Anda di halaman 1dari 6

Kadar Polifenol yang Tinggi

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) berpotensi sebagai antiinflamasi,


antioksidan, dan antimikroba alami karena memiliki kandungan polifenol berupa
flavonoid atau tannin terkondensasi atau terpolimerisasi. Polifenol yang juga dikenal
dengan nama soluble tanin, merupakan metabolit sekunder yang terdapat dalam daun,
biji dan buah dari tumbuhan tingkat tinggi. Keberadaannya dalam bidang pangan
menjadi penting setelah ia dijadikan bagian diet manusia dan menyumbang terhadap
citarasa makanan (Baxter et al.,1997 dalam Misnawi, 2003b). Polifenol dalam produk
cokelat bertanggung jawab atas pembentukan rasa sepat melalui mekanisme
pengendapan protein-protein yang kaya prolin dalam air ludah dan menyumbang rasa
pahit khas cokelat bersama alkaloid, beberapa amino, peptida dan pirazin (Misnawi,
2003a). Polifenol memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam
molekulnya. Zat ini juga dikenal dengan nama soluble tanin, merupakan metabolit
sekunder yang terdapat dalam daun, biji dan buah dari tumbuhan tingkat tinggi
(Baxter et al (1997) dalam Misnawi et al, 2003a:104) dan bersifat antioksidan kuat.
Polifenol secara alami dapat ditemukan dalam sayuran (brokoli, kol, seledri), buah
(apel, delima, melon, ceri, pir, dan stroberi), kacang (walnut, kedelai, kacang tanah),
minyak zaitun, dan minuman (seperti teh, kopi, kakao dan anggur merah) (Erniati,
2007:6). Keberadaan polifenol pada konsentrasi yang tinggi dalam cokelat memberi
pengaruh negative terhadap citarasa dan menghambat pembentukan komponen
komponen aroma selama penyangraian (Misnawi et al., 2004).
Menurut Felita (2012), kulit biji kakao masih mengandung komponen
fungsional seperti theobromine, kafein, dan polifenol. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan komponen fitokimia hasil metabolit sekunder tanaman. Komponen
fitokimia dapat diisolasi dari tanaman dengan cara ekstraksi. Salah satu metode
ekstraksi yang dapat diterapkan adalah maserasi menggunakan pelarut organik seperti
etanol dan aseton.
Menurut Fowler (2009), kandungan golongan polifenolik pada kakao
bertanggung jawab terhadap warna, memberi rasa sepat dalam mulut dan memiliki
manfaat sebagai antioksidan. Biji kakao segar mengandung pigmen berwarna ungu
yaitu antosianidin yang akan dioksidasi oleh polifenol oksidase menjadi quinon
selama proses fermentasi biji kakao. Quinon dapat membentuk kompleks dengan
asam amino dan protein serta mengalami polimerisasi dengan flavonoid untuk
membentuk tanin. Tanin tersebut membentuk kompleks dengan protein melalui
ikatan hidrogen dan menghasilkan pigmen tak larut air berwarna cokelat yang
memberikan warna khas kakao (Afoakwa et al., 2012).
Adanya komponen-komponen polifenol dalam biji kakao, tidak menutup
kemungkinan juga terdapat dalam kulit buah kakao dan ikut bereaksi dengan senyawa
lain atau efek pemanasan yang mengakibatkan perubahan warna. Kulit buah kakao
mengandung campuran flavonoid atau tannin terkondensasi atau terpolimerisasi,
seperti antosianidin, katekin, leukoantosianidin yang kadang-kadang terikat dengan
glukosa. Tannin yang terikat dengan gula umumnya mudah larut dalam pelarut
hidroalkohol, sedangkan tannin terkondensasi atau tannin lebih mudah terekstraksi
dengan pelarut aseton 70 % [20] Jenis kakao yang menghasilkan cita rasa cokelat
yang lembut dengan warna yang cerah adalah Criollo sedangkan jenis Forastero
memiliki cita rasa cokelat yang kuat dan warna yang gelap, karena banyak
mengandung polifenol dan antosianin (Siregar et al., 2002). Sementara itu Wollgast
and Anklam (2000) menyatakan bahwa polifenol kakao terutama adalah monomer
dan oligomer dari flavan-3-ol sebagai komponen dasar. Mereka juga
mengklasifikasikan polifenol kakao dalam tiga kelompok yaitu katekin (flavan-3-ols)
37 %, antosianin 4 %, dan proantosianidin 58 %.
Kandungan gizi kulit buah kakao lebih baik dibandingkan dengan limbah perkebunan
lainnya seperti pucuk tebu dan kulit kopi. Kakao dalam proses penanganannya
perkebunan kakao juga menghasilkan produk ikutan (limbah) berupa kulit buah
kakao kurang lebih 73,77% dari berat buah secara keseluruhan. Kulit buah kakao
mengandung kurang lebih 19% protein, 6,2% lemak, dan 16% serat kasar. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk memanfaatkan kulit buah kakao berdasarkan
kandungan gizinya antara lain sebagai pakan ternak, tepung, dan sebagai bahan baku
pulp. Selain itu diketahui pula bahwa buah kakao banyak mengandung senyawa
polifenol yang terdapat pada bagian biji dan kulit buahnya. Biji kakao mengandung
senyawa polifenol seperti katekin, epikatekin, proantosianidin, asam fenolat, tanin,
dan flavonoid lainnya (Borchers and Keen, 2000), sedangkan pada kulit buah kakao
terkandung campuran flavonoid atau tanin terkondensasi atau terpolimerisasi, seperti
