PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kekayaan alam. Salah satu bukti kekayaan
alam yang dimiliki Indonesia yaitu mampu menjadi negara produsen kakao ke-3 terbesar di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana, dengan produksi sebesar 13% dari produksi kakao dunia. Adapun produksi
Pantai Gading dan Ghana masing-masing adalah 39% dan 19% (International Cocoa Organization
[ICCO], 2012). Berdasarkan data statistik dari Direktorat Jendral Perkebunan pada tahun 2009 luas areal
penanaman kakao telah mencapai 1.475.344 ha dan terbesar diseluruh provinsi dengan sentra produksi di
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur. Sebagian besar (>90%) areal
perkebunan kakao tersebut dikelola oleh rakyat. Kakao sering kali digunakan untuk berbagai macam
kebutuhan dikarenakan kandunganya yang sangat bermanfaat seperti dapat dijadikan sebagai bahan
pembuat coklat, pasta coklat, dan cocoa powder. Produk yang dapat dimanfaatkan tidak hanya dari buah
kakao saja, tetapi limbah kulit biji kakao juga dapat digunakan sebagai barang yang memiliki nilai guna,
salah satunya adalah hand sanitizer Antiseptik. Limbah kulit biji kakao di Indonesia belum dimanfaatkan
secara optimal dan nilai ekonomisnya rendah. Sejauh ini limbah kulit biji kakao hanya dimanfaatkan
sebagai pakan ternak dan kompos.
Sebagai mana diketahui pada masa pandemi Covid – 19 masyarakat lebih memperhatikan
kebersihan dan salah satunya adalah kebersihan tangan. Keberadaan sabun dan air terkadang tidak sesuai
dengan yang diinginkan. Air yang tersedia terkadang tidak bersih, berbau, serta keluar dari keran yang
sudah berkarat. Selain itu sabun yang digunakan Bersama - sama, terkadang menimbulkan kekhawatiran
atas kebersihan dan kesehatan pengguna sebelumnya. Hand sanitizer yang merupakan antiseptik
pembersih tangan hadir sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut. Namun beberapa jenis gel
antiseptic pembersih tangan (hand sanitizer) di pasaran masih menggunakan alcohol dengan konsentrasi
± 50% sampai 70% sebagai bahan antibakterinya. Penggunan alkohol dalam pembersih tangan dirasa
kurang aman terhadap kesehatan karena alkohol merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan
lapisan lemak dan sebum pada kulit yang berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme.
Alkohol juga mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan iritasi pada
kulit (Block S. 2001). Maka dari itu diperlukan inovasi dalam pembuatan antiseptic yang berasal dari
bahan alam serta memanfaatkan limbah yang ada sehingga dapat mengurangi kerusakan pada
lingkungan.
Salah satu bahan alam yang dapat dijadikan hand sanitizer antiseptic adalah limbah kulit biji
kakao. Kulit biji kakao ini merupakan salah satu sumber limbah perkebunan di Indonesia. Penelitian
yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kulit biji kakao mengandung senyawa polifenol seperti
antosianin, katekin, dan leukoantosianidin yang berpotensi sebagai antioksidan. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mulyatni dkk pada tahun 2012 melaporkan bahwa Ekstrak konsentrat
kulit biji kakao hibrida mempunyai potensi sebagai bahan antibakteri terhadap Escherichia coli, Bacillus
subtilis, dan Staphylococcus aureus. Ekstrak konsentrat kulit buah kakao paling efektif menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) 8% (g/mL), jika
dibandingkan dengan bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli dengan kadar hambat minimum
berturut-turut sebesar 16% (g/mL) dan 32% (g/mL).
