Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu
komoditas hasil perkebunan yang terus mendapatkan perhatian untuk
dikembangkan (Rahmasyah dkk., 2014). Berdasarkan data dari International
Cocoa Organization (ICCO) (2020), Indonesia menempati urutan ke-6 sebagai
produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Ekuador,
Nigeria, dan Kamerun. Komoditas perkebunan kakao memberikan sumbangan
devisa ketiga terbesar di Indonesia setelah komoditas kelapa sawit dan karet
(Managanta dkk., 2019). Selain itu, menurut Rahmawati dan Edy (2020)
perkebunan kakao di Indonesia masih memiliki lahan potensial untuk
dikembangkan dan berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya. Hal
tersebut terbukti dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, perkembangan
perkebunan kakao di Indonesia cukup pesat, tercatat pada tahun 2015 luas
arealnya seluas 1,72 juta ha. Dari sisi luas areal, perkebunan kakao menempati
urutan keempat setelah perkebunan kelapa sawit, kelapa, dan karet
(Badan Pusat Statistik, 2020).
Kendati demikian, luas lahan kakao yang potensial untuk
dikembangkan berbanding terbalik dengan perkembangan industri pengolahan
kakao dalam negeri. Menurut Wata (2017), sebagian besar industri pengolahan
kakao dalam negeri mengolah biji kakao hanya sampai tingkat semi finished
products yaitu produk-produk seperti lemak kakao, pasta kakao, bubuk kakao,
dan ±90% dari produk tersebut dipasarkan ke luar negeri. Industri pengolahan
kakao dalam negeri yang mengolah kakao menjadi finished products masih
sedikit, oleh karena itu dengan memaksimalkan potensi yang ada,
pengembangan komoditas kakao di Indonesia sangat menjanjikan jika dikelola
dengan baik mulai dari budidaya, pascapanen, serta industri pengolahannya.
Berdasarkan komposisi penyusunnya, cokelat terbagi menjadi tiga
jenis yaitu dark chocolate, milk chocolate, dan white chocolate

1
(Beckett, 2008). Perbedaan ketiga jenis cokelat tersebut ada pada komposisi
yang terkandung di dalamnya yaitu pasta kakao, lemak kakao, gula, susu, serta
bahan tambahan lain yang berbeda-beda tiap jenisnya (Praseptiangga dkk.,
2018). Cokelat dengan kandungan pasta kakao lebih dari 35% dikategorikan
dark chocolate, dan jika kurang dari 35% dinamakan sweet chocolate. Selain
itu, untuk cokelat yang mengandung pasta kakao kurang dari 15% dan susu
lebih dari 12% disebut milk chocolate. Lain halnya dengan white chocolate,
cokelat jenis ini terdiri dari campuran lemak kakao dengan pemanis dan susu,
tanpa adanya kandungan bubuk kakao dan pasta kakao (Sari, 2015).
Biji kakao dan produk turunannya yang berupa cokelat memiliki
kandungan senyawa polifenol (Towaha, 2014). Senyawa polifenol merupakan
senyawa kimia yang memiliki sifat antioksidan yang bermanfaat untuk
kesehatan (Crozier et al., 2011). Dari ketiga jenis cokelat yang telah dijelaskan
sebelumnya, dark chocolate memiliki kandungan polifenol (fenol dan
flavonoid) tertinggi dan diikuti oleh milk chocolate dan white chocolate
(Meng et al., 2009). Menurut Nanetti et al. (2008) yang menyatakan bahwa
dengan mengonsumsi dark chocolate selama 3 minggu dapat meningkatkan
fungsi kinerja sel endotelial sehingga dapat meningkatkan konsentrasi
epikatekin dalam plasma darah yang dapat memberi efek perlindungan
terhadap sistem kardiovaskular. Selain itu, uji coba yang dilakukan
Mursu et al. (2004) pada 45 orang dewasa yang sehat dan tidak merokok,
membuktikan bahwa dengan mengonsumsi 75 gram dark chocolate per hari
selama 3 minggu, dapat meningkatkan high-density lipoprotein (HDL) dan
menurunkan peroksidasi lemak.
Menurut Sabarisman dan Anjar (2019) mengonsumsi cokelat dapat
memberikan manfaat, pada khususnya jenis dark chocolate yang mana
dipercaya dapat memberikan manfaat untuk kesehatan dan merupakan salah
satu produk pangan fungsional. Dark chocolate adalah jenis produk cokelat
yang kaya kandungan antioksidan dan dapat memegang peran regulasi yang
penting dalam menjaga sistem kekebalan tubuh, mengurangi stres, menjadi
strategi pencegahan kardiovaskular, dapat menurunkan tekanan darah,