antosianin, katekin, dan leukoantosianidin yang kadang-kadang terikat dengan
glukosa (Figueira and Janick, 1993). Seperti yang telah diketahui, polifenol pada
tumbuhan dapat bermanfaat sebagai antioksidan. Antioksidan sangat dibutuhkan
untuk melawan radikal bebas dalam tubuh manusia yang dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit degeneratif, seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan
(Trilaksani, 2003).
Polifenol merupakan suatu senyawa antioksidan yang banyak terdapat pada
buah, sayuran, teh, anggur merah dan cokelat. Pada biji kakao yang tidak
difermentasi mengandung polifenol sebanyak 12-18 % (Kim dan Keeney, 1984).
Polifenol dalam kakao dapat memperlambat penuaan dini dan melancarkan peredaran
darah. Selain itu kakao mengandung vitamin A dan E yang sangat berguna untuk
mengangkat sel kulit mati. Sifat-sifat yang penting dari senyawa polifenol adalah
tidak berwarna dan mudah mengalami oksidasi. Oksidasi polifenol dalam biji kakao
karena adanya enzim-enzim. Enzim yang paling berperan adalah phenol oksidase.
Biji kakao dan kulitnya mempunyai kandungan polifenol tertinggi (Knapp Athur W,
1937, Rohan, 1963).
Secara umum kekuatan senyawa polifenol sebagai antioksidan bergantung
pada beberapa faktor yaitu ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik, posisi ikatan,
posisi hidroksil bolak balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi
donor hidrogen atau elektron serta kemampuannya dalam ”merantas” radikal bebas
(free radical scavengers). Semua polifenol mampu ”merantas” oksigen dan radikal
alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk radikal fenoksil yang
relatif stabil. Terdapat hubungan antara kemampuan senyawa polifenol sebagai
antioksidan dengan struktur kimianya. Konfigurasi dan total gugus hidroksil
merupakan dasar yang sangat mempengaruhi mekanisme aktivitasnya sebagai
antioksidan (Mokgope, 2006).
Sebagian besar polifenol adalah antioksidan sehingga mampu menetralkan radikal
bebas yang memiliki efek merusak terhadap sel-sel dan jaringan tubuh.Radikal bebas
sering dikaitkan sebagai penyebab kerusakan sel yang berhubungan dengan penuaan.
Sebagai antioksidan kuat, polifenol mampu memperlambat proses penuaan.
Afoakwa, E.O., Quao, J., Takrama, F.S., Budu, A.S. & Saalia, F.K. (2012). Changes
in total polyphenols, o-diphenols and anthocyanin concentrations during
fermentation of pulp pre-conditioned Cocoa (Theobroma cacao) beans.
International Food Research Journal, 19(3): 1071-1077.
Borchers, A. T. and Keen, C. L. 2000. Cocoa and chocolate : composition,
bioavailability, and health implication. Journal of Medicinal Food 3 (2) : 77-
105.
Erniati, 2007. “Efek Konsumsi Minuman Bubuk Kakao Bebas Lemak Terhadap Sifat
Antioksidatif dan Prolifertif Limfosit Manusia.” Tidak Diterbitkan. Tesis.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Felita. 2012. Changes in total polyphenols, o-diphenols and anthocyanin
concentrations during fermentation of pulp preconditioned Cocoa (Theobroma
cacao) beans. International Food Research Journal, 19(3): 1071-1077.
Figueira, A. and Janick, J. 1993. New products from Theobroma cacao : Seed pulp
and podgum. New Crops. New York : 475-478.
Fowler, M.S. (2009). Cocoa beans: From tree to factory, 4th. In Beckett, S.T. (Ed),
Industrial chocolate manufacture and use (pp.10–47). York, UK: Wiley
Blackwell.
Heydarzadeh, H.D, Najafpour, G.D and Moghaddam, A.A. Nazari. 2009. Catalys-
Free Conversion of Alkali Cellulose Fine Carboxymethyl Cellulose at Mild
Conditions. World Applied Sciences Journal. 6 (4): 564-569
Kim & Keeney (1984). Epicatechin Conten in Fermented and Unfermented Cocoa
Beans. Journal Series of the Pensylvania Agricultural Experiment Station.
KNAPP, A.W. and A. CHURCHMAN. 1937. Cocoa Fermentation. In Processing of
Raw Cocoa for the Market, ed. T.A. ROHAN, p. 16-17.
Misnawi, et al. 2003 Sensory Properties Of Cacao Liquor As Affected By Polyphenol
Concentration And Duration Of Roasting Food Quality Of Preference. 15
(2004) 403-409.
Misnawi, S. Jinap, B. Jamilah, and S. Nazamid. 2004. Sensory properties of cocoa
liquor as affected by polyphenol concentration and duration of roasting. Food Quality
and Preference 15: 404-409.
Mokgope L B, 2006, Cowpea Seed Coats and Their Extracts : Phenolic Compositions
and Use as Antioxidants in Sunflower Oil. (Skripsi). Afrika: University of
Pretoria
Rohan,T.A. 1963. Proccesing of Raw Cocoa for The Market. Food and Agricultural
Organization of The United National, Rome.
Siregar, et.al. 2002. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Trilaksani, W. 2003. Antioksidan : jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran
terhadap kesehatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
WOLLGAST, J., ANKLAM, E. Polyphenols in chocolate: is there a contribution to
human health? Food Research International. v.33, p. 449-459, 2000.   

Anda mungkin juga menyukai