Ada tiga komponen utama polifenol pada kakao, yakni katekin (37%), antosianin (4%), dan
proantosianidin (58%) (Hii et al., 2009). Kandungan polifenol yang terdapat dalam biji kakao
kemungkinan memiliki kandungan polifenol yang sama pada kulit biji kakao. Berdasarkan hasil
penelitian-penelitian tersebut, limbah biji kakao diiharapkan dapat memiliki nilai lebih dan dapat
menghasilka inovasi produk baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Tujuan :
1. Memberikan terobosan inovasi Hand sanitizer antiseptic gel dari limbah kulit biji kakao
2. Mensosialisasikan hand sanitizer yang memanfaatkan limbah kulit biji kokoa sehingga
mengurangi limbah yang ada
3. Memprioritaskan nilai ekonomi namun tetap memiliki tujuan untuk menciptakan nilai sosial
dalam hal ini urgensi tujuan pembangunan berkelanjutan.
4. Pemberdayaan sumber daya manusia Indonesia dengan menyediakan lapangan pekerjaan baru
Manfaat :
1. Memberikan ide inovasi untuk memanfaatkan limbah bahan alami menjadi produk yang
bermanfaat
2. Ikut memberikan kontribusi untuk mencapai sustainable development goals dalam hal ini di
bidang climate action dan life below water
3. Memaksimalkan penggunaan sumber daya alam Indonesia agar dapat memberikan manfaat lebih
bagi masyarakat
4. Menekankan pentingnya value peduli lingkungan dan sustainable product bagi partner mitra
usaha dan konsumen
Direktorat Jenderal Perkebunan. (2013). Produksi, luas areal dan produktivitas perkebunan di Indonesia.
Retrieved from http://ditjenbun.deptan.go.id/
International Cocoa Organization. (2012). International Cocoa Organization Quarterly Bulletin of Cocoa
Statistics, XXXVIII (4), Cocoa year 2011/2012. Retrieved from
http://www.icco.org/.
Block S. Disinfection, Sterilization and Preservation, 4th. Edition. Williams and Wilkins. P; 2001
Mulyatni AS, Budiani A, Taniwiryono D. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao (Theobroma
cacao L.) terhadap escherichia coli, bacillus subtilis, dan staphylococcus aureus. Jurnal Menara
Perkebunan 2012; 80(2) : 77-84.
Hii, C.L., C.L. Law, S. Suzannah, Misnawi and M. Cloke. Polyphenols in cocoa (Theobroma cacao L.).
Asian J of food and agro-industry 2009; 2 (4) : 702- 22.
Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu sumber limbah perkebunan di
Indonesia. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kulit buah kakao mengandung
senyawa polifenol seperti antosianin, katekin, dan leukoantosianidin yang berpotensi sebagai
antioksidan. Namun demikian, belum dilakukan penelitian mengenai kandungan senyawa polifenol
tersebut pada bagian-bagian kulit buah kakao yang terdiri dari kulit terluar, daging buah, dan kulit
dalam, serta pada salut biji kakao. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kandungan polifenol dan
aktivitas senyawa antioksidan pada kulit buah dan salut biji kakao. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan 3 sampel buah kakao varietas Forastero (Bulk Cocoa) yang sudah matang dan dipetik
dari satu pohon kakao. Kulit buah dan salut biji kakao yang sudah dipisahkan diukur kadar airnya dan
diekstrak dengan metanol 70%. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar polifenol total pada ekstrak
kulit buah dan salut biji kakao dengan metode Folin Ciocalteau sebanyak 3 kali ulangan serta dilakukan
pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar
polifenol total tertinggi pada kadar air 80% dimiliki oleh kulit terluar kakao yaitu sebesar 321,95 ppm,
diikuti oleh salut biji kakao sebesar 291,59 ppm, daging buah kakao sebesar 240,29 ppm, dan kulit
dalam kakao sebesar 189,14 ppm. Aktivitas senyawa antioksidan pada keempat sampel tersebut
memiliki korelasi yang positif dengan kadar polifenol total.
Salah satu tanaman yang memiliki banyak potensi yang menguntungkan, baik untuk teknologi pangan
maupun untuk dikembangkan sebagai obat tradisional adalah tanaman kakao (Theobroma cacao L.).