2
memperkuat aliran darah, dan menghambat pertumbuhan sel kanker
(Latif, 2013). Vinson et al. (1999) menyatakan bahwa semakin tinggi
kandungan polifenol pada cokelat maka aktivitas antioksidannya semakin
tinggi, pada takaran yang sama, dark chocolate dan milk chocolate memiliki
kandungan antioksidan polifenol sebesar 951 mg dan 394 mg.
Konsumsi cokelat saat ini semakin meningkat seiring dengan
kemajuan arus globalisasi informasi dan daya beli masyarakat, oleh karena itu
untuk memperluas jangkauan pasar serta meningkatkan daya beli masyarakat
terhadap produk cokelat, diperlukan upaya untuk diversifikasi atau
penganekaragaman produk berbahan dasar cokelat (Arif dkk., 2017). Trend
saat ini, konsumen tidak hanya mengonsumsi makanan berdasarkan rasa dan
kenampakannya saja, namun juga nilai fungsional dari produk makanan itu
sendiri. Penggunaan pangan fungsional untuk kesehatan sudah cukup banyak
hal ini karena kesadaran/keinginan banyak orang untuk meningkatkan
kesehatan dengan cara mnggunakan bahan-bahan alami semakin meningkat
(Nur’aeni, 2016).
Kini banyak penelitian yang mengarah pada pangan fungsional, salah
satunya yaitu dengan menambahkan senyawa fungsional pada dark chocolate
untuk memaksimalkan aspek kesehatan bagi tubuh. Beberapa bahan yang
ditambahkan dalam dark chocolate berdasarkan penelitian yang sudah ada
diantaranya yaitu probiotik (Possemiers et al., 2010; Erdem et al., 2014), serta
ekstrak tumbuhan (Belscak-Cvitanovic et al., 2015). Salah satu ekstrak
tumbuhan yang dapat ditambahkan dalam dark chocolate adalah sereh dapur.
Sereh dapur (Cymbopogon citratus) merupakan jenis tanaman yang termasuk
dalam keluarga rumput-rumputan. Tanaman ini dikenal dengan istilah
lemongrass karena memiliki aroma yang kuat dan wangi seperti lemon
(Kusumayadi dkk., 2013). Sereh dapur merupakan tanaman yang potensial
untuk dikembangkan penggunaannya, selain dapat memberikan komoditas
alternatif bagi petani, juga merupakan diversifikasi ekspor yang dapat menjadi
salah satu sumber devisa negara di sektor non migas. Salah satu usaha yang
telah dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sereh dapur, yaitu

