-132.

Anda mungkin juga menyukai