Indonesia merupakan salah satu negara pembudidaya tanaman kakao paling luas di dunia dan termasuk
negara penghasil kakao terbesar kedua setelah Ivory Coast. Berdasarkan data statistik dari Direktorat Jendral
Perkebunan pada tahun 2009 luas areal penanaman kakao telah mencapai 1.475.344 ha dan terbesar diseluruh
provinsi dengan sentra produksi di Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur dan Jawa
Timur. Sebagian besar (>90%) areal perkebunan kakao tersebut dikelola oleh rakyat. 5,6
Pada tahun 2006 areal kakao rakyat di Sumatera Utara mencapai 49.171,94 Ha dengan total produksi
61.087,18 ton yang tersebar hampir diseluruh kabupaten Sumatera Utara. Penyebaran pertanaman kakao di
Sumatera Utara meliputi 17 kabupaten yaitu Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Karo, Dairi, Tapanuli
Utara, Tapanuli Tengah, Nias, Nias Selatan, Labuhan Batu, Asahan, Mandailing Natal, Tobasa, Pak-pak
Bharat, Samosir, dan Serdang Bedage.7
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu sentra produksi kakao rakyat di Provinsi Sumatera Utara.
Pada tahun 2010, luas areal perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Deli Serdang sebesar 6.435,95 ha,
produksi 3.760,76, produktivitas 979,21 kg/tahun dan jumlah KK yang terlibat sebanyak 9.533,00.
Kabupaten Deli Serdang merupakan penyumbang terbesar kedua setelah Kab
upaten Asahan terhadap produksi kakao di Provinsi Sumatera Utara. 8
Bagian biji kakao banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berguna sebagai antioksidan yang dapat
mengurangi pembentukan radikal bebas penyebab kanker. Kakao juga mengandung senyawa bioaktif yang
bermanfaat mencegah terjadinya penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah.9,10 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa produk olahan biji kakao seperti cokelat dan minuman coklat merupakan sumber yang
kaya antioksidan khusus/spesifik dalam bentuk senyawa katekin, epikatekin, procianidin dan polifenol yang
lebih tinggi dibandingkan
dengan teh hijau, anggur merah maupun blueberry. 10 Biji kakao mengandung senyawa polifenol cukup besar.
Kandungan polifenol pada biji kakao meliputi katekin 33-42%, leukosianidin 23-25% dan antosianin 5%.
Sedangkan pada biji kakao bubuk bebas lemak mengandung 5-18% senyawa polifenol. Adanya kandungan
senyawa polifenol yang tinggi tersebut maka produk kakao maupun produk turunannya sangat berkontribusi
untuk menyehatkan tubuh, karena mempunyai peran sebagai antioksidan, anti kanker, anti diabetes, anti
hipertensi, anti inflamansi, menghilangkan stres, mencegah karies gigi, memperbaiki kemampuan kognitif,
meningkatkan resistensi terhadap hemolisis, dan menyehatkan jantung. 11,12
Penelitian biji kakao sebagai antimikroba mulai dilakukan karena melihat tingginya senyawa polifenol pada
biji kakao. Selain itu, resistensi mikroba terhadap beberapa produk antibiotik menjadi permasalahan dan
fenomena saat ini, dan berbagai jenis produk antimikroba berbahan sintetik seperti obat kumur Chlorhexidine
0,2% juga memiliki efek negatif terhadap kesehatan rongga mulut seperti munculnya noda pada gigi dan
mukosa pipi serta menimbulkan iritasi pada mukosa mulut, sehingga menjadi perhatian beberapa ahli
mikrobiologi untuk menemukan alternatif antimikroba yang dapat menyembuhkan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri. Alternatif antimikroba baru bisa bersumber dari alam, salah satunya dengan memanfaatkan
senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tanaman biji kakao. 13,14
Hasil penelitian Osawa dkk menunjukkan bahwa senyawa fenolik pada kakao yang mempunyai sifat
antimikroba juga dapat berfungsi baik untuk melawan beberapa jenis bakteri pathogen yang terdapat pada
bahan pangan tetapi juga mampu melawan beberapa jenis bakteri karsinogenik. 15 Aktivitas anti mikroba ini