3
dengan mengekstraknya menjadi lemongrass oil atau minyak atsiri sereh dapur
(Kawiji dkk., 2010).
Minyak atsiri adalah senyawa/zat cair yang mudah menguap pada
suhu kamar, memiliki rasa yang getir, berbau wangi sesuai dengan bau
tumbuhan penghasilnya, serta larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam
air (Slamet dkk., 2013). Menurut Hernawati dkk. (2012) minyak atsiri dapat
digunakan sebagai bahan baku parfum, kosmetik, antiseptik, obat-obatan,
flavoring agent dalam makanan atau minuman, pencampur rokok kretek, dan
sebagai aromatheraphy. Untuk memperoleh minyak atsiri dari suatu
komoditas, dapat dilakukan dengan cara mengekstrak tanaman tersebut.
Terdapat 4 macam cara untuk mengekstrak minyak atsiri yaitu penyulingan
(distillation), pressing, ekstraksi dengan pelarut (solvent ekstraksion), dan
absorbsi oleh penguapan lemak padat. Proses pengambilan minyak atsiri yang
sering digunakan yaitu cara penyulingan (distillation) (Slamet dkk., 2013).
Penyulingan (distillation) merupakan proses pemisahan suatu campuran dari
dua atau lebih komponen berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-
masing zat tersebut (Guenther, 1987).
Dalam perdagangan, minyak atsiri sereh dapur dikenal dengan nama
lemongrass oil. Kandungan utama minyak sereh dapur adalah sitral yaitu
sebesar 75%–85% serta mengandung sitronelal, metilheptan, n-desil aldehida,
linalool, dan geraniol (Zaituni dkk., 2016). Menurut Sufyan dkk. (2018), di
dalam minyak atsiri sereh dapur terdapat 33 senyawa penyusun minyak sereh
dapur yang terdiri dari senyawa terpenoid (senyawa dari golongan
monoterpena dan sesquiterpena). Berdasarkan luas areanya (%) minyak atsiri
sereh dapur mengandung 3 senyawa mayor yang terdiri dari golongan
hidrokarbon monoterpana yaitu 1- β-pinen (12,78%) dan golongan
monoterpana teroksigenasi yaitu Z-sitral (28,24%) dan E-sitral (34,43%).
Selain itu, di dalam minyak atsiri sereh dapur mengandung senyawa flavonoid.
Flavonoid merupakan senyawa yang termasuk dalam golongan fenol yang
potensial sebagai antioksidan dan memiliki bioaktifitas sebagai obat
(Mangelep, 2018).

4
Beberapa penelitian yang mengarah pada pangan fungsional, pada
khususnya terkait pengembangan produk cokelat telah banyak dilakukan
diantaranya penelitian Ngamdee et al. (2020) tentang pengembangan produk
dark chocolate fortifikasi pecahan beras Riceberry (varietas beras dari
Thailand) yang kaya akan kandungan antosianin terbukti dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan sebesar 4–9% lebih tinggi daripada dark chocolate
kontrol. Penelitian lain oleh Hamdan et al. (2020) tentang pengaruh
nanoenkapsulasi karotenoid Spirulina platensis pada profil sensoris dark
chocolate dan milk chocolate terbukti dapat meningkatkan intensitas rasa
manis cokelat, menurunkan rasa pahit dan asam, serta tidak menimbulkan bau
yang tidak sedap. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2020)
yang mengembangkan inovasi produk cokelat dengan temulawak guna
menangani masalah kesehatan berupa nafsu makan, terbukti dari hasil
perhitungan rata-rata skor kuisioner 30 sampel menunjukkan adanya
peningkatan sebelum dan sesudah diberikan cokelat temulawak yaitu sebesar
29,4 menjadi 35,1.
Seiring dengan banyaknya penelitian tentang pengembangan produk
cokelat, maka pada penelitian ini akan dibuat dark chocolate bar dengan
penambahan minyak atsiri sereh dapur guna ikut serta dalam upaya
penganekaragaman produk cokelat dengan penambahan pangan fungsional
yang bermanfaat untuk kesehatan (Ariyantoro dkk., 2019). Menurut
Friedman et al. (2004) yang meneliti 17 tanaman penghasil minyak atsiri dan 9
komponen senyawa aktif dapat menghambat patogen bawaan Escherichia coli
dan Salmonella enterica dalam jus apel. Salah satu tanaman penghasil minyak
atsiri yang dapat menghambat kedua patogen tersebut yaitu lemongrass atau
sereh dapur. Sereh dapur mengandung senyawa aktif berupa sitral yang dapat
menurunkan jumlah bakteri Escherichia coli dan Salmonella enterica hingga
50% dalam jus apel. Konsentrasi penghambatan yang dapat menurunkan
jumlah bakteri tersebut berkisar antara 0,097–0,079%; 0,008–0,07%; 0,02–
0,05%; dan 0,0069–0,025%.