secara langsung berkaitan erat dengan sifat kemampuan senyawa bioaktif tersebut untuk menembus
dinding sel bakteri. Sifat anti bakteri biji kakao berasal dari zat aktif utamanya, yaitu katekin, prosianidin dan
antosiani. Katekin bersifat bakterisidal dengan cara mendenaturasi protein bakteri, prrosianidin
menginaktivasi atau mendestruksi materi genetik pada bakteri, sedangkan antosianin berfungsi sebagai
antibakteri.16,17
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyani dkk pada tahun 2012 melaporkan bahwa Ekstrak konsentrat
kulit buah kakao hibrida mempunyai potensi sebagai bahan antibakteri terhadap Escherichia coli, Bacillus
subtilis, dan Staphylococcus aureus. Ekstrak konsentrat kulit buah kakao paling efektif menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) 8% (g/mL), jika
dibandingkan dengan bakteri Bacillus subtilis dan Escherichia coli dengan kadar hambat minimum berturut-
turut sebesar 16% (g/mL) dan 32% (g/mL). 19
Pada penelitian yang dilakukan oleh Devi Chintya dkk pada tahun 2015 melaporkan bahwa ekstrak etanol
biji kakao (Theobroma cacao L.) mempunyai efek sebagai antibakteri terhadap pertumbuhan Pseudomonas
aeruginosa secara in vitro. Konsentrasi minimum ekstrak etanol biji kakao (Theobroma cacao L.) yang
mampu menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa secara kualitatif adalah pada konsentrasi 125
mg/ml dan secara kuantitatif adalah di atas konsentrasi 6,95 mg/ml.20
Pada penelitian yang dilakukan oleh Medan Yumas pada tahun 2017 bertujuan untuk mengetahui apakah
kulit ari biji kakao sebagai sumber senyawa aktif yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Streptococcus mutans. Ekstrak etanol kulit ari biji kakao diperoleh dengan metode maserasi. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak limbah kulit ari biji kakao berpotensi sebagai senyawa aktif
antibakteri dan dapat bersifat bakteriostatik terhadap Streptococcus mutans.21
Pada penelitian yang dilakukan Nurul Hafidhah dkk pada tahun 2017 melaporkan bahwa ekstrak biji kakao
(Theobroma cacao L.) pada berbagai konsterasi memiliki pengaruh terhadapat pertumbuhan Enterokokus
faecalis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok uji mulai dari konsentrasi 6,25% hingga 100% dan
chlorhexidine 0,2% sebagai kontrol positif dapat menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis.16
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratiwi ST. Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga, 2008 : 188-91.
2. Zulkifli. Pengobatan tradisional sebagai pengobatan alternatif harus dilestarikan, Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2007: USU Digital Library.
3. Sondang p, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan pemeliharaan. Edisi revisi. Medan:
USU Press, 2015; 5-10; 2-4.
4. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi. Jakarta: Widya Medika, 1994 : 181-194.
5. Marru B, Sipayung HH. Kakao. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015 : 1-4.
6. Haryadi, Supriyanto. Teknologi cokelat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017 : 1-10.
7. Rizal S, Edy BM, Erwin P. Analisis perkembangan kakao rakyat pada tiga kabupaten sentra produksi
diprovinsi sumatera utara. Jurnal agribisnis sumatera utara 2010; 3(2) : 35-9.
8. Maharani C, Edy BS, Akbar MS. Analisis pengembangan perkebunan kakao rakyat di kabupaten deli
serdang provinsi sumatera utara. Jurnal agribisnis sumatera utara 2015; 8(2) : 27-35.
9. Chandra YT, Suwasono S, Yuwanti S. Pemanfaatan biji kakao inferior campuran sebagai sumber
antioksidan dan antibakteri. Jurnal Berkala ilmiah Ppertanian 2013; 1: 33-5.
10. Ackar, D., K.V. Landic, M. Valek, D. Subaric, B. Milicevic, J. Babic and H. Nedic. Cocoa polyphenols :
Can we consider cocoa and chocolate as potential functional food. J of Chemistry 2013;13 : 289-96.
11. Latif, R. Chocolate/cocoa and human health : A review. The J of Med 2013; 71(2) : 63-68.
12. Hii, C.L., C.L. Law, S. Suzannah, Misnawi and M. Cloke. Polyphenols in cocoa (Theobroma cacao L.).
Asian J of food and agro-industry 2009; 2 (4) : 702- 22.
13. Sudibyo A. Peranc cokelat sebagai produk pangan derivat kakao yang menyehatkan. Jurnal Riset Industry
2012; 6(1) : 23-40.
14. Dewi NR, Sasongko H. Perbandingan aktivitas antimikroba ekstrak infusa daun dari sembilan jenis suku
piperace terhadap staphylococcus aureus dan candida albicans. Jurnal Ilmu Alam dan Tek Terapan 2019;
1(1): 1-5.
15. Ranneh, Y., F. Ali and N.M. Esa. The protective effect of cocoa (Theobroma cacao L.) in colon cancer.
Jof nutrition and food science . 2013; 3 (2) : 190- 3.
16. Hafidhah N, Hakim RF, Fakhrurrazi. Pengaruh ekstrak biji kakao (Theobroma cacao L.) terhadap
pertumbuhan enterokokus faecalis pada berbagai konsentrasi. Jurnal Canius Dent 2017; 2(2) : 92-6.
17. Wulandari, Suswati E, Misnawati. Efek antibakteri ekstrak etanol biji kakao (Theobroma cocoa L.)
terhadap pertumbuhan shigella dysentria secara in vitro. Jurnal medika planta 2012; 1(5) : 69-73.
18. Habiburrahman B, Hasyim M, Rahim B. Formulasi dan uji stabilitas fisik ekstrak kulit buah kakao
(Theobroma cacao L.) pada sediaan pasta gigi sebagai antibakteri terhadap streptococcus mutans. Jurnal
Pharma and Med Sci 2016; 1(2) : 5-10.
19. Mulyatni AS, Budiani A, Taniwiryono D. Aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah kakao (Theobroma
cacao L.) terhadap escherichia coli, bacillus subtilis, dan staphylococcus aureus. Jurnal Menara Perkebunan
2012; 80(2) : 77-84.
20. Kumalasari DV, Suswati E, Misnawati. The effect of ethanolic extract of cocoa beans (Theobroma cacao
L.) as an antibacterial against pseudomonas aeruginosa in vitro. E-j Pustaka Kesehatan 2015; 3(1) : 29-33.
21. Yumas M. Pemanfaatan limbah kulit ari biji kakao (Theobroma cacao L.) sebagai sumber antibakteri
streptococcus mutans. Jurnal Industri Hasil Perkebunan 2017;12(2): 7-20.
22. Atikah AR, Hendrik SB Tuti K. Antibacterial effect of 70% ethanol and water extract of cacao beans
(Theobroma cacao L.) on aggregatibacter actinomycetemcomitans. J Dent 2016; 49(2) : 104-9
2.2 Subbab B ?
BAB 4. METODE
Proses pembuatan
1. Kulit buah kakao disortasi basah kemudian dicuci menggunakan air yang
mengalir sampai bersih.
2. Dikeringkan di dalam ruangan tanpa terkena sinar matahari langsung
3. Disortasi kering dan dihaluskan menggunakan grinder dan menghasilkan
serbuk kulit kokoa
4. Mengekstraksi 500 gram serbuk kulit buah kokoa menggunakan metode
maserasi dengan 1000 ml pelarut etanol 95% Selama 4 hari, diaduk setiap 12
jam dan diganti pelarut setiap 24 jam. Maserasi adalah metode yang digunakan untuk
mencegah dekomposisi senyawa yang labil terhadap pemanasan sehingga dapat
mengekstrak senyawa dengan baik (Dean, 2009).