5
Berdasarkan hasil kisaran konsentrasi sereh dapur yang ditambahkan
dalam jus apel pada penelitian Friedman et al. (2004) maka pada penelitian ini
digunakan variasi konsentrasi minyak atsiri sereh dapur sebesar 0%; 0,04%;
0,08%; 0,12%; dan 0,16%. Penetapan konsentrasi tersebut berdasarkan hasil
trial and error serta diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwy dkk. (2019) tentang penambahan ekstrak sereh dapur sebanyak 0,3%;
0,5%; dan 0,7% pada cokelat couverture dan dark chocolate compound. Dari
hasil penelitian tersebut perlu adanya penurunan konsentrasi ekstrak sereh
dapur yang ditambahkan serta perlu dilakukan perlakuan pendahuluan pada
tahap ekstraksi rempah. Oleh karena itu, pada penelitian ini ditetapkan
konsentrasi minyak atsiri sereh dapur yang ditambahkan ke dalam dark
chocolate bar sebesar 0%; 0,04%; 0,08%; 0,12%; dan 0,16%, serta sebelum
ektraksi, dilakukan pula perlakuan pendahuluan terhadap sereh dapur yang
akan digunakan. Selain untuk memperbaiki penelitian sebelumnya, penelitian
ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap
karakterisasi sifat fisik dan kimia dari dark chocolate bar dengan penambahan
variasi konsentrasi minyak atsiri sereh dapur yang berbeda-beda.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana karakteristik bahan baku dan minyak atsiri sereh dapur hasil
distilasi uap air?
2. Bagaimana pengaruh penambahan 0%; 0,04%; 0,08%; 0,12%; dan 0,16%
minyak atsiri sereh dapur (Cymbopogon citratus) terhadap tingkat
penerimaan panelis pada dark chocolate bar?
3. Bagaimana pengaruh penambahan 0%; 0,04%; 0,08%; 0,12%; dan 0,16%
minyak atsiri sereh dapur (Cymbopogon citratus) terhadap karakterisitik
fisik dan kimia dark chocolate bar?
4. Berapakah formula terbaik dari dark chocolate bar dengan penambahan
minyak atsiri sereh dapur (Cymbopogon citratus)?

6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian “Evaluasi Tingkat Penerimaan Panelis Serta
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Dark Chocolate Bar dengan Inkorporasi
Minyak Atsiri Sereh Dapur” ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik bahan baku dan minyak atsiri hasil sereh dapur
distilasi uap air.
2. Mengetahui pengaruh penambahan 0%; 0,04%; 0,08%; 0,12%; dan 0,16%
minyak atsiri sereh dapur (Cymbopogon citratus) terhadap tingkat
penerimaan panelis pada dark chocolate bar.
3. Mengetahui pengaruh penambahan 0%; 0,04%; 0,08%; 0,12%; dan 0,16%
minyak atsiri sereh dapur (Cymbopogon citratus) terhadap karakterisitik
fisik dan kimia dark chocolate bar.
4. Menentukan formula terbaik dari dark chocolate bar dengan penambahan
minyak atsiri sereh dapur (Cymbopogon citratus) berdasarkan tingkat
penerimaan panelis dan uji karakterisitik fisik dan kimia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian “Evaluasi Tingkat Penerimaan Panelis Serta
Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Dark Chocolate Bar dengan Inkorporasi
Minyak Atsiri Sereh Dapur” ini adalah:
1. Memberikan gambaran mengenai inovasi pangan fungsional berbasis dark
chocolate bar dengan penambahan minyak atsiri sereh dapur
(Cymbopogon citratus).
2. Memberikan informasi mengenai aktivitas antioksidan pada dark
chocolate bar dengan penambahan minyak atsiri sereh dapur
(Cymbopogon citratus).
3. Meningkatkan nilai ekonomi dan nilai guna dari komoditas sereh dapur
(Cymbopogon citratus).

Anda mungkin juga menyukai