5. Suspensi disaring dan dievaporasi dengan vakum rotary evaporator. Serbuk yang sudah
dimaserasi diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
kulit buah kokoa. Penguapan ini berfungsi untuk menghilangkan pelarut etanol dan
memekatkan senyawa aktif yang terikat saat proses maserasi.
6. Penambahan Alcohol 70%, triclosan 1,5 – 2 %, lidah buaya 10%, dan
Essensial oil cacao.
Serbuk daun binahong dimaserasi dengan pelarut n–heksana hingga filtratnya jernih.
Kemudian disaring, residu hasil maserasi diangin-anginkan hingga kering. Residu yang
telah kering kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol hingga filtratnya jernih.
Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga
diperoleh ekstrak etanol. Ekstrak etanol yang telah didapatkan, ditambahkan larutan HCl
2M hingga pH larutan menjadi 3. Larutan yang telah bersifat asam kemudian diekstraksi
menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan asam
dan lapisan etil asetat. Selanjutnya kedua lapisan dipisahkan, kemudian lapisan asam
ditambahkan NH4OH hingga pH larutan mencapai 9 kemudian diekstraksi kembali
menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan basa dan
lapisan etil asetat, kemudian dipisahkan. Lapisan etil asetat dipekatkan menggunakan
rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak alkaloid total. (Titis, 2013).
Maserasi adalah metode yang digunakan untuk mencegah dekomposisi senyawa yang labil
terhadap pemanasan sehingga dapat mengekstrak senyawa dengan baik (Dean, 2009). Serbuk yang
sudah dimaserasi diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
sebanyak 18,4091 g. Penguapan ini berfungsi untuk menghilangkan pelarut etanol dan
memekatkan senyawa aktif yang terikat saat proses maserasi.
Metode isolasi alkaloid yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi cair-cair ( Titis, 2013).
Penambahan HCl hingga pH 3 pada Ekstrak kental etanol biji mengkudu yaitu agar terbentuk
garam alkaloid sedangkan pada penambahan NH 4OH hingga pH mencapai 9 menyebabkan
terbentuk basa yang bebas alkaloid.
Dalam penelitian alat yang digunakan ialah mortir dan stemper, erlenmeyer,
gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, spatula, autoklaf, kawat ose, Laminar Air
Flow (LAF), penangas, inkubator, viskometer, pH meter, alumunium foil, kertas
saring, pipet tetes, mikropipet, sudip, tissu, kapas, lemari pendingin, spirtus, hot
plate, perforator dan jangka sorong5.
Bahan
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan ialah ekstrak kulit buah jeruk manis
(citrus x aurantium L.), etanol 96%, carbopol 940, gliserin, triethanolamin (TEA),
aquadest, DMDM hydantion, Nutrien Agar (NA), Kertas Cakram, bakteri
staphylococcus epidermidis, dimethyl sufoxide (DMSO)5.
Prosedur Rinci
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator, autoklaf, inkubator, LAF
(Laminer air flow), FT-IR (Spektrum 100-Perkin Elmer), Spektro UV-Vis (Spectroquant pharo
300). Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah etanol, HCl, Etil Asetat, H2SO4, FeCl3,
BaCl2 dan Asam Asetat Anhidrat dengan grade pro analys buatan Merck. Reagen Dragendorff,
CHCl3 teknis, biji mengkudu, nutrient agar (NA), bakteri Escherichia coli, bakteri Staphylococcus
aureus, NaCl fisiologis 0,9%, CMC, TEA, Metilparaben, Gliserin, aquadest, hand sanitizer merk
X.
Pada penelitian ini dilakukan preparasi sampel, sebanyak 500 g serbuk biji mengkudu direndam
dengan 1000 mL etanol 96% selama 4 hari, diaduk setiap 12 jam dan diganti pelarut setiap 24 jam.
Suspensi disaring dan dievaporasi dengan vakum rotary evaporator. Maserat di uji fitokimia
diantaranya uji alkaloid, flavonoid, tanin, saponin triterpenoid dan steroid. Ekstrak etanol di
analisis dengan FT-IR, di uji antibakteri dan gel hand sanitizer.
Ekstrak etanol ditambahkan larutan HCl 2M sampai pH menjadi 3. Larutan yang bersifat asam
diekstraksi menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, yang kemudian
kedua lapisan dipisahkan, lapisan asam ditambahkan NH4OH sampai pH l menjadi 9 dan
diekstraksi kembali menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, kemudian
dipisahkan. Hasil alkaloid kasar di analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR
(Titis, 2013).
Maserasi adalah metode yang digunakan untuk mencegah dekomposisi senyawa yang labil
terhadap pemanasan sehingga dapat mengekstrak senyawa dengan baik (Dean, 2009). Serbuk yang
sudah dimaserasi diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental
sebanyak 18,4091 g. Penguapan ini berfungsi untuk menghilangkan pelarut etanol dan
memekatkan senyawa aktif yang terikat saat proses maserasi.
Metode isolasi alkaloid yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi cair-cair ( Titis, 2013).
Penambahan HCl hingga pH 3 pada Ekstrak kental etanol biji mengkudu yaitu agar terbentuk
garam alkaloid sedangkan pada penambahan NH 4OH hingga pH mencapai 9 menyebabkan
terbentuk basa yang bebas alkaloid.
Lidah buaya :
Pelepah lidah
buaya (Aloe vera L.) yang telah
dikumpulkan, disortasi basah,
kemudian dicuci menggunakan air
yang mengalir sampai bersih,
dikeringanginkan di dalam ruangan
tanpa terkena sinar matahari
langsung, disortasi kering,
kulit salak
Sediaan di buat berdasarkan formula gel HPMC menurut (Ningsih, dkk, 2016).
Penelitian ini dibuat sediaan gel mengandung bahan tumbuhan yang telah dihaluskan
dengan memakai sedikit akuades dan disaring yang akan dipakai untuk mencukupkan
sediaan. Pembuatan gel handsanitizer di formulasikan tidak memakai pewangi
tambahan, karena pada penelitian ini bahan alam yang digunakan memiliki aroma
yang khas dengan susunan formula sebagaimana pada tabel 1.
Cara pembuatan sediaan handsanitizer dimulai dari menimmbang kulit buah salak
segar sesuai dengan bobot masing-masing, kemudian dihaluskan di dalam lumpang
ditambahkan sedikit demi sedikit akuades, (akuades diambil dari ad 100 ml) disaring
dengan kain kasa, kumpulan sari kulit buah salak ditampung ke dalam beaker glass.
Handsanitizer dibuat dengan menggunakan bahan dasar HPMC, ke dalam lumpang
porselin dimasukkan 20 ml akuades panas, pembuatan gel dilanjutkan dengan
menaburkan HPMC di atas akuades panas kemudian ditunggu 15-30 menit sampai
HPMC mengembang (massa I). Nipagin dilarutkan ke dalam propilenglikol (massa
II) kemudian massa II dicampurkan ke massa I, kemudian gerus hingga homogen,
diambil beaker glass yang telah dikalibrasi, ditambah sari air kulit buah salak yang
telah dipersiapkan sesuai dengan bobot masing-masing dihomogenkan, ditambahkan
sisa akuades sedikit demi sedikit sampai 100 ml dan diaduk hingga homogen, maka
diperoleh sediaan gel cair handsanitizer.
Kakao kaya akan polifenol, kira-kira 12-18% dari berat kering keseluruhan biji. Kelompok
polifenol utama dalam kakao adalah katekin dan epikatekin, antosianin, dan
prosianidin.6,7 Kakao telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi
dibandingkan teh dan anggur merah. 7
Senyawa
fungsional yang terkandung dalam kulit biji kakao
adalah polifenol, theobromin, kafein, dan komplek
lignin-karbohidrat (Senanayake & Wijesekera, 1971;
Bruna, Eicholz, Rohn, Kroh, & Huyskens-Keil, 2009;
Nsor-Atindana, Zhong, Mothibe, Bangoura, & Camel,
2012; Sakagami & Matsuta, 